Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TERBAIK

PRAKTIKUM KIMIA FISIK

PERCOBAAN III
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR

Disusun oleh :
1. Eko Agung W

( J2C005111 )

2. Harya Fikri

( J2C005117 )

3. Khoerul Bariyah

( J2C005123 )

4. Laila Ika

( J2C005124 )

5. Linda Selviningrum

( J2C005125 )

6. Maranti Sianita

( J2C005126 )

7. Maulida

( J2C005127 )

8. Maya Damayanti

( J2C005128 )

Asisten: Lia Dwi Ningsih

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS DIPONEGORO
2007

PERCOBAAN III
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR
I.

TUJUAN
Mampu menentukan pengaruh temperatur terhadap kelarutan zat dan
menghitung panas kelarutannya

II.

DASAR TEORI
II.1 Larutan
Larutan adalah campuran homogen dari molekul atom ataupun
ion dari dua zat atau lebih. Suatu larutan disebut suatu campuran
karena susunannya dapat berubah-ubah dan disebut homogen karena
susunannya seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagianbagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop sekalipun.
Larutan jenuh didefinisikan sebagai larutan yang mengandung
zat

terlarut

dalam

jumlah

yang

diperlukan

untuk

adanya

kesetimbangan antara zat yang larut dan yang tidak larut.


(Keenan, 1992)
II.2 Kelarutan
Kelarutan adalah suatu besaran untuk menyatakan jumlah zat
terlarut yang terdapat dalam pelarut pada sistem larutan jenuh. Unsur
terpenting yang menentukan keadaan bahan dalam larutan adalah
pelarut. Komponen yang jumlahnya lebih sedikit disebut zat terlarut.
Kemampuan untuk membentuk larutan padat sering terdapat
dalam logam dan larutan ini disebut alloy. Jika sejumlah zat dan
larutan dibiarkan berhubungan dengan sejumlah terbatas pelarut,
maka pelarutan terjadi secara terus menerus. Hal ini berlaku karena
adanya proses pengendapan, yaitu kembalinya spesies ke keadaan tak
larut. Pada waktu pelarutan dan pengendapan terjadi laju yang sama.
Kuantitas terlarut yang larut dalam sejumlah pelarut kerap sama pada

tiap waktu. Proses ini adalah salah satu kesetibangan dinamis dan
larutannya disebut larutan jenuh. Konsentrasi larutan jenuh dikenal
sebagai kelarutan zat terlarut dalam pelarut pertama.
(Petrucci, 1992)
Kelarutan adalah sejumlah zat terlarut yang larut dalam sejumlah
pelarut untuk membentuk larutan jenuh. Kelarutan dinyatakan dalam
kilogram per meter kubik, mol perkilogram, pelarut dan lain-lain.
Kelarutan zat dalam pelarut tergantung pada suhu. Biasanya untuk
padatan dalam cairan, kelarutan meningkat dengan meningkatnya
suhu, untuk gas kelarutannya menurun.
(Daintith, 1994)
II.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelarutan
a. Temperatur
Kebanyakan garam anorganik meningkat kelarutannya sejalan
dengan peningkatan suhu. Biasanya merupakan suatu keuntungan
untuk

melanjutkan

proses

pengendapan,

penyaringan

dan

pencucian dengan larutan panas.


b. Sifat Pelarut
Garam-garam anorganik lebih larut dalam air, berurangnya
kelarutan dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar
pemisahan dua zat.
c. Efek ion sejenis
Kelarutan

endapan

berkurang

jika

larutan

tersebut

mengandung salah satu ion-ion penyusun endapan. Pembatasan


Ksp baik kation dan anion yang ditambahkan mengurangi
konsentrasi ion penyusun endapan sehingga endapan garam
bertambah.
d. Pengaruh pH
Kelarutan garam dari asam lemah bergantung pada pHnya.

