Anda di halaman 1dari 11

Kajian Geografis Surakarta dan sekitarnya

Surakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian 95 m dpl, dengan luas 44,1 km2
(0,14 % dari luas Jawa Tengah). Surakarta berada sekitar 65 km timurlaut Yogyakarta dan
100 km tenggara Semarang, di antara Gunung Merapi (tinggi 3115 m) di bagian barat, dan
Gunung Lawu (tinggi 2806 m) di bagian timur. Agak jauh di selatan terbentang Pegunungan
Sewu. Tanah di sekitar kota ini subur karena dilalui oleh Bengawan Solo, sungai
terpanjang di Jawa, dengan beberapa anak sungainya.

Peta Wilayah karesidenan Surakarta

Karesidenan Surakarta diresmikan pada tanggal 16 Juni 1946, yang meliputi Kota
Surakarta, Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten
Boyolali, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Wonogiri.

KONDISI GEOLOGI SURAKARTA DAN SEKITARNYA


Kondisi geologi di Surakarta tidak lepas dari kondisi geologi Pulau Jawa pada umumnya.
Pada Paleogen Awal, Pulau Jawa masih berada dalam bagian batas tepi lempeng mikro
Sunda sebagai hasil interaksi (tumbukan) antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng
Eurasia. Ketika Kala Eosen, Pulau Jawa bagian utara yang semula berupa daratan,
menjadi tergenang oleh air laut dan membentuk cekungan.

Perubahan Aliran Bengawan Solo

Pada kala Oligosen, hampir seluruh Pulau Jawa mengalami pengangkatan menjadi
geantiklin Jawa. Pada saat yang bersamaan terbentuk jalur gunung api di Jawa bagian
selatan. Pulau Jawa yang semula merupakan geantiklin berangsur-angsur mengalami
penurunan lagi sehingga pada Miosen Bawah terjadi genang laut. Gunung api yang
bermunculan di bagian selatan membentuk pulau-pulau gunung api. Pada pulau - pulau
tersebut terdapat endapan breksi vulkanik dan endapan-endapan laut. Semakin jauh dari
pantai terbentuk endapan gamping koral dan gamping foraminifera.
Pada Miosen Tengah, pembentukan gamping koral terus berkembang dengan diselingi
batuan vulkanik di sepanjang Pulau Jawa bagian selatan. Kemudian pada Miosen Atas
terjadi pengangkatan. Keberadaan pegunungan Jawa bagian selatan ini tetap bertahan
sampai sekarang dengan batuan penyusun yang didominasi oleh batugamping yang di
beberapa tempat berasosiasi dengan batuan vulkanik, dalam bentuk vulcanic neck atau
terobosan batuan beku.
Kemudian pada Kala Plistosen paling tidak terjadi dua kali deformasi, yang pertama
berupa pergeseran bongkahan yang membentuk Pegunungan Baturagung, Plopoh,
Kambengan, dan Pejalan Panggung. Sedangkan yang kedua di Kala Plistosen Tengah yang
diduga merubah aliran Bengawan Solo Purba, yang diikuti aktivitas G. Lawu dan G.
Merapi, serta sesar Keduwan, akibatnya endapan G. Lawu membendung aliran Bengawan
Solo dan membentuk Danau Baturetno.
Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian tenggara yang meliputi kawasan G. Merapi,
Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu Zona
Solo dan Zona Pegunungan Selatan (Bemmelen, 1949). Zona Solo merupakan bagian dari
Zona Depresi Tengah (Central Depression Zone) Pulau Jawa.

