Anda di halaman 1dari 16

Fisiografi Jawa Tengah

Bagian tengah dari Jawa lebih sempit dari bagian barat dan bagian timurnya yaitu
kurang lebih 100-120 km dari utara ke selatan. Hal ini disebabkan Laut Jawa menjorok ke
arah daratan dan membentuk teluk yang sangat lebar antara Cheribon (Cirebon) di bagian
barat dan Semarang di bagian timur yang membuat daratan yang lebih rendah di bagian utara
Jawa Tengah menjadi tenggelam, dan disebabkan pula oleh Pegunungan Utara yang
tenggelam jauh di bawah muka air laut di antara Nusa Kambangan dan Pegunungan Selatan
di Jawa Timur.
Dataran pesisir utara Jawa Tengah memiliki lebar maksimum (sekitar 40 km) di
selatan Brebes dimana Lembah Pemali memisahkan Bogor, sebagai batas dari Jawa Barat,
dengan Pegunungan Utara dari Jawa Tengah. Sedangkan bagian timur (selebar 20 km) di
selatan Tegal dan Pekalongan hingga di timur Pekalongan dimana pegunungan mencapai
pesisir. Di antara Weliri dan Kaliwungu, terdapat dataran alluvial yang subur yang terbentuk
oleh delta dari Sungai Bodri.
Pegunungan di Jawa Tengah terbentuk oleh puncak dua geanticlinal, yaitu di
Pegunungan Serayu Utara

dan Pegunungan Serayu Selatan. Pegunungan Serayu Utara

menghubungkan Bogor di Jawa Barat dan Punggungan Kendeng di Jawa Timur (akan
dibahas di paragraf berikutnya). Pegunungan Serayu Selatan sebenarnya adalah unsur yang
terbentuk dari depresi membujur dari Bandung di Jawa Barat (Tekanan utara-selatan
membentuk pegunungan dengan orientasi barat-timur).
Pegunungan Serayu Utara memiliki panjang 30-50 km. Di ujung baratnya dibatasi
oleh Gunung Slamet (3.428 m) sedangkan bagian timurnya ditutupi oleh produk vulkanik
dari Gunung Rogojembangan (2.177 m), Kompleks Dieng (Prahu, 2.565 m) dan Gunung
Ungaran (2.050 m). Pegunungan Serayu Utara membentang dari Bogor di Jawa Barat
kemudian melintasi Prupuk-Bumiayu-Ajibarang.
Di antara Pegunungan Serayu Utara dan Pegunungan Serayu Selatan terdapat depresi
melintang yang disebut Zona Serayu yang meliputi Majenang, Ajibarang, Purwokerto,
Banjarnegara dan Wonosobo.
Antara Purwokerto dan Banjarnegara, Zona Serayu memiliki lebar 15 km; di timur
Wonosobo menjadi lebih lebar, tapi di sini zona depresi sebagian terisi dan tertutupi oleh
kerucut gunung api muda dari Gunung Sundoro (3.155 m) dan Gunung Sumbing (3.371 m).
Secara orografi, Zona Serayu ini muncul lagi di dataran Temanggung dan Magelang yang
merupakan rangkaian pertama dari dataran intermotane di Jawa Timur.

