Anda di halaman 1dari 7

Contoh Kasus Hernia Diafragmatika Traumatika

Anamnese
kucing mengalami sesak nafas dan kadang-kadang batuk
Signalemen
Nama

: Pluto

Jenis hewan

: kucing

Ras

: lokal

Warna rambut

: hitam dan putih

Jenis kelamin

: jantan

Umur

: <1 tahun

Berat badan

: 2 Kg

Status present
Keadaan umum
Perawatan

: sedang

Habitus

: jinak

Gizi

: sedang

Pertumbuhan

: sedang

Sikap berdiri

: tegak pada keempat kakinya

Suhu tubuh

: 38.9 oC

Pulsus

: 104 x/menit

Frekuensi nafas

: 80 x/menit

CRT

: <3 detik

Mukosa

: pucat

Gejala klinis
Hewan terlihat dispnoe, kifosis, regio abdomen mengempis dan mukosa terlihat pucat.
Diagnosa
Hernia diafragmatika
Diferential diagnosa
Pneumotoraks, pleural effusion, pneumonia.
Pemeriksaan lanjutan : X ray

Right laterolateral

Ventrodorsal
Dari gambar diatas terlihat garis diafragma hilang, bayang-bayang jantung hilang,
displasia paru-paru, terlihat ada gas di ruang thorak dan gagal menemukan lambung atau hati di
ruang abdomen. Gambaran normal terlihat seperti gambar di bawah ini :

Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu
lubang pada diafragma. Diafragma adalah otot inspirasi utama berupa sekat yang membatasi
rongga dada dan rongga perut. Sewaktu diafragma berkontraksi, diafragma akan bergerak ke
kaudal. Dengan menurunnya diafragma, vicera abdomen akan terdorong juga kearah kaudal.

Akibatnya akan terjadi penurunan tekanan intra thoracal, sehingga udara tersedot ke dalam paru.
Volume cavitas abdominalis akan sedikit berkurang dan tekanan intraabdominal akan meningkat.
Diafragma dibentuk dari 3 unsur yaitu membran pleuro peritoneal, septum transversum dan
membran tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada. Hernia difragma dibedakan menjadi 2
bentuk yaitu hernia diafragma traumatika dan hernia diafragma peritoneo-pericardial.
Hernia diafragma traumatika adalah hernia yang terjadi karena kecelakaan dengan
benturan keras pada rongga dada sehingga menyebabkan diafragma robek. Kasus tersebut sering
terjadi pada anjing dan kucing, dengan kronologis tertabrak kendaraan bermotor pemiliknya atau
karena luka tembak thorakoabdominalis. Membran diafragma yang robek dapat mempengaruhi
tekanan negatif rongga dada, akibatnya organ-organ yang seharusnya berada pada bagian
peritoneal masuk ke dalam rongga dada. Kejadian tersebut menyebabkan hewan kesulitan
bernapas karena volume paru-paru berkurang karena terdesak oleh organ lainnya. Organ-organ
peritoneal yang sering masuk mengisi ruang dada saat terjadi hernia diafragma traumatika adalah
hati, omentum, usus, lambung, ginjal, dan limpa. Tekanan pleuroperitoneal berkisar antara 7-20
cm H2O tetapi dapat meningkat hingga 100 cm H 2O pada saat inspirasi maksimal. Saat terjadi
kerusakan pada dinding diafragma maka tekanan intra abdominal akan meningkat. Keadaan
masuknya organ peritoneal ke dalam rogga dada tidak terjadi secara mendadak tetapi secara
perlahan-lahan. Ketika otot perut berkontraksi organ-organ tersebut terdorong kedalam lubang
diafragma karena organ-organ perut umumnya tidak terfiksir sempurna untuk proses fisiologis.
Efusi perikardium akan t`1erjadi sebagai konsekuensi ruang yang berkurang untuk kerja jantung
akibat tekanan dari organ-organ peritoneal tersebut. Hernia thorakal sebelah kiri lebih sering
terjadi daripada bagian kanan pada anjing dan kucing. Hewan yang mengalami kondisi ini akan
menunjukkan gejala kesulitan bernapas dengan posisi adduksio, tidak mau makan karena
obstruksi saluran pencernaan, muntah, hidrotoraks , pneumotoraks, dehidrasi, alkalosis
metabolik, dan penipisan dinding vena cava dengan peningkatan tekanan darah dari 8 ke 12 mm
Hg (vena portal), 3 ke 4 mm Hd (sinusoid intrahepatik), 0.5 ke 1 mm Hg (vena hepatika dan
vena cava caudalis).
Hernia diafragma peritoneoperikardikal kongenital adalah keadaan anomali yang sering
ditemukan pada anjing (ras weismeraner) dan kucing (ras persia). Pembentan septum
transversum saat organogenesis yang memisahkan organ abdominal dengan organ thorakal