GEOMORFOLOGI
Bentang alam daerah Surakarta dan sekitarnya berupa perbukitan, pedataran, dan lereng
kerucut gunung api. Daerah perbukitan terletak di selatan Surakarta yang dibentuk oleh
batuan sedimen Miosen Pliosen, lereng kerucut gunung api di sebelah barat dan timur

Surakarta, dan pedataran terletak di Surakarta dan daerah di utaranya. Uraian satuan
morfologi di daerah ini adalah :
Satuan Padataran, tersebar di sekitar Surakarta, Klaten, Sukoharjo, sekitar Wonogiri,
dengan ketinggian 50 100 m. Satuan Pedataran dibentuk oleh dataran aluvial sungai,
berelief halus, kemiringan antara 0 5%, sungai sejajar agak berkelok, dengan tebing
sungai tidak terjal.

Sketsa peta siogra sebagian Pulau Jawa dan Madura (modi kasi dari van Bemmelen, 1949)

Satuan Daerah Kaki Gunung Api, tersebar di sekitar lereng G. Merapi (Klaten, Boyolali),
dan lereng G. Lawu (Karanganyar) dengan ketinggian 75 130 m. Daerah ini dibentuk oleh
endapan gunung api dengan medan agak miring, relief halus, sungai sejajar dengan
tebing sungai agak terjal,
Satuan Perbukitan Kars, Terletak di bagian selatan (daerah Wonogiri), dengan ketinggian
45 400 m, dicirikan oleh lembah dan bukit terjal, relief kasar. Satuan ini disusun oleh
batuan karbonat (batugamping) yang mudah larut oleh air, sehingga membentuk bentang
alam kars yang unik.
Satuan Perbukitan Bergelombang landai, Satuan ini terletak di utara Surakarta dengan
ketinggian 40 100 m, dengan medan miring dan bergelombang landai.
Satuan Perbukitan Terjal, Satuan ini tersebar di sekitar Wonogiri dan Klaten bagian
selatan dengan ketinggian 200 700 m. Dicirikan dengan perbukitan kasar, terjal, bukit
tajam. Penyusun satuan ini adalah breksi vulkanik, lava andesit, dan batupasir tufan.

STRATIGRAFI
Berdasarkan peta geologi Lembar Surakarta Giritontro (Surono, dkk, 1992), batuan
tertua yang tersingkap di daerah ini adalah batuan malihan (KTm) yang diduga berumur
Kapur - Paleosen Awal, terdiri dari sekis, marmer, batusabak, batuan gunungapi malih,
batuan sedimen malih. Satuan ini tersingkap di Perbukitan Jiwo Klaten. Daerah Surakarta
dan sekitarnya tersusun oleh litologi yang secara stratigrafi dari Muda ke Tua adalah
sebagai berikut
1. Aluvium (Qa) ; Terdiri dari kerakal, kerikil, lanau, dan lempung yang merupakan endapan
sungai

2.
3.
4.
5.
6.

Aluvium Tua (Qt) ; Tersusun oleh konglomerat, batupasir, lanau, dan lempung
Formasi Baturetno (Qb) ; Tersusun oleh lempung hitam, lumpur, lanau, dan pasir
Batuan Gunung api Merapi (Qvm) ; Tersusun oleh breksi gunung api, lava, dan tufa
Batuan Gunung api Lawu (Qvl) ; Tersusun oleh breksi gunung api, lava, dan tufa
Formasi Wonosari (Tmwl) ; Tersusun oleh batugamping, batugamping napalan-tufan,
batugamping-konglomerat, batupasir tufaan dan lanau
7. Formasi Kepek (Tmpk) ; Terdiri dari napal dan batugamping berlapis
8. Formasi Nampol (Tomk) ; Terdiri dari konglomerat, batupasir konglomeratan, aglomerat,
batulanau, batulempung dan tufa
9. Formasi Oyo (Tmo) ; Terdiri dari napal tufaan, tufa andesitan, dan batugamping
konglomeratan.
10. Formasi Sambipitu ; Tersusun oleh batupasir dan batulempung
11. Formasi Nglanggran (Tmmg) ; Tersusun dari breksi gunung api, aglomerat, batulanau,
batulempung dan tufa
12. Formasi Wuni (Tmw) ; Terdiri dari aglomerat dengan sisipan batupasir tufan dan batupasir
kasar
13. Formasi Semilir (Tms) ; Tersusun dari tufa, breksi batuapung dasitan, batupasir tufaan dan
serpih
14. Formasi Mandalika (Tomm) ; Tersusun dari lava dasit-andesit dan tufa dasit
15. Formasi Gamping wungkal (Tew) ; Tersusun oleh batupasir, napal pasiran, batulempung,
dan batugamping
16. Batuan Malihan ; Tersusun oleh sekis, genes, dan marmer
17. Diorit Pendul (Tpdi) ; Tersusun oleh intrusi diorit