e. Pengaruh Hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air akan
menghasilkan [H+] kation dari spesies garam mengalami hodrolisis
sehingga menambah kelarutannya.
f. Pengaruh Kompleks
Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi
konsentrasi zat lain yang membentuk kompleks dengan kation
garam tersebut.
g. Efek Aktivitas
Banyak endapan menunjukan peningkatan pelarutan yang
mengandung ion-ion yang tidak bereaksi secara kimiawi dengan
ion-ion dari endapan disebut efek aktivitas atau efek garam netral.
Efek aktivitas tidak menimbulkan permasalahan yang serius untuk
analisis mengingat kondisinya dipilih normal agar kehilangan dari
larutan sangat kecil.
h. Tekanan
Kelarutan semua gas akan naik bila tekanan parsial gas diatas
larutan naik seperti dinyatakan dalam Hukum Henry berikut
P=K.x
dimana
P = tekanan parsial solute dalam fase gas
K = konstanta Henry
X = fraksi mol gas dalam larutan
(Underwood, 2001)
II.4 Panas Pelarutan
Panas pelarutan adalah panas yang dilepaskan atau diperlukan
bila 1 mol solute dilarutkan sehingga terbentuk larutan dengan
konsentrasi tertentu. Ada 2 macam panas pelarutan, yaitu panas
pelarutan integral dan panas pelarutan diferensial. Panas pelarutan
integral didefinisikan sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat

dilarutkan dalam n mol pelarut. Panas pelarutan diferensial


didefinisikan sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat terlarut
dilarutkan dalam jumlah larutan yang tak terhingga, sehingga
konsentrasinya tidak berubah dengan penambahan 1 mol zat terlarut.
Secara matematis panas pelarutan diferensial didefinisikan
sebagai :
d ( ln H )
dm
yaitu perubahan panas diplot sebagai jumlah mol terlarut, dan panas
pelarutan

diferensial

dapat

diperoleh

dengan

mendaftarkan

kemiringan kurva pada setiap konsentrasi, jadi panas pelarutan


diferensial tergantung pada konsentrasi larutan.
(Dogra, 1990)
II.5 Pengaruh Temperatur pada kelarutan
Perubahan kelarutan terhadap pengaruh temperatur berhubungan
erat dengan panas pelarutan. Zat dengan panas pelarutan (H) positif
akan menunjukkan kenaikan suhu pada waktu zat tersebut dilarutkan.
Proses ini dikenal dengan proses endotermis. Sebaliknya zat dengan
panas pelarutan (H) negatif akan menunjukan penurunan suhu yang
dikenal dengan proses eksotermis. Jadi proses endotermis akan terjadi
bila suhu lebih kecil daripada suhu pelarut, begitu pula sebalinya.
Prinsip

Le

Chatelier

menyatakan

bahwa

untuk

proses

eksotermis, kondisi suhu menyebabkan penurunan kelarutan,


sedangkan pada proses endotermis kenaikan suhu menyebabkan
kenaikan kelarutan. Pada umumnya reaksi memiliki panas pelarutan
positif sehingga kenaikan temperatur akan menaikkan kelarutan.
Vant Hoff menuliskan hubungan antara kelarutan dengan
temperatur sebagai berikut :

diintegrasikan dari T1 dan T2 maka menghasilkan

dimana ;
S1

= kelarutan pada T1

S2

= kelarutan pada T2

H = panas pelarutan
R

= konstanta gas umum

Pada T1 > T2 jika H positif maka reaksinya endotermis,


sedangkan bila H negatif maka reaksinya eksotermis. Panas
pelarutan dapat didefinisikan dari persamaan Vant Hoff :

Dengan membuat grafik antara ln S dengan 1/T maka diperoleh


slope sehingga harga H dapat ditentukan.
(Dogra, 1990)
II.6 Potensial Kimia
Potensial kimia dari setiap komponen ditetapkan sebagai
perubahan dalam energi bebas sistem jika 1 mol komponen
ditambahkan pada sistem dengan jumlah tak terhingga, sehingga
tidak ada perubahan dalam komposisi yang terjadi dalam sistem
potensial kimia dari gas ideal murni adalah :

