Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH UKURAN TESTIS TERHADAP KUALITAS SEMEN BABI


LANDRACE DAN BABI DUROC DI UPT TARUS

Oleh
YOHANES RALDI NADJA
NIM 1209011020

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Tingkat konsumsi daging babi di Indonesia berada pada urutan ketiga

setelah dagimg sapi dan daging ayam. Konsumsi daging babi di Nusa Tenggara
Timur (NTT) berada diperingkat pertama karena, banyaknya acara sosoial dan
budaya masyarakat NTT yang menggunakan daging babi sebagai sumber protein
dan mayoritas penduduk NTT yang non-muslim (Wea, 2004). Oleh sebab itu,
populasi babi di NTT harus dijaga dengan cara memaksimalkan program
inseminasi buatan (IB).
Pemilihan pejantan dalam program IB sangat penting untuk diperhatikan.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemelihan pejantan untuk program
IB adalah body condition score (BCS), ukuran testis dan kemampuan pejantan
dalam menghasilkan spermatozoa dengan fertilitas yang tinggi.
Body condition score (BCS), merupakan suatu metode untuk memberi skor
kondisi tubuh ternak baik secara visual maupun dengan perabaan terhadap lemak
tubuh pada bagian tertentu tubuh ternak (Purwanto et al., 2013). Bobot tubuh
ternak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ukuran testis dan ukuran
testis tersebut yang mempengaruhi kualitas spermatozoa (Sihombing, 2006).
Babi mempunyai anatomi testis yang berbeda dengan ternak lainnya, testis
babi menempel pada bagian caudal tubuh berdekatan dengan rectum, sehingga
pengukurannya dinamakan testis size. Testis babi berbentuk lonjong dengan
ukuran panjang 10-15 cm dan diameter 5-9 cm, semakin besar ukuran testis
semakin baik kualitas spermatozoa yang dhasilkan (Parasara et al., 2015). Testis
berfungsi menghasilkan spermatozoa dan

hormon testosteron. Spermatozoa

dihasilkan oleh substansi testis yang terdapat di dalam lobuli testis yang terdiri

dari saluran-saluran kecil bergulung yaitu tobuli seminiferi sebanyak 80% dari
bobot testis yang merupakan produsen spermatozoa (Soeroso et al., 2006).
Ukuran testis dan volume semen yang dihasilkan oleh pejantan Landrace
dan pejantan Duroc memiliki hubungan. Sedangkan, volume semen yang
dihasilkan tidak memeliki hubungan dengan kualitas semen yang dihasilkan.
Perbedaan tempat berpengaruh nyata terhadap produksi namun tidak berpengaruh
nyata terhadap kualitas semen (Parasara et al., 2015).
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Pengaruh Ukuran Testis Terhadap Kualitas Semen Babi Landrace dan Babi
Duroc di UPT Pembibitan dan Pakan Ternak Tarus, Kupang - NTT
1.2.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu:
1. Apakah terdapat perbedaan kualitas spermatozoa ditinjau dari ukuran
testis pada babi Landrace dan babi Duroc?
2. Jika ada perbedaan kualitas Spermatozoa ditinjau dari ukuran testis,
ukuran manakah yang memiliki kualitas spermatozoa lebih bagus pada

1.3.

babi Landrace dan babi Duroc ?


Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan kualitas spermatozoa babi Landrace dan babi Duroc yang telah
dewasa kelamin dengan umur berkisar 2-4 tahun

1.4.

ditinjau dari ukuran

testisnya.
Manfaat Penelitian
a) Bagi Peneliti
Sebagai bahan yang digunakan untuk tugas akhir dan juga menambah
wawasan tentang pejantan babi khususnya pengaruh ukuran testis
terhadap kualitas semen dari pejantan Landrace dan pejantan Duroc.
b) Bagi Masyarakat
Sebagai bahan pertimbangan untuk peternak dalam memilih pejantan
yang akan digunakan dalam beternak babi.
c) Bagi Fakultas Kedokteran Hewan

Sebagai informasi dan bahan ajar untuk mahasiswa yang mengambil mata
kuliah ilmu teknologi reproduksi.
Hipotesis

1.5.

