Oleh
YOHANES RALDI NADJA
NIM 1209011020
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tingkat konsumsi daging babi di Indonesia berada pada urutan ketiga
setelah dagimg sapi dan daging ayam. Konsumsi daging babi di Nusa Tenggara
Timur (NTT) berada diperingkat pertama karena, banyaknya acara sosoial dan
budaya masyarakat NTT yang menggunakan daging babi sebagai sumber protein
dan mayoritas penduduk NTT yang non-muslim (Wea, 2004). Oleh sebab itu,
populasi babi di NTT harus dijaga dengan cara memaksimalkan program
inseminasi buatan (IB).
Pemilihan pejantan dalam program IB sangat penting untuk diperhatikan.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemelihan pejantan untuk program
IB adalah body condition score (BCS), ukuran testis dan kemampuan pejantan
dalam menghasilkan spermatozoa dengan fertilitas yang tinggi.
Body condition score (BCS), merupakan suatu metode untuk memberi skor
kondisi tubuh ternak baik secara visual maupun dengan perabaan terhadap lemak
tubuh pada bagian tertentu tubuh ternak (Purwanto et al., 2013). Bobot tubuh
ternak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ukuran testis dan ukuran
testis tersebut yang mempengaruhi kualitas spermatozoa (Sihombing, 2006).
Babi mempunyai anatomi testis yang berbeda dengan ternak lainnya, testis
babi menempel pada bagian caudal tubuh berdekatan dengan rectum, sehingga
pengukurannya dinamakan testis size. Testis babi berbentuk lonjong dengan
ukuran panjang 10-15 cm dan diameter 5-9 cm, semakin besar ukuran testis
semakin baik kualitas spermatozoa yang dhasilkan (Parasara et al., 2015). Testis
berfungsi menghasilkan spermatozoa dan
dihasilkan oleh substansi testis yang terdapat di dalam lobuli testis yang terdiri
dari saluran-saluran kecil bergulung yaitu tobuli seminiferi sebanyak 80% dari
bobot testis yang merupakan produsen spermatozoa (Soeroso et al., 2006).
Ukuran testis dan volume semen yang dihasilkan oleh pejantan Landrace
dan pejantan Duroc memiliki hubungan. Sedangkan, volume semen yang
dihasilkan tidak memeliki hubungan dengan kualitas semen yang dihasilkan.
Perbedaan tempat berpengaruh nyata terhadap produksi namun tidak berpengaruh
nyata terhadap kualitas semen (Parasara et al., 2015).
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Pengaruh Ukuran Testis Terhadap Kualitas Semen Babi Landrace dan Babi
Duroc di UPT Pembibitan dan Pakan Ternak Tarus, Kupang - NTT
1.2.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu:
1. Apakah terdapat perbedaan kualitas spermatozoa ditinjau dari ukuran
testis pada babi Landrace dan babi Duroc?
2. Jika ada perbedaan kualitas Spermatozoa ditinjau dari ukuran testis,
ukuran manakah yang memiliki kualitas spermatozoa lebih bagus pada
1.3.
1.4.
testisnya.
Manfaat Penelitian
a) Bagi Peneliti
Sebagai bahan yang digunakan untuk tugas akhir dan juga menambah
wawasan tentang pejantan babi khususnya pengaruh ukuran testis
terhadap kualitas semen dari pejantan Landrace dan pejantan Duroc.
b) Bagi Masyarakat
Sebagai bahan pertimbangan untuk peternak dalam memilih pejantan
yang akan digunakan dalam beternak babi.
c) Bagi Fakultas Kedokteran Hewan
Sebagai informasi dan bahan ajar untuk mahasiswa yang mengambil mata
kuliah ilmu teknologi reproduksi.
Hipotesis
1.5.
Ho : Ada pengaruh ukuran testis terhadap kualitas semen babi Landrace dan
babi Duroc
H1:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
cukup baik dikarenakan beternak babi sudah dijadikan sebagai mata pencaharian,
berdasarkan catatan dari statistik peternakan dan kesehatan hewan, jumlah
populasi dari tahun 2010-2014 terus meningkat berturut-turut 43.847, 46.334,
48.863. 51.512 dan 54.108 (ditjennak, 2015).
