Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Multicide
Pembunuhan massal, pembunuhan berantai, dan pembunuhan besar
besar (juga pembunuhan ganda / double homicide dan pembunuhan
rangkap tiga / triple homicide jika dianggap sebagai kategori tersendiri)
adalah bagian dari multicide atau pembunuhan berlipat. (Aggrawal A, 2005)
1 Pembunuhan Massal (Mass Murder)
Istilah pembunuhan massal dapat memiliki arti berbeda bagi
setiap orang. Istilah ini telah digunakan untuk beragam situasi, seperti:
penembakan di Menara Whitman Texas, peracunan massal di Jonestown,
pembunuhan oleh Jack the Rupper, pembunuhan genosida (Hitler),
tragedi kebocoran gas di kawasan industri Bhopal, pengeboman di
Oklahoma, penyerangan di WTC, praktek Euthanasia, dan bahkan
kebijakan liberalisasi aborsi yang menjadi topik hangat di seluruh dunia.
Namun, Unit Ilmu Tingkah Laku (Behavioral Science) di Akedemi FBI,
Quantico Virginia, mendefinisikan pembunuhan massal sebagai
pembunuhan terhadap empat atau lebih korban di satu lokasi dan pada
waktu yang sama (satu kejadian / satu event), tanpa jeda emosi di antara
pembunuhan tersebut. Kejadian ini pada umumnya tidak terencana dan
tidak terduga. Maka, pembunuhan terhadap korban dengan jumlah yang
lebih sedikit pun diberikan istilah yang berbeda. Pembunuhan terhadap
satu korban disebut pembunuhan tunggal (single homicide), terhadap
dua korban di satu kejadian dan satu lokasi disebut pembunuhan ganda
(double homicide), dan terhadap tiga korban di satu kejadian dan satu
lokasi disebut pembunuhan rangkap tiga (triple homicide). Kebanyakan
pihak berwajib kini mempercayai bahwa triple homicide juga perlu
ditindak selayaknya pembunuhan massal. Karenanya, Dion Terres yang
telah membunuh dua orang dan melukai orang ketiga di restoran
McDonalds Racine Wisconsin di Amerika Serikat pada 10 Agustus
1993 lalu, seringkali diklasifikasikan sebagai pembunuhan massal oleh
pihak berwajib. Serupa degan kasus tersebut, Steven Benson dari Florida
yang mengebom mobilnya dalam upaya membunuh ibu dan saudara laki
lakinya (dari adopsi) pada 9 Juli 1985 juga dianggap sebagai
pembunuhan massal. Hal ini dikarenakan pada awalnya Benson juga
berencana meledakkan saudara perempuannya Carol Lynn yang pada
akhirnya selamat. Karenanya (penentuan jumlah korban) kerap kali
memperhitungkan intensi pelaku.
Pada umumnya, pelaku pembunuhan massal akan mengunjungi
tempat
umum
(seperti:
kantor
pemerintahan,
restoran,
pusat
atau
memposisikan
dirinya
sehingga
polisi
terpaksa
massal
atau
pembunuhan
besar
besaran
dari
Pelaku
pembunuhan
umumnya
telah
merencakan,
variable
paling
penting
yang
membedakan
ketiga
jenis
massal
dan
pembunuhan
besar
besaran
sendiri
payah
untuk
menutupi
perbuatannya,
sementara
pada
pembunuhan massal, pelaku tidak tertarik dengan hal tersebut dan justru
membunuh dirinya sendiri setelahnya. Berbagai diskusi menyimpulan bahwa
pelaku pembunuhan massal kerap kali mengidap gangguan jiwa terkait
dengan trauma masa kecil dan pelecehan seksual dan/atau fisik. Sebaliknya,
pelaku pembunuhan berantai dapat menunjukkan sedikit sekali tanda
gangguan jiwa, dan tampak cukup normal di luaran walau telah melakukan
berbagai tindakan kriminal yang berbahaya / menakutkan. (Aggrawal A,
2005)
Tipe
Waktu
Loka
Tipikal
Tahun
Multicide
Pembunuha
si
Contoh
Hari
/ Jumlah
Orang
(Var.
