Seminar 1
Seminar 1
Oleh :
NAMA
NIM
: 21020113140156
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016
ABSTRAK
PERAN ELEMEN ARSITEKTUR PADA TATA RUANG DALAM MUSEUM
RANGGAWARSITA DALAM MEWADAHI FUNGSI PAMERAN
Museum di Indonesia belum dapat mewadahi fungsi pameran dengan baik.
Hal ini membuat masyarakat tidak merasakan manfaat dari fungsi museum itu
sendiri. Akibatnya, sejak tahun 2006 museum di Indonesia mengalami penurunan
jumlah pengunjung. Penelitian ini bermaksud menjelaskan peran utama dari
bangunan museum dalam fungsi tersebut. Penjelasan dapat digunakan sebagai
dasar pemikiran untuk menentukan langkah perbaikan kualitas fungsi museum
yang selanjutnya.
Ruang pamer bangunan museum merupakan aspek fisik dalam fungsi
pameran. Ruang ini disusun oleh elemen arsitektur yang berekspresi sedemikian
rupa sehingga mengadakan potensi terjadinya gerak pengunjung dalam program
tersebut. Pada akhirnya potensi inilah yang paling awal memungkinkan
pengunjung untuk beraktivitas sehingga memperoleh manfaat dari kunjungannya
ke museum.
Penjelasan mengenai hal ini dipaparkan melalui studi teoritis. Selanjutnya,
penerapan teori tersebut dijabarkan lebih lanjut melalui studi kasus fungsi
Museum Ranggawarsita. Museum ini dipilih sebagai kasus studi selain karena
memenuhi kriteria teknis penelitian, juga karena statusnya yang merupakan
museum negara.
Pada akhirnya penelitian ini menyimpulkan bahwa ekspresi yang
dibawakan oleh elemen arsitektur penyusun ruang pamer merupakan faktor utama
yang berperan dalam program pameran. Dengan merancang ekspresi elemen
arsitektur penyusun ruang pamer dengan tepat, museum dapat dikatakan telah
menjalankan peran fungsinya dengan tepat pula. Dalam hal ini, ruang pamer
Museum Ranggawarsita sebagai aspek fisik program pameran dinilai belum
berperan dengan maksimal.
Kata Kunci
vi
ABSTRACT
THE ROLE OF
ARCHITECTURAL
FUNCTION
Museums in Indonesia have not yet been able to held exhibition function.
This condition makes people could not feel the benefit of visiting the museums. As
a result, since 2006 museums in Indonesia has experienced a decrease in the
number of museum visitors. This research means to explain the basic role of the
museum building. The explanation could be a foundation for further improvement
measures.
Museum exhibition room is the physical aspect in exhibition function. This
room is composed of architectural elements that deliver expressions which could
influence visitors movements in exhibition program. In the end, this potential is
the one that enable the visitors do their activity, for them to get benefits of visiting
museum.
This explanation is delivered through a theoretical study. Furthermore, it
is also explained through a case study in Museum Ranggawarsita. This museum is
selected to be the study case not only because it meets the technical criteria of the
research, but also because of its status as national museum.
As a conclusion, it is noted that expression of architectural elements plays
role in exhibition function. By designing this architectural elements expression
appropriately, museum can be said to have exercised its role in a correct way. In
this case, Museum Ranggawarsita exhibition room is considered has not played
its role perfectly.
Key words : expression of architectural elements composer of space,
exhibition room, museum, exhibition function , potential movements
vii
KATA PENGANTAR
Memasuki perkuliahan arsitektur, saya diperkenalkan dengan pertanyaan
mengenai mana yang bagus?, mana yang buruk?, dan mengapa?. Pertanyaanpertanyaan tersebut melekat dalam pikiran saya sepanjang saya mendesain di
perkuliahan Arsitektur ini. Pada akhirnya saya selalu mencoba menjawab semua
pertanyaan yang mungkin muncul di sepanjang atau setelah proses mendesain
tersebut. Pada saat itu saya dapat menyebutkan kualitas-kualitas ruang yang
melogikakan desain saya sehingga pertanyaan-pertanyaan mengapa ini disebut
bagus? seakan terjawab. Namun pada tahun tahun terakhir perkuliahan
arsitektur ini saya menyadari bahwa sesungguhnya pertanyaan tersebut belum
selesai. Jika memang semua kualitas tersebut menjelaskan mengapa suatu desain
dapat disebut bagus atau buruk maka pertanyaannya, dari mana asal kualitas
ruang yang saya sebut itu? Apakah fungsi suatu arsitektur dapat terjamin
kualitasnya hanya karena si arsitek dapat menjelaskan bahwa kualitas suatu ruang
adalah berat dan kualitas inilah yang dibutuhkan orang? Apakah hal itu lantas
memastikan bahwa semua orang merasakan yang sama? Bagaimanakah arsitek
sendiri dapat menyatakan kualitas tersebut?