Ho : Ada pengaruh ukuran testis terhadap kualitas semen babi Landrace dan
babi Duroc
H1:

Tidak ada pengaruh ukuran testis terhadap kualitas semen babi


Landrace dan babi Duroc

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Babi dan Organ Reproduksi


Pertumbuhan populasi babi di Indonesia di setiap daerah dari tahun ke tahun

terus mengalami peningkatan, khususnya di NTT pertumbuhan populasi babi

cukup baik dikarenakan beternak babi sudah dijadikan sebagai mata pencaharian,
berdasarkan catatan dari statistik peternakan dan kesehatan hewan, jumlah
populasi dari tahun 2010-2014 terus meningkat berturut-turut 43.847, 46.334,
48.863. 51.512 dan 54.108 (ditjennak, 2015).
Tahun/ Years
2012
2013

2010

2011

(1)
1
2

Provinsi/ /
Provinces
(2)
Aceh
Sumatera utara

(3)
25.580
85.561

(4)
27.554
95.857

(5)
29.643
103.933

(6)
32.366
115.195

(7)
35.116
121.435

3
4

Sumatera Barat
Riau

27.278
91.153

30.542
99.561

32.887
106.539

36.235
115.445

41.835
133.770

5
6

Jambi
Sumatera
Selatan
Bengkulu

23.627
38.067

27.121
43.296

27.833
47.863

35.058
52.178

42.792
54.935

9.344

10.516

11.684

12.906

14.118

52.039
6.098

58.959
7.071

63.344
8.112

67.775
9.270

75.523
10.837

10
11

Lampung
Kep.Bangka
Belitung
Kep. Riau
DKI Jakarta

4.507
1.276

4.872
1.391

5.268
1.488

5.817
1.618

6.215
1.711

12
13

Jawa Barat
Jawa Tengah

89.088
99.572

95.452
110.425

100.785
119.707

113.948
131.672

120.935
136.858

14

DI Yogyakarta

7.253

7.805

8.640

9.449

10.293

15
16

Jawa Timur
Banten

133.505
16.738

148.769
18.077

168.233
19.635

186.038
22.895

211.518
25.932

17

Bali

16.093

16.981

18.518

20.451

22.900

18

Nusa Tenggara
Barat
Nusa Tenggara
Timur

14.939

15.891

16.724

17.530

19.363

13.963

15.196

16.529

18.272

20.447

No

7
8
9

19

2014

20

21.485

23.344

24.861

27.097

28.549

13.935

15.639

16.953

18.596

21.118

13.702

14.906

15.769

16.782

18.842

27.403

31.895

35.361

37.845

46.083

12.281
19.523

12.598
22.231

14.150
24.727

15.791
27.416

17.798
31.017

39.599

44.974

51.415

57.367

68.437

13.741

14.631

16.306

18.096

20.158

28

Kalimantan
Barat
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Selatan
Kalimantan
Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi
Tengah
Sulawesi
Selatan
Sulawesi
Tenggara
Gorontalo

5.978

6.633

7.403

8.272

9.512

29
30

Sulawesi Barat
Maluku

7.487
4.826

8.637
5.349

9.484
6.132

10.676
6.963

12.309
7.942

31
32

Maluku Utara
Papua Barat

3.937
4.890

4.423
4.733

5.043
5.026

5.520
5.558

6.186
6.286

33

Papua
Jumlah

11.681
956.146

Rata-rata
Nasional

28.974

12.763
1.058.09
0
32.063

14.140
1.154.1
34
34.974

21
22
23
24
25
26
27

15.595
17.385
1.275.69 1.418.15
1
5
38.657
42.974

Organ reproduksi hewan jantan sendiri dibagi menjadi tiga komponen, organ
kelamin primer berupa gonad jantan yang dinamakan testis atau testiculus
(jamak : testes atau testiculae), orchis atau didymos. Organ kelamin sekunder
yang terdiri dari kelenjar kelamin pelengkap seperti kelenjar vesikularis, kelenjar
prostat dan kelenjar Cowper dan juga saluran kelamin untuk perjalanan
spermatozoa yang terdiri dari epididimis dan vas deferens. Komponen ketiga yaitu
alat kelamin luar atau organ kopulatoris yang disebut penis (Prastowo, 2008).