Pegunungan Serayu Selatan terdiri dari bagian barat dan bagian timur. Di bagian
barat (dengan Kabanaran 360 m) dapat digambarkan sebagai tinggian dari Zona Depresi
Bandung di Jawa Barat, atau sebagai unsur struktural dari Jawa Tengah. Pegungan Serayu
Selatan ini dipisahkan dari Bogor oleh dataran Majenang dan bagian utara dari Tjihaur dan
Pasir.
Bagian timur dari dari Serayu Selatan ini membentuk sebuah tinggian geanticlinal
pada Zona Depresi Bandung yang dapat dibedakan dari puncak Gunung Bajah di ujung
baratnya. Bagian timur dari Serayu Selatan terpisah dari bagian baratnya oleh Lembah
Jatilawang. Bagian timur ini dimulai di dekat Ajibarang sebagai antiklin yang sederhana dan
sempit yang terpotong secara tegak lurus oleh Sungai Serayu. Di timur Banyumas, antiklin
ini membentuk antiklinorium dengan lebar 30 km di wilayah Lukulo (Loh Ulo) di selatan
Banjarnegara (Midangan, 1.043 m). Ujung timur dari Serayu Selatan dibentuk oleh dome
yang independen dari Gunung Progo Barat (1.022 m) di antara Purworejo dan Sungai Progo.
Dataran pesisir dari Jawa Tengah bagian selatan lebarnya 10 25 km. Bagian pesisir
selatan dari Jawa Tengah ini memiliki perbedaan yang kontras dari pesisir selatan dari Jawa
Barat dan Jawa Timur yang berbatu. Pesisir selatan Jawa Tengah ini hanya 10 meter di atas
muka air laut. Terdapat tiga pantai dengan dune yang ketinggiannya mencapai 5-15 m dengan
panjang 100-500 m yang terbentuk sejajar dengan pesisir, yang dune paling muda masih
rentan terhadap gangguan. Dataran pesisir yang rendah ini bergabung dengan Jawa Barat.
Bagian tengah dari dataran pesisir ini dipotong oleh Gunung Karangbolong (475 m), yang
secara fisiografi dan struktur sama dengan Pegunungan Selatan di Jawa Barat dan Jawa
Timur. Selain dari morfologi sisa ini (Karangbolong), pegunungan selatan telah mengalami
subsidens hingga di bawah muka air laut di antara Nusa Kambangan dan muara Sungai Opak.

Stratigrafi Tersier dan Kuarter dari Jawa


Pada Pegunungan Serayu Selatan, batuan yang berumur Eocene terdiri dari
konglomerat polemik, batupasir kuarsa, batunapal dan lempung dengan lensa-lensa
batugamping Foraminifera dan batugamping coral yang mengandung Camerina, Borelis,
Discocyclina dan Assilina (Harloff 1929, 1933).
Pada Pegunungan Serayu Utara batuan dengan umur Eocene terbagi di empat tempat.
Terdiri dari konglomerat polemik dan batupasir (dengan unsur pokok berasal dari andesit,
basalt, granit, sekis kristalin dan batugamping), sebagian terdiri dari shale yang kaya akan
Globigerina, batupasir tuff, radiolarian siliceous shale dan batugamping Foraminifera.
Batugamping dengan Camerina terdapat di bagian selatan Bukit Manoreh (Reitsema,
1930), sedangkan shale dengan batupasir dan perselingan konglomerat ditemukan di kaki
bukit bagian utara (Berbeek & Fennema, 1896) yang kemungkinan dari Eocene.
Endapan ini telah terintrusi dan mengalami metamorfisme kontak oleh dasit dan
andesit dari umur Oligo-Miocen yang berarti endapan ini merupakan endapan tersier bawah.
Lebih jauh ke selatan, di sekitar Sermo di Gunung Progo Barat, ditemukan batupasir kuarsa,
konglomerat dan shale ditemukan sebagai lensa-lensa besar di dalam andesit yang lebih muda
(oligo-miocene). Di dekat kontak dengan andesit, batupasir termetamorfisme menjadi kuarsit
dan honfels. Tan Sin Hok mengatakan dalam batupasir ini terdapat Camerina dan
Discocyclina yang tidak terawetkan dengan baik. Di dekat Kakap, lapisan Eocene Sermo ini
mengandung shale dengan lapisan tipis dari coal, yang berubah menjadi antrasit atau graphit
karena metamorfisme kontak.
Kontak metamorfisme Eocene di Sermo ini terdapat sekitar 10 km dari barat daya
sekuen Nanggulan yang berumur Eocene atas, yang terpotong dari kaki timur dari Gunung
Progo Barat.
Di sekitar Nanggulan, di kaki gunung bagian timur dari Gunung Progo Barat, terdapat
hal yang istimewa, karena endapan di sini mengandung fauna Eocene pertama dan
terlengakap di daerah Indopacifik.
Formasi Nanggulan yang tersingkap memiliki ketebalan 300 m dan stratigrafinya
tersaji dalam rangkuman berikut:
(Atas)
Lapisan breksi dengan perselingan batugamping, Miocene.
Unconformity

