Anda di halaman 1dari 24

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam rangka pembangunan dan renovasi konstruksi, sampai saat ini biaya
konstruksi masih amat mahal, yang saling berhubungan dengan proses konstruksi
yang memakan waktu cukup lama. Sehingga pada proses kontruksi diperlukan
pengembangan berbagai sistem dan teknologi yang dapat mengurangi biaya, salah
satunya adalah melalui pengurangan waktu konstruksi. Oleh karena itu diperlukan
penguasaan teknologi cepat bangun untuk mendukung percepatan konstruksi.
Teknologi prefabrikasi melalui sistem panel adalah salah satu cara untuk mencapai
kecepatan membangun.
Komponen bangunan rumah tinggal seperti sloof, kolom, dan balok rumah- rumah
tradisional hampir diseluruh Indonesia lazim menggunakan balok kayu, sedang rumahrumah diperkotaan menggunakan sloof, kolom dan balok beton praktis yang dicor
setempat. Komponen untuk dinding yang sering digunakan selama ini adalah seperti
batu bata, dan batako sedang pelaksanaan pekerjaan komponen struktur seperti sloof,
kolom dan balok dikerjakan secara konvensional. Komponen pra pabrikasi yang ada
dipasaran lebih sering digunakan untuk bangunan-bangunan besar seperti pabrik, dan
gedung-gedung perkantoran.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
Pembuatan beberapa komponen struktur dan komponen bangunan seperti, kolom,
balok, sloof dan dinding yang dapat dibangun secara bertahap memerlukan suatu
perencanaan yang matang dan komprehensif.
Pembuatan komponen rumah seperti sloof, kolom, dinding, dan balok dengan
cara konvensional membutuhkan waktu lama sehingga perlu senantiasa digali
inovasi kreatif berbagai pihak untuk dapat ditemukan solusi terbaik mengatasi
berbagai masalah tersebut.
Besarnya biaya dalam pembuatan suatu rumah dan permasalahan waktu menjadi
pertimbangan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, selain permasalahan
lokasi, luas lantai dan kualitas bangunan.
1.3 TUJUAN KEGIATAN
Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini adalah mendapatkan
1

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

kriteria untuk panel cepat bangun, yang merupakan bagian yang menentukan dalam
sistem prefabrikasi, yang mempengaruhi kecepatan membangun.

1.4 MANFAAT KEGIATAN


a. Bagi Penulis
Mencoba menerapkan teori yang telah dipelajari khususnya bidang pelaksanaan
konstruksi dari materi kuliah yang diajarkan. Melatih kita para mahasiswa untuk
terjun langsung di masyarakat luas.
b. Bagi Lokasi KKN
Dapat memberi alternatif pemikiran guna menanggulangi permasalahan di
lingkungan tersebut.
c. Bagi Universitas
Lebih dikenalnya Universitas Narotama di masyarakat dan menjadi pertimbangan
untuk menentukan lokasi KKN pada kegiatan tahun berikutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SEJARAH BETON PRACETAK
Sistem pracetak sejatinya telah banyak digunakan oleh manusia pada peradaban
masa lampau. Banyak bangunan yang merupakan keajaiban dunia seperti Piramida di
Mesir, Candi Borobudur dan Candi Prambanan di Indonesia dibangun dengan
menggunakan metode pracetak. Bangunan bangunan ini dibangun dengan ukuran
yang luar biasa besar pada masa itu dan hingga sekarang terbukti bertahan terhadap
berbagai keadaan kondisi cuaca maupun gempa dalam kurun waktu ribuan tahun.
Menurut
Simanjuntak, J.H
dkk (2001:358), sistem pracetak gempa
dipelopori oleh Selandia Baru kemudian sistem ini mulai digunakan sejak tahun 1960an dan mengalami perkembangan pesat pada tahun 1980-an. Para peneliti mulai
tergerak
untuk
memusatkan perhatiannya pada sistem ini di akhir 1980- an. Di
tahun 1988 dibentuk komite penelitian yang melibatkan berbagai perguruan tinggi serta
konsultan dan kontraktor pengembang sistem pracetak. Dari hasil penelitian itu
dilaporkan dalam bentuk pedoman perencanaan sistem pracetak tahan gempa pada
tahun 1991.
Pada masa lalu, perencanaan sistem struktur pracetak biasa didasarkan peraturan
khusus untuk sistem pracetak yang dikeluarkan asosiasi, misalnya PCI Design
Handbook dari Precast/Prestressed Concrete Institute. Untuk perencanaan tahan
gempa, perencanaan tetap berdasarkan pada peraturan beton umum. Sistem pracetak di
negara maju pada umumnya dibuat sesuai kemajuan peralatan, bahan, dan teknik
2