Organ kelamin primer pada pejantan adealah testis karena menghasilkan


gamet jantan yang berupa spermatozoa dan hormon kelamin jantan (androgen).
Letak testis terdapat di derah prepubis yang terbungkus dalam kantong skrotum.
Daerah testis terdapat tubuli seminiferi yang berfungsi memproduksi spermatozoa
dan sel leydig di sekitar tubuli yang berfungsi memproduksi hormon kelamin
jantan berupa testosteron

Testes berbentuk lonjong, panjang sekitar 10-15 cm,

diameter 5-9 cm dan berat kedua testesnya sekitar 500-800 g, rata-rata 600 g.
Perkembangan testes secara pesat terjadi pada umur sembilan bulan dan terdapat
korelasi positif antara berat testes dengan jumlah spermatozoa yang diproduksi
(Toelihere 1981).
Saluran reproduksi setelah testis adalah epididimis, merupakan saluran
kelamin eksternal pertama yang keluar dari testis, dibagi menjadi tiga bagian
caput, corpus dan cauda. Mempunyai peranan sebagai jalan spermatozoa dari
tubuli seminiferi, penyimpanan sementara spermatozoa, tempat pematangan
spermatozoa dan proses pengentalan (konsentrasi) spermatozoa. Kelenjar
aksesorius pada babi yang terdiri dari kelenjar vesikularis, prostat dan Cowper.
Kelenjar vesikularis berfungsi untuk mensekresikan cairan sebagai medium
transport, energi bagi substrat serta sebagai larutan buffer yang terdiri dari fosfat
dan karbonat yang berperan dalam menjaga keseimbangan pH semen. Kelenjar
prostat memproduksi cairan dan ion inorganik bagi transport spermatozoa.
Kelenjar bulbouretralis atau Cowper memproduksi gelatin yang berbentuk seperti
gel (Prastowo, 2008)

Gambar 1: Reproduksi Jantan


Sumber : Prastowo, 2008
2.2.

Jenis babi
Pemilihan seekor pejantan harus mempertimbangkan galur babi yang mampu

menghasilkan sperma yang berkualitas dan memiliki daya fertilitas yang tinggi,
galur babi yang biasa digunakan untuk menjadi pejantan antara lain babi landrace
dan babi duroc.
Babi landrace, Babi yang berasal dari Eropa ini merupakan salah satu jenis
babi bacon yang berkualitas tinggi sehingga menjadi favorit peternak untuk
dipelihara. Babi Landrace sangat terkenal. Oleh karena itu, babi ini juga
dikembangkan di Amerika, Australia dan Indonesia karena, memiliki kualitas
semen yang bagus dan dapat dijadikan sebagai indukan yang unggul (Sihombing,
2006).
Babi Landrace memiliki karakteristik seperti memiliki ukuran tubuh yang
panjang, lebar, besar, memiliki rambut yang halus dan memiliki kaki yang
panjang. Babi Landrace sering juga disebut busur karena memiliki tubuh yang
panjang. Keunggulan babi Landrace yaitu memiliki jumlah kelahiran tertinggi dan
memiliki jumlah puting susu paling banyak di bandingkan dengan babi unggul
lainnya (Sihombing, 2006). Kekurangan babi Landrace yaitu memiliki warna
daging yang pucat, kaki belakang yang melebar sehingga sulit menopang
tubuhnya sendiri dan mudah terkena stress syndrom babi (Hermesch, 2005).
Umur pertama kali kawin babi Landrace jantan yaitu pada umur 10,001,87
bulan, sedangkan umur pertama kali kawin babi Landrace betina adalah

8,361,36 bulan (Soewandi, 2013). Berat babi Landrace jantan berkisar dari 320
410 kg, sedangkan berat indukan Landrace berkisar antara 250-340 kg
(Sihombing, 2006). Berat badan babi landrace dipengaruhi oleh pertambahan
berat badan harian pada babi landrace yang tinggi sehingga sangat cocok
diternakkan untuk kepentingan penggemukan (Soewandi, 2013).