STRUKTUR GEOLOGI
Struktur geologi di daerah ini berupa lipatan, sinklin dan antiklin, serta sesar yang
terdapat di daerah selatan Surakarta. Antiklin dan sinklin berarah timurlaut-baratdaya
dan timur-barat, sesar atau patahan berarah utara-selatan dan baratdaya-timurlaut.

SUMBER DAYA GEOLOGI


Bedasarkan penyelidikan terdahulu, sumber daya geologi yang ada di daerah Surakarta
adalah sumber daya air dan bahan bangunan (bahan galian golongan C), serta yang
berhubungan dengan wisata geologi.

SUMBER DAYA AIR


Berdasarkan penyelidikan terdahulu, potensi sumber daya air di daerah Surakarta cukup
besar, baik air tanah maupun air permukaan, terutama di daerah cekungan antar gunung
yang merupakan daerah pedataran. Sedangkan di daerah selatan yang berupa daerah
perbukitan potensi sumber daya air sangat kurang terutama pada musim kemarau.
Sumber air permukaan terutama berasal dari sungai dan waduk penampung air. Sumber
air permukaan utama adalah Bengawan Solo yang mengalir dari selatan ke utara dengan
lebar rata rata 20 meter merupakan muara hampir dari seluruh sungai di daerah ini. Anak
sungai bengawan Solo berasal dari lereng Gunung Lawu dan Gunung Merapi, serta yang
terbesar adalah Kali Dengkeng yang berasal dari selatan Surakarta. Kondisi air sungai
Bengawan Solo cukup keruh, mengandung lumpur cukup tinggi. (Dandun, 1998)

SDA Waduk Mulur Sukoharjo Jawa Tengah

Selain sungai, sumber air permukaan adalah waduk, seperti Waduk Cengklik, Waduk Mulur,
Waduk Delingan, serta yang terbesar adalah Waduk Gajahmungkur.Air permukaan ini
sangat berguna untuk masyarakat, terutama di musim kemarau baik untuk irigasi sawah
maupun untuk kebutuhan sehari hari.
Sedangkan air tanah yang dijumpai adalah air tanah bebas (akuifer tidak tertekan) dan
air tanah tertekan yang cukup produktif, terutama di daerah padataran yang disusun oleh
endapan aluvium dan endapan gunung api muda. Apabila dihubungkan dengan
pengelolaan air tanah berbasis cekungan air tanah, maka daerah di sekitar Surakarta
masuk ke dalam Cekungan Air Tanah (CAT) Karanganyar - Boyolali.
Untuk air tanah bebas di daerah Surakarta cukup besar, dengan kedalaman bervariasi
tergantung letak topografi dan jenis litologinya. Air tanah ini diambil dari sumur gali dan
sumur bor dangkal. Jumlah ketersediaan air pada air tanah bebas pada cekungan ini 2910
juta m3/tahun, (Harnandi, 2006).
Sedangkan air tanah tertekan atau air tanah yang terdapat di dalam akuifer yang berupa
batuan yang relative lulus air, mempunyai kedalaman bermacam macam juga. Akuifer di
daerah ini juga bervariasi dari kedalaman 8 200 m, dengan ketebalan beragam 1-25 m.
Jumlah ketersediaan air pada system akuifer tertekan sebesar 256,29 juta m3/tahun
(ibid.).Di CAT ini masih terjadi penurunan kedudukan muka air tanah dan penurunan
kualitas air tanah, terutama pada system akuifer tertekan.(Harnandi, 2006) hal ini
merupakan tanda bahwa konservasi air tanah belum terlaksana dengan baik.

