PENDAHULUAN
I.1. Ruang Lingkup Analisis Senyawa Kimia
Analisis senyawa kimia adalah kegiatan
yang merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari dasar-dasar analisa kimia. Dalam
analisa kimia tercakup usaha-usaha yang dilakukan oleh manusia untuk mengetahui
komposisi materi-materi yang ada di alam. Ilmu ini telah dikenal oleh manusia sejak
berabad-abad yang lalu seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan alam. Untuk
mengetahui komposisi bahan kimia baik meliputi jenis dan jumlahnya merupakan kerja
sehari-hari dari para ilmuan kimia khususnya yang bergerak dalam kimia analitik.
Secara garis besar ruang lingkup kimia analitik dapat digolongkan menjadi dua kategori
besar yakni: analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Tujuan dari analisis kualitatif
adalah untuk mengetahui jenis unsur yang terkandung dalam bahan kimia yang
dianalisis, sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah unsur atau
komponen yang ada dalam bahan kimia tersebut. Bahan kimia yang dianalisis biasa
disebut sebagai analit. Komposisi analit yang dipelajari dalam analisis kimia meliputi
spesies yang dapat berupa: unsur, ion, molekul, radikal maupun isotop.
Analisis kualitatif menghasilkan data kualitatif , misal terbentuknya:
endapan, warna, gas, dan data-data non numerik lainya. Analisis kualitatif biasa
digunakan sebagai langkah awal untuk analisis kuantitatif.
Tujuan utama analisis kuantitatif adalah untuk mengetahui kuantitas komponenkomponen penyusun analit yang dianalisis. Analisis ini akan menghasilkan data numerik
yang memiliki satuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam satuan-satuan: volume,
berat, maupun satuan konsentrasi. Metode analisis kuantitatif umumnya melibatkan
proses-proses kimia dan fisika. Analisis kuantitaif yang melibatkan proses kimia
misalnya analisis gravimetri dan volumetri, sedangkan yang melibatkan proses fisika
umumnya menggunakan prinsip interaksi materi dengan energi dalam pengukurannya.
1.2. Pelarutan
Analisis kimia dapat dilakukan dengan cara kering atau cara basah. Cara kering
merupakan suatu jenis analisis pendahuluan dan bersifat orientatif, yaitu mencari
kemungkinan unsur-unsur apa yang terdapat dalam suatu analit. Hal ini dilakukan
terhadap perubahan-perubahan baik sifat fisik maupun sifat kimia pada analit yang
disebabkan oleh pengaruh-pengaruh dari luar.
Analisis secara kering biasa dilakukan terhadap analit yang berupa zat padat.
Apabila analit berupa zat cair, maka zat tersebut terlebih dahulu diuapkan, kemudian
residunya jika ada, dipakai sebagai analit padat dan uapnya diembunkan dan dilakukan
analisis lebih lanjut.
Pada analisis kering, dapat dilakukan dengan cara-cara:
1. Mengamati analit dalam temperatur kamar.
2. Mengamati pengaruh pemanasan analit.
3. Mengamati warna nyala saat analit dibakar.
4. Mengamati warna analit dengan metode analisis mutiara boraks.
5. Melakukan analisis dengan metode reduksi dengan arang kayu.
Analisis kimia secara basah sebenarnya lebih disukai oleh para analis
dibandingkan dengan analisis kimia secara kering. Hal ini disebabkan reaksi kimia yang
terjadi dalam cairan relatif memiliki laju yang lebih cepat dibandingkan dengan reaksi
kimia yang terjadi dalam padatan.
Untuk mendapatkan analit dalam bentuk cairan, jika analit berupa padatan maka
zat tersebut dapat diubah menjadi fasa cair dengan jalan melarutkannya. Langkahlangkah pelarutan dapat dilakukan dengan urutan sebagai berikut.
1. Dalam air pada temperatur kamar, jika tidak larut dicoba dengan air mendidih.
2. Jika tidak larut pada langkah 1, agar dilarutkan dalam larutan asam klorida
pada
BAB II
TEORI-TEORI DASAR DALAM KIMIA ANALITIK
2.1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan terjadinya proses dissosiasi larutan elektrolit.
2. Menghitung besarnya derajat dissosiasi elektrolit
3. Menjelaskan tentang teori asam-basa menurut teori Arhenius, BronstedLowry.
4. Menghitung harga pH larutan.
5. Menuliskan berbagai rekasi terhadap kation dan anion.
6.Menentukan titik ekivalen dan titik akhir titrasi.
7.Menghitung kadar analit dalam sampel melalui titrasi asidi-alkalimetri.
8.Menghitung kadar analit dalam sampel melalui titrasi oksidimeteri
9.Menghitung kelarutan suatu zat dalam suatu larutan.
10. Menjelaskan pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat.
11. Menghitung massa zat dengan teknik gravimetri.
12.Melakukan analisis proksimat
2.2. Teori Dissosiasi Elektrolit
Larutan adalah sutu sistem homogen yang tersusun atas zat pelarut (solven) dan
zat terlarut (solute). Dalam larutan zat terlarut bisa merupakan zat tunggal ataupun
campuran. Jika ditinjau dari sifat hantaran listriknya, larutan dapat dibedakan menjadi
larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Berdasarkan sifatnya dikenal adanya larutan
ideal dan larutan non ideal, dimana larutan ideal mesti merupakan larutan encer.