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

pemasangan yang mutakhir. Alat alat berat yang besar serta jalan jalan yang luas
dan kuat memacu perencanaan komponen yang besar dan berat, dikarenakan jumlah
komponen yang sedikit maka produksi dan pemasangan menjadi lebih cepat.
Tata cara dalam perencanaan struktur beton menurut SK-SNI 03.XXX.2002 untuk
komponen struktur beton pracetak yaitu :
1) Perencanaan komponen struktur beton pracetak dan sambungannya harus
mempertimbangkan semua kondisi pembebanan dan kekangan deformasi mulai dari
saat pabrikasi awal, hingga selesainya pelaksanaan struktur, termasuk
pembongkaran cetakan, penyimpanan, pengangkutan dan pemasangan.
2) Apabila komponen struktur pracetak dimasukkan ke dalam sistem struktural, maka
gaya-gaya dan deformasi yang terjadi di dan dekat sambungan harus
diperhitungkan di dalam perencanaan.
3) Toleransi untuk komponen struktur pracetak dan elemen penghubungnya harus
dicantumkan dalam spesifikasi. Perencanaan komponen pracetak dan sambungan
harus memperhitungkan pengaruh toleransi tersebut.
4) Hal-hal berikut harus ada di dalam dokumen kontrak atau gambar kerja struktur
beton pracetak.
a) Detail penulangan, sisipan, dan alat-alat bantu pengangkatan yang diperlukan
untuk menahan beban-beban sementara yang timbul selama proses penanganan,
penyimpanan, pengangkutan, dan ereksi.
b) Kuat beton perlu pada umur yang ditetapkan, atau pada tahapan- tahapan
konstruksi.
Menurut SK-SNI 03.XXX.2002, beton bertulang yaitu beton yang ditulangi
dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum, yang
disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa
kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja
Struktur beton adalah perpaduan beberapa segmen utama bangunan yang bekerja
bersama dalam satu sistem konstruksi bangunan, dengan menggunakan bahan dasar
utama dari beton, dan bahan pendukung lainnya.

2.2 PERKEMBANGAN SISTEM PRACETAK DI INDONESIA


Pada tahun 1970-an, Indonesia telah mengenal sistem pracetak yang berbentuk
komponen seperti tiang pancang, pelat lantai, dan balok jembatan. Di tahun 1982 tiang
pancang beton mulai dipergunakan secara luas sejak ditemukannya sistem sambungan
tiang beton. Balok jembatan pracetak prategang dipakai seiring dengan pembangunan
jalan layang, misalnya pada jembatan jalan tol Cawang priok (1985). Menurut
Simanjuntak, J.H dkk (2001:364) Indonesia mengenal sistem struktur pracetak untuk
pembangunan rumah susun Sarijadi, Bandung pada tahun 1979 dengan menggunakan
sistem Brecast. Sistem pracetak penuh baru diterapkan secara massal pada 1995 pada
pembangunan rumah susun Cengkareng dengan sistem Waffle Crete (Simanjuntak,
J.H dkk (2001:364).
3

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

Sistem pracetak semakin berkembang pesat sejak munculnya berbagai macam


inovasi seperti Sistem Column-Slab (1996), Sistem L-Shape Wall (1996), Sistem All
Load Bearing Wall (1997), Sistem Beam Column Slab (1998), Sistem Jasubakim
(1999), Sistem Bresphaka (1999), dan Sistem T-Cap (2000).
2.3 PERMASALAHAN UMUM PADA PENGEMBANGAN SISTEM PRACETAK
Simanjuntak, J.H dkk (2001:367) mengatakan bahwa ada tiga permasalahan utama
di dalam pengembangan sistem pracetak:
1

Keandalan sambungan antar komponen,

Belum tersosialisasikan pedoman perencanaan khusus untuk sistem struktur


pracetak,

Kerjasama dengan perencana di bidang lain yang terkait, terutama dengan pihak
arsitektur dan mekanikal/elektrikal/plumbing (M & E).