SUMBER DAYA BAHAN BANGUNAN


Di sini bahan bangunan yang didapatkan adalah endapan sungai , batuan sedimen dan
hasil endapan gunung api. Di kota Surakarta sendiri hampir tidak didapatkan bahan ini,

1.
2.
3.
4.
5.

tetapi di daerah sekitarnya cukup potensial, seperti lempung, pasir, kerikil, kerakal,
batubelah andesit, batupasir, batugamping (Dandun, 1998).
Lempung umumnya lanauan merupakan pelapukan batuan gunung api, umumnya
digunakan sebagai bahan genting dan batubata. Selain itu juga didapatkan lempung
pasiran endapan aluvium tua di sekitar Klaten dan Sukoharjo.
Pasir, kerikil, kerakal merupakan andapan sungai yang bersifat lepas. Lokasinya berada di
sepanjang aliran Bengawan Solo, Kali Dengkeng, Kali Woro, dan hampir di seluruh anak
sungai Bengawan Solo.
Batu belah andesit terutama di Kali Woro dan di sekitar Wonogiri. Bahan ini digunakan
sebagai split untuk bahan pondasi bangunan dan beton.
Batu belah batupasir terutama di daerah Bayat Klaten, yang digunakan untuk mengasah
peralatan dari besi.
Batugamping berada di daerah Wonogiri bagian selatan, dimanfaatkan sebagai bahan
pengeras jalan dan sebagai pembuatan kapur tohor.

WISATA GEOLOGI
Beberapa daerah wisata di daerah Surakarta merupakan wisata geologi yang menonjolkan
keindahan alam dan keunikan alam geologi di daerah itu. Misalkan saja daerah lereng
Merapi dengan Deles, daerah Gunung Lawu dengan Telaga Sarangan, sekitar aliran Sungai
Bangawan Solo masa kini maupun purba serta daerah selatan Wonogiri dengan kars-nya.

KONDISI GEOLOGI REGIONAL


1. Kondisi Umum Kecamatan Bayat
Lokasi daerah Bayat berada kurang lebih 25 km di sebelah timur kota Yogyakarta. Secara umum
fisiografi Bayat dibagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah di sebelah utara Kampus Lapangan terutama
di sisi utara jala raya Kecamatan Wedi yang disebut sebagai area Perbukitan Jiwo (Jiwo Hills), dan area
di sebelah selatan Kampus Lapangan yang merupakan wilayah Pegunungan Selatan
(Southern Mountains).
2 Kondisi Geomorfologi
2.1 Perbukitan Jiwo
Perbukitan Jiwo merupakan inlier dari batuan Pre-Tertiary dan Tertiary di sekitar endapan Quartenary,
terutama terdiri dari endapan fluvio-volcanicyang berasal dari G. Merapi. Elevasi tertinggi dari puncak-