Berdasarkan harga pH nya larutan dapat dibedakan menjadi larutan yang bersifat asam,
bersifat basa dan bersifat netral.
Larutan elektrolit akan terdissosiasi menghasilkan ion-ion, sehingga dapat
menghantarkan listrik, makin besar konsentrasi ion dalam larutan akan memperbesar
sifat hantaran listriknya. Besarnya konsentrasi ion alam larutan sangat tergantung dari
0.
Untuk setiap konsentrasi tertentu, di dalam larutan akan terjadi kesetimbangan
antara molekul-molekul yang tidak terionisasi dengan ion-ionnya. Proses ionisasi dari
beberapa senyawa elekltrolit dapat dinyatakan sebagai berikut:
NaCl(aq)
Na+(aq) + Cl-(aq)
HCl(aq)
H+(aq)
+ Cl-(aq)
Seperti terlihat dari contoh di atas jumlah muatan ion (+) dan ion (-) yang dihasilkan dari
dissosiasi tersebut selalu sama.
Air murni, merupakan suatu elektrolit sangat lemah sehingga disebut sebagai
penghantar listrik yang jelek, tetapi apabila ke dalam air tersebut ditambahkan senyawasenyawa asam; basa; garam, maka sifat hantaranya akan berubah menjadi kuat, sehingga
larutan yang diperoleh merupakan larutan elektrolit kuat. Hal ini disebabkan dengan
adanya senyawa-senyawa yang terlarut tersebut akan mengakibatkan konsentrasi ion
dalam larutan akan meningkat.
~
H2O (l)
H+(aq)
+ OH- (aq)
Hasil ionisasi pada temperatur kamar besarnya [H+] = [OH-] = 10-7 M, hal ini berarti
untuk setiap 1 mol H2O pada kondisi tersebut yang terdissosiasi hanya sebesar 10-7 mol.
Di dalam suatu larutan selalu terjadi gaya tarik menarik antar molekul: pelarutpelarut; terlarut-pelarut; terlarut-terlarut. Volatilitas pelarut
sehingga dengan adanya zat terlarut akan mengakibatkan volatilitas pelarut menurun, hal
ini disebabkan partikel terlarut yang lebih besar dari partikel pelarut mengakibatkan
partikel pelarut makin sulit meninggalkan fasa cair menjadi fasa uap. Dari kenyataan
tersebut mengakibatkan titik beku larutan selalu lebih rendah dibanding titik beku
pelarut murninya. Besarnya penurunan titik beku sangat tergantung pada jenis pelarut
dan konsentrasi partikel terlarut.
Untuk larutan non elektrolit partikel terlarut yang ada dalam larutan berupa
molekul-molekul zat terlarut, sedangkan untuk larutan elektrolit partikel yang ada dalam
larutan berupa ion-ion sebagai hasil dissosiasi.
X(aq)
Disini terlihat perbedaan jumlah partikel dalam larutan antara larutan non elektrolit dan
larutan elektrolit. Untuk larutan elektrolit dari setiap mol Ax By akan menghasilkan
partikel Ay+ dan Bx- yang jumlahnya sangat tergantung harga derajat dissosiasinya. Untuk
larutan non elektrolit jumlah partikel terlarut sebelum dan sesudah pelarutan (a) tidak
mengalami perubahan, karena disini hanya terjadi perubahan fasa dari padat menjadi
larutan.
A xB y(aq)
m
x Ay+(aq) + y Bx-(aq)
diss. : a
------------------------ stb. : a - a
xa
ya
--------------------------------- +
xa
ya
reaktans memiliki laju reaksi yang sama besar. Artinya banyaknya zat reaktans yang
bereaksi saat tersebut akan sama banyak dengan zat reaktans yang terbentuk kembali.
A + B
C + D
= k2 x [C] x [D]
[C] x [D]
= -------------------[A] x [B]
K = tetapan kesetimbangan
(fungsi temperatur)
p D + q E + r F + ....
[H+] x [A-]
--------------------[HA]
a x a
a 2
= ------------------ = --------------a - a
1 -
a = konsentrasi awal dari asam lemah dalam satuan molar = n/V, sehingga rumusan di
atas menjadi:
Ka
n x 2
= ----------------------V x (1 - )
Ka x V x (1 - )
atau: 2 = ---------------------------n
f :koefisien aktivitas.
cC + d D berlaku:
aC x a D
fC [C] x fD [D]
fC x fD
[C] x [D]
K = ------------- =
-------------------------- = ------------ x ------------------aA x aB
fA [A] x fB [B]
fA x fB
[A]x[B]
Untuk larutan encer besarnya koefisen aktivitas dianggap : 1, sehingga aktivitas =
konsentrasi dalam satuan molar.