Tipe bangunan yang saya pelajari sebagai bahan studi kali ini adalah
museum. Tipe bangunan ini saya pilih secara pribadi atas dasar keprihatinan saya
terhadap sebuah kondisi negatif yang sedang dihadapinya. Diharapkan tugas
seminar ini, selain dapat menjawab pertanyaan pribadi saya, juga dapat berperan
dalam mengatasi masalah yang sedang dialaminya tersebut.
viii
viii
Pada akhirnya, penelitian ini tidak saya tujukan untuk menjadi penelitian
terakhir saya dalam ranah ilmu ini sendiri. Dengan demikian, jawaban-jawaban
yang saya paparkan pada penelitian ini mungkin belum dapat secara mendalam
menjawab kegelisahan saya sendiri tersebut. Adapun lebih dari itu, penelitian
yang pasti tidak sempurna ini menjadi langkah awal dari pembelajaran saya di
ranah ilmu Arsitektur selanjutnya.
Di atas semuanya, saya ingin menyampaikan terimakasih kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas seminar ini
dapat terselesaikan. Akhir kata, semoga tugas seminar ini dapat berguna pada dan
bermanfaat bagi pihak-pihak yang menggunakannya.
ix
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK .......................................................................................................
vi
ABSTRACT ......................................................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
1.2
Perumusan Masalah..........................................................................
1.3
Tujuan...............................................................................................
1.4
Manfaat.............................................................................................
1.5
Metode ..............................................................................................
1.6
Asumsi ..............................................................................................
1.7
2.2
10
15
19
23
26
15
15
15
16
31
33
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berdasarkan data,
awal tahun 2010. Program tersebut hingga saat ini belum membawa perubahan
yang signifikan. Program belum dapat meningkatkan angka kunjungan kembali
yang diharapkan dapat dilakukan oleh pengunjung.
dengan baik. Dengan demikian diketahui bahwa masalah mendasar dari keadaan
ini terletak pada kualitas fungsi museum itu sendiri, terutama fungsi yang
berhubungan langsung dengan publik (pengunjung).
Mengacu pada latar masalah ini penelitian bermaksud untuk ikut ambil
bagian dalam usaha perbaikan kualitas fungsi museum tersebut. Penelitian yang
berlatarkan ilmu Arsitektur ini berperan menjelaskan hal-hal mendasar terkait
dengan aspek fisik fungsi museum. Dengan perannya ini, penelitian dapat menjadi
landasan bagi pengelola museum di Indonesia dalam menentukan langkah
perbaikan selanjutnya.
Penelitian ini pertama-tama menjabarkan posisi museum dalam konteks
permasalahan yang ada. Penjabaran ini menjelaskan fungsi museum dalam
kaitannya dengan pengunjung dan perannya di dalam fungsinya tersebut.
6
Berdasarkan definisi museum yang ditetapkan oleh ICOM , fungsi museum yang
berhubungan langsung dengan pengunjung adalah fungsi pameran. Fungsi ini
menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini.
Selanjutnya, melalui studi literatur, penelitian ini memberi pemahaman
tentang peran aspek fisik dalam fungsi tersebut. Dengan memahami fungsi dan
perannya, penelitian ini dapat berfokus membahas hal-hal yang berada dalam
ranah andil dan kewenangan museum sendiri sebagai sebuah institusi. Dengan
fokus ini, museum dapat melakukan langkah perbaikan yang mendasar dimulai
dari dirinya sendiri.