puncak yang ada tidak lebih dari 400 m di atas muka air laut, sehingga perbukitan tersebut
merupakan suatu perbukitan rendah.
Perbukitan Jiwo dibagi menjadi dua wilayah yaitu Jiwo Barat dan Jiwo Timur yang keduanya dipisahkan
oleh Sungai Dengkeng secara antecedent. Sungai Dengkeng sendiri mengalir mengitari komplek Jiwo
Barat, semula mengalir ke arah South-Southwest, berbelok ke arah East kemudian ke North memotong
perbukitan dan selanjutnya mengalir ke arah Northeast. Sungai Dengkeng ini merupakan pengering
utama dari dataran rendah di sekitar Perbukitan Jiwo.Gambar 4.2. Pembagian fisiografi daerah Bayat di
mana Perbukitan Jiwo Barat dan Timur dipisahkan oleh Sungai Dengkeng
Dataran rendah ini semula merupakan rawa-rawa yang luas akibat air yang mengalir dari lembah G.
Merapi tertahan oleh Pegunungan Selatan. Genangan air ini, di utara Perbukitan Jiwo mengendapkan
pasir yang berasal dari lahar. Sedangkan di selatan atau pada bagian lekukan antarbukit di Perbukitan
Jiwo merupakan endapan air tenang yang berupa lempung hitam, suatu sedimen Merapi yang subur ini
dikeringkan (direklamasi) oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk dijadikan daerah perkebunan.
Reklamasi ini dilakukan degan cara membuat saluran-saluran yang ditanggul cukup tinggi sehingga air
yang datang dari arah G. Merapi akan tertampung di sungai sedangkan daerah dataran rendahnya
yang semula berupa rawa-rawa berubah menjadi tanah kering yang digunakan untuk perkebunan.
Sebagian dari rawayang semula luas itu disisakan di daerah yang dikelilingi Puncak Sari, Tugu, dan
Kampak di Jiwo Barat, dikenal sebagai Rawa Jombor. Rawa yang disisakan itu berfungsi sebagai tendon
untuk keperluan irigasi darah perkebunan di dataran sebelah utara Perbukitan Jiwo Timur.
Untuk mengalirakan air dari rawa-rawa tersebut, dibuat saluran buatan dari sudut Southwest rawarawa menembus perbukitan batuan metamorfik di G. Pegat mengalir ke timur melewati Desa Sedan
dan memotong Sungai Dengkeng lewat aqueduct di sebelah seatan Jotangan menerus ke arah timur.
Daerah perbukitan yang tersusun oleh batugamping menunjukkan perbukitan memanjang dengan
punggung yang tumpul sehingga kenampakan punca-puncak tidak begitu nyata. Tebing-tebing
perbukitannya tidak terlalu terbiku sehingga alur-alurnya tidak banyak dijumpai (Perbukitan BawakTemas di Jiwo Timur dan Tugu-Kampak di Jiwo Barat). Untuk daerah yang tersusun oleh batuan
metamorfik perbukitannya menunjukkan relief yang lebih nyata dengan tebing-tebing yang terbiku
kuat. Kuatnya hasil penorehan tersebut menghasilkan akumulasi endapan hasil erosi di kaki perbukitan
ini yang dikenal sebagai colluvial. Puncak-puncak perbukitan yang tersusun dari batuan metamorfik
terlihat menonjol dan beberapa diantaranya cenderung berbentuk kerucut seperti puncak Jabalkat dan
puncak Semanggu. Daerah degan relief kuat ini dijumpai daerah Jiwo Timur mulai dari puncak Konang
kea rah timur hingga puncak Semanggu dan Jokotuo. Daerah di sekitar puncak Pendul merupakan
satu-satunya tubuh bukit yang seluruhnya tersusun oleh batuan beku. Kondisi morfologinya cukup