Gambar 2: Pejantan Landrace


Sumber : http://www.cedarridgegenetics.com
Babi duroc Babi jenis ini berasal dari New Jersey dan New York (USA),
sehingga nama aslinya disebut Duroc- Jersey, dibawa ke Amerika oleh Columbus
dan DeSoto dari Spanyol dan Portugal. Babi ini memiliki pertumbuhan yang cepat
dan efisiensi pakan yang baik, babi ini berwarna kemerahan dengan telinga jatuh
(Aritonang, 2011).
Ada beberapa pendapat yang bertentangan mengenai asal usul babi Duroc
kemungkinan babi ini berkembang dari campuran

bangsa babi pada masa

kolonial Inggris lama, bangsa babi Guinea merah dari Afrika barat dan tipe babi
mediterania. Sekarang babi Duroc telah diubah dengan cara seleksi pemuliaan
dari tipe lard (lemak) menjadi tipe pork (daging) (Reksohadiprodjo,1995).

Gambar 3 : Pejantan Duroc


Sumber : www.upperhandgenetics.com
2.3.
Body Condition Score dan Teknik Pengukuran Testis
Faktor yang mempengaruhi ukuran testis adalah kondisi bobot badan dari
seekor ternak, penilaian untuk bobot tubuh sendiri terbagi menjadi 5 bagian,
antara lain
1. Sangat kurus
Bentuk tulang pinggul menonjol keluar walaupun tanpa dilakukannya
palpasi.
2. Kurus
Tulang masih dapat dirasakan dengan sedikit tekanan.
3. Ideal
Tulang babi nyaris tidak terasa ketika dilakukan palpasi dengan
tekanan yang keras.
4. Gemuk
Tulang dari babi tidak terdektesi ketika dilakukan palpasi.
5. Sangat Gemuk
Score tubuh 5, score tubuh ini memiliki karakter yang sama dengan
score tubuh 4 namun, pada keadaan ini hewan memiliki kondisi yang
lebih gemuk dari score tubuh 4 (CFSPH, 2011).
Anatomi dari testis babi berbeda dari ternak lainnya jika pada ternak lain
testis dibungkus oleh scrotum dan letaknya menggantung pada babi testis
menempel di bagian caudal tubuh berdekatan dengan rectum akan tetapi,
memiliki prosedur pengukuran yang sama. Perbedaan letak anatomi dari testis
babi ini membuat nama pengukuran testis pada babi biasa disebut dengan istilah
testis size (Parasara et al.,2015).
Pengukuran testis babi

dilakukan

menggunakan

jangka

sorong,

pengukurannya dilakukan pada masing-masing testis. Untuk mendapatkan

10

panjang dari testis babi diukur dari titik paling atas sampai paling bawah, untuk
mengukur diameter dari testis yang diukur adalah lebar testis, selanjutnya lebar
testis dikalikan dua (Parasara et al.,2015).
2.4.
Analisis Semen
Analisis semen dilakukan dalam dua cara, yaitu: secara makroskopik dan
mikroskopik.Secara makroskopik dilihat volume, pH, konsistensi, warna dan bau.
Secara mikroskopik yang diukur adalah persentase motilitas spermatozoa,
konsentrasi spermatozoa, persentase viabilitas spermatozoa dan persentase
abnormalitas spermatozoa (Arifiantini, 2012).

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.

Waktu dan Tempat


11

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 sampai, meliputi


pengukuran testis

dan penampungan semen di UPT Tarus, yang selanjutnya

dilakukan evaluasi semen yang meliputu evaluasi makroskopis dan mikroskopis


di laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana Kupang,
untuk melihat warna, konsistensi, motilitas spermatozoa, pH, konsentrasi
spermatozoa dan viabilitas spermatozoa.
3.2.

Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam metode penelitian ini yaitu metode

pengukuran testis, penampungan semen dan pemeriksaan laboratorium.


3.3.

Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dari penelitian ini, yaitu:
a) Variabel Bebas : Kualitas semen (Volume semen, Motilitas, viabilitas
spermatozoa, Konsentrasi, pH, Warna dan Konsistensi) babi Landrace dan

babi Duroc.
b) Variabel Terikat : Ukuran testis babi Landrace dan babi Duroc
3.4.
Populasi dan Sampel
a) Populasi
Populasi yang dipilih 3 ekor babi jantan Landrace dan 3 ekor babi jantan
Duroc di UPT Tarus dengan umur 2-4 tahun.
b) Sampel
100 ml Semen dari 3 ekor babi Landrace dan 3 ekor babi Duroc di UPT
Tarus.
3.5.