menyebabkan kondisi bersatunya jantung dengan hati. Hewan yang lahir dengan kondisi tersebut
biasanya akan langsung mati tetapi jika hewan sesaat setelah dilahirkan dapat bertahan maka
hewan tersebut akan memiliki peluang hidup tinggi walaupun sangat rentan. Penyebab kejadian
ini kemungkinan besar adalah teratogenetik. Akibat kegagalan saat embriogenesis tersebut
hewan akan kesulitan bernapas dengan kerja jantung terganggu (tamponade jantung). Keadaaan
patofisiologis pada hernia diafragma peritoneopericardical kongenital kurang lebih sama dengan
keadaan hernia diafragma taumatika. Keadaan paling fatal yang mungkin terjadi adalah
insufisiensi kerja jantung karena tertekan kemudian kolaps.

Gambar 1. Kasus hernia diafragmatika pada kucing pre operasi. (http://veterinaryclinic.com)

Gambar 2. Kucing ras lokal, berumur 3 tahun, jantan. (http://veterinaryclinic.com)


Kasus hernia diafragmatika memiliki tanda-tanda klinis yang mencolok seperti adanya
sesak napas dengn tipe pernapasan abdominal. Disamping anamnesa dan tanda-tanda klinis,
diagnosa juga ditegakkan dengan pembuatan foto rontgen bagian thoraks dengan posisi lateral.

Kasus hernia diafragmatika ini angka kematiannya cukup tinggi karena adanya perdarahan di
dalam rongga thoraks atau hipoksia.
Adapun management pre operatif yang dapat dilakukan adalah meletakkan hewan pada
posisi yang nyaman sehingga hewan dapat bernapas. Management pre operatif yang dilakukan
tidak banyak membantu karena kondisi dari organ abdominal
yang menekan daerah paru-paru dalam jangka waktu lama akan menyebabkan hewan
hipoksia (kekurangan oksigen) dan dapat berakibat fatal bila tidak segera ditangani. Hidrasi,
kekurangan asam basa dan elektrolit perlu diperiksa sebelum melakukan operasi.
Terapi/ Treatment
Operasi
Operasi reposisi, menutup cincin hernia dan pengembalian tekanan negatif rongga dada
melalui laparotomi medianus anterior. Prinsip penanganan sama dengan kasus trauma lainnya,
yaitu dengan berpedoaman pada airway, breathing dan circulation. Ruptur diafragma biasanya
memerlukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya obstruksi usus, strangulasi dan
gangguan kardiorespiratori. Laparoskopi rutin digunakan pada kasus trauma abdomendan
bermanfaat untuk menghindari tindakan laparotomi yang tidak perlu. Laparoskopi biasanya juga
digunakan untuk memperbaiki ruptur diafragma namun hal ini hanya untuk pasien dengan
hemodinamik yang stabil. Thorakoskopi digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma thorak
dan untuk mendiagnosa adanya hernia diafragmatika, jahitan pada diafragma dapat dikerjakan
bila defek pada diafragma ukurannya kecil dan herniasi ke rongga thorak minimal.
Tindakan laparotomi dapat dikerjakan apabila didapatkan trauma lain didaerah abdomen,
sedangkan thorakotomi dikerjakan apabila ada trauma di daerah thorak, robekan besar serta
terjadi herniasi yang besar dan munculnya empiema. Adanya adhesi yang kuat akibat proses
herniasi yang lama dapat dengan mudah diatasi dengan thorakotomi. Defek pada diafragma
tersebut di perbaiki dengan melakukan jahitan dengan benang silk interupted dan bila
memungkinkan dilakukan.