Untuk permasalahan pertama, anggapan umum mengenai bahan beton adalah


dihasilkannya sesuatu yang monolit, karena beton adalah bahan yang dapat dibentuk
di lapangan sesuai dengan cetakannya, lalu mengeras, dan tidak ada sambungan
(Simanjuntak, J.H dkk (2001:367)). Beton pracetak adalah suatu metode konstruksi
beton yang pada prinsipnya serupa dengan bahan baja dan kayu, yaitu komponen
gedung dibuat terlebih dahulu lalu disambung di lapangan (Simanjuntak, J.H dkk
(2001:367)).
Menurut SNI 03-2847-2002 tentang tata cara perencanaan struktur beton , beton
pracetak merupakan elemen atau komponen beton tanpa atau dengan tulangan yang
dicetak terlebih dahulu sebelum dirakit. Hal yang paling disorot adalah beton pracetak
dianggap bukan monolit, karena ada sambungan antar komponen. Pada saat ini
perencanaan sambungan sistem struktur pracetak sudah sangat maju karena telah
banyak dilakukan penelitian dan pengujian yang menjamin bahwa sambungan tersebut
kuat menahan gaya gempa yang terjadi.
Permasalahan yang kedua adalah belum adanya pedoman perencanaan khusus
sistem pracetak. Walaupun pada tahun 2012 telah muncul SNI 7832 2012 tentang tata
cara perhitungan biaya beton pracetak untuk bangunan gedung dan SNI 7833 2012
tentang tata cara perancangan beton pracetak dan beton prategang untuk bangunan
gedung yang membahas tentang beton pracetak dan prategang tetapi masih kurang
dalam tahap sosialisasi kepada para perencana. TCPSB 91 secara prinsip
mencantumkan escape clause yang menyatakan harus dilakukan pengujian untuk
membuktikan ketegaran suatu sistem sebanding dengan sistem monolit (Simanjuntak,
J.H dkk (2001:368)).
Pada permasalahan ketiga, umumnya timbul dari konotasi bahwa sistem pracetak
kurang fleksibel. Dimensi komponen memang modular dan standar sehingga
dianggap membatasi perencanaan. Pada tahun terakhir ini telah banyak kemajuan
4

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

dalam kompromi antar perencana sehingga dapat diperoleh berbagai perencanaan


terintegrasi yang memuaskan. Sistem pracetak mempunyai masa depan yang cerah di
Indonesia. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 sampai tahun 2000 justru
memaksa para pelaku konstruksi untuk mencari sistem pembangunan yang lebih
efisien dan ekonomis. Sistem pracetak merupakan jawaban dari kebutuhan tersebut,
sehingga pasarnya semakin besar di dunia konstruksi Indonesia.
2.4 PERENCANAAN SAMBUNGAN
Wahyudi, dkk (2010:II-20) berkata bahwa sambungan pada sistem pracetak
merupakan bagian yang sangat penting. Bagian ini berfungsi untuk meneruskan gaya
antar setiap elemen pracetak yang disambung. Kelemahan konstruksi sistem pracetak
adalah terletak pada sambungan yang relatif kurang kaku atau monolit sehingga lemah
dalam menahan beban gempa.
Untuk itu sambungan direncanakan supaya memiliki kekakuan seperti beton
monolit. Elemen pracetak dengan tuangan beton diatasnya, diharapkan sambungan
elemen tersebut memiliki perilaku yang mendekati sama dengan struktur monolit.
Gayan dapat disalurkan antara komponen struktur dengan menggunakan sambungan
grouting, kunci geser, sambungan mekanis, sambungan baja tulangan, pelapisan dengan
beton bertulang cor setempat, atau kombinasi dari cara-cara tersebut. Sambungan
elemen pracetak meliputi sambungan pelat pracetak dengan balok pracetak, sambungan
balok pracetak dengan kolom pracetak, dan kolom pracetak dengan kolom pracetak.
Panjang lekatan setidaknya harus sebesar tiga puluh kali diameter tulangan. Kait
digunakan jika panjang penyaluran yang diperlukan terlalu panjang. Panjang
pengangkuran yang didapatkan dari hasil eksperimen adalah 8 kali diameter sampai
dengan 15 kali diameter pada sisi yang tidak mengalami retak Guna mengatasi kondisi
terburuk sebaiknya digunakan tiga puluh kali diameter tulangan (Elliott, 2002:218).
2.5 PRA PABRIKASI
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 957) Pra artinya sebelum, dan
(2002 : 915) pabrikasi artinya pembuatan barang dengan standar tertentu secara besarbesaran (dalam pabrik). Dalam konteks perencaaan rumah tumbuh ini pra pabrikasi
adalah suatu rencana yang dibuat untuk segmen-segmen bangunan seperti sloof, kolom,
balok, dan dinding sebelum dibuat secara besar / banyak
Menurut Muhammad Sany Roychansyah dalam tulisannya di BeritaIptek.com/tgl
18 November 2006 :
Rumah Pra Pabrikasi adalah rumah yang kontruksi pembangunannya cepat karena
menggunakan modul hasil pabrikasi industri (pabrik). Komponen- komponennya dibuat
dan sebagian dipasang oleh pabrik (off site). Setelah semuanya siap, kemudian diangkut
ke lokasi, disusun kembali dengan cepat, sehingga tinggal melengkapi utilitas (utility)
serta pengerjaan akhir (finishing).
Dengan demikian, beberapa manfaat seperti waktu konstruksi yang cepat,
lingkungan pembangunan yang lebih bersih, dan biaya yang lebih murah, dapat diraih.
Sedangkan kendala pra-pabrikasi komponen bangunan rumah adalah keterbatasan
keleluasaaan pengembangan desain. Namun ini tidak mengurangi minat pasar untuk
5