Berikutnya, penelitian juga menjelaskan cara museum menjalankan
perannya sebagai aspek fisik fungsi tersebut. Penjelasan ini dipaparkan dengan
berdasarkan teori mengenai ekspresi elemen arsitektur penyusun ruang. Teori ini
membahas bagaimana suatu ruang tersusun atas elemen-elemen arsitektur yang
berekspresi sehingga mempotensikan terjadinya suatu aktivitas fisik. Dengan
5
Anne Fahy, New Technologies for Museum Communication, in Museum, Media, Message, ed.
Eilean Hooper-Greenhill (London: Routledge, 1995), Hlm 86.
"Museum is a non-profit, permanent institution in the service of society and its development,
open to the public, which acquires, conserves, researches, communicates and exhibits the
tangible and intangible heritage of humanity and its environment for the purposes of education,
study and enjoyment." (ICOM, 2007)
International Community of Museum.
1.2
Perumusan Masalah
Untuk memberi pemahaman dasar tentang fungsi dan peran museum, serta
Tujuan
Penelitian bertujuan memberi pemahaman mendasar mengenai peran
aspek fisik ruang pamer dalam fungsi pameran museum. Dalam hal ini, penelitian
menegaskan pentingnya ekspresi elemen-elemen arsitektur penyusun ruang pamer
itu sendiri. Selain itu penelitian juga bertujuan memperlihatkan kualitas ruang
pamer Museum Ranggawarsita dalam menjalankan perannya tersebut.
1.4
Manfaat
Dengan mencapai tujuan penelitian, penelitian ini membuka kesempatan
1.5
Metode
Penelitian menjelaskan fungsi pameran museum melalui studi literatur.
1.6
Asumsi
Diketahui bahwa fungsi museum merupakan fungsi yang kompleks.
Fungsi pameran di dalam fungsi kompleks tersebut merupakan produk hasil dari
terlaksananya fungsi-fungsi lainnya. Meskipun demikian, karena latar belakang
permasalahan yang ditelitinya, penelitian ini memfokuskan diri membahas fungsi
museum yang berkaitan langsung dengan pengunjung, yaitu fungsi pameran.
Dengan demikian, penelitian mengasumsikan bahwa fungsi museum lainnya
sebagai faktor yang netral.
Selain itu, diketahui pula bahwa fungsi pameran terlaksana akibat tiga
buah aspek yang bekerja bersamaan (hal ini dijelaskan melalui studi literatur).
Meskipun demikian, karena penelitian berada dalam ranah ilmu Arsitektur, maka
aspek yang dibahas dalam fungsi ini berfokus hanya pada aspek fisik. Penelitian
ini mengasumsikan bahwa aspek-aspek lainnya merupakan aspek yang netral dan
dapat dibahas sebagai kelanjutan dari penelitian ini sendiri.
Selanjutnya, dalam tujuannya memperlihatkan kondisi museum di
Indonesia secara umum, penelitian ini perlu memilih kasus studi yang dapat
mewakili kondisi museum-museum lain di Indonesia.
Di dalam studi kasus sendiri, secara khusus penelitian ini mengasumsikan
beberapa hal yang berkaitan dengan pemilihan ruang pamer dan cara pembahasan.
1.7
Sistematika Penulisan
Penelitian ini disusun dalam empat bab terpisah. Bab pertama
menjabarkan fenomena yang diangkat sebagai latar penelitian, peran penelitian ini
sendiri dalam menanggapi fenomena tersebut, serta asumsi-asumsi yang menjadi
batasan dalam penelitian ini.
Dalam lingkup tersebut, bab kedua selanjutnya memaparkan studi literatur
yang menjelaskan kerangka pemikiran serta metode penelitian untuk digunakan
pada bab ketiga. Bab ketiga kemudian melaporkan hasil studi kasus yang
dilakukan pada ruang pamer Museum Ranggawarsita. Laporan ini berisikan
deskripsi dan analisis yang menjelaskan teori pada bab kedua.