kasar mirip perbukitan metamorfik namun relief yang ditunjukkan puncaknya tidak sekuat perbukitan
metamorfik.
n2.2 Daerah Jiwo Barat
Jiwo Barat terdiri dari deretan perbukitan G. Kampak, G. Tugu, G. Sari, G. Kebo, G. Merak, G. Cakaran,
dan G. Jabalkat. G. Kampak dan G. Tugu memiliki litologi batugamping berlapis, putih kekuningan,
kompak, tebal lapisan 20 40 cm. Di daerah G. Kampak batugamping tersebut sebagian besar
merupakan suatu tubuh yang massif, menunjukkan adanya asosiasi dengan kompleks terumbu (reef).
Di antara G. Tugu dan G. Sari batugamping tersebut mengalami kontak langsung dengan batuan
metamorfik (mica schist).
Daerah Jiwo Barat memiliki puncak-puncak bukit berarah utara-selatan yang diwakili oleh puncak
Jabalkat, Kebo, Merak, Cakaran, Budo, Sari, dan Tugu dengan di bagian paling utara membelok ke arah
barat yaitu G. Kampak.
Batuan metamorf di daerah ini mencakup daerah di sekitar G. Sari, G. Kebo, G. Merak, G. Cakaran, dan
G. Jabalkat yang secara umum berupa sekis mika, filit, dan banyak mengandung mineral kuarsa. Di
sekitar daerah G. Sari, G. Kebo, dan G. Merak pada sekis mika tersebut dijumpai bongkah-bongkah
andesit dan mikrodiorit. Zona-zona lapukannya berupa spheroidal weathering yang banyak dijumpai di
tepi jalan desa. Batuan beku tersebut merupakan batuan terobosan yang mengenai tubuh sekis mika .
singkapan yang baik dijumpai di dasar sungai-sungai kecil yang menunjukkan kekar kolom (columnar
joint).
Batuan metamorfik yang dijumpai juga berupa filit sekis klorit, sekis talk, terdapat mieral garnet,
kuarsit serta marmer di sekitar G. Cakaran, dan G. Jabalkat. Sedangkan pada bagian puncak dari
kedua bukit itumasih ditemukan bongkah-bongkah konglomerat kuarsa. Sedangkan di sebelah barat G.
Cakaran pada area pedesaan di tepian Rawa Jombor masih dapat ditemukan sisa-sisa konglomerat
kuarsa serta batupasir. Sampai saat ini batuan metamorfik tersebut ditafsirkan sebagai batuan
berumur Pre-Tertiary, sedagkan batupasir dan konglomerat dimasukkan ke dalam Formasi Wungkal.
Di daerah ini dijumpai dua inlier (isolated hill) masing-masing di bukit Wungkal dan bukit Salam. Bukit
Wungkal semakin lama semakin rendah akibat penggalian penduduk untuk mengambil batu asah
(batu wungkal) yang terdapat di bukit tersebut.
2.3 Daerah Jiwo Timur
Daerah ini mencakup sebelah timur Sungai Dengkeng yang merupakan deretan perbukitan yang terdiri
dari Gunung Konang, Gunung Pendul, Gunung Semangu, Di lereng selatan Gunung Pendul hingga
mencapai bagian puncak, terutama mulai dari sebelah utara Desa Dowo dijumpai batu pasir berlapis,
kadang kala terdapat ragmen sekis mika ada di dalamnya. Sedangkan di bagian timur Gunung Pendul