Tahun/ Years
2012
2013
2010
2011
(1)
1
2
Provinsi/ /
Provinces
(2)
Aceh
Sumatera utara
(3)
25.580
85.561
(4)
27.554
95.857
(5)
29.643
103.933
(6)
32.366
115.195
(7)
35.116
121.435
3
4
Sumatera Barat
Riau
27.278
91.153
30.542
99.561
32.887
106.539
36.235
115.445
41.835
133.770
5
6
Jambi
Sumatera
Selatan
Bengkulu
23.627
38.067
27.121
43.296
27.833
47.863
35.058
52.178
42.792
54.935
9.344
10.516
11.684
12.906
14.118
52.039
6.098
58.959
7.071
63.344
8.112
67.775
9.270
75.523
10.837
10
11
Lampung
Kep.Bangka
Belitung
Kep. Riau
DKI Jakarta
4.507
1.276
4.872
1.391
5.268
1.488
5.817
1.618
6.215
1.711
12
13
Jawa Barat
Jawa Tengah
89.088
99.572
95.452
110.425
100.785
119.707
113.948
131.672
120.935
136.858
14
DI Yogyakarta
7.253
7.805
8.640
9.449
10.293
15
16
Jawa Timur
Banten
133.505
16.738
148.769
18.077
168.233
19.635
186.038
22.895
211.518
25.932
17
Bali
16.093
16.981
18.518
20.451
22.900
18
Nusa Tenggara
Barat
Nusa Tenggara
Timur
14.939
15.891
16.724
17.530
19.363
13.963
15.196
16.529
18.272
20.447
No
7
8
9
19
2014
20
21.485
23.344
24.861
27.097
28.549
13.935
15.639
16.953
18.596
21.118
13.702
14.906
15.769
16.782
18.842
27.403
31.895
35.361
37.845
46.083
12.281
19.523
12.598
22.231
14.150
24.727
15.791
27.416
17.798
31.017
39.599
44.974
51.415
57.367
68.437
13.741
14.631
16.306
18.096
20.158
28
Kalimantan
Barat
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Selatan
Kalimantan
Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi
Tengah
Sulawesi
Selatan
Sulawesi
Tenggara
Gorontalo
5.978
6.633
7.403
8.272
9.512
29
30
Sulawesi Barat
Maluku
7.487
4.826
8.637
5.349
9.484
6.132
10.676
6.963
12.309
7.942
31
32
Maluku Utara
Papua Barat
3.937
4.890
4.423
4.733
5.043
5.026
5.520
5.558
6.186
6.286
33
Papua
Jumlah
11.681
956.146
Rata-rata
Nasional
28.974
12.763
1.058.09
0
32.063
14.140
1.154.1
34
34.974
21
22
23
24
25
26
27
15.595
17.385
1.275.69 1.418.15
1
5
38.657
42.974
Organ reproduksi hewan jantan sendiri dibagi menjadi tiga komponen, organ
kelamin primer berupa gonad jantan yang dinamakan testis atau testiculus
(jamak : testes atau testiculae), orchis atau didymos. Organ kelamin sekunder
yang terdiri dari kelenjar kelamin pelengkap seperti kelenjar vesikularis, kelenjar
prostat dan kelenjar Cowper dan juga saluran kelamin untuk perjalanan
spermatozoa yang terdiri dari epididimis dan vas deferens. Komponen ketiga yaitu
alat kelamin luar atau organ kopulatoris yang disebut penis (Prastowo, 2008).
diameter 5-9 cm dan berat kedua testesnya sekitar 500-800 g, rata-rata 600 g.
Perkembangan testes secara pesat terjadi pada umur sembilan bulan dan terdapat
korelasi positif antara berat testes dengan jumlah spermatozoa yang diproduksi
(Toelihere 1981).
Saluran reproduksi setelah testis adalah epididimis, merupakan saluran
kelamin eksternal pertama yang keluar dari testis, dibagi menjadi tiga bagian
caput, corpus dan cauda. Mempunyai peranan sebagai jalan spermatozoa dari
tubuli seminiferi, penyimpanan sementara spermatozoa, tempat pematangan
spermatozoa dan proses pengentalan (konsentrasi) spermatozoa. Kelenjar
aksesorius pada babi yang terdiri dari kelenjar vesikularis, prostat dan Cowper.
Kelenjar vesikularis berfungsi untuk mensekresikan cairan sebagai medium
transport, energi bagi substrat serta sebagai larutan buffer yang terdiri dari fosfat
dan karbonat yang berperan dalam menjaga keseimbangan pH semen. Kelenjar
prostat memproduksi cairan dan ion inorganik bagi transport spermatozoa.
Kelenjar bulbouretralis atau Cowper memproduksi gelatin yang berbentuk seperti
gel (Prastowo, 2008)
Jenis babi
Pemilihan seekor pejantan harus mempertimbangkan galur babi yang mampu
menghasilkan sperma yang berkualitas dan memiliki daya fertilitas yang tinggi,
galur babi yang biasa digunakan untuk menjadi pejantan antara lain babi landrace
dan babi duroc.