A+(aq) + B-(aq)
C i Zi 2
------------------- >
H+(aq)
+ Cl-(aq)
HNO3(aq)
------------------- >
H+(aq)
+ NO3-(aq)
H2SO4(aq)
------------------- >
Contoh basa:
NaOH (aq)
------------------- >
Na+(aq) + OH-(aq)
KOH (aq)
------------------- >
K+(aq)
+ OH-(aq)
Ba(OH)2 (aq)
Ba2+(aq)
------------------- >
+ 2 OH- (aq)
b. Teori Bronsted- Lowry: asam adalah suatu zat yang dapat memberikan proton
(H+) atau proton donor, sedangkan basa adalah suatu zat yang dapat menerima proton
(H+) atau proton akseptor. Teori ini mendasarkan bahwa tidak mungkin H+ berada dalam
keadaan bebas.
Contoh :
HCl + H2O < ------------------- > H3O+ + ClAsam1 basa2
asam2 basa1
H2O + NH3 < ------------------- > NH4+ + OHAsam1 basa2
asam2 basa1
Pasangan asam1 basa1 dan asam2 basa2 disebut sebagai pasangan asambasa konjugasi.
Dalam bahasan lebih lanjut kita akan lebih banyak menganut teori asam-basa
Arrhenius dan Bronsted-Lowry, yakni tinjauan tentang keadaan zat dalam bentuk
larutannya, khususnya sebagai larutan encer dan ideal. Dalam larutan asam maupun basa
yang ditandai oleh adanya tranfer ion, maka larutan asam dan basa adalah merupakan
larutan elektrolit.
Kekuatan sifat elektrolit asam dan basa ditentukan oleh kemampuan zat-zat
tersebut untuk melakukan transfer ion, artinya
10
= [H+] x [OH-]
Berdasarkan hasil pengukuran dapat dinyatakan bahwa H2O yang terdissosiasi sangat
sedikit, sehingga [H2O] dalam sistem dapat dianggap tetap, dan persamaan di atas dapat
dituliskan:
K x [H2O] = [H+] x [OH-]
= Kw = 10-14
Untuk larutan encer, konsentrasi spesies yang ada memiliki harga yang relatif
kecil. Berkenaan dengan hal tersebut maka Sorensen merumuskan besaran baru yang
disebut dengan eksponen: p = - log , dengan demikian dapat dituliskan:
- log [H+] = pH; - log [OH-] = pOH ; - log Kw = pKw ; - log Ka = pKa ; - log Kb =
pKb
Selanjutnya: log [H+] x [OH-] = log Kw = log 10-14
- log[H+] - log [OH-] = - log Kw = - log 10-14
pH
pOH
= pKw = 14
Dari rumusan di atas dapat dinyatakan bahwa dalam suatu larutan jika harga pH semakin
besar berarti pOH semakin kecil, dan sebaliknya.
2.6. Teori Dissosiasi Asam dan Basa Dalam Air.
a. Asam/Basa kuat ( derajat dissosiasi :. 1)
HnX (aq)
------------------- >
nH+(aq) + OH-(aq)
H2O (l)
H+(aq) + OH-(aq)
[H+]tot. = [H+]air + [H+]HnX, jika [H+]air <<< [H+]HnX maka [H+]tot. = [H+]HnX, yang
berarti: [H+]tot = n [HnX], jika [H+]air >>> [H+]HnX maka [H+]tot. = [H+]air
11
0,01
< ------------------- >
0,01
10-7
[H+]air <<< [H+]HCl maka : [H+]tot = 0,01 = 10-2 jadi: pH = - log 10-2 = 2
HCl(aq)
H+(aq) + Cl-(aq)
------------------- >
10-9
10-9
H2O(l)
10-9
10-7
10-7
[H+]air >>> [H+]HCl maka: [H+]tot. = [H+]air = 10-7 jadi: pH = - log 10-7 = 7
Analog untuk larutan basa kuat dalam air, jika [OH -]air <<< [OH-]basa maka [OH-]tot. =
[OH-]basa, sebaliknya jika: [OH-]air >>> [OH-]basa maka: [OH-]tot = [OH-]air.
b. Asam/Basa lemah monoprotik ( derajat dissosiasi : .
0)
H+(aq) + X- (aq)
a.
a
------------------------ +
a.
a
[H+] x [X-]
[H+]2
[a]2
+
Ka = ------------------ karena [H ] = [X ] maka: Ka = --------- = ----------[HX]
[HX]
a - a
karena harga .
Jadi:
Ka
0, maka :
=
a - a.
a2 2
-------------- =
a
a.
[H+]2 = Ka x [HX]mula-mula
12
K1
H+(aq) + Hn-2X2-(aq) .. K2
H+(aq) + Hn-3X3-(aq) .. K3
Bila K1, K2, K3 memiliki harga yang berjauhan, maka masing-masing tahap dissosiasi
dari asam tersebut dapat dianggap sebagai asam monoprotik. Besarnya [H +] hanya
tergantung pada tahap dissosiasi pertama, dalam hal demikian: K 1 >> K2 >> K3 . Untuk
harga [Xn-] semua tahap dissosiasi harus diperhitungkan.