Pada akhirnya, bab keempat merangkum kesimpulan bab kedua dan
ketiga. Kesimpulan merupakan jawaban dari pertanyaan yang dirumuskan sebagai
6
masalah penelitian. Jawaban inil menjadi bentuk kongkrit kontribusi penelitian ini
sendiri pada praktiknya. Berikut ini adalah diagram sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini terdiri dari tiga tahap studi literatur yang menjabarkan kerangka
pemikiran dan metode studi kasus. Tahap pertama merupakan pembahasan umum
mengenai fungsi bangunan museum. Selanjutnya tahap kedua memaparkan peran
elemen arsitektur penyusun ruang pamer bangunan museum sebagai aspek fisik
dalam fungsi tersebut.
2.1
Fungsi Museum
Sub-bab ini menggunakan buku The History Of Building Types (Pevsner, Nikolaus. USA:
Princeton University Press, 1997.) sebagai referensi utama.
Definition of Function Collins English Dictionary 2011, Home page on-line. Available from:
http://www.collinsdictionary.com/dictionary/english/function (diakses 29 April 2012).
10
Demikianlah museum
11
barang-barang yang ada di dalam museum hanya dapat dinikmati oleh pemilik
dan kerabatnya saja.
10
11
Alexander, Edward P., Mary Alexander. Museums in Motion, USA: AltaMira Press, 2008, hlm
3-4.
Area ini disebut House of Statuary.
dalam hal ini terjadi pada tahun 1830, yaitu ketika Schinkel
12
dan Waagen
13
2.2
pengalaman ,
seseorang.
15
pemahaman,
hingga
akhirnya
membentuk
pengetahuan
berperan hanya dalam tahap aktivitas belajar yang terjadi di dalam wilayahnya
saja, yaitu di dalam program pameran.
DI DALAM MUSEUM
DI LUAR MUSEUM
12
13
14
15
Karl Friedrich Schinkel is a Prussian architect, the greatest in Germany in the first half of
C19. (Ian Chilvers. "Schinkel, Karl Friedrich" The Oxford Dictionary of Art. 2004. accessed :
11 Nov 2011. http://www.encyclopedia.com)
Gustav Friedrich Waagen was the director of the Berlin Gemldegalerie in 1830, and was
the first professor of art history in Berlin. (Sorensen, Lee. Wittkower Rudolf. Dictionary of
Art
Historian. accessed 11 November 2011. www.dictionaryofarthistorians.org/ wittkowerr.htm.)
Pengalaman manusia di dalam suatu ruang dibedakan dalam tiga ragam kualitas yang terjadi
akibat hubungan antara perilaku manusia tersebut dengan ruangnya. (Lym, Glenn Robert. A
Psychology of Building: How We Shape and Experience Our Structures Space, USA: PrenticeHall, Inc., 1980. hlm xviii)
Falk, John H & Lynn D.Dierking. Learnng from Museums: Visitor Experiences and The
10
11
16
16
17
17
Falk, John H & Lynn D.Dierking. Learnng from Museums: Visitor Experiences and The
Making of Meaning, hlm 10.
Hemistra, McFarling. Environmental Psychology. California: Wadsworth Publishing
Company, Inc., 1974, hlm. 9-10.
12
18
pengunjung yang
kemudian direspon dengan menggunakan latar aspek personal dan aspek sosiokulturalnya sebagai referensi. Dengan demikian, dalam fungsinya mewadahi
fungsi pameran, diketahui bahwa ruang pamer museum memiliki peran yang
terlepas dari pengaruh kedua aspek lainnya tersebut. Ruang pamer berperan
sebagai penghadir potensi terjadinya aktivitas yang tanpanya museum tidak dapat
berfungsi menjalankan program pameran.
Dalam perannya, ruang pamer museum merupakan ruang hasil konfigurasi
dua jenis area, yaitu area sirkulasi dan area pengamatan. Konfigurasi kedua jenis
area membentuk potensi pola aktivitas pengunjung yang tertentu di dalam ruang.
Dengan demikian, melalui perancangan konfigurasi ruang pamer, museum dapat
menjaga kualitas keberlangsungan fungsinya.
18
19
19
Ambrose, Timothy, Chrspin Paine. Museum Basics. New York : Routledge, 2006.
Macdonald, Sharon. A Companion to Museum Studies, United Kingdom: Blackwell Publishing
Ltd, 2006, hlm. 282, 285.