tersingkap batu lempung abu-abu berlapis, keras, mengalami deformasi lokal secara kuat hingga
terhancurkan.
Hubungan antar satuan batuan tersebut masih memberikan berbagai kemungkinan karena kontak
antar satuan terkadang tertutup oleh koluvial di daerah dataran. Kepastian stratigrafis antar satuan
batuan tersebut barn dapat diyakini jika telah ada pengukuran umur absolut. Walaupun demikian
berbagai pendekatan penyelidikan serta rekontruksi stratigrafis telah banyak dilakukan oleh para ahli.
Daerah perbukitan Jiwo Timur mempunyai puncak-puncak bukit berarah barat-timur yang diwakili oleh
puncak-puncak Konang, Pendul dan Temas, Gunung J okotuo dan Gunung T emas.
Gunung Konang dan Gunung Semangu merupakan tubuh batuan sekis-mika, berfoliasi cukup baik,
sedangkan Gunung Pendul merupakan tubuh intrusi mikrodiorit. Gunung Jokotuo merupakan batuan
metasedimen (marmer) dimana pada tempat tersebut dijumpai tanda-tanda struktur pense saran.
Sedangkan Gunung Temas merupakan tubuh batu gamping berlapis.
Di sebelah utara Gunung Pendul dijumpai singkapan batu gampmg nummulites, berwarna abu-abu dan
sangat kompak, disekitar batu gamping nummulites tersebut terdapat batu pasir berlapis. Penyebaran
batugamping nummulites dijumpai secara setempat-setempat terutam di sekitar desa Padasan,
dengan percabangan ke arah utara yang diwakili oleh puncak Jopkotuo dan Bawak.
Di bagian utara dan tenggara Perbukitan Jiwo timur terdapat bukit terisolir yang menonjol dan dataran
aluvial yang ada di sekitamya. Inlier (isolited hill) ini adalah bukit Jeto di utara dan bukit Lanang di
tenggara. Bukit Jeto secara umum tersusun oleh batu gamping Neogen yang bertumpu secara tidak
selaras di atas batuan metamorf, sedangkan bukit Lanang secara keseluruhan tersusun oleh batu
gamping Neogen.
2.4 Daerah Pegunungan selatan
Di sebelah selatan Kampus Lapangan hingga mencapai puncak Pegunungan Baturagung, secara
stratigrafis sudah tennasuk wilayah Pegunungan Selatan. Secara struktural deretan pegunungan
tersebut, pada penampang utara-selatan, merupakan suatu pegunungan blok patahan yang membujur
barat-timur.
Untuk daerah di sekitar kampus lapangan, litologi yang dijumpai merupakan bagian dari Fonnasi Kebo,
Butak dan Semilir. Beberapa lokasi singkapan penting penting antard lain sekitar Lanang dan desa
Tegalrejo dijumpai batu pasir tufan dengan sisipan serpih. Di selatan desa Banyuuripan, yaitu desa
Kalisogo, ditemukan breksi autoklastik dengan pola retakan radial yang ditafsirkan sebagai produk
submarine breccia. Semakin ke selatan, sekitar desa Tanggul, Jarum dan Pendem, terdapat singkapan

endapan kip as aluvial. Di bagian barat daya, sekitar desa Tegalrejo, dijumpai batu pasir berlapis
dengan pelapukan mengulit bawang. Di bagian timumya terdapat batu lempung abu-abu dengan zona
kekar.
Naik ke arah puncak Baturagung, perlapisan-Iperlapisan batuan sedimen akan dijumpai dengan baik,
dapat berupa batu pasir, batu lempung, batu pasir krikilan, batu pasir tufa maupun sisipan breksi.
Pengamtan sepanjang jalan ini sangat penting untuk melacak keaadaan strtigrafis serta struktur
geologi di daerah selatan Kampus Lapangan.
3 Kondisi Statigrafi Regional
Batuan tertua yang tersingkap di daerah Bayat terdiri dari batuan metamorf berupa filtit, sekis, batu
sabak dan marmer. Penentuan umur yang tepat untuk batuan malihan hingga saat ini masih belum
ada. Satu-satunya data tidak langsung untuk perkiraan umurnya adalah didasarkan fosil tunggal
Orbitolina yang diketemukan oleh Bothe (1927) di dalam fragmen konglomerat yang menunjukkan
umur Kapur. Dikarenakan umur batuan sedimen tertua yang menutup batuan malihan tersebut
berumur awal Tersier (batu pasir batu gamping Eosen), maka umur batuan malihan tersebut disebut
batuan Pre-Tertiary Rocks.
Secara tidak selaras menumpang di atas batuan malihan adalah batu pasir yang tidak garnpingan
sarnpai sedikit garnpingan dan batu lempung, kemudian di atasnya tertutup oleh batu gamping yang
mengandung fosil nummulites yang melimpah dan bagian atasnya diakhiri oleh batu gamping
Discocyc1ina, menunjukkan lingkungan laut dalarn. Keberadaan forminifera besar ini bersarna dengan
foraminifera plangtonik yang sangat jarang ditemukan di dalam batu lempung gampingan,
menunjukkna umur Eosen Tengah hingga Eisen Atas. Secara resmi, batuan berumur Eosen ini disebut
Formasi Wungkal-Garnping. Keduanya, batuan malihan dan Formasi Wungkal-Gamping diterobos oleh
batuan beku menengah bertipe dioritik.
Diorit di daerah Jiwo merupakan penyusun utam Gunung Pendul, yang terletak di bagJn timur
Perbukitan Jiwo. Diorit ini kemungkinan bertipe dike. Singkapan batuan beku di Watuprahu (sisi utara
Gunung Pendul) secara stratigrafi di atas batuan Eosen yang miring ke arah selatan. Batuan beku ini
secara stratigrafi terletak di bawah batu pasir dan batu garnping yang masih mempunyai kemiringan
lapisan ke arah selatan. Penentuan umur pada dike! intrusi pendul oleh Soeria Atmadja dan kawankawan (1991) menghasilkan sekitar 34 juta tahun, dimana hasil ini kurang lebih sesuai dengan teori
Bemmelen (1949), yang menfsirkan bahwa batuan beku tersebut adalah merupakan leher/ neck dari
gunung api Oligosen. Mengenai genetik dan generasi magmatisme dari diorit di Perbukitan Jiwo masih
memerlukan kajian yang lebih hati-hati.