Yang
(Var. 1)
2)
Terbunu
Pembunuha
n Massal
ada periode
Dipendra
jeda
(Nepal)
h
Juni 9
2001
(termasu
k pelaku)
emosional)
orang
luka
(ada Sama Jack
luka
5 pelacur
Pembunuha
Beda
n Berantai
periode jeda /
Ripper
Agustus
(angka
emosional,
(London, UK)
1888
tidak
bervariasi
(pertama)
pasti,
mulai
Beda
the 31
dari
9 estimasi
beberapa
Novembe
jam
hingga
beberapa
1888 orang)
(terakhir)
tahun antar
pembunuha
Pembunuha
n)
Sama (tidak Beda
Howard
Unruh
(NJ, Septemb
besaran
jeda
USA)
er 1949
emosional)
secara
acak
menembakka
n pistolnya di
daerah
perumahanny
a
2.2 Klasifikasi Mass Murder oleh Dietz
13 orang
+ 3 luka
- luka
pengeboman,
pengracun
yang
telah
merencakan
hubungan
antara
korban-pelaku,
dan
teknik
pelaku.
di klasifikasi ini.
mutually exclusive : 1 kejadian hanya bisa masuk di 1 kategori, tidak
boleh ada campuran kategori.
2.3 Epidemiologi
Park Dietz pada tahun 1986 mencatat bahwa pada tahun 1983 di
Amerika Serikat, 88,5% dari total semua pembunuhan menimbulkan 1
korban, 8,9% menimbulkan 2 korban, 1,3% menimbulkan 3 korban, dan
hanya 1,0% menimbulkan 4 korban atau lebih. Dietz merasa delusi
penganiayaan umum ditemui pada pelaku yang membunuh lebih dari 10
korban, sedangkan depresi umum ditemui pada pelaku yang membunuh 3
sampai 10 korban (Lester, David, 2004).
pseudocommando
biasanya
adalah
seseorang
yang
terpesona dan mengagumi senjata. Dia menimbun pistol (guns) dan bahan
peledak, dan akhirnya merencanakan pembunuhan besar-besaran secara
sengaja. Pelaku tidak memilih orang tertentu untuk dibunuh, tetapi dia
mungkin memilih kelas manusia tertentu seperti anak-anak, feminis, dan
sebagainya. (Lester, David, 2004)
2.6 Karakteristik Pseudocommando
10
terhadap
lima
pelaku
pseudocommando
yang
secara
ego
yang
terancam
menjelaskan
psikologi
pelaku
11
bukti
bahwa
membenarkan
tindakan
mereka
dendamnya,
sudah
koleksinya
dianiaya.
Selain
membantu
untuk
Dengan
demikian
para
pelaku
pseudocommando
saat
perasaan
kuat
tentang
penyiksaan
dan
iri
hati
ketidakmampuan
untuk
mempercayai
dan
memiliki
12
Iri Hati
Sejalan dengan perasaan teraniaya, pelaku yang paranoid-skizoid
juga menderita perasaan iri hati yang destruktif. Pelaku jenis ini tidak
sesederhana itu iri akan kepunyaan orang lain atau status sosialnya,
namun iri pada cara orang lain menikmati hal-hal tersebut. Istilah orang
lain yang digunakan disini menandakan orang yang dituju dan proyeksi
dari ego pelaku sendiri terhadap orang lain. Tujuan sebenarnya adalah
untuk menhancurkan kemampuan orang lain dalam menikmati obyek
yang berharga atau statusnya. Dengan proyeksi, individu tertentu melihat
orang lain sebagai penganiaya yang tidak hanya merupakan hasil dari
pemikiran paranoid, tetapi juga karena pandangan mereka terhadap
orang lain yang dapat menikmati apa yang seharusnya berhak mereka
rasakan.
Nihilism
Observasi klinis menunjukkan bahwa beberapa pelaku yang tetap
berpegang pada posisi teraniaya akhirnya akan membentuk sikap
nihilistic yang berakar kuat. Sikap nihilism ini kemudian meliputi
pandangan mereka akan dunia, sikap terhadap pengobatan, dan
kehidupan secara keseluruhan. Rasa keputusasaan mereka dapat
berakhir dengan bunuh diri dan tindakan lain yang merusak diri sendiri.
Penelitian psikososial menunjukkan bahwa ketika nihilism dan
keinginan untuk menghindari rasa sakit menjadi sangat kuat, ada
peningkatan risiko bunuh diri atau perilaku merusak diri sendiri yang
signifikan. Teori ini disebut escape theory. Menurut teori ini, ketika
seseorang tidak dapat menolak afek negatif dan permusuhan dengan diri
sendiri, sebuah proses dekonstruksi kognitif terjadi, dimana terdapat
penolakan
makna
(nihilism,
13
keputusasaan),
peningkatan
pseudocommando,
tahap
dekonstruksi
kognitif
tampaknya
Hak (Entitlement)
Pada
kasus
pseudocommando,
terdapat
tekad
untuk
14
Hal
ini
memberikan
efek
distorsi
terhadap
kemampuan
15
16
17