(T) + RT ln p

dimana adalah potensial kimia standar. Sedangkan potensial


kima gas dalam campuran yaitu :

i (murni) + RT ln X1

Potensial kimia dari gas dalam campuran lebih kecil dari pada
gas murni pada temperatur dan tekanan yang sama, karena X 1 lebih
kecil dari pada gas murni pada temperatur dan tekanan yang sama.
(Atkins, 1990)
II.7 Energi Bebas dari Campuran Ideal
Energi bebas dari campuran gas dapat diturunkan (Gm)
sebagai:
Gcamp

nRT X1. ln .X1

dimana :
n

= jumlah total mol dari suatu sistem

X1

= fraksimol dari komponen ke 1

Panas pencampuran dari gas ideal adalah spontan


G = H . T . S
(Atkins, 1990)
II.8 Titrasi
Titrasi adalah suatu cara cepat, akurat dan luas dalam mengukur
jumlah suatu zat dalam larutan. Titrasi merupakan cara kerja dengan
menambahkan volume larutan standar tepat yang diperlukan untuk
bereaksi dengan zat lain yang normalitasnya tidak diketahui. Larutan
standar disebut sebagai titran. Untuk titrasi, volume titran yang
dibutuhkan harus diukur secara hati-hati menggunakan buret. Jika
volume dan konsentrasi dari larutan standar diketahu8i, maka
banyaknya normalitas zat yang dititrasi dapat diketahui.
Suatu titrasi adalah dasar dalam suatu reaksi kimia yang dapat
dinyatakan sebagai berikut :

aA + bB hasil
dimana A adalah zat penitrasi, B adalah zat yang dititrasi, a dan b
adalah koefisiennya.
(Khopkar, 1990)
Suatu reaksi harus memenuhi syarat sebelum digunakan sbagai
dasar titrasi, syarat-syaratnya antara lain :
1.

Reaksi harus berlangsung sesuai persamaan reaksi kimia


tertentu, tidak ada reaksi samping.

2.

Reaksi harus berlangsung sampai pada titik ekuivalen atau


tetapan kesetimbangan reaksi harus sangat besar.

3.

Suatu indikator harus ada untuk menentukan titik ekuivalen yang


dicapai

4.

Diharapkan bahwa reaksi berlangsung cepat, sebab bila


reaksinya lambat titik ekuivalen sulit diamati.
(Underwood, 1994)

2.9 Analisa Bahan


2.9.1 Asam Oksalat
- Asam keras, lebih keras daripada asam melanoat
- Segera terurai bila dipanaskan dengan H2SO4 pekat
- H2C2O4 mudah teroksidasi oleh larutan KMnO4 dalam suasana
asam
- Diperoleh lewat sulingan kering kalium format atau Na
format atau dengan mengalirkan CO2 kering melalui K atau
Na pada suhu 1360oC
(Pudjaatmaka, 1993)
2.9.2 NaOH
- Higroskopis, padat
- Putih, mudah larut dalam air dengan kelarutan 2 g/100
pada 0oC
- Licin seperti sabun, pahit, amat korosif terhadap kulit

ml air

- Padatan meleleh pada 318,4oC


- Mendidih tanpa terurai pada 1390oC
- Elektrolit, basa kuat
(Basri, 1996)
2.9.3 NaCl
- Zat padat warna putih
- Didapat dari menguapkan dan memurnikan air laut
- Dapat dibuat dari reaksi netralisasi
- Tidak larut dalam alkohol
- BM = 58,45 g/mol
(Basri, 1996)
2.9.4 Indikator PP
- Berwarna putih
- Hampir tidak larut dalam air
- Sangat larut dalam 12 ml alkohol dan 100 ml eter
- Indikator titrasi mineral dan asam organik
- Tidak berwarna pada pH 8,5
- Berwarna merah muda sampai merah pada pH = 9
(Daintith, 1994)
2.9.5 Aquades
- Bening, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau
- Pelarut Universal
- BM = 18 g/mol
- Densitas = 1 g/ml
- pH = 7 ( netral )
- Bersifat polar
(Budaveri, 1990)

III.

METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
1. termostat 0-50 C
2. termometer
3. buret 50 ml
4. erlenmeyer 250 ml
5. gelas beker 250 ml
6. pipet volume 10 ml
7. pengaduk gelas
8. tabung reaksi 250 ml
III.2 Bahan
1. asam oksalat
2. larutan NaOH
3. indikator PP
4. es batu
5. garam dapur
III.3 Skema Kerja
Kristal as.oksalat
Gelas beker
- pelarutan dalam 100 ml akuadest pada T 250C
Larutan as. Oksalat
Tabung reaksi dg termometer
- pemasukan dalam termostat
- pengadukan agar temperatur homogen
10 ml lart as. oksalat
erlenmeyer

- penitrasian NaOH 0.5 N


- pengamatan

hasil
Pengulangan perlakuan yang sama pada suhu 20, 15, 10, 5, 0C
IV.

HIPOTESA
Percobaan kelarutan sebagai fungsi temperatur bertujuan untuk
menentukan pengaruh temperatur terhadap kelarutan zat dan menghitung
panas pelarutannya. Suhu yang digunakan dalam percobaan ini berbedaberbeda sehingga kelarutannya akan berbeda pula. Bila suhu dinaikkan
maka kelarutan membesar dan sebaliknya, jika suhu diturunkan maka
kelarutannya semakin menurun. Asam oksalat memiliki H positif.

V.

DATA PENGAMATAN
No. T (C)
1.
0
2.
5
3.
10
4.
15
5.
20

BJ (g/mL)
0,999841
0,999965
0,99700
0,999099
0,998203

PERHITUNGAN
Berat larutan = 10 x BJ air

H2C2O4 (mL)
10
10
10
10
10

NaOH 0,5N (mL)


20
24,77
28,92
32,77
34,61

a
0,5 mol
1000

NaOH 0,5 N yang diperlukan a ml =

Untuk 1000 gram larutan diperlukan =


Konsentrasi asam oksalat : S =
Rumus = log

1000
a 0,5

mol
10 BJ
1000

a 0,5
mol/1000g
10 BJ

S2
H T2 T1

S1 2,303 T2 T 1

Mencari Konsentrasi Asam Oksalat


a.

Pada 0oC / 273 K


a

b.

= 20 ml

BJ = 0,999841 g/ml
S=

Pada 5oC / 278 K


= 24,77 ml

BJ = 0,999965 g/ml

a 0,5
mol/1000g
10 BJ

S =

20 0,5

a 0,5
mol/1000g
10 BJ
24,77 0,5

S = 10 0,999841 mol/1000g

S = 10 0,999965

mol/1000g
10

12,385

S = 9,99841 mol/1000g
S = 1,0002 mol/1000g

S = 9,99965 mol/1000g
S = 1,2385mol/1000g

S = 1,00 mol/1000g
c.

Pada 10oC / 283 K


a

d..

Pada 15oC / 288 K

= 28,92 ml

BJ = 0,99700 g/ml
S

S = 1,24mol/1000g

a 0,5
mol/1000g
10 BJ
28,92 0,5

S = 10 0,99700 mol/1000g

= 32,77 ml

BJ = 0,999099 g/ml
S

a 0,5
mol/1000g
10 BJ
32,77 0,5

S = 10 0,999099

mol/1000g
14,46

S = 9,9700 mol/1000g

16,385

S = 9,99099 mol/1000g

e.

S = 1,4504 mol/1000g

S = 1,640mol/1000g

S = 1,45 mol/1000g

S = 1,64 mol/1000g

Pada 20oC / 293 K


a

= 34,61 ml

BJ = 0,998203 g/ml
S =

a 0,5
mol/1000g
10 BJ
34,61 0,5

S = 10 0,998203 mol/1000g
17,305

S = 9,98203 mol/1000g
S = 1,7336 mol/1000g
S = 1,73 mol/1000g
Mencari H

H antara 0-5oC

a.

H antara 0-10oC

b.