Lapisan Discocyclina, 200 m. Terdiri dari batupasir tuff-andesit dan batupasir arkose
dengan perselingan lempung. Mengandung banyak Discocyclina.
Lapisan Djokjokartae, 60 m. Terdiri dari batunapal pasiran dan lempung. Dengan fosil
ciri khasnya Camerina djokjokartae.
Lapisan Axinea, 40 m. Terdiri dari endapan sedimen transgresif di dekat pantai yang
terdiri dari batupasir kuarsa dan batupasir lempungan serta batunapal dan shale-clay di
dasar dengan lapisan lignit. Tidak mengandung foram besar.
(Bawah)
Bukit Gamping di barat Yogyakarta adalah batugamping karang dengan molluska,
coral dan foraminifera misalnya Pellanispira dan Camerina.

Seperti Gunung Progo Barat, Serayu Selatan juga merupakan puncak geanticline dari
Jawa. Tapi Guung Progo Barat membentuk kubah membujur dengan orientasi menanjang ke
arah U-S, kemudian Serayu Selatan membentuk kubah yang memanjang dengan arah B-T
yang tampak seperti struktur geantiklin dengan panjang lebih dari 100 km.
Bagian terlebar dan tertinggi dari Serayu Selatan adalah geanticline yang terdapat di
Lukulo (Loh Ulo) di selatan Banjarnegara dengan lebar 30 km. Di wilayah Lukulo, kompleks
basementnya yang kristalin tersingkap yang dapat dibedakan, berdasarkan Harloff:
a)

Sekis kristalin dan para-gneiss dan batuan glaukofan.

b) Shale, phylite, kuarsit dan greywacke dan tuff, kemudian batugamping merah dengah
sisipan baturijang yang mengandung radiolaria.
c)

Clay shale dengan lensa dari limestone yang mengandung Orbitolina/


Perlapisan Eocene bertindak sebagai pelumas antara kompleks basement dengan

endapan Neogene di atasnya, sehingga sayatan normal tidak dapat diobservasi. Endapan
Eocene membentuk kompleks lapisan dari kuarsa dan batupasir mika, batupasir lempungan,
lempung napalan dan napal lempungan dengann lensa dari batugamping. Antara Neogene dan
Eocene terdapat hiatus yang merupakan perwakilan dari Oligocene dan Akuitanian.
Endapan Neogene dimulai dengan lapisan napal tuffan setebal 300 m. Kehadiran dari
Alveolinella globulosa membuat sebuah korelasi dengan lapisan Djonggrangan dari Gunung
Progo Barat. Tampaknya, gunung api andesit tua yang terbentuk pada wilayah antara endapan
Eocene dan lapisan Djonggrangan, tidak ada di section dari Serayu Selatan. Hanya tuff dari
erupsi eksplosif yang ditemukan di wilayah Lukulo. Ciri pertama dari vulkanisme andesit tua
muncul dengan tuff abu putihpada lapisan napal tuffan. Tuff ini sama dengan perselingan

pumice tuff dari Lapisan Semilir di pegunugnan selatan di setalan Bukit Djiwo dalam konteks
keasaman.
Napal-tuff yang pertama tertutup oleh perlapisan batupasir vulaknik, konglomerat dan
breksi dari komposisi andesitik atau basaltik sekitar 1200 m. Memiliki facies laut yang
ditandai dengan perseingan batugamping dengan lensa dari Lepidocyclina. Kemudian
terendapakan lapisan napal-tuff kedua yang secara lithologi tidak jauh berbeda, mengandung
tuff gelasan, yang tercampur dengan lempung dan material karbonatan.

Jawa tengah

(Semarang hingga cirebon)


Dari selatan ke utara dibedakan menjadi beberapa unit struktur:

Dataran pantai selatan dengan pegunungan karangbolong

Serayu bagian selatan dan Pegunungan Kulonprogo.

Zona depresi Serayu

Serayu bagian Utara

Dataran Pantai Utara


Tabel 110a menunjukan korelasi stratigrafi tersier dan kuarter di daerah ini.

1.