Misal:
K a1 = 9 x 10-8
K a2 = 1,2 x 10-15
[M ]
Kb x [M(OH)2]
= ------------------------- , dimana Kb = Kb1 x Kb2
[OH-]2
13
= 1,2 x 10-15 M
[3 x 10-5]2
2.7. Pengaruh Ion Sejenis Terhadap Harga:
Kesetimbangan kimia merupakan sistem kesetimbangan dinamis, berarti sistem
dapat bergeser jika ada pengaruh dari luar. Hal ini diterangkan oleh Guldberg-Waage
dalam Hukum Aksi Reaksi : Jika ke dalam suatu sistem setimbang dipeberikan
penmgaruh dari luar, maka sistem tersebut akan bergeser sedemikian rupa sehingga
sistem selalu tetap dalam keadaan setimbang. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya pergeseran kesetimbangan adalah: konsentrasi komponen, temperatur, dan
khusus untuk sistem kesetimbangan gas juga dipengaruhi oleh volume dan tekanan.
Di dalam sistem kesetimbangan dissosiasi (ionisasi) terdapat komponen yang
berupa ion, oleh karena itu jika ke dalam sistem tersebut ditambahkan ion yang sejenis
dengan ion-ion yang sudah ada dalam sistem kesetimbangn akan mengakibatkan
terjadinya perubahan derajat dissosiasinya. Hal ini sangat penting untuk dicermati, dan
banyak diaplikasikan dalam praktek.
Contoh: Ke dalam 2 liter larutan 0,1 M asam asetat ditambahkan 16,4 gram Na-asetat
anhidrid (NaC2H3O2). Jika Ka asam asetat: 1,85 x 10-5 , hitunglah derajat dissosiasi asam
asetat sebelum dan sesudah ditambah Na-asetat.
Jawab: Sebelum ditambah Na-asetat
CH3COOH (aq) < ------------------- > H+(aq) + CH3COO-(aq)
Ka
Ka
= [CH3COOH] x atau: = ----------------[CH3COOH]
2
14
1,85 x 10-5
= --------------10-1
0,01
---------------------(0,1 0,1 )
harga: (0,1 0,1 ) dianggap = 0,1 yang berarti [CH 3COOH]sisa = [CH3COOH]awal
maka:
Ka = 0,1 jadi :
Dari perhitunganb tersebut dapat terlihat bahwa dengan penambahan Na-asetat ke dalam
larutan asam asetat akan mengakibatkan terjadinya pernurunan derajat dissosiasi asam
asetat dari; 1,36 x 10-2 turun menjadi: 1,85 x 10-4
Adanya ion CH3COO- yang berasal dari Na-asetat juga akan mengakibatkan
berubahnya [H+] dalam larutan yang disebabkan oleh adanya pergeseran kesetimbangan
yang terjadi. CH3COO- merupakan basa konjugasi dari CH3COOH, sehingga dapat
dinyatakan:
[H+]
Ka x [CH3COOH]
[asam]
= ------------------------------- = Ka x -------------------------[CH3COO-]
[basa konjugasi]
15
Larutan yang terjadi sekarang merupakan suatu larutan penyangga atau penahan atau
buffer. Hal serupa akan terjadi jika ke dalam larutan basa lemah ditambahkan asam
konjugasi dari basa lemah tersebut, dan analog didapatkan:
[OH-]
= Kb x
[basa]
-----------------------------[asam konjugasi]
16
0,1 M
0,1 M
0,1 M
5. 10-5 M
5.10-5M
Jumlah H+ dari HCl yang bereaksi dengan Ast- = jumlah Ast - =.10-5M
Jadi jumlah Ast- sisa = 10-1 - 5. 10-5 10-1 Mdan jumlah [HAst] = 10-1M
Jadi: pH = -log 1,85. 10-5 - log 10-1 + log 10-1 = 4,73
Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa setelah penambahan sedikit larutan HCl
ternyata perubahan pH yang terjadi relatif kecil. Hal ini membuktikan statemen di atas
yaitu jika ke dalam sistem penyangga ditambahkansedikit ion H + maka sistem tersebut
akan mempertahankan pH agar tetap.
2.8. Hidrolisis
Larutan garam (khususnya garam anorganik) di dalam air ada yang bersifat asam
(pH <7), bersifat netral (pH = 7), dan ada yang bersifat basa (pH >7). Hal ini disebabkan
garam-garam tersebut akan bereaksi dengan air sebagai pelarut yang disebabkan oleh
adanya proses dissosiasi dari air itu sendiri.
Berdasarkan jenisnya garam dapat dibedakan menjadi: 1. Garam yang berasal
dari asam kuat dan basa kuat. 2. Garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah.
3. Garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat. 4. Garam yang berasal dari asam
lemah dan basa lemah.
1.Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat.
Misal: Garam NaCl dalam air.
NaCl (aq) + H2O (l) <---------------> HCl (aq) + NaOH(aq)
17
Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa proses yang terjadi sebenarnya hanya
merupakan dissosiasi air, sehingga dalam larutan tersebut [H +} = [OH-], jadi larutan
tersebut bersifat netral.
2. Garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah.
Misal: Garam NH4Cl dalam air.