Babi landrace, Babi yang berasal dari Eropa ini merupakan salah satu jenis
babi bacon yang berkualitas tinggi sehingga menjadi favorit peternak untuk
dipelihara. Babi Landrace sangat terkenal. Oleh karena itu, babi ini juga
dikembangkan di Amerika, Australia dan Indonesia karena, memiliki kualitas
semen yang bagus dan dapat dijadikan sebagai indukan yang unggul (Sihombing,
2006).
Babi Landrace memiliki karakteristik seperti memiliki ukuran tubuh yang
panjang, lebar, besar, memiliki rambut yang halus dan memiliki kaki yang
panjang. Babi Landrace sering juga disebut busur karena memiliki tubuh yang
panjang. Keunggulan babi Landrace yaitu memiliki jumlah kelahiran tertinggi dan
memiliki jumlah puting susu paling banyak di bandingkan dengan babi unggul
lainnya (Sihombing, 2006). Kekurangan babi Landrace yaitu memiliki warna
daging yang pucat, kaki belakang yang melebar sehingga sulit menopang
tubuhnya sendiri dan mudah terkena stress syndrom babi (Hermesch, 2005).
Umur pertama kali kawin babi Landrace jantan yaitu pada umur 10,001,87
bulan, sedangkan umur pertama kali kawin babi Landrace betina adalah
8,361,36 bulan (Soewandi, 2013). Berat babi Landrace jantan berkisar dari 320
410 kg, sedangkan berat indukan Landrace berkisar antara 250-340 kg
(Sihombing, 2006). Berat badan babi landrace dipengaruhi oleh pertambahan
berat badan harian pada babi landrace yang tinggi sehingga sangat cocok
diternakkan untuk kepentingan penggemukan (Soewandi, 2013).
kolonial Inggris lama, bangsa babi Guinea merah dari Afrika barat dan tipe babi
mediterania. Sekarang babi Duroc telah diubah dengan cara seleksi pemuliaan
dari tipe lard (lemak) menjadi tipe pork (daging) (Reksohadiprodjo,1995).
dilakukan
menggunakan
jangka
sorong,
10
panjang dari testis babi diukur dari titik paling atas sampai paling bawah, untuk
mengukur diameter dari testis yang diukur adalah lebar testis, selanjutnya lebar
testis dikalikan dua (Parasara et al.,2015).
2.4.
Analisis Semen
Analisis semen dilakukan dalam dua cara, yaitu: secara makroskopik dan
mikroskopik.Secara makroskopik dilihat volume, pH, konsistensi, warna dan bau.
Secara mikroskopik yang diukur adalah persentase motilitas spermatozoa,
konsentrasi spermatozoa, persentase viabilitas spermatozoa dan persentase
abnormalitas spermatozoa (Arifiantini, 2012).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam metode penelitian ini yaitu metode
Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dari penelitian ini, yaitu:
a) Variabel Bebas : Kualitas semen (Volume semen, Motilitas, viabilitas
spermatozoa, Konsentrasi, pH, Warna dan Konsistensi) babi Landrace dan
babi Duroc.
b) Variabel Terikat : Ukuran testis babi Landrace dan babi Duroc
3.4.
Populasi dan Sampel
a) Populasi
Populasi yang dipilih 3 ekor babi jantan Landrace dan 3 ekor babi jantan
Duroc di UPT Tarus dengan umur 2-4 tahun.
b) Sampel
100 ml Semen dari 3 ekor babi Landrace dan 3 ekor babi Duroc di UPT
Tarus.
3.5.
pengukuran
testis,
penampungan
semen,
pengamatan
makroskopis
dan
pengamatan mikroskkopis.
3.6.
Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian berupa alat dan bahan yang
digunakan selama penelitian, meliputi:
12
kertas lakmus.
Prosedur Penelitian
Pengukuran testis dan penampungan semen babi. Setelah itu dilakukan
13
e) Bau
Cara memeriksa bau dari semen adalah dengan mendekatkan tabung
penampung yang berisi semen ke dekat hidung, secara normal bau dari semen
babi adalah bau amis dengan campuran bau babi itu sendiri (Arifiantini, 2012).
3.7.2 Pemeriksaan Mikroskopis
a) Gerakan Spermatozoa
Motilitas spermatozoa
Pengamatan ini bertujuan untuk melihat pergeraka dari spermatozoa secara
bersama-sama. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran
100X. Penilaian dilakukan dengan cara melihat tebal tipisnya gelombang massa
dan kecepatan gelombang berpindah tempat (Arifiantini, 2012).
