Radiodiagnostik Appendisitis
Radiodiagnostik Appendisitis
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendix vermiformis, dan
merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering.1 Apendisitis akut merupakan
salah satu diferensial diagnosis pada pasien yang mengeluh nyeri perut atau pasien
yang menunjukkan gejala iritasi peritoneal. Apendisitis akut juga penyebab tersering
nyeri perut progresif dan persisten pada remaja. Gejalanya sering tidak spesifik
karena akut abdomen sendiri merupakan manifestasi klinis yang memerlukan
diagnostik penunjang dalam penentuan diagnosis akhirnya. 2 Tidak ada cara untuk
mencegah perkembangan dari suatu apendisitis. Satu-satunya cara untuk
menurunkan morbiditas dan mencegah mortalitas adalah apendiktomi sebelum
perforasi ataupun terjadi gangrene.3
2.2.
EPIDEMIOLOGI
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
kemudian menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali
pada umur 20-30 tahun, insiden lelaki lebih tinggi.4
2.3. INSIDENSI
Insidensi apendisitis akut menurun antara tahun 1940 dan 1960,
kemungkinan karena adanya penggunaan antibiotik profilaksis secara luas. Saat ini
apendiktomi merupakan salah satu pilihan pembedahan. Apendisitis jarang terjadi
pada bayi, menjadi semakin sering pada masa anak-anak, dan insidensi tertinggi
terjadi pada umur belasan hingga 20 tahunan. Setelah insidensi apendisitis menurun,
meskipun masih hal-hal yang harus diteliti mengenai apendisitis, tapi kenyataannya
apendisitis jarang dilaporkan dalam berbagai literatur sejak 50 tahun yang lalu. 3
Ketika pertama kali penyakit ini ditemukan pada abad ke-16, apendisitis
disebut sebagai perityphitis karena terjadi proses inflamasi yang menyebabkan
kematian dianggap berasal dari sekum. Sekarang jelas menunjukkan bahwa yang
dimaksud adalah apendisitis perforasi.3,5 Meskipun Melier, pada tahun 1827, telah
menunjukkan bahwa purulen iliac tumor pada inflamasi appendiks, sudah tidak
berlaku sejak tahun 1886 setelah Fitz mengemukakan bahwa apendisitis jelas terjadi
pada awal kasus yang sebelumnya dianggap sebagai perityphitis. Fitz beranggapan
bahwa apendiktomi penting untuk menyembuhkan pasien.3,5
Ahli bedah pertama yang mendiagnosa apendisitis akut yang sebelumnya
telah ruptur dan dilakukan apendiktomi, setelah itu pasiennya sembuh dan peneilitian
ini dilaporkan adalah Senn, pada tahun 1889. Groves, seorang dokter di daerah
peinggiran Kanada telah berhasil melakukan apendiktomi 6 tahun sebelumnya,
sayangnya kasus ini tidak dipublikasikan sampai tahun 1961. Tahun 1889,
McBurney menjelaskan temuan klinis pada apendisitis akut yang sebelumnya telah
ruptur, termasuk gambaran abdominal tenderness yang sekarang diberi nama sesuai
dengan namanya. Irisan lapangan operasi biasanya dikaitkan dengan McBurney
sebenarnya dibuat oleh McArthur. 3
2.4.
ANATOMI
Appendiks merupakan organ berbentuk cacing, panjangnya kira-kira 10 cm
rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, appendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan appendiks bergerak dan geraknya
bergantung pada panjang mesoappendiks penggantungnya.6
Pada kasus selebihnya, appendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
apendisitis ditentukan oleh letak appendiks.7
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti a.
mesenterika superior dan a. appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilicus.
Perdarahan appendiks berasal dari a.appendikularis yang merupakan arteri
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,
appendiks akan mengalami gangrene.6
Appendiks Preileal
Appendiks Postileal
Appendiks Subileal
Appendiks Pelvic
Appendiks Subcecal
Appendiks Paracecal
Appendiks Retrocecal
asing dan 1% kaitannya dengan stiktur atau tumor dinding appendiks ataupun sekum.