Penutupan spontan dari robekan diafragma biasanya tidak akan terjadi, oleh karena
adanya perbedaan tekanan antara kavum abdomen dengan kavum thorak yang akan
menyebabkan bertambah besarnya ukuran defek, ruptur diafragma yang akut dapat dilakukan
pendekatan operasi melalui abdomen dengan insisi laparotomi mid line, sekaligus untuk
mengevaluasi adanya trauma pada organ-organ intra abdomen lainnya. Laparoskopi eksplorasi
juga bisa menjadi pertimbangan untuk diagnosis dan sekaligus terapi yang bersifat minimal
invasive. Laparoskopi juga dapat menjadi pilihan terapi pada keadaan ruptur diafragma akibat
trauma tusuk atau trauma tembak.
Pengembalian tekanan negative thoraks
Menurut Harari (2004), tekanan negatif toraks dapat dikembalikan dengan menempatkan
tube torachostomy atau melalui torakosentesis perkutan atau transdiafragmatika. Torakosentesi
transdiafragmatika adalah pilihan yang ideal karena membolehkan operator melihat restorasi
tekanan negatif toraks apabila diafragma kembali ke bentuk cekung normalnya.Kegagalan untuk
mengembalikan atau memelihara tekanan diferensiasi transdiafragma (mengembalikan bentuk
normalnya) akan menyiagakan operator tentang keberadaan kebocoran tertentu dan membantu
identifikasi luka lain pada diafragma.
Menurut Yool (2012), setelah luka di diafragmatika ditutup, torakosentesis jarum dapat dilakukan
melalui diafragma untuk mengeluarkan kebanyakan udara dari rongga toraks. Sebaiknya tidak
dilakukan pengembangan paru-paru secara dipaksa untuk mengeluarkan udara apabila ikatan
terakhir pada diagfragma dibuat karena sangat berbahaya; dapat meyebabkan trauma pada
alveoli karena over inflation dan mengakibatkan inflamasi alveolar dan flooding. Menurut Yool
(2012) juga, ini mugkin hal yang menyebabkan tingginya mortalitas perioperatif pada kasus
operasi ruptur diafragma sebelum tindakan operasi itu dihentikan. Perawatan Post Operasi
Perawatan post operasi meliputi perawatan jangka pendek (setelah pembedahan) dan
perawatan jangka panjang. Perawatan jangka pendek adalah perawatan yang meliputi deteksi dan
tata laksana perawatan komplikasi yang mungkin timbul post operasi seperti kerusakan jahitan,
perdarahan, distress pernapasan, hypothermia, produksi urin yang menurun, infeksi dan obstruksi
usus. Pengawasan yang dilakukan saat pasien masih dirawat adalah monitoring pernapasan,
evaluasi neurologis, dan masalah pemberian makanan. Pernapasan pasien awal post operasi
dibantu dengan memakai ventilator untuk mengontrol pernafasan hingga pernafasan benar-benar
adekuat yang umumnya dirawat selama 7 hari. Penanganan pasien yang sering bergerak adalah

dengan pemakaian oxygen chamber yaitu sebuah ruangan khusus yang dialirkan oksigen ke
dalamnya. Penggunaan oxygen chamber memudahkan pasien untuk tetap terkontrol
pernapasannya tanpa terganggu aktivitasnya. Perawatan post operasi jangka panjang adalah
pemantauan pasien untuk menilai terjadinya tanda-tanda kesulitan bernafas, gangguan
neurologis, infeksi pernafasan, dan kembali terjadinya hernia.

Gambar Pasien kucing di dalam oxygen chamber

Anda mungkin juga menyukai