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

terus menggunakannya.
Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto (1992 : 11), mengemukakan tujuan
dilakukan pabrikasi ini adalah untuk menghemat pengeluaran biaya pembangunan
rumah dan gedung, baik dalam hal penggunaan bahan bangunan maupun waktu
pemasangan dan penggunaan tenaga kerja.
Segmen-segmen seperti sloof, kolom, dan balok merupakan suatu rangkaian dari
rangka bangunan. Rangka beton pracetak sangat cocok untuk digunakan pada bangunan
satu lantai dan diterapkan pada bangunan rendah.
R. Chudley (1988 : 300) mengemukakan keuntungan dan kerugian dari rangka
beton yang diproduksi secara pabrikasi , yaitu:
Keuntungan :
1) Rangka beton diproduksi dibawah pengawasan / kontrol pabrik sehingga dihasilkan
produk seragam dan dua hal yang diutamakan yaitu kualitas dan ketelitiannya
(akurasi).
2) Pembuatan secara massal atau dicetak secara berulang-ulang bisa menurunkan
harga atau ongkos pembuatan.
3) Karena pembuatan dilakukan di suatu lokasi pekerjaan tertentu, maka tidak
mengganggu pada ruang kerja pada lokasi pekerjaan.
4) Rangka dapat dipasang dalam keadaan cuaca dingin dan secara umum dapat
dilakukan oleh tenaga setengah ahli.
Kerugian :
1) Walaupun suatu rangka tersedia dalam bebagai jumlah dan ukuran, kekurangan dari
sistem ini adalah fleksibelitas rancangan dari tempat pembuatan rancangan rangka.
2) Perencanaan lokasi pekerjaan dibatasi oleh pengiriman dari pabrik, perencanaan
pembongkaran, dan kebutuhan yang tersedia.
3) Pengangkutan dari pabrik dengan tipe dan ukuran yang tidak sesuai dengan
persyaratan normal yang mungkin dibutuhkan oleh suatu metode konstruksi
tradisional.
2.6 RISHA
RISHA, singkatan dari Rumah Instan Sederhana Sehat, adalah suatu teknologi
konstruksi sistem pracetak untuk bangunan sederhana. Ditemukan dan dikembangkan
oleh Puslitbang Permukiman Departemen Pekerjaan Umum. Konsep RISHA, seperti
halnya permainan LEGO, menggunakan sistem bongkar-pasang atau knockdown dari
komponen-komponen modular yang dibuat secara fabrikasi.
Modul RISHA terdiri dari 2 tipe Panel Struktur (P1 dan P2) dan 1 Struktur
Simpul. Panel Struktur berdimensi maksimal 120 cm x 30 cm dengan tebal komponen
10cm. Dari modul struktur pembentuknya, maka ukuran ruang yang terbentuk adalah
perpaduan dari ukuran 120 cm dan 30 cm (1,8 m ; 3 m; 4,2 m; dan untuk selanjutnya
kelipatan 30cm).