Dataran pantai selatan dengan pegunungan karangbolong.


Pegunungan selatan di jawa bagian timur terpotong di sepanjang kali opak oleh suatu

sesar naik. Memanjang hingga sebelah utara Merapi, Merbabu dan Ungaran. Dataran rendah
dari zona SOLO adalah dari Jogja ke selatan hingga pantai selatan. Daerah bagian barat dari
sesar ini telah terangkat dan membentuk daerah Serayu utara sehingga sesar tersebut
merupakan faktor penting yang mengontrol daerah jawa bagian tengah. Aktivitas volcanic di
sepanjang sesar ini menunjukan bahwa gunung-gunung dibelahan utara lebih tua
dibandingkan dibagian selatan.
Daerah Serayu Selatan melingkupi juga Pegunungan Kulon Progo. Daerah ini
berada dibagian tengah (axis) dari zona depresi Solo. Daerah ini merupakan bagian yang
terangkat dari zona tersebut. Bagian basement dari zona ini tersingkap di perbukitan Djiwo
Diantara Surakarta dan Jogja. Di jawa tengah bagian barat puncak axis dari zona ini nampak
lebih tersingkap di daerah Lukulo, di daerah selatan Banjarnegara.
Formasi Wonosari yang terdiri dari batugamping berumur Miosen Awal
membentuk perbukitan rendah di sebelah barat daya jogja. Diantara Bedog dan Sungai Progo.
Di bagian utaranya lagi terdapat perbukitan batugamping kecil berumur Eocen (Gamping dan
Godean) terangkat dari dataran alluvial. Bagian barat dari kali progo terdapat batugamping
juga namun disebut sebagai Formasi Sentolo yang terlipat membentuk dome Pegunungan
Kulonprogo.

2.

Pegunungan Kulon Progo


Di bagian tengah dari daerah Menoreh ini, batugamping bertindak sebagai bagian kaki

di bagian barat dan timur dari pegunungan kulon progo yang mana pada Plateu Djonggrangan
tingginya mencapai 859 m dpal. Lapisan Basal pada Formasi Djonggrangan terdiri dari marly
aglomerates dan marine tuff-sandstones dengan kandungan moluska dan mudstone dengan
lensa lignit. Bagian paling atas terdiri dari reef-limestone, globigerina limestone dan napal.
Reef-limestones tersebut tebalnya mencapai 200 m di batas selatan dari Djonggrangan Plateu.
Formasi Jonggrangan belum mengalami lipatan, hanya saja terkekarkan dan
terpatahkan ketika Pegununungan Kulon Progo mengalami updoming (lipat membentuk
dome).
Martin (1916-1917) dan Tan Sin Hok mendeterminasikan beberapa fosil Foram di
Formasi Jonggrangan antara lain:

Formasi Jonggrangan ini lebih tua dari Formasi Sentolo di bagian tenggara dari Kulon
progo, di bawah garis kontur 200 m. Formasi Sentolo ini memiliki lapisan basal yang terdiri
dari aglomerates dan napal yang menutupi breksi dari gunung Idjo (125-250 m tebalnya). Di
bagian atasnya terdapat batugamping berlapis dengan tebal lebih dari 500 m.
Formasi Jonggrangan merupakan tipikal formasi daerah litoral sedangkan Sentolo
cenderung ke facies Neritik. Pada batugamping di Formasi Sentolo juga ditemukan fosil
foram besar sbb:

Ketidakterdapatan Miogypsinoides, Alveolinella globusa dan Trilina howchini


mengindikasikan bahwa Formasi Sentolo berumur lebih muda dibandingkan formasi
Jonggrangan. KOOLHOVEN menyatakan bahwa perbedaan fauna ini hanya merupakan hasil
dari facies yang berbeda dan menyimpulkan bahwa lapisan Jonggrangan serta Sentolo
menjadi satu Formasi Kulon Progo. MARTIN TETAP MENYATAKAN BAHWA
Jonggrangan lebih tua dibandingkan Sentolo dan menyatakan bahwa Sentolo merupakan
produk dari transgresi laut pada Miosen Tengah.
Evolusi Geologi daerah Pegunungan Kulonprogo kurang lebih sebagai berikut:

Setelah periode Eosen, geosinklin yang subsidence kemudian terangkat. Magma


mencapai permukaan dan menyebabkan Gunung Gadjah semakin tinggi di mana
magmanya berupa breksi andesite dengan kandungan basaltic pyroxene. Disusul oleh

Gunung Idjo di sebelah selatannya di mana komposisi magmanya lebih asam dan
menghasilkan hornblende-augite-andesite dan dacitic rocks yang mengintrusi andesite
hornblend dari dapur magma Gunungapi Idjo.