S1 = 1,00 mol/1000g

S1 = 1,00 mol/1000g

T1 = 273 K

T1 = 273 K

S2 = 1,24mol/1000g

S2 = 1,45mol/1000g

T2 = 278 K

T2 = 283 K

log

S2
H T2 T1

S1
2,303 T2 T 1

log

log

1,24
H 278 273

1,00 2,303 278. 273

log

log 1,24 =
0,09

H
5

2,303 75894

= H ( 2,86

10-5 )
H

S1 = 1,00 mol/1000g

1,45
H 283 273

1,00 2,303 283. 273

l og 1,45 =

10-5 )

0,16

= 3146,85 J/mol

c. H antara 0-15oC

S2
H T2 T1

S1
2,303 T2 T 1

d.

H 10

l
2,303 77259

= H ( 5,62

= 2846,98 J/mol

H antara 0-20oC
S1 = 1,00 mol/1000g

T1 = 273 K

T1 = 273 K

S2 = 1,64mol/1000g

S2 = 1,73mol/1000g

T2 = 288 K

T2 = 293 K

log

S2
H T2 T1

S1
2,303 T2 T 1

log

log

1,64
H 288 273

1,00 2,303 288. 273

log

S2
H T2 T1

S1
2,303 T2 T 1

1,73
H 293 273

1,00 2,303 293. 273

log 1,64 =

H 15

2,303 78624

l og 1,73 =

10-5 )

0,22

= H ( 8,28

= 2657,01 J/mol

0,24

H 20

l
2,303 79989

= H ( 1,08

10-

No.

= 2222,22 J/mol

Interval Suhu

S1

S2

(oC)

(mol/1000g )

(mol/1000g)

H (J/mol
)

1.
2.
3.
4.

0-5
0-10
0-15
0-20

1,00
1,00
1,00
1,00

1,24
1,45
1,64
1,73
H

No.

= 2718,27 J/mol

= 2,718 KJ/mol

T (K)

1/T

log S

3146,85
2846,98
2657,01
2222,22
2718,27

273

278

283

288

293

0.00366
0.00359
0.00353
0.00347
0.00341

1.24

0.09

1.45

0.16

1.64

0.22

1.73

0.24

Grafik Hubungan log S dengan 1/T


0.3
0.25
log S

0.2
0.15
0.1
0.05
0
0.0033

0.0034

0.0035
1/T

log
H

0.0036

0.0037

y = -988.05x + 3.6318
R2 = 0.9662

S2
H T2 T1

S1
2,303 T2 T 1
1

log S 2,303R T + konstanta

R = 8,314 J/mol.K

y = -988,05 x + 33,6318 y = mx + c
H

m = 2,303R
H

-988,05 = 2,303 8,314

H = 18918,33 J/mol H = 18,918


KJ/mol
VI.

PEMBAHASAN

Percobaan Kelarutan sebagai Fungsi Temperatur bertujuan untuk


menentukan pengaruh temperatur terhadap kelarutan zat dan menghitung
panas pelarutannya. Kelarutan adalah banyaknya zat terlarut yang larut
dalam pelarut yang banyaknya tak tentu untuk menghasilkan suatu larutan
jenuh. Pada percobaan ini solut yang digunakan ialah asam oksalat,
sedangkan akuades berfungsi sebagai solvent.
Air merupakan molekul yang memiliki struktur taklinier dengan
sudut H-O-H adalah 104,5C dan merupakan molekul polar karena terjadi
polarisasi antara muatan positif dan negatif yang disebut dipol dwi kutub
(Taslimah, 2002).