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

Gambar 2.1 Panel Struktur P1, P2 dan Simpul Sistem RISHA


Sumber : www.dimensimaket.blogspot.co.id
Simpul sebagai komponen penyambung pada sisi dan sudut ruang, sedangkan Panel
Struktur P1 & P2 sebagai lengan struktur yang berfungsi sebagai sloof, kolom dan
balok. Semua komponen RISHA dirakit dan dihubungkan dengan menggunakan sistem
baut dan plat melalui lubang-lubang di setiap komponennya. Jenis baut yang digunakan
adalah baut galvanis 14 mm. Komponen-komponen yang tidak dapat duhubungkan
langsung oleh baut, bisa menggunakan sistem kancing menggunakan plat baja galvanis
dengan tebal minimal 3 mm.
Untuk Modul Ruang 3m x3m, sambungan masing-masing komponen bisa dilihat
seperti gambar dibawah:

Gambar 2.2 Modul Ruang 3 m x 3 m


7

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

Sumber : www.dimensimaket.blogspot.co.id

2.6.1 Sistem Pengisi


Untuk Sistem pengisi dinding tidak berbeda dengan bangunan umumnya.
Sistem struktur RISHA fleksibel sesuai kebutuhan dan selera pemilik. Apakah
ingin menggunakan dinding bata, partisi dari kayu atau multiplek, gipsum,
kalsiboard atau lainnya.

Gambar 2.3 Partisi Jendela dan Pintu Sistem Pengisi


Sumber : www.dimensimaket.blogspot.co.id

2.2Implementasi Desain
Sistem struktur RISHA menggunakan sistem modul yang terbentuk dari
rakitan komponen-komponennya. sehingga ruang-ruang yang terbentuk nantinya
akan berdimensi sesuai keterbatasan modul komponen pembentuknya. Dengan
kata lain, pilihan menggunakan Struktur RISHA harus ditentukan di awal,
sebelum proses desain. Karena desain untuk bangunan pada umumnya, belum
tentu bisa diterapkan dengan konsep RISHA. Misalnya: desain dengan rancangan
ruang berdimensi 4m x 5m tidak bisa menggunakan struktur RISHA. Karena dari
modul struktur pembentuknya, maka ukuran ruang yang terbentuk adalah
perpaduan dari ukuran 120 cm dan 30 cm (1,8 m ; 3 m; 4,2 m). Tentunya hal ini
bisa di siasati dengan desain yang baik di awal perencanaan.

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

Gambar 2.4 Pengembangan Modul RISHA Menjadi Rumah Tipe 36


Sumber : www.dimensimaket.blogspot.co.id

BAB III
ANALISA
3.1 ANALISIS KECEPATAN MEMBANGUN
Analisis kecepatan membangun pada beberapa metoda konstruksi dititik
beratkan pada aspek-aspek komponen bangunan, yaitu dimensi, berat dan
karakteristik sambungan dari elemen dinding. Sistem pondasi dan sistem atap tidak
dipertimbangkan dalam analisis terhadap kecepatan membangun..
Aspek dimensi dan berat dianalisis berdasarkan pertimbangan tenaga kerja dan
peralatan kerja. Sistem dinding dengan berat dan ukuran yang besar membutuhkan
peralatan khusus dan tenaga kerja yang terampil sementara panel dengan ukuran
kecil dan ringan dapat dikerjakan oleh tenaga tidak terampil.
Dikarenakan oleh kompleksitas sistem dinding, maka dilakukan pula analisis
terhadap sistem sambungan. Sistem sambungan basah biasanya sederhana dan
memiliki sambungan yang rigid. Sebaliknya sistem sambungan kering lebih rumit.
Tingkat kompleksitas sistem dinding dapat mempengaruhi kecepatan membangun.
Hasil analisis diharapkan dapat menunjukkan banyaknya pertimbangan yang
harus dilakukan terhadap kompleksitas sistem dinding, tenaga kerja dan
karakteristik panel, sehingga rancangan konseptual dapat dirumuskan.
9

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

3.2 ANALISIS DIMENSI


Karakter dimensional dari panel dinding dibentuk oleh panjang, lebar dan
tinggi. RISHA menggunakan dimensi 120 x 240 cm untuk komponen dindingnya,
tinggi 120 cm, lebar 30 cm dan tebal 2,5 cm yang dikelilingi frame ukuran 6 x 10
cm untuk panel struktural(P1), tinggi 120 cm, tebal 2,5 cm dan lebar 20 cm yang
dikelilingi frame 6 x 10 cm untuk panel struktural(P2), tebal 2,5 cm dikelilingi
frame 6 x 10 cm untuk panel penyambung berbentuk siku(P3).