NH4Cl (aq) + H2O(l) < ------------- > HCl (aq) + NH4OH(aq)
NH4+(aq) + Cl-(aq) + H2O(l) < ------------ > H+(aq) + Cl-(aq) + NH4OH(aq)
NH4+(aq) + H2O(l) < ------------ > H+(aq) + NH4OH(aq)
Disini terlihat yang mengalami reaksi dengan air (terhidrolisis) hanyalah ion NH 4+ ,
sedangkan ion Cl- tidak terhidrolisis, larutan bersifat asam karena adanya H+. Keadaan
seperti ini garam tersebut mengalami hidrolisis parsial (sebagian). Untuk kesetimbangan
tersebut berlaku:
K =
[H+] x [NH4OH]
------------------------- ,
[NH4+] x [H2O]
[H+]] x [NH4OH]
K x [H2O] = ------------------------- = Kh
[NH4+]
Adanya basa lemah NH4OH maka dalam larutan terjadi kesetimbangan:
NH4OH (aq) < -------------- > NH4+(aq) + OH-(aq) dimana:
[NH4+] x [OH-]
Kb = ---------------------[NH4OH]
Kw
[H+] x [OH-] x [NH4OH]
Jika ------- = --------------------------------- = Kh ,dalam larutan:
[H+] = [NH4OH],
+
Kb
[NH4 ] x [OH ]
Kw
[H+]2
Kw
-------- = --------------------, atau [H+]2 = -------- x [NH4+]
Kb
[NH4+]
Kb
18
Jadi : [H+] = [Kw /Kb] x [NH4+] atau pH = pKw pKb log [NH4+]
3. Garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat.
Misal : Larutan garam Na-asetat dalam air.
NaCH3COO(aq) + H2O(l) < ------------- > NaOH(aq) + CH3COOH(aq)
Na+(aq)+CH3COO-(aq) +H2O(l) < ------------- > Na+(aq) + OH-(aq) + CH3COOH(aq)
CH3COO-(aq) + H2O(l)
Disini yang mengalami hidrolisis juga hanya ion asetat, sedangkan ion Na + tidak, larutan
bersifat basa karena adanya ion OH- sehingga garam jenis ini juga dikatakan mengalami
hidrolisis parsial (sebagian).
[OH-] x [CH3COOH]
Kw
Kh = ----------------------------- = ---------- , disini: [OH-] = [CH3COOH]
[CH3COO-]
Ka
maka dapat dirumuskan:
Kw
[OH-]2 = ------------- x [CH3COO-] atau: [OH-] = [Kw/Ka x [CH3COO-]
Ka
Jadi : pOH = pKw - pKa log [CH3COO-] atau:
pH
[NH4OH] x [CH3COOH]
[H+] x[OH-]
= ---------------------------------- , jika ruas kanan dikalikan: ----------------[NH4+] x [CH3COO-]
[H+] x[OH-]
Kh
19
Bs. Kuat
Karena garam ini berasal dari asam kuat dan basa kuat, maka tidak mengalami
hidrolisis dan pH larutan netral = 7
b. Larutan 0,01 M NH4NO3
NH4NO3(aq) + H2O(l) < ------------ > HNO3(aq) + NH4OH(aq)
As. Kuat
Bs. Lemah
Karena garam ini berasal dari asam kuat dan basa lemah, berlaku:
pH
20
Bs. Kuat
Karena garam ini berasal dari asam lemah dan basa kuat, maka berlaku:
pOH
pH
Bs. Lemah
Karena garam ini berasal dari asam dan basa lemah, maka berlaku:
pH
: larutan penyangga
pH = 14 - pKb + log [basa] - log [as. konj.]
21
: larutan penyangga
pH = pKa log [asam] + log [bs.konj.]
: larutan penyangga
pH = pKa log [asam] + log [bs.konj.]
: larutan penyangga
pH = 14 - pKb + log [basa] - log [as. konj.]
22
MaXb (s) < --------- > MaXb (aq) < ---------- > aMb+(aq) + bXa-(aq)
Biasa dituliskan:
MaXb (s) < ---------- > aM b+(aq) + bXa-(aq) pada saat setimbang
as mol/lt
s =
bs mol/lt
Ksp
----------aa x bb
(1)
(2)
Adanya X- yang berasal dari NaX akan menyebabkan [X-] naik, karenanya
kesetimbangan (1) bergeser kekiri, hal ini berakibat kelarutan garam M aXb semakin
kecil.
Contoh: Jika Ksp AgCl = 10-10 : a.Hitung kelarutan AgCl dalam air
b.Hitung kelarutan AgCl dalam larutan 0,05 M NaCl
Jawab:
a. AgCl(s) < ---------------- > Ag+(aq) + Cl-(aq) , elektrolit biner a = 1, b = 1
s = Ksp = 10-10 = 10-5 mol/lt.
23
sM
sM
0,05M
0,05M
Ksp Mg(OH)2
-----------------4
3
=
3,4 x 10-11
------------4
0,002
24
aM
Jadi:
3,4 x 10-11 < 10-3 x a2 berarti: a2 > (3,4 x 10-11)/10-3 = 3,4 x 10-8
a > 3,4 x 10-8 artinya: a > 1,84 x 10-4 mol/lt atau a > 1,84 x 10-4 x 40 gr/lt
Jadi dalam 500 ml larutan 0,001 M MgCl 2 tersebut agar terjadi pengendapan Mg(OH)2
harus ditambah NaOH anhidrat sebanyak > (1,84 x 10 -4 x 40) x 500/1000 gr atau
sebanyak > 3,68 mgr.