Setelah denudasi yang kuat dan mengekspose dapur magma dari Gadjah Volcano,
Gunung Menoreh di bagian utara giliran aktif. Mantel Menoreh terdiri dari hornblendeaugite andesites breccia tanpa aliran lava. Komparabel dengan hasil erupsi Gunung Idjo.

Aktifitas gunung Menoreh berakhir dengan intrusi dacitic rocks pada andesite hornblend
yang terdapat di dapur magmanya.

Pada akhir aktifitasnya, Gunung menoreh mengalami pengangkatan (dome up).

Selanjutnya pada Lower Burdigalian, Kulon Progo mengalami subsidence hingga di


bawah muka air laut. Menyebabkan terbentuknya endapan transgresi basal marls dan
agglomerates dari Formasi Jonggrangan dan juga batugamping dari formasi ini. Bisa
diamati di bagian kaki utara dari Gunung Menoreh. Struktur Sinklin dibagian kaki
selatan dari Gunung Menoreh

dan patahan berarah E-W yang membagi Gunung

Menoreh dengan Gunung Gadjah berumur lebih tua dibandingkan proses transgresi di
atas.

Sayatan Geologi dari Pegunungan Kulon Progo pada Hal 599 - 600.
Buku Van Bemmelen

Keberadaan struktur sinklin pada kaki gunung Menoreh bagian selatan serta sesar
dengan arah Timur-Barat menyebabkan terpisahnya Gunung Menoreh dengan Gunung
Gadjah yang berumur lebih tua daripada transgresi yang terjadi saat itu.
Pada akhir Miosen, laut mangalami transgresi lagi ke selatan tetapi tidak dapat
mencapai bagian tengah dan utara dari Kulon Progo, sehingga menghasilkan dataran rendah
yang dikenal sebagai Formasi Sentolo yang hanya ditemukan di kaki Pegunungan Selatan.
Akhirnya, Kompleks Pegunungan Kulon Progo terbentuk yakni akibat pengangkatan yang
berlangsung selama Pleistosen yang menghasilkan suatu kubah dengan bagian atas yang datar
dan lereng yang curam.

Suatu permasalahan tektonik yang menarik adalah keberadaan Formasi Nanggulan


Eosen di bagian timur kubah Kulon Progo. Pada bagian timur dari sistem sesar yang ada,
membentuk lereng dari dome kea rah timur pula sepanjang 5 km. Hsl ini menunjukkan bahwa
adanya kondisi yang berbeda saat itu.
Perbukitan Nanggulan ini merupakan fenomena penting dari keberadaan struktur
kekar di Kulon Progo. Semua proses tektonik yang terjadi seperti sesar, lipatan maupun
kemiringan lapisan yang ada, mulai dari Eosen atas hingga Pleistosen, sepertinya disebabkan
oleh adanya perbedaan osilasi secara vertikal.

Serayu Selatan
Berikut ini adalah sayatan geologi dari Daerah Lukulo - Pegunungan Serayu Selatan :

Selayaknya Pegunungan Kulon Progo, Barisan Pegunungan Serayu Selatan juga


merupakan puncak dari geantiklin Jawa. Tetapi, arah pemanjangan dari Pegunungan ini
mengarah ke Utara-Selatan, sementara kenampakan struktur geantiklin ini memanjang sekitar
100 km.
Bagian yang tertinggi dan terluar dari bagian geantiklin dari Serayu Selatan adalah
area Lukulo di bagian selatan Banjarnegara.
Daerah Lukulo memiliki batuan basement berupa batuan kristalin yang terekspose ke daratan
, serta dapat diidentifikasi melalui beberapa karakteristik antara lain :

a. Sekis kristalin dan paragneiss, dan batuan glaukofan.


b. Batuan golong Serpih, Filit, kuarsit, dan greywacke atau tuffites.
c. Keterdapatan lempung serpihan dengan lensa berupa batugamping yang mengandung
Orbitolina.