Hiperplasi jaringan limfoid penting pada obstruksi dengan frekuensi terbanyak
terjadi pada anak-anak, sedangkan limfoid folikel adalah respon appendiks terhadap
adanya infeksi. Obstruksi karena fecalit lebih sering terjadi pada orang tua. Adanya
fekalit didukung oleh kebiasaan, seperti pada orang barat perkotaan yang cenderung
mengkonsumsi makanan rendah serat, dan tinggi karbohidrat dalam diet mereka.3
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.1
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
pembendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding appendiks memiliki keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat
inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.1
Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
sebagai apendisitis supuratif akut.1
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks
yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.1
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrat appendikularis. Peradangan appendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.1
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang,
dinding appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.1
2.7. GEJALA
a. Gejala klasik yaitu nyeri sebagai gejala utama6
6
Nyeri tekan
Nyeri lepas
Defans muskuler
1. Suhu dan nadi sedikit lebih tinggi pada awal penyakit. Suhu yang lebih tinggi
mengindikasikan adanya komplikasi seperti perforasi maupun abses.2,6
2. Nyeri pada palpasi titik McBurney (dua pertiga jarak dari umbilicus ke spina
iliaca anterior) ditemukan bila lokasi appendiks terletak di anterior. Jika
lokasi appendiks pada pelvis, pemeriksaan fisik abdomen sedikit ditemukan
kelainan, dan hanya pemeriksaan rectal toucher ditemukan gejala
signifikan.2,6
3. Tahanan otot dinding perut dan rebound tenderness mencerminkan tahap
perkembangan penyakit karena berhubungan dengan iritasi peritoneum.2,6
4. Beberapa tanda, jika ada dapat membantu dalam menegakkan diagnosis
a. Rovsing sign
nyeri pada kuadran kanan bawah pada palpasi kuadran kiri bawah.2
b. Psoas sign
nyeri rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang
menempel di m.psoas mayor, tindakan tersebut akan menyebabkan
nyeri.2
c. Obturator sign
nyeri pada gerakan endotorsi dan fleksi sendi panggul kanan, pasien
dalam posisi terlentang.5
appendiks
dengan
menggunakan
ultrasonografi
penuh urin
Tidak ada kontraindikasi
10
Teknik Pemeriksaan14
1. Pasien dipersiapkan berbaring dengan diselimuti hingga sebatas
inguinal
2. Probe atau transduser yang digunakan disesuaikan organ yang akan
dievaluasi, probe linear, transversal dan linier.
3. Gel dioleskan pada probe, kemudian probe diposisikan secara linier
maupun transversal sesuai jenis organ.
4. Organ yang dievaluasi meliputi hepar, vesica felea, pancreas, aorta,
ginjal kanan dan kiri, limpa, vesika urinaria, prostat dan uterus.
Pada kasus apendisitis dilakukan evaluasi secara transversal dan
linear. Secara transversal dievaluasi kompresibilitasnya dan diameter lumen
appendiks sementara secara linier dievaluasi adanya gambaran blind end tube
atau bila ada udara bebas/cairan pada caecum. Untuk appendiks retrosekal
sulit dilakukan evaluasi dengan sonografi. Kriteria ultrasonografi pada kasus
apendisitis akut adalah appendiks tidak dapat dikompresi sehingga diameter
lebih dari 7 mm dengan tebal dinding lebih dari 2 mm, tipe eko pada lumen
adalah hipoekoik. Apabila appendiks terletak di retrocecal maka sangat sulit
untuk mendapatkan gambarannya.12,13
11
12
13
14
Urolitiasis batu ureter atau batu ginjal kanan. Riwayat kolik dari pinggang
ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.
15
16
abdomen, muntah, abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus
menghilang.2-4
3. Massa Periappendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
pendindingan oleh omentum. Umumnya massa appendix terbentuk pada hari
ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata.
Massa appendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan
keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda
peritonitis, leukositosis, dan shift to the left. Massa appendiks dengan proses
meradang yang telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik,
suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas
dengan nyeri tekan ringan, leukosit dan netrofil normal.2-4
2.14. PROGNOSIS
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian
dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada
30% kasus appendiks perforasi atau appendiks gangrenosa.2,3,5
17
BAB III
LAPORAN KASUS
: Tn. AS
Umur
: 44 tahun
: Karangrejo, Semarang
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Karyawan
: C508129
18
7 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah.