25
BAB. III
REDOKS DAN ELEKTROKIMIA
Tujuan Pembelajaran
26
Jumlah bilangan oksidasi semua unsur dalam ion poliatom = muatan ion
Pada kondisi normal (temperatur kamar) unsur-unsur bebas yang berada pada
keadaan stabil, bilangan oksidasinya = 0
Dalam suatu senyawa bilangan oksidasi unsur O = -2, kecuali pada senyawa
peroksida bilangan oksidasi O = -1 dan dalam senyawa F2O = +2
Contoh:
Fe(s)
0
H Cl
+1 -1
Cl-1
Zn(s)
0
KO H
+1 -2 +1
Na+
+1
Al(s)
0
Mg(s)
0
H2 (g)
0
Mg S O4
+2 +6 -2
H2 O2
+1 -1
Al H3
+3 -1
N O3+5 -2
C N+4 -5
ClO3+5 -2
27
Jika sampai disini stoikhiometri telah tercapai, berarti reaksi tersebut dapat
berlangsung dalam medium netral, artinya reaksi tersebut hanya dapat berlangsung
dalam medium netral. Sebaliknya jika stoikhimetri belum tercapai berarti reaksi tersebut
tidak dapat berlangsung dalam medium netral.
Reaksi redoks yang berlangsung dalam medium asam ditandai dengan jumlah
muatan positip ruas kiri < muatan positip ruas kanan, sebaliknya untuk reaksi redoks
yang berlangsung dalam medium basa ditandai oleh jumlah muatan negatif ruas kiri <
jumlah muatan negatif ruas kanan. Penyetaraan reaksi redoks yang berlangsung dalam
medium asam atau basa setelah langkah ke 5) di atas perlu dilanjutkan dengan langkah
berikut:
FeCl3 (aq)
b. FeSO4 (aq)+ KMnO4 (aq) -------- > Fe2(SO4)3(aq)+K2SO4(aq) + MnSO4 (aq) (asam)
Jawab:
a. FeCl2(aq)
+ Cl2(g)
28
+2
-1
- Fe2+
+3
-1
Cl2
(+1) x 2
(-2) x 1
- 2Fe2+
Cl2
+6 -2
+1
+7 -2
- Fe2+ + MnO4-
+3
+6 -2
+1
+6 -2
+2
+6 -2
- 5Fe2+ + MnO4-
Jumlah muatan (+) ruas kiri < ruas kanan, reaksi berlangsung dalam medium asam.
- 5 Fe2+ + MnO4- + 8 H+ ----------- > 5 Fe3+ + Mn2+
- 5 Fe2+ + MnO4- + 8 H+ ----------- > 5 Fe3+ + Mn2+ + 4 H2O (stoikhimetris)
Penyetaraan reaksi redoks dapat juga dilakukan dengan metode satengah reaksi. Cara ini
dilakukan dengan menyetarakan secara terpisah untuk masinmg-masing reaksi reduksi
dan reaksi oksidasi. Hasil penyetaraan masing-masing reaksi selanjutnya dijumlahkan,
sehingga diperoleh reaksi total redoks.
Contoh: Setarakan reaksi : Cl2(g) + KIO3(aq) --------- > KIO4(aq) + KCl (aq)
- Cl2(g) + K+(aq) + IO3-(aq)
- Cl2(g) + IO3-(aq)
reduksi : - Cl2
- Cl2
oksidasi: - IO3- IO3-
+5 -2
+7 -2
2e
-1
29
redoks: Cl2
+ 2e
----------- > 2 ClIO3+ 2 OH------------ > IO4- + H2O + 2e
------------------------------------------------------------------------------ Cl2 + IO3- + 2 OH----------- > 2Cl- + IO4- + H2O (stoikhiometris)
30
Eosel
Besarnya Eored dari berbagai elektroda beserta rekasi kimianya dapat dilihat di berbagai
literatur kimia.
b
Mn+, M
reduksi (katoda)
berdasarkan notasi sel volta tersebut, maka reaksi kimia yang terjadi adalah:
L
Mn+
Contoh: Hitunglah Eosel dari suatu sel volta dengan elektroda Zn dan Cu, dan tuliskan
reaksi yang terjadi dalam sel tersebut !.
EoZn2+, Zn = - 0,76 V dan EoCu2+, Cu = 0,34 V.
Jawab:
E oZn2+, Zn = - 0,76 V
Syarat berlangsungnya reaksi kimia dalam sel volta: Harga Eosel = (+)
Menurut Nernst besarnya potensial suatu sel dapat dihitung dengan rumusan:
0,059
[oks]
Esel = E sel - ----------- log --------n
[red]
n = menyatakan banyaknya mol elektron yang ditransfer dalam reaksi kimia.