Kompleks pre-tersier ditutupi oleh sedimen Eosen dengan candungan Camerina,


Discocyclina, Alveolina, Pellatispira, Assilina, Quinqueloculina.
Pada Eosen, terbentuk suatu kompleks horizon yang berupa kuarsa dan batupasir
mika, lempung napalan, napal lempungan, dengan lensa berupa batugamping. Sementara
diantara Eosen dan Neogen terjadi hiatus stratigrafi yang kemudian terendapkan sedimen
Oligosen dan Aquitanian.
Pada Neogen, terbentuk Horizon Napal-tuff dengan ketebalan dari 0-300 m.
Kehadiran Alveolinella globulosa menunjukkan adanya korelasi dengan Formaasi
Jongrangan di Pegunungan Kulon Progo. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Formasi
Andesit Tua dibangun oleh suatu pengangkatan pada masa antara Eosen dan Formasi
Jongrangan, yang kemudian muncul Pegunungan Serayu Selatan. Namun hanya tuff yang
ditemukan pada area Lukulo. Petunjuk awal diperoleh dari Formasi Andesit Tua ini yang
mengandung ash-tuff putih. Batuan ini mungkin bersifat asam begitu pula dengan pumis-tuff
yang berada pada Formasi Semilir di Utara Pegunungan Jiwo Selatan.
Horizon Napal-Tuff ini ditutupi oleh batupasir vulkanik, konglomerat dan breksi
andesit sampai basaltic yang disebut dengan Horizon Breksi Pertama. Horizon ini juga
mengandung fasies laut, yang dibuktikan dari adanya lapisan tipis batugamping di atas breksi.
Horizon Napal-Tuff kedua terendapkan, mengandung vitreous ash-tuff, bercampur lempung
dan material karbonatan.
Berikut ini adalah Foraminifera yang berada pada Horizon Napal-Tuff kedua :

Hewan-hewan tersebut diatas menunjukkan umur Miosen tengah. Selama tahap


pembentukan Napal-Tuff pertama, breksi pertama, dan horizon napal-tuff kedua, terdapat
material vulkanik berasal dari erupsi di luar daerah Lukulo. Situasi berubah pada tahap
selanjutnya, yakni Horizon Breksi kedua. Tahap ini dicirikan oleh adanya pengangkatan dan
aktivitas gunung api basaltic. Horizon breksi kedua ini mengandung aliran lava basaltic.
Selain itu, juga terdapat gabro-diorit masif yang tersingkap dari komplek basement,
membentuk suatu tubuh intrusi sekitar 25 km panjangnya.
Kemudian produk denudasi atau erosi dari gunung api basaltic ini dikenal sebagai
Horizon Napal-Tuff ketiga. Horizon ini megandung material rombakan dari horizon yang
lebih tua, tetapi selain batuan pre-tersier dan eosin, serta bongkahan intrusi gabro-dioritik,
dimana formasi ini belum tersingkap saat itu. Ketebalan horizon ini sekitar 100-200 m.
Selama Mio-Pliosen, terjadi intrusi dasitik sebagai dike yang bukan dynamo-metamorfik dan
mungkin berumur lebih muda dibandingkan intrusi gabro-dioritik. Hal ini menunjukkan
bahwa intrusi gabro-dioritik sudah terdiferensiasi menjadi lebih asam.
Perbedaan utama antara pembentukan struktur di Serayu Selatan dengan Zona Solo adalah
struktur pada Serayu Selatan yang dibentuk oleh pengangkatan kedua yang terjadi lebih cepat
pada Mio-Pliosen daripada Pleistosen Tengah. Dengan demikian terdapat ketidakselarasan
pada Bodas-molasse di tebing Pegunungan Serayu Selatan.

Anda mungkin juga menyukai