Awalnya nyeri dirasakan di sekitar pusar kemudian berpindah ke perut kanan
bawah. Nyeri seperti ditusuk dan terus menerus. Nyeri berkurang apabila pasien
minum obat anti nyeri. Nyeri terasa semakin berat apabila bersin. Demam (+),
mual (+), muntah (+) 2kali, mencret (-), nyeri kepala (-), batuk (-), flatus (+),
BAB dan BAK tidak ada keluhan.
2 hari SMRS nyeri perut dirasakan semakin berat di bagian kanan bawah. Nyeri
seperti ditusuk-tusuk dan dirasakan terus menerus. Demam (+) sepanjang hari,
mual (+), muntah (+) 2x makanan yang dikonsumsi, nafsu makan menurun (+),
nyeri kepala (-), flatus (+), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Kemudian pasien
kemudian langsung dibawa oleh keluarga pasien ke RSUP Dr. Kariadi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat diabetes melitus (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat operasi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
B. Pemeriksaan Fisik
Data pemeriksaan fisik diambil dari catatan medis pasien (24 November 2014) pada
tanggal 22 Januari 2015.
Status Praesens
Keadaan Umum
Tanda Vital
: 84x/menit
: 37.8oC
19
Status Internus
Kesadaran
: compos mentis
Kepala
: mesosefal
Mata
Telinga
Hidung
Tenggorokan
Dada
Jantung
: discharge -/-
Pa
Paru
Pe
Au
Pa
Pe
Au
: SD : vesikuler (+/+)
ST
: (-/-)
Abdomen I
Pa
: datar
: supel, nyeri tekan (+), nyeri tekan lepas (+) di regio iliaca
kanan,hepar dan lien tak teraba
Pe
Au
Genitalia Eksterna : laki-laki, pembesaran nnll inguinal (+) di kanan dan kiri
Ekstremitas
Superior
Inferior
Sianosis
-/-
-/-
Oedema
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
Capillary refill
< 2
< 2
20
Tonus sfingter ani cukup, ampulla recti tidak kolaps, mukosa licin, massa (-),
prostat dbn, nyeri pada jam 9-11 (-). Sarung tangan: lendir (-), darah (-), feses
(+)
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
MCH
MCV
MCHC
Leukosit
Trombosit
Hasil
15,1
44
5,2
29,2
85,1
34,3
13,3
250
Satuan
g/dL
%
106/uL
pg
fl
g/dL
103/uL
103/uL
Nilai Rujukan
12 15
35 47
4,4 5,9
27 32
76 96
29-36
3,6 11
150 400
Ket.
Skor Alvarado
Migrating pain
Anoreksia
Mual/Muntah
Nyeri McBurney
Rovsing sign
Demam >=36,3 C
Leukositosis
Skor total
2. Pemeriksaan Radiologi
USG Abdomen (24 November 2014)
21
Deskripsi:
Hepar : ukuran tak membesar, struktur parenkim normal, ekogenitas baik,
tak tampak nodul, vena porta tak melebar, vena hepatika tak melebar.
Duktus biliaris: intra dan ekstrahepatal tak melebar.
Vesica felea: ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak batu, tak
tampak sludge.
Pankreas: parenkim homogen, tak tampak massa, maupun kalsifikasi.
Ginjal kanan: bentuk dan ukuran normal, batas kortikomedularis jelas, tak
tampak penipisan korteks, tak tampak batu, pyelokaliks tak melebar, tampak
kalsifikasi pada pole bawah.
22
Ginjal kiri: bentuk dan ukuran normal, batas kortikomedularis jelas, tak
massa.
Prostat: ukuran tak membesar (volume + 19.7 ml) tak tampak massa maupun
kalsifikasi.
Tak tampak cairan bebas pada supradiafragma kanan kiri.
Tak tampak cairan bebas intraabdomen.