Sebelum kala Eosen tangah, daerah Jiwo mulai tererosi. Erosi tersebut disebabkan oleh pengangkatan
atau penurunan muka air laut selama peri ode akhir oligosen. Proses erosi terse but telah menurunkan
permukaan daratan yang ada, kemudian disusul oleh periode transgresi dan menghasilkan
pengendapan batu garnping dimulai pada kala Miosen Tengah. Di daerah Perbukitan Jiwo tersebut
mempunyai ciri litologi yang sarna dengan Formasi Oyo yang tersingkap lenih banyak di Pegunungan
Selatan (daerah Sambipitu Nglipar dan sekitarnya).
Di daerah Bayat tidak ada sedimen laut yang tersingkap di antara Formasi WungkalGampingan dan
Formasi Oyo. Keadaan ini sang at berbeda dengan Pegunungan Baturagung di selatannya. Di sini
ketebalan batuan volkaniklastik-marin yang dicirikan turbidit dan sedimen hasil pengendapan aliran
gravitasi lainnya tersingkap dengan baik. Perbedaan-perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh
kompleks sistem sesar yang memisahkan daerah Perbukitan Jiwo dengan Pegunungan Baturagung
yang telah aktif sejak Tersier Tengah.
Selama zaman Kuarter, pengendapan batu gamping telah berakhir. Pengangkatan yang diikuti dengan
proses erosi menyebabkan daerah Perbukitan Jiwo berubah menjadi daerah lingkungan darat. Pasir
vulkanik yang berasal dari gunung api Merapi yang masih aktif mempengaruhi proses sedimentasi
endapan aluvial terutama di sebelah utara dan barat laut dari Perbukitan Jiwo.
Keadaan stratigrafi Pegunugan Selatan, dari tua ke muda yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Formasi Kebo, berupa batu pasir vulkanik, tufa, serpih dengan sisipan lava, umur Oligosen (N2N3), ketebalan formasi sekitar 800 meter.
Formasi Butak, dengan ketebalan 750 meter berumur Miosen awal bagian bawah (N4), terdiri
dari breksi polomik, batu pasir dan serpih.
Formasi Semilir, berupa tufa, lapili, breksi piroklastik, kadang ada sisipan lempung dan batu
pasir vulkanik. Umur N5-N9. Bagian tengah meJ1iari dengan Formasi Nglanggran.
Formasi Nglanggran, berupa breksi vulkanik, batu pasir vulkanik, lava dan breksi aliran.
Dari puncak Baturagung ke arah selatan, yaitu menuju dataran Wonosari akan dijumpai
Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi Wonosari dan
Formasi Kepek.

Anda mungkin juga menyukai