Jadi besarnya potensial sel di atas adalah:
o
0,059
[Zn2+]
Esel = 1,1
- ------------- log -----------2
[Cu2+]
Reaksi kimia yang terjadi: Zn(s) + Cu2+(aq) -------- > Zn2+(aq) + Cu(s)
Aplikasi sel volta ini antara lain untuk pembuatan sel aki, pembuatan batu baterei, sel
merkuri-Zn, sel bahan bakar.
Ad.2. Sel Elektrolisis
Seperti halnya dalam sel volta, sel elektrolisis juga terdiri atas dua buah
elektroda: katoda dan anoda. Agar sel ini dapat berfungsi maka harus dihubungkan
31
dengan sumber arus listrik, dan kedua elektrodanya harus dicelupkan kedalam larutan
elektrolit. Adanya energi listrik yang masuk ke rangkaian sel, akan mengakibatkan
terjadinya reaksi kimia di dalam sel tersebut.Reaksi reduksi akan terjadi di katoda dan
reaksi oksidasi akan terjadi di anoda.
Reaksi yang mungkin terjadi di katoda:
-
Jika ada ion Mn+, dimana Eored.M << Eo H2 reaksi yang mungkin:
2H2O + 2e --------------- > 2 OH- + H2(g)
Jika ada ion Mn+,dimana Eored.M > Eo H2 atau sama, reaksi yang mungkin:
Mn+
+ ne --------------- > M(s)
Jika ada ion H+ dari asam, reaksi yang mungkin:
2H+ + 2e --------------- > H2(g)
= (e x i x t)/96500 gram
i = amp.; t = det.;e = ek. zat = (Ar atau Mr)/n {n = jmlh mol e untuk per 1 mol zat }
catatan: amp. x det. = C (coulomb) dan 96500 C = 1 F (faraday).
Jadi :
w = e x F gram
32
= e1 : e2 : e3 : .......
Contoh: Arus sebesar 0,1 F dialirkan ke dalam 500 ml larutan KI. Jika selama
elektrolisis volume larutan dianggap tetap, hitung:
a. berat I2 yuang dibebaskan dalam elektrolisis tersebut.
b. pH larutan setelah proses elektrolisis.
Jawab: Reaksi: { KI(aq)
------------ > K+(aq) + I-(aq) } x 2
Kat. : 2H2O(l)
An. :
+ 2e
2I-(aq)
33
BAB IV
ANALISIS KUALITATIF ANION DAN KATION ANORGANIK
DALAM LARUTAN
Analisis kualitatif bertujuan untuk mengenali komposisi atau struktur bahan
kimia. Bahan kimia anorganik dalam sampel juga banyak ragamnya sesuai dengan
struktur dari bahan kimia tersebut. Analisis kualitatif untuk bahan organik dibahas
tersendiri dalam kelompok kajian kimia organik.
Jenis anion dan kation dari bahan kimia anorganik cukup banyak, sehingga
diperlukan suatu cara yang sistematis untuk melakukan kajian. Berkenaan dengan hal
tersebut maka; Karl Remegius Fresenius sejak tahun 1840 telah memperkenalkan cara
sistematis analisis anion dan kation melalui suatu diagram alir yang sampai sekarang
masih menjadi standar dalam kajian anion dan kation anorganik.
Dalam setiap kegiatan analisis kualitatif pengamatan visual merupakan hal yang
sangat penting, disamping mengenali reaksi-reaksi yang terjadi selama treatmen analit.
Pengamatan visual yang dimaksud termasuk: adanya warna, adanya gas, adanya
endapan, adanya perubahan suhu.
Ada berbagai cara dalam menggambarkan diagram alir analisis kation dan anion,
salah satu cara seperti terlihat pada skema di bawah ini:
Ion- ion yang akan diidentifikasi
Pereaksi, kondisi
endapan
Pereaksi, kondisi
endapan
Pereaksi, kondisi
larutan
endapan
34
larutan
+ Na2 CO3(s)
NaX(s)
+ H2O(l)
35
Analisis anion yang sering dilakukan meliputi keberadaan 11 jenis anion yaitu:
sulfida (S2-), sulfit (SO32-), karbonat (CO32-), nitrit (NO2-), iodida (I-), bromida (Br-),
klorida (Cl-), fosfat (PO43-), kromat (CrO42-), nitrat (NO3-), dan sulfat (SO42-).
Uji Pendahuluan Untuk Anion
Kegiatan uji pendahuluan ini dimaksudkan untuk memisahkan adanya anion
pereduksi dan anion pengoksidasi, dan sifat anion terhadap asam sulfat pekat.
a. Deteksi adanya ion pengoksidasi
Kemungkinan adanya ion nitrit, nitrat, dan kromat ditandai oleh timbulnya warna
merah-coklat sampai hitam, jika beberapa tetes larutan sampel ditambahkan ke
dalam larutan mangan klorida dalam asam klorida pekat. Anion ini mampu
mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+. Munculnya warna karena terbentuknya ion
kompleks [MnCl5]2-. Dalam medium asam tidak mungkin keberadaan anion
pereduksi terdapat bersama-sama anion pereduksi.