13
Gambar 2.5 Space Syntax: Konfigurasi Ruang dan Pola Aktivitas yang Diakibatkannya
Sumber: Skema ini disadur dari: Macdonald 2006, 284
14
Gambar 2.6 Peran Ruang Pamer Sebagai Aspek Fisik dalam Fungsi Museum
ruang
yang dimilikinya
guna
menilai
keberhasilan
intensi
20
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pembahasan dan Pencarian Data
Metode yang dipilih untuk membahas dan mencari data adalah sebagai
berikut:
3.1.1 Studi Literatur
Memahami tentang:
Fungsi museum
16
BAB IV
ANALISIS
3.1
21
manusia, dinding, yaitu elemen yang berada di sekeliling manusia, dan atap ,
yaitu elemen yang berada di atas manusia. Karena hubungan letaknya dengan
tubuh manusia tersebut, ketiga elemen ini memiliki tema tugas yang natural untuk
saling mendukung (supporting theme) sehingga membentuk ruang dan saling
mengarahkan (delimiting & directing theme) sehingga memberi orientasi di dalam
ruang. Dengan dijalankannya kedua tugas ini oleh masing-masing jenis elemen
tersebut, elemen baru dapat membentuk ruang bagi manusia.
Adapun dalam menjalankan tugasnya, keterwujudan elemen-elemen ini
dapat terlaksana ketika masing-masingnya memiliki bentuk (major forms), sistem
keterbangunan (construction systems), perlakuan permukaan (surface treatments),
dan bukaan (openings). Dengan wujudnya yang bervariasi akibat kisaran kualitas
keempat faktor yang membentuknya inilah, elemen lantas memiliki ekspresi yang
tertentu dalam menjalankan tugasnya.
Dalam memahami ekspresi ini, keempat faktor elemen dideskripsikan
tampilannya berdasarkan kategori berat elemen (weight), kedinamisan elemen
(motion), dan substansi elemen (substance). Tampilan elemen dalam ketiga
kategori ini disebut dengan motif. Ekspresi setiap elemen dapat dinilai ketika
21
17
22
Dalam kasus ruang interior, yang dimaksud dengan atap adalah bagian atap yang terlihat dari
dalam ruang (plafond).
18
19
20
Elemen Lantai
(ilustrasi 3 tabel 2.1) dan berat (ilustrasi 4 tabel 2.1) yang berbeda, serta
kedinamisan yang tidak saling mengarah. Dengan motif-motif yang demikian,
ruang-ruang yang ada terbatasi satu sama lain dan menandakan ketertutupan antar
ruang.
Tabel 2.1 Ekspresi Elemen Lantai
Dalam konteks museum, berikut ini adalah contoh penerapan ekpresi tema
arah elemen lantai.
23
tabel 2.1. Sebagai contoh ilustrasi 1, dapat dilihat bahwa ruang pamer memiliki
elemen lantai yang pada dasarnya memiliki bentuk datar (kedinamisan) dan
23
22
Selain lantai dasar, ruang pamer juga memiliki dua lantai lain, yaitu
bangku panjang dan pedestal objek. Ketiga lantai ini memiliki perbedaan
perlakuan permukaan (substansi), cara keterbangunan (berat), dan bentuk
(kedinamisan) satu sama lain. Akibatnya ketiga lantai ini memberi batas yang
jelas antar area-area yang ada. Batasan ini mengekspresikan ketertutupan sehingga
pada akhirnya memberikan potensi bagi pengunjung untuk tidak bergerak melalui
ruang-ruang tersebut.
Selanjutnya, gambar 2.10 merupakan contoh penerapan ilustrasi 3 tabel
2.1. Ruang pamer ini terdiri dari dua ruang yang terlihat jelas batasannya akibat
adanya perbedaan motif substansi lantai yang menyusun kedua ruang tersebut.
Meskipun demikian, kedua lantai ini memiliki perbedaan ketinggian yang relatif
sangat kecil. Akibatnya, lantai memiliki motif berat dan kedinamisan yang hampir
tidak memperlihatkan batas. Ekspresi batas yang demikian menciptakan
keambiguan dalam hubungan kedua ruang sehingga mempotensikan pengunjung
untuk bergerak maupun tidak bergerak melalui ruang-ruang tersebut.