Gambar 1.1 Hubungan antara dimensi dan kecepatan membangun


Sumber : www.google.co.id
3.3 ANALISIS BERAT
Untuk menunjang kecepatan membangun, komponen harus memiliki bentuk
yang sederhana dan berat yang relatif ringan, dikarenakan berat berpengaruh
terhadap kecepatan membangun. Menurut ISO 11228-1, berat maksimum yang
dapat diangkat oleh 95 % pria and 70 % wanita adalah 25 kg, sementara menurut
MMH (Manual Materials Handling) berat yang dapat diangkat oleh 90 % pria
adalah 27 kg while sementara berat yang dapat diangkat oleh wanita adalah 20 kg.
Dengan berat P1 49 Kg, 34,79 Kg untuk P2, 26,32 Kg unutuk P3 dan 44,29 Kg
untuk komponen dinding nya.

Gambar 1.1 Hubungan antara berat dan kecepatan membangun


Sumber : www.google.co.id
3.4 ANALISIS SAMBUNGAN
10

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

Berdasarkan hasil analisis, sistem sambungan yang dapat menunjang


kecepatan membangun adalah sistem sambungan kering. Sistem sambungan kering
yang dapat digunakan adalah kombinasi antara sistem sambungan baut dan plat
serta sistem sambungan plus minus. Sementara faktor lain yang berpengaruh
terhadap kecepatan membangun adalah kemudahan dalam pemasangan komponen.
Seluruh komponen RISHA dihubungkan dengan penggunaan baut dan pelat. Jenis baut
yang digunakan adalah baut galvanis dengan berbagai ukuran. Untuk sistem
sambungan struktural digunakan baut berdiameter 14 mm. Sementara itu sambungan
antara panel struktur dengan panel pengisi (arsitektural) menggunakan baut
berdiameter 12 mm, sedangkan antara panel arsitektural menggunakan baut
berdiameter 10 mm. Komponen-komponen yang tidak dapat dihubungkan langsung
oleh baut bisa menggunakan sistem kancing. Sistem kancing tersebut menggunakan
pelat baja dengan tebal minimal 3 mm.

Gambar 1.1 Hubungan antara sistem sambungan dan kecepatan membangun


Sumber : www.googleearth.co.id

BAB IV
PEMBAHASAN
Dari uraian di atas, dapat diterangkan bahwa kekurangan dari dinding dengan
sistem rangka adalah lamanya durasi konstruksi. Sistem dinding yang dapat
menggabungkan sistem rangka kedalam sistem dinding tersebut diharapkan dapat
11

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

memperpendek masa konstruksi, sehingga rancangan konseptual dari panel dinding


cepat bangun adalah tidak diperlukannya lagi sistem rangka.
Sistem dinding yang memiliki banyak jenis pekerjaan (elemen bangunan,
tangga, peralatan, finishing, dan lain-lain) berakibat pada panjangnya durasi
konstruksi. Pengurangan pada item pekerjaan dapat mempersingkat masa
konsturksi. Sistem dinding dengan panel berukuran kecil dan ringan dapat pula
mengurangi masa konstruksi dikarenakan kemudahan handling dan perakitan serta
tidak diperlukan lagi peralatan khusus dalam proses perakitan.
Optimasi ukuran dan berat menjadikan panel dapat diproduksi secara massal
dan dengan sistem sambungan sederhana dapat menghemat tenaga kerja dan waktu.
Penggunaan kembali panel dinding dapat menghemat material, sehingga limbah
konstruksi dapat dikurangi.
Sebagai contoh dari penghematan material, jika seseorang ingin melakukan
renovasi atau mengembangkan bangunannya, dinding hanya perlu dibongkar
dengan melepaskan baut- bautnya dan dapat digunakan kembali untuk ruangan baru
atau menambahkan panel baru jika diperlukan. Berbeda dengan bata yang tidak
dapat digunakan kembali atau hanya sedikit yang dapat digunakan kembali setelah
proses pembongkaran.
Kekurangan dari sistem panel cepat bangun ini adalah dari aspek industrialisasi,
yaitu mahalnya harga material dan cetakan, yang mengakibatkan harga unit menjadi
tinggi. Melalui produksi massal, diharapkan dapat mengurangi harga unit.
Kekurangan lain adalah sistem panel ini adalah hasil dari sistem tertutup sehingga
komponen tidak dapat dipertukarkan dengan komponen lain, dan kesuliatan
memperoleh panel dinding pada beberapa daerah yang tidak memiliki industri
pembuatan komponen.

BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Kriteria untuk komponen cepat bangun dapat dikategorikan kedalam beberapa
aspek, misalnya dimensi, berat dan sistem sambungan, yaitu :
modul komponen RISHA yaitu 120 x 240 cm, terkendala oleh berat, yaitu
sekitar 49 kg, sehingga diperlukan komponen khusus untuk proses perakitannya
dan tidak dapat diangkat oleh satu orang.
Dimensi komponen harus dapat mengakomodasi modul ruang 300 x 300 cm
dengan ketinggian ruang 280 cm. Dimensi komponen juga harus dapat
mengakomodasi modul bukaan, dan modul keramik, yang biasanya
menggunakan 30 cm sebagai modul dasar.
Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan membangun adalah kesederhanaan
bentuk. Karakter dimensi yang digunakan oleh RISHA efektif dalam
meningkatkan kecepatan membangun. Semakin sedikit tipe komponen, serta
kemudahan dalam proses perakitan, juga merupakan faktor penentu dalam
kecepatan membangun.
Kesederhanaan dalam jenis pekerjaan juga salah satu sifat yang mempengaruhi
kecepatan membangun. Salah satu cara untuk mengurangi jenis pekerjaan adalah
12

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

dengan menggunakan sistem panel kombinasi dan penggunaan sistem


sambungan kering melalui kombinasi baut plat dengan sistem sambungan
interlocking.
Penelitian ini ditujukan hanya untuk menemukan kriteria dan memformulasikan
konsep rancangan yang dapat menunjang kecepatan membangun. Untuk
pengembangan lebih lanjut diperlukan penelitian yang lebih mendalam dan
pengembangan rancangan, serta diperlukan uji ketahanan struktur dan kecepatan.
Sehingga diharapkan dapat membuka penelitian- penelitian lanjutan untuk
mengembangkan konsep ini.
5.2 SARAN
Saran untuk penanganan pekerjaan dengan metode RISHA adalah :
1. Diadakan penyuluhan untuk pengenalan metode RISHA kepada masyarakat.
2. Semestinya dibuat Manual Book tentang cara pelaksanaan metode RISHA
3. Perlunya
memasyaratkan penggunaan metode pracetak pada jasa konstruksi di
lapangan karena metode ini efisien terhadap waktu.

DAFTAR PUSTAKA
PCI Design Handbook. 2010. Precast and Prestressed Concrete 7th edition.
USA: Precast/Prestressed Institut.
Badan Standardisasi Nasional. 2012. SNI 7833 2012 Tata Cara
Perancangan Beton Pracetak dan Beton Prategang untuk Gedung. Jakarta:
Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia 03- 28472002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung
(Beta Version). Bandung: Badan Standardisasi Nasional.
Wahyudi, dkk. 2010. Perencanaan Struktur Gedung BPS Provinsi Jawa
Tengah Menggunakan Struktur Beton Pracetak (Design of Structure of BPS
Building Central Java Province Using Precast Concrete). Tesis tidak
dipublikasikan.
Semarang: Universtas Diponegoro
Patenaude, Stephane. (2004). Manual Handling: Not Only a Matter of
Weight. Preventex Vol.20 no.4, Association Paritaire du Textile, Canada
Arief Sabaruddin.2006. Membangun RISHA. Jakarta : Penebar Swadaya

Simanjuntak, J. H, dkk. 2001. Sistem Pracetak Beton di Indonesia.