Gerakan Individu
Pemeriksaan secara subyektif dengan melihat pergerakan secara individu
baik yang bergerak aktif ataupun yang melakukan gerakan lainnya (Arifiantini,
2012).
b) Konsentrasi Spermatozoa
Konsentrasi spermatozoa adalah jumlah spermatozoa per ml sperma.
Perhitungan konsentrasi spermatozoa menggunakan hemocytometer yaitu dengan
menggunakan metode kamar hitung Neubauer. Cara yang digunakan adalah
menggunakan pipet hemocytometer untuk mengencerkan spermatozoa segar.
Spermatozoa segar dihisap sampai dengan skala 0,5, kemudian ditambah dengan
larutan hayems dihisap sampai skala 101, larutan berfungsi untuk pengencer dan
juga untuk mematikan spermatozoa. Campuran tersebut kemudian dihomogenkan.
Beberapa tetes dibuang dan satu tetes diletakan di bawah gelas penutup pada
kamar hitung Neubauer. Konsentrasi spermatozoa ada lima bilik dihitung dengan
arah diagonal menggunakan mikroskop dengan pembesaran 40x10. Rumus untuk
menghitung konsentrasi spermatozoa :
14
400
80
200
0,1
= Y 10.000/mm3 = Y 10 juta/ml
(Arifiantini, 2012).
c) Viabilitas Spermatozoa
Untuk menghitung viabilitas spermatozoa menggunakan pewarnaan eosin
negrosin, jika ada spermatozoa yang menyerap warna, ini berarti spermatzoa
tersebut sudah mati, sebaliknya jika tidak menyerap warna berarti spermatozoa
tersebut masih hidup (Arifiantini, 2012).
d) Morfologi Spermatozoa
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui normalitas dan abnormalitas
daari spermatozoa, pemeriksaan ini sangat penting untuk mengetahui tingkat
fertilitas dari semen itu sendiri (Arifiantini, 2012).
3.8.
Analisis Data
Pengukuran testis dilakukan dengan cara mengukur panjang dari titik
tertinggi (Y1) sampai titik terendah (Y2) dan diameter testis diukur dengan
mengukur lebar testis dari kiri(X1) ke kanan (X2) lalu dikalikan dua, sedangkan
semen babi dianalisa secara deskriptif (Parasara et al., 2015).
3.9. Jadwal Penelitian.
No
1
2
3
4
5
6
Jenis Kegiatan
Seminar Proposal
Pengukuran Testis
Penampungan semen
Pengamatan
Analisis Data
Seminar Hasil dan Sidang
Bulan
September
Oktober
15
Penampungan Semen
Pengukuran Testis
Evaluasi Semen
Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan Mikroskopis
Analisis Data
16
DAFTAR PUSTAKA
Arifiantini, R.I. 2012, Teknik Koleksi dan Evaluasi Semen pada Hewan, IPB
Press, Bogor.
Aritonang, S.N. 2011. Pendugaan Berat Karkas, Peresentasi Karkas dan Tebal
Lemak Punggung Babi Duroc Jantan Berdasarkan Umur Ternak,
Universitas Andalas, Padang.
Center for Food Security and Public Health. 2011. Body Condition Score Swine,
Iowa University, Ames, USA.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.
2015. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI, Jakarta.
Hermesch, S. 2005, Breeds of pigsLandrace, Animal Genetics and Breeding
Unit, UNE, Armidale.
Parasara, I.G.N.A.M., Sumardani, N.L.G., And Suranjaya, I.G. 2015, Korelasi
Ukuran Testis Terhadap Produksi dan Kualitas Semen Cair Babi Landrace
Dalam Rangkaian Inseminasi Buatan, Fakultas Peternakan, Universitas
Udayana, Denpasar.
Prastowo, A. 2008. Penentuan Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Babi
Yorkshire Dalam Nilai Ejakulate dengan Pewarna Williams, Institute
Pertanian Bogor, Bogor.
Purwanto, H., Sudewo, A.T.A. dan Utami, S. 2013. Hubungan Antara Bobot
Lahir dan Body Condition Scorre (BCS) Periode Kering dengan
Produksi Susu di BPPTU Sapi Perah Baturadden, Universitas Jendral
Sudirman, Purwokerto.
Reksohadiprodjo, S. 1995, Pengantar Ilmu Peternakan Tropik, BPFE-Yogyakarta
Press, Yogyakarta.
Sihombing, D.T.H. 2006, Ilmu Ternak Babi, Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta.
17
18