23
24
Elemen Dinding
25
Selain itu, hubungan dinding suatu ruang dengan dinding ruang-ruang lain
di kedua sumbunya memiliki hubungan motif bentuk yang bekerja secara saling
berlawanan. Jika dinding berbentuk horisontal, dinding mengekspresikan
ketertutupan terhadap dinding di atasnya dan keterbukaan terhadap dinding di kiri
dan kanannya (ilustrasi 4 - tabel 2.2). Sebaliknya, jika dinding berbentuk vertikal,
dinding mengekspresikan keterbukaan terhadap dinding di atasnya dan
ketertutupan terhadap dinding di kiri dan kanannya (ilustrasi 8 - tabel 2.2).
Dalam konteks museum, berikut ini adalah contoh penerapan ekpresi tema
arah elemen dinding. Gambar 2.12 merupakan contoh penerapan ilustrasi 7&8
tabel 2.2. Ruang pamer menerapkan bentuk dinding yang cekung dan vertikal.
Selain itu, dinding ini juga memiliki substansi berupa bukaan yang berbentuk
vertikal pula. Dengan motif elemen dinding yang demikian, dinding ini
mengekspresikan keterbukaan terhadap ruang di arah sumbu z (atas-bawah) dan
ruang di arah sumbu x (depan-belakang), serta mengekspresikan ketertutupan
terhadap ruang di sumbu y (kiri-kanan). Ekspresi-ekspresi ini menciptakan potensi
gerak pengunjung di antara ruang-ruang di atas dan di bawah serta di depan dan di
belakang dinding tersebut.
27
berupa
rangka.
Dinding
ini
merupakan
dinding
ruang
yang
sistem
juga
berbentuk
vertikal.
Motif
dinding
yang
demikian
relatif
mengekspresikan keterbukaan area di dalam ruang pamer yang ada di depan dan
di belakang dinding tersebut.
Elemen Atap
Pada prinsipnya ekspresi keterbukaan dan ketertutupan elemen atap terjadi
pada pola yang sama dengan elemen lantai. Elemen atap dapat mengekspresikan
keterbukaan atau ketertutupan ruang yang dibatasinya terhadap ruang-ruang lain
28
yang ada di ketiga sumbu orientasinya. Keterbukaan atau ketertutupan ini dapat
terjadi akibat hubungan antara atap ruang tersebut dengan atap ruang-ruang
lainnya. Dalam hubungannya, motifmotif yang ada saling bersinggungan
sehingga memunculkan kualitas keterbukaan atau ketertutupan antar ruang yang
relatif satu sama lain. Kualitas keterbukaan atau ketertutupan ini mengekspresikan
arah dari elemen atap ruang-ruang tersebut. Arah ini selanjutnya memberikan
potensi bagi manusia untuk bergerak mengacu padanya.
Ruang dapat mengekspresikan keterbukaan jika elemen lantainya memiliki
motif-motif yang tidak memperlihatkan batas terhadap lantai ruang lainnya.
Ketidakadaan batas ini tercapai ketika atap ruang-ruang memiliki substansi dan
berat yang sama, serta kedinamisan yang saling mengarah masing-masing ruang
(ilustrasi 1 tabel 2.3). Dengan motif-motif yang demikian, ruang-ruang yang ada
tidak memperlihatkan batas atau memperlihatkan batas yang gradatif sehingga
mencerminkan keterbukaan antar ruang.
Sebaliknya, ruang dapat mengekspresikan ketertutupan jika elemen
atapnya memiliki motif-motif yang memperlihatkan batas terhadap atap ruang
lainnya. Ekspresi ini tercapai ketika atap ruang-ruang memiliki substansi dan
berat yang berbeda, serta kedinamisan yang tidak saling mengarah (ilustrasi 2 tabel 2.3). Dengan motif-motif yang demikian, ruang-ruang yang ada terbatasi
satu sama lain dan menandakan ketertutupan antar ruang.
Tabel 2.3 Ekspresi Elemen Atap
29
keterbukaan antara semua area di dalam ruang. Ekspresi ini menciptakan potensi
gerak pengunjung yang bebas di seluruh area di dalam ruang tersebut.
area lain di sekitarnya. Dengan kemampuannya memberi potensi arah ini, ketiga
elemen memberi pengaruh pada ketercapaian potensi pola gerak yang diintensikan
oleh konfigurasi ruang pamer.