Teknik Pengambilan Data


Data yang digunakan dalam penelitan ini diperoleh dengan melakukan

pengukuran

testis,

penampungan

semen,

pengamatan

makroskopis

dan

pengamatan mikroskkopis.
3.6.
Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian berupa alat dan bahan yang
digunakan selama penelitian, meliputi:

12

a) Alat yang digunakan


Tabung penampung Semen, pH meter, Gelas Beker, Mikroskop, Jangka
Sorong, Objek Glass dan Cover Glass.
b) Bahan yang digunakan
Semen Babi Landrace dan Babi Duroc, Pewarna Eosin Negrosin dan
3.7.

kertas lakmus.
Prosedur Penelitian
Pengukuran testis dan penampungan semen babi. Setelah itu dilakukan

Pengamatan Secara makroskopik dan mikroskopik.


Pemeriksaan makroskopis meliputi volume, pH, warna, serta
konsistensi.Sedangkan, Pemeriksaan Mikroskopis meliputi motilitas
massa, viabilitas dan abnormalitas spermatozoa (Arifiantini, 2012)..
3.7.1 Pemeriksaan Makroskopis
a) Volume
Pengukuran volume semen dari babi dilakukan dengan cara
menampung semen di dalam tabung yang berskala. Volume semen
normal yang bisa dikoleksi dari seekor pejantan babi adalah 150-400 ml
(Arifiantini, 2012).
b) Derajat Keasaman (pH)
Untuk mengukur pH dari semen babi digunakan kertas lakmus
yang dicelupkan kedalam semen, secara normal pH dari semen babi
berkisar antara 7,3-7,8 (Arifiantini, 2012).
c) Konsistensi
Untuk melihat konsistensi semen adalah dengan memiringkan dan
menegakan tabung penampung semen secara perlahan. Konsistensi normal dari
semen babi adalah semen yang encer (Arifiantini, 2012).
d) Warna
Cara menilai warna semen dengan cara melihat langsung semen yang
sudah ditampung di dalam tabung penampung, secara umum warna semen babi
Landrace dan babi Duroc adalah putih susu (Arifiantini, 2012).

13

e) Bau
Cara memeriksa bau dari semen adalah dengan mendekatkan tabung
penampung yang berisi semen ke dekat hidung, secara normal bau dari semen
babi adalah bau amis dengan campuran bau babi itu sendiri (Arifiantini, 2012).
3.7.2 Pemeriksaan Mikroskopis
a) Gerakan Spermatozoa
Motilitas spermatozoa
Pengamatan ini bertujuan untuk melihat pergeraka dari spermatozoa secara
bersama-sama. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran
100X. Penilaian dilakukan dengan cara melihat tebal tipisnya gelombang massa
dan kecepatan gelombang berpindah tempat (Arifiantini, 2012).
Gerakan Individu
Pemeriksaan secara subyektif dengan melihat pergerakan secara individu
baik yang bergerak aktif ataupun yang melakukan gerakan lainnya (Arifiantini,
2012).
b) Konsentrasi Spermatozoa
Konsentrasi spermatozoa adalah jumlah spermatozoa per ml sperma.
Perhitungan konsentrasi spermatozoa menggunakan hemocytometer yaitu dengan
menggunakan metode kamar hitung Neubauer. Cara yang digunakan adalah
menggunakan pipet hemocytometer untuk mengencerkan spermatozoa segar.
Spermatozoa segar dihisap sampai dengan skala 0,5, kemudian ditambah dengan
larutan hayems dihisap sampai skala 101, larutan berfungsi untuk pengencer dan
juga untuk mematikan spermatozoa. Campuran tersebut kemudian dihomogenkan.
Beberapa tetes dibuang dan satu tetes diletakan di bawah gelas penutup pada
kamar hitung Neubauer. Konsentrasi spermatozoa ada lima bilik dihitung dengan
arah diagonal menggunakan mikroskop dengan pembesaran 40x10. Rumus untuk
menghitung konsentrasi spermatozoa :