Pada regio mcburney tampak struktur blind end tube non compressible
23
- Diet biasa
3.5. Edukasi
1. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang dideritanya peradangan pada
bagian usus dan untuk menunjang diagnosis ini akan dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan laboratorium darah dan pemeriksaan USG.
2. Menjelaskan kepada pasien mengenai hasil pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan dan diagnosis penyakit pasien.
3. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa penyakit yang diderita
pasiennya memerlukan tindakan operatif sebagai penatalaksanaannya.
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang laki-laki usia 44 tahun datang dengan nyeri perut kanan bawah,
dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit yang memberat sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya nyeri dirasakan di sekitar pusar kemudian
berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri seperti ditusuk dan terus menerus. Nyeri
berkurang apabila pasien minum obat anti nyeri. Nyeri terasa semakin berat apabila
bersin. Demam (+) sepanjang hari, mual (+), muntah (+) 2x makanan yang
dikonsumsi, nafsu makan menurun (+), nyeri kepala (-), flatus (+), BAB dan BAK
tidak ada keluhan.
Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan (+) di regio iliaca
kanan dan dari pemeriksaan rectal toucher tonus sfingter ani cukup, ampulla recti
tidak kolaps, mukosa licin, massa (-), prostat dbn, nyeri pada jam 9-11.
Berdasarkan perhitungan Alvarado score didapatkan skor >= 7, ini berarti
menurut skor Alvarado adalah cenderung apendisitis akut. Hasil pemeriksaan USG
didapatkan blind end tubular sesuai dengan gambaran apendisitis akut. Pasien
kemudian dilakukan tindakan pembedahan dan diberikan injeksi ceftriaxon. Setelah
itu dilakukan pemeriksaan patologi anatomik didapatkan gambaran apendisitis akut
phlegmanosa.
25
BAB V
KESIMPULAN
Apendisitis dapat terjadi pada semua umur. Insidensi tertinggi pada kelompok
umur 20 - 30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan
umumnya sebanding. Gejala klasik yaitu nyeri sebagai gejala utama. Nyeri dimulai
dari epigastrium, secara bertahap berpindah ke regio umbilikal, dan akhirnya setelah
1-12 jam nyeri terlokalisir di regio kuadran kanan bawah.
Pada laporan kasus dituliskan seorang laki-laki usia 44 tahun datang dengan
nyeri perut kanan bawah, dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit yang
memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya nyeri dirasakan di
sekitar pusar kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri seperti ditusuk dan
terus menerus. Nyeri berkurang apabila pasien minum obat anti nyeri. Nyeri terasa
semakin berat apabila bersin. Demam (+) sepanjang hari, mual (+), muntah (-) 2x
makanan yang dikonsumsi, nafsu makan menurun (+), nyeri kepala (-), flatus (+),
BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan (+) di regio illiaca
kanan dan dari pemeriksaan rectal toucher tonus sfingter ani cukup, ampulla recti
tidak kolaps, mukosa licin, massa (-), prostat dbn, nyeri pada jam 9-11. Pasien juga
telah menjalani USG Abdomen, dan didapatkan gambaran blind end tubular sesuai
dengan gambaran apendisitis akut. Terapi yang dilakukan pada pasien ini adalah
pemberian injeksi ceftriaxon dan tindakan pembedahan (apendiktomi).
26
DAFTAR PUSTAKA
27
13. Patel, Pradip R. 2006. Lecture Notes Radiologi edisi kedua. Jakarta: Erlangga
Medical Series.
14. Hasya MN, Elidar E. Reliabilitas Pemeriksaan Appendicogram dalam
Penegakan Diagnosis Apendisitis di RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode
2008-2011. Karya Tulis Ilmiah. FK USU 2012
15. Pambudy, Indra Maharddika, Vally Wulani. 2014. Radiologi Abdomen.
Dalam: Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius.
16. Rumack, Carol M. 2005. Diagnostic Ultrasound Third Edition. Philadephia :
Elsevier.
17.
Schmidt, Guenter. 2006. Differential Diagnosis in Ultrasound
Imaging : a Teaching Atlas. New York : Thieme
28