Pada area yang dipotensikan sebagai area sirkulasi, pola gerak yang
diintensikan oleh konfigurasi ruang adalah pola yang menerus ke area sirkulasi di
sekitarnya. Sedangkan pada area yang dipotensikan sebagai area pengamatan,
pola gerak yang diintensikan oleh konfigurasi ruang adalah pola yang menerus ke
area objek pamer di sekitarnya. Ekspresi keterbukaan atau ketertutupan yang ada
di antara area-area ini memperlihatkan ketersampaian intensi tersebut.
30
BAB IV
KESIMPULAN
Penelitian ini berperan sebagai langkah awal yang berupaya menjelaskan
fenomena penurunan jumlah pengunjung museum di Indonesia. Berdasarkan studi
yang telah dilakukan, penelitian menyimpulkan peran dasar museum dalam
konteks fungsinya, cara museum berperan, dan kualitas peran museum di
Indonesia secara umum. Dengan memahami ketiga hal ini, museum dapat
menanggapi fenomena yang ada dengan berfokus pada ranah peran, serta
persoalan mendasar yang dihadapinya. Selanjutnya, penelitian juga memberi
saran-saran praktis terkait dengan perbaikan kualitas peran museum.
4.1.
Kesimpulan Penelitian
Pertama-tama penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam fungsi pameran
ruang
pada
arah
yang
ditentukan
oleh
kofigurasi
ruang
semua potensi gerak yang diintensikan oleh konfigurasi ruang dapat terpenuhi.
Hal ini berujung pada tidak maksimalnya kualitas aktivitas pengunjung di dalam
museum sendiri. Secara tidak langsung hal ini turut menyebabkan tidak
tersampaikannya manfaat program pameran sehingga menurunkan angka
kunjungan kembali pengunjung ke museum.
5.1
terbentuk dan berkembang selalu dalam fungsi yang berkaitan dengan edukasi.
Museum menjadi tempat berlangsungnya kegiatan belajar publik yang dilakukan
melalui barang- barang yang dikoleksi dan dipajang di dalamnya. Kegiatan publik
ini dirancang sedemikian rupa oleh museum melalui program pameran. Dengan
demikian, diketahui bahwa museum berperan sebagai pihak penyelenggara
yang menentukan keberlangsungan program.
Selanjutnya, menjelaskan bahwa program tersebut selalu berlangsung
dalam pengaruh tiga buah aspek, yaitu aspek personal dan sosio- kultural
pengunjung, serta aspek fisik ruang pamer bangunan museum sendiri. Di antara
ketiganya, aspek fisik bangunan museum berperan sebagai penyedia tempat bagi
berlangsungnya aspek lain merupakan aspek yang utama. Tanpa adanya bangunan
museum, kedua aspek lainnya tidak dapat dipertemukan dalam fungsi ini.
Dengan demikian, di dalam program ini museum menjadi pihak yang
berperan paling penting, yaitu selain sebagai penyelenggara, juga sebagai aspek
utama.
Berikutnya, menjelaskan bahwa aspek fisik ruang pamer memberi
pengaruh pada program pameran melalui konfigurasi serta ekspresi ruangnya.
Konfigurasi ruang pamer mempotensikan pengunjung untuk melalukan aktivitas
dengan pola tertentu sesuai dengan intensi perancangan ruang pamer. Selanjutnya
ekspresi ruang pamer mempotensikan pengunjung untuk bergerak dengan cara
yang tertentu pula di dalam pola tersebut. Dengan demikian, tanpa adanya ekspresi
ruang yang mendukung konfigurasi ruang yang ada, program pameran tidak dapat
berjalan sebagaimana yang diintensikan pada perancangan konfigurasi ruang. Sub31
bab ini menyimpulkan bahwa ruang pamer berperan sebagai aspek fisik dengan
terutama melalui ekspresi yang dimilikinya.
4.2.
Saran
Kesimpulan di atas merupakan hal yang perlu diperhatikan museum dalam
dengan
merancang perlakuan
permukaan,
bentuk,
serta
sistem
dalam
area
pengamatan,
museum
dapat
menambah
31
memberikan penerangan yang cukup dari belakang dinding kaca. Dengan tidak
terekspresikannya batas antara ruang objek dan ruang pengamat, pengunjung
diarahkan untuk menghadap ke arah objek pamer. Dengan cara ini, pengunjung
tetap tidak dapat mengakses ruang objek secara langsung, namun dapat
melakukan pengamatan dengan maksimal.