Ketika asam oksalat dimasukkan dalam air karena

interaksi ion dipol, molekul air mengarahkan antar molekulnya sendiri


pada permukaaan padatan dengan jalan ujung negatifnya ke arah kation
dan ujung positifnya mengarah ke anion. Pada permukaan padatan, daya
tarik antar ion lemah karena adanya daya tarik solut-solven. Daya tarik
antar ion ini disebut energi kisi dan daya tarik antara solut-solven disebut
energi solvasi. Suatu solut dapat larut dalam pelarut bila energi solvasi
lebih besar dari energi kisi.
Asam oksalat larut dalam air berarti energi solvasinya lebih besar
dari energi kisinya. Lama kelamaan setelah asam oksalat ditambahkan
terus menerus, larutan menjadi jenuh. Larutan jenuh ditandai dengan
terbentuknya endapan yang tidak dapat larut kembali. Saat larutan jenuh
tercapai, terjadi kesetimbangan antara zat dalam larutan dan zat yang tidak
terlarut. Dengan kesetimbangan ini kecepatan melarut akan sama dengan
kecepatan mengendap. Dalam keadaan jenuh, konsentrasi zat dalam
larutan akan selalu tetap walaupun ditambahkan zat terlarut yang lebih
banyak. Namun, konsentrasi larutan tersebut akan terganggu oleh
perubahan temperatur. Dengan adanya perubahan temperatur maka akan
terjadi perubahan derajat keteraturan molekuler (disebut juga perubahan
entropi). Oleh karena itu, perubahan temperatur sangat mempengaruhi.
Semakin tinggi temperatur maka kelarutan suatu zat dalam
pelarutnya akan cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh naiknya

energi kinetik molekul-molekul zat sehingga tumbukan lebih banyak


terjadi yang menyebabkan reaksi lebih cepat. Begitu pula sebaliknya jika
temperatur semakin turun, kelarutan semakin berkurang.
Pada percobaan ini, larutan jenuh asam oksalat adalah 200C dan
dilakukan variasi temperatur menjadi 15C, 10C, 5C dan 0C. Dengan
variasi tersebut, larutan asam oksalat pada temperatur yang berbeda-beda
dapat diketahui.

Dari hasil percobaan dengan penurunan suhu

menyebabkan semakin bertambahnya endapan (kelarutan asam oksalat


dalam air berkurang). Penurunan temperatur pada larutan asam oksalat
menyebabkan semakin bertambahnya jumlah kristal. Hal ini terjadi karena
jarak antar molekul dalam larutan yang semula renggang menjadi semakin
rapat, sehingga dengan semakin rapat jarak antar molekul, partikel dalam
molekul akan semakin sulit tersolvasi dengan air, maka kemampuan
membentuk kristalpun semakin besar.
Selain itu penurunan kelarutan terjadi karena penyerapan kalor dari
lingkungan oleh sistem (larutan asam oksalat), maka kesetimbangan akan
begeser ke arah reaksi endotermis. Reaksi endotermis ditandai dengtan
larutan yang terasa dingin. Berdasarkan prinsip Le Chatelier, Jika
temperatur dinaikkan, kesetimbangan akan begeser ke arah endoterm dan
entalphi suatu zat akan bertambah. (Atkins, 1994).
Untuk mengetahui kelarutan asam oksalat (konsentrasi asam
oksalat) pada berbagai variasi temperatur, dilakukan titrasi dengan NaOH
0,5 N yang ditambahkan indikator pp (phenolftalein). Titik ekivalen titrasi
ditandai dengan perubahan warna dari jernih menjadi merah muda. Reaksi
pada saat titrasi dengan NaOH tersebut adalah reaksi netralisasi.
Reaksinya:
H2C2O4 + 2NaOH Na2C2O4 + 2H2O
Asam oksalat
Titrasi merupakan salah satu metode atau cara untuk dapat
mengetahui konsentrasi dari larutan asam oksalat pada berbagai variasi
suhu yang dikondisikan tersebut, maka harga panas pelarutan dapat