Trend Teknik Sipil Menuju Era Milenium Baru. 355-415
www.dimensimaket.blogspot.co.id
www.googlee.co.id
FOTO KEGIATAN
Lokasi yang akan dibangun

13

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

Kegiatan KKN

14

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

15

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

Pemberian contoh cara penyambungan dari Dosen pendamping lapangan

16

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

17

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

18

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

Setelah konstruksi RISHA berdiri

Tim KKN

19

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

Lampiran 1

BIODATA
1. Identitas Diri
Nama
Nama Panggilan
Jenis Kelamin
Tempat / Tanggal Lahir
Alamat
Status
Telepon / HP
E-mail

Mas Basuki
Basuki
Laki-laki
Surabaya, 10 Agustus 1987
Wisma Lidah Kulon Blok C112
Pelajar
083854457277
mas_ocom@yahoo.com

2. Pendidikan Formal
Sekolah Dasar
SLTP Sederajat
SLTA Sederajat
Perguruan Tinggi

SDN Lidah Kulon I/464


SMPN 28 Surabaya
SMAN 13 Surabaya
Universitas Narotama

Surabaya,

MAS BASUKI

Lampiran 2
FORMAT KESEDIAAN KERJASAMA UKM MITRA
20

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

SURAT PERNYATAANKESEDIAAN BEKERJASAMA


Yang bertanda tangan di bawah ini saya,
Nama Lengkap

Jabatan

Bidang Usaha UKM

Alamat Mitra

Atas nama warga, saya menyatakan bersedia menjalin kerjasama dalam kegiatan
Kuliah Kerja Mahasiswa dari Fakultas Teknik Sipil Universitas Narotama Surabaya,
Nama lengkap

: Mas Basuki

NIM

: 03113023

Jurusan / Prodi

: Teknik / Teknik Sipil

Judul Kegiatan

: Kuliah Kerja Mahasiswa

Alamat Rumah

: Wisma Lidah Kulon Blok C-112 Surabaya

No. Telepon / HP

: 083854457277

Nama Dosen Pembimbing

: H. Fredy Kurniawan S.T. M.T. M.Eng. Ph.D

Demikian surat ini saya buat, agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya,

Lampiran 3

Form Kehadiran Peserta Kuliah Kerja Mahasiswa


21

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

Nama Peserta

Mas Basuki

Program Studi

Teknik Sipil

Periode KKM

2016-2017

Nama
No.

Tanggal/Hari

Tanda
Tangan
UMKM Mitra

Uraian Kegiatan

1.

melakukan survey lokasi

2.

membicarakan mengenai desain dengan takmir


musholla

3.

mulai pengerjaan pondasi batu kali

4.

mulai pemasangan konstruksi "RISHA"

Surabaya,

Mas Basuki

22

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

Lampiran 5

BERITA ACARA PEMBIMBINGAN KKM

1. NAMA MAHASISWA

: MAS BASUKI

2. NIM

: 03113023

3. FAKULTAS

: TEKNIK

4. PROGRAM STUDI

: TEKNIK SIPIL

5. NAMA MITRA

6. JABATAN

: TAKMIR MUSHOLLA

7. TANGGAL MULAI KKM

8. NAMA DOSEN PEMBIMBING : H. Fredy Kurniawan S.T. M.T. M.Eng. Ph.D


9. URAIAN KONSULTASI

TANGGAL PARAF
PEMBIMBING

KETERANGAN
Memberikan pengarahan awal jalannya
KKM
Menjelaskan mengenai Data Umum dan
Administrasi objek KKM
Menjelaskan identifikasi masalah yang
dihadapi oleh pemilik objek KKM
Menjelaskan gambaran kegiatan yang
berlangsung selama dilokasi objek KKM
Konsultasi tentang program kegiatan yang
sudah dilakukan di objek KKM
Menjelaskan hambatan yang terjadi
23

UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2016

Mengoreksi hasil dari kegiatan yang telah


dilakukan selama KKM berlangsung
Memberikan penilaian atas hasil yang telah
berjalan selama masa KKM

Surabaya,

Juni 2016

DOSEN PEMBIMBING

H. Fredy Kurniawan S.T. M.T. M.Eng. Ph.D

KAPRODI

H. Fredy Kurniawan S.T. M.T. M.Eng. Ph.D

24

Anda mungkin juga menyukai