Selain itu, di luar langkah perbaikan yang bersifat praktis, langkah
perbaikan yang bersifat teoritis juga dapat dilakukan. Penelitian mengenai fungsi
museum dapat dilengkapi dengan dengan menganalisis ruang-ruang pamer/
museum lain yang belum diteliti dan fungsi museum sehubungan dengan kualitas
perancangan konfigurasi ruang pamer sendiri. Selain itu dalam hubungannya
dengan aspek-aspek lainnya, aspek fisik museum juga dapat diteliti perannya
dengan mengikutsertakan ilmu-ilmu lain seperti psikologi dan sosial.
31
DAFTAR PUSTAKA
Definition of Function Collins English Dictionary 2011, Home page online. Available from: http://www.collinsdictionary.com/dictionary/
english/function; Internet; accessed 29 April 2012.
Depbudpar. Jumlah Pengunjung Museum di Indonesia. Pusat Pengelolaan
Data dan Sistem Jaringan, Depbudpar 2009; Home page on-line.
Available
from
http://www.kppo.bappenas.go.id/preview/225;
Internet; accessed 26 September 2011.
Ian Chilvers. "Schinkel, Karl Friedrich" The Oxford Dictionary of Art2004.
Home page on-line. Available from http://www.encyclopedia.com;
Internet; accessed 11 November 2011.
ICOM. Museum Definition The World Museum Community (adopted
during the 21st General Conference in Vienna, Austria in 2007);
Home page on-line. Available from http://icom.museum/who-weare/the-vision/museum-definition.html; Internet; accessed 18 April
2012.
National Higher Education Research Institute, The State of Penang,
Malaysia: Self-Evaluation Report, OECD Reviews of Higher
Education in Regional and City Development 2010, IMHE ; Home
page on-line. Available from http://www.oecd.org/edu/imhe/regional
development; Internet; accessed 10 Maret 2012.
Pradaningrum Mijiarto. Tahun Kunjung Museum, Sudahkah Museum
Berbenah? Kompas, Selasa, 5 Januari 2010. Home page on-line.
Available from http://www1.kompas.com/readkotatua/xml/2010/01/05
/15212212/Tahun.Kunjung.Museum.Sudahkah.Museum.Berbenah;
Internet; accessed 16 October 2011.
Sorensen, Lee. Wittkower Rudolf. Dictionary of Art Historian; Home page online. Available from www.dictionaryofarthistorians.org/wittkowerr. htm;
Internet; accessed 11 November 2011.
Penyaji:
Muhammad Iqbal Raissilki
NIM 21020113140156
Tim Pembahas:
Siti Nurul Aqidah
Cintya Widya N.
Reza Dwiky S.
Yuni Muntafiah
Kania Kinasih
NIM 21020113120062
NIM 21020113140133
NIM 21020113130094
NIM 21020113120007
NIM 21020113130135
DosenPembimbing :
Ir. Satrio Nugroho, MSi
Susunan Acara :
1. Sidang dibuka oleh Moderator.
2. Penjelasan materi dan presentasi oleh Tim Penyaji.
3. Dibuka sesi tanya jawab untuk Tim Pembahas.
4. Penutup berupa saran dan masukan oleh Dosen Pembimbing.
SESI TANYA JAWAB :
MASUKAN DAN SARAN DARI DOSEN PEMBIMBING:
1. Masukan dan saran
Fokuskan apa yang mau dikaji
Aspek yang diperlukan apa saja
Pengajian harus lebih spesifik
Literature mengenai pemfokusan pada kajian
NIM
Tim Pembahas
NO. NAMA
Tanda Tangan
21020113140156
NIM
1.
21020113120062
2.
Cintya Widya N
21020113140133
3.
Reza Dwiky S.
21020113130094
4.
Yuni Muntafiah
21020113120007
5.
Kania Kinasih
21020113130135
Dosen Pembimbing,
Mengetahui
Dosen Koordinator,
Tanda Tangan