b. Deteksi adanya anion pereduksi
Keberadaan anion sulfida, sulfit, iodida, dan nitrit sebagai anion pereduksi dapat
dideteksi jika sampel ditambahkan ke dalam larutan yang mrengandung FeCl 3,
K3[Fe(CN)6] dan HCl encer akan mengakibatkan timbulnya suspensi atauy
endapan yang berwartna biru. Warna ini timbul karena terbentuknya
KFe[Fe(CN)6] sebagai hasil reduksi.
c. Sifat Anion Terhadap Asam Sulfat Pekat
Penggunaan asam sulfat pekat ( 18 M) dalam analisis anion tergantung pada
kemampuan anion sebagai bahan pengoksidasi dan sifat keasamanya. Uji dengan
asam sulfat ini harus dilakukan pada sampel yang berupa padatan.
Jika sampel yang diuji adalah campuran dari garam, hasil uji tidak selalu mudah
untuk diinterpretasi, karena gas yang terbentuk mungkin terperangkap.
36
tak
SO32- - SO2
Gas berwarna
Cl- - HCl
NO2- - NO2 (coklat)
Br- - Br2 (merah coklat)
I-
- I2 (ungu)
+ H2SO4 panas
PO43- ; SO42Sama
sama
sama
NO2- - NO2
Sama
uap panas
S2-
Sulfit
SO32-
larutan asam nitrat encer, barium klorida, dan sedikit KMnO 4, adanya
ion sulfit ditandai adanya endapan putih barium sulfat
37
Karbonat
CO32-
Nitrit dan dilewatkan ke dalam larutan barium klorida. Adanya ion karbonat
nitrat.
NO2-
ke dalam sampel tambahkan larutan besi (ii) sulfat yang baru dibuat,
NO3-
dilanjutkan untuk uji ion nitrit dan ion nitrat, sampel harus dibuat sedikit
asam karena adanya sifat pengoksidasi. dengan penambahan larutan
Halida:
asam sulfat pekat secara perlahan melalui dinding tabung. adanya cincin
Cl- ; Br- ; warna coklat ditengah-tengah larutan menunjukkan adanya ion nitrit.
I-
untuk ion nitrat, pengerjaan sama hanya larutan sampel harus dibuat
lebih asam.
Jika ion halida ini tercampur, analisis harus lebih teliti, karena timbulnya
reaksi bertahap sangat dimungkinkan karena sifat reduktor ion halida
Sulfat,
{I- > Br- > Cl- }. Dalam analisis, larutan sampel agar dibuat sedikit
SO42-
Fosfat,
sedikit CCl4, Cl2(aq) atau NaOCl sambil terus diaduk. Timbulnya warna
PO43-
menyebabkan
warna
lapisan
berubah
menjadi
coklat,
Kromat,
menunjukkan adanya :Br-. Untuk pengujian Cl- , larutan harus bebas dari
CrO42-
38
Adanya ion kromat ditandai oleh warna kuning dari larutan sampel
dalam suasana basa, atau orange jika suasananya asam. Untuk uji ion
kromat , tambahkan larutan barium asetat ke dalam sampel suasana
asam. Timbulnya endapan kuning menunjukkan adanya ion kromat.
4.3. Analisis Kation
Dalam analisis kation ada beberapa langkah yang harus dilalui yaitu
mengelompokan kation dalam tiga langkah kategori.
Langkah pertama : Pemisahan kation dalam golongan
Di alam banyak kation anorganik yang dikenal, oleh sebab itu agar pelaksanaan
analisis bisa dilakukan dengan efektif perlu dilakukan pengelompokan. Kation dalam
masing-masing kelompok diendapkan sebagai suatu senyawa dengan menggunakan
pereaksi tertentu. Endapan yang dihasilkan selanjutnya dipisahkan dari filtrat melalui
teknik sentrifugasi dilanjutkan dengan dekantasi. Endapan yang diperoleh dilakukan
pengujian terhadap keberadaan kation golongan tersebut, sedangkan filtrat ditreatmen
lagi untuk analisis kation golongan berikutnya.
Langkah kedua: Pemisahan Kation-Kation Dalam golongan
Serangkaian reaksi dilakukan untuk dapat memisahkan satu kation dalam
kelompok terhadap kation yang lainnya. Pemilihan reagen untuk reaksi yang diharapkan
harus dilakukan secara hati-hati agar didapatkan keuntungan tentang kemiripan dan
perbedaan sifat-sifat kimia.
Langkah ketiga: Penegasan Tiap-Tiap Kation
Keberadaan suatu kation dikonfirmasi atau diidentifikasi dengan menggunakan
satu atau lebih reaksi spesifik untuk jenis kation tertentu sebagai reaksi penegasan atas
keberadaan kation tersebut. Reaksi spesifik merupakan suatu reaksi yang hanya
memberikan perubahan tertentu pada jenis analit tertentu pula.
Contoh reaksi spesifik:
Pb2+ + Cl-
------------- > PbCl2(s) berwarna putih yang akan larut jika dididihkan,
39
tetapi endapan putih berbentuk kristal jarum akan terbentuk kembali saat larutan telah
kembali dingin.
Diagram alir dari pemisahan kation