dihitung. Semakin rendahnya suhu maka semakin banyak asam oksalat


yang mengendap kembali (kelarutannya berkurang) sehingga konsentrasi
dalam larutann tersebut akan berkurang. Hal tersebut menyebabkan pada
proses titrasi, volume NaOH yang dibutuhkan akan lebih sedikit dari pada
volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi pada pencarian konsentrasi
pada suhu tinggi.
Kelarutan asam oksalat dalam air juga bergantung pada berat jenis
air. Berat jenis air mulai 0C hingga 20C cenderung berkurang namun
terdapat anomali. Pada suhu 5C berat jenis air lebih besar dari pada berat
jenis air pada suhu 0C. Pada suhu sekitar 4C, volume air sebagai fase
cair lebih sedikit dibanding volume air pada fase padat. Hal ini berbeda
pada umumnya, volume pada fase cair biasanya lebih banyak
dibandingkan volume pada fase padatnya. Keadaan ini mengakibatkan
kelarutan asam oksalat pada suhu 5C menjadi lebih kecil dari pada saat
0C, maka dibuhkan volume NaOH yang lebih banyak dibandingkan
volume NaOH untuk menetralkan asam oksalat pada C. Perbedaan berat
jenisnya tidak terlalu besar sehingga kelarutannya hanya sedikit berbeda.
Sedangkan untuk hubungan temperatur dengan panas pelarutan
adalah sebanding. Semakin tinggi temperatur semakin tinggi pula panas
pelarutan begitu pula sebaliknya. Hal ini terjadi karena pada saat larutan
jenuh terjadi kesetimbangan, sehingga energi Gibbs(G) sama dengan nol.
G

= 0

H T . S = 0
H

= T . S

Untuk menentukan panas kelarutan, digunakan dua metode yaitu


menerapkan rumus Vant Hoff dan menggunakan grafik log S terhadap
1/T.

Hasil yang diperoleh seteleh menerapkan rumus Vant Hoff H

sebesar H = 2,718 KJ/mol dan dengan menggunakan grafik H sebesar

H = 18,918 KJ/mol

VII.

KESIMPULAN
7.1 Semakin rendah temperatur suatu larutan, kelarutannya akan semakin
kecil, terbukti semakin banyak endapan yang terjadi.
7.2 Dari hasil perhitungan panas pelarutan yang didapat sebesar H =
2,718 KJ/mol dan dengan menggunakan grafik H sebesar H =
18,918 KJ/mol

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Atkins, P. W., 1994, Kimia Fisika Jilid I. Erlangga: Jakarta
Basri, Sarjoni, 1996, Kamus Kimia. Rineka Cipta: Jakarta
Budavari, Susan, 1976, The Merck Index, The Merck, Co: Newyork.
Daintith, John, 1994, Kamus Lengakp Kimia, Erlangga: Jakarta.
Dogra, S. K., 1990, Kimia Fisik dan Soal-Soal, UI Press: Jakarta..
Keenan, Charles, 1992. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Erlangga: Jakarta
Khopkar, S. M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta: UI Press
Petruci, Ralph, 1992, Kimia Dasar, Jakarta: Erlangga
Pudjaatmaka, H., 2002, Kamus Kimia Organik, Depdikbud.: Jakarta
Underwood, 2001, Analisa kimia Kuantitatif, Erlangga: Jakarta.

LAMPIRAN
1. Apakah yang disebut kelarutan suatu senyawa?

Kelarutan suatu senyawa adalah besaran yang menyatakan jumlah suatu zat
terlarut yang terdapat dalam sebuah sistem larutan jenuh
2. Apa hubungan antara kelarutan dengan temperatur?
Hubungan antara kelarutan dan temperatur adalah semakin tinggi temperatur,
kelarutan suatu senyawa semakin besar. Hal ini disebabkan semakin tinggi
temperatur, semakin besar energi kinetik yang terjadi pada partikel-pertikel
dalam larutan, menyebabkan frekuensi tumbukan antar partikel-pertikel
tersebut semakin besar, sehingga akan semakin mudah pelarut untuk
mensolvasi zat terlarut.
3. Apa hubungan kelarutan dengan konsentrasi suatu senyawa dalam larutan?
Hubungan antara kelarutan dengan konsentrasi adalah, semakin besar
kelarutan suatu zat terlarut pada suatu larutan, maka semakin besar konsentrasi
zat terlarut tersebut dalam larutan itu. Sedangkan jika kelarutannya kecil,
maka sebagian dari konsentrasi zat terlarut akan mengendap, sehingga
konsentrasi zat ter;arut dalam larutan berkurang.
4. Bagaimana definisi panas pelarutan suatu zat pada larutan?
Panas pelarutan adalah kalor yang diserap atau dilepaskan oleh suatu zat
terlarut untuk melarut membentuk suatu larutan.

Anda mungkin juga menyukai