14

400
80

200
0,1

= Y 10.000/mm3 = Y 10 juta/ml

(Arifiantini, 2012).
c) Viabilitas Spermatozoa
Untuk menghitung viabilitas spermatozoa menggunakan pewarnaan eosin
negrosin, jika ada spermatozoa yang menyerap warna, ini berarti spermatzoa
tersebut sudah mati, sebaliknya jika tidak menyerap warna berarti spermatozoa
tersebut masih hidup (Arifiantini, 2012).
d) Morfologi Spermatozoa
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui normalitas dan abnormalitas
daari spermatozoa, pemeriksaan ini sangat penting untuk mengetahui tingkat
fertilitas dari semen itu sendiri (Arifiantini, 2012).
3.8.
Analisis Data
Pengukuran testis dilakukan dengan cara mengukur panjang dari titik
tertinggi (Y1) sampai titik terendah (Y2) dan diameter testis diukur dengan
mengukur lebar testis dari kiri(X1) ke kanan (X2) lalu dikalikan dua, sedangkan
semen babi dianalisa secara deskriptif (Parasara et al., 2015).
3.9. Jadwal Penelitian.
No
1
2
3
4
5
6

Jenis Kegiatan
Seminar Proposal
Pengukuran Testis
Penampungan semen
Pengamatan
Analisis Data
Seminar Hasil dan Sidang

Bulan
September

Oktober

15

3. 10. Kerangka Konsep

Penampungan Semen
Pengukuran Testis

Evaluasi Semen

Pemeriksaan Makroskopis

Pemeriksaan Mikroskopis

Analisis Data

16

DAFTAR PUSTAKA
Arifiantini, R.I. 2012, Teknik Koleksi dan Evaluasi Semen pada Hewan, IPB
Press, Bogor.
Aritonang, S.N. 2011. Pendugaan Berat Karkas, Peresentasi Karkas dan Tebal
Lemak Punggung Babi Duroc Jantan Berdasarkan Umur Ternak,
Universitas Andalas, Padang.
Center for Food Security and Public Health. 2011. Body Condition Score Swine,
Iowa University, Ames, USA.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.
2015. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI, Jakarta.
Hermesch, S. 2005, Breeds of pigsLandrace, Animal Genetics and Breeding
Unit, UNE, Armidale.
Parasara, I.G.N.A.M., Sumardani, N.L.G., And Suranjaya, I.G. 2015, Korelasi
Ukuran Testis Terhadap Produksi dan Kualitas Semen Cair Babi Landrace
Dalam Rangkaian Inseminasi Buatan, Fakultas Peternakan, Universitas
Udayana, Denpasar.
Prastowo, A. 2008. Penentuan Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Babi
Yorkshire Dalam Nilai Ejakulate dengan Pewarna Williams, Institute
Pertanian Bogor, Bogor.
Purwanto, H., Sudewo, A.T.A. dan Utami, S. 2013. Hubungan Antara Bobot
Lahir dan Body Condition Scorre (BCS) Periode Kering dengan
Produksi Susu di BPPTU Sapi Perah Baturadden, Universitas Jendral
Sudirman, Purwokerto.
Reksohadiprodjo, S. 1995, Pengantar Ilmu Peternakan Tropik, BPFE-Yogyakarta
Press, Yogyakarta.
Sihombing, D.T.H. 2006, Ilmu Ternak Babi, Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta.
17

Soeroso and Duma, Y. 2006, Hubungan Antara Lingkar Skrotum dengan


Karakteristik Cairan dan Spermatozoa Dalam Cauda Epididymis pada Sapi
Bali, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu.
Soewandi, B.D.P., Sumadi., and Hartatik, T. 2013, Estimasi Output Babi di
Kabupaten Tabanan Provinsi Bali, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Toelihere M. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung.
Wea, R. 2004, Performance Reproduksi Ternak Babi Lokal di Kodya Kupang,
Program Studi Produksi Ternak, Politeknik Pertanian Negeri, Kupang.

18

Anda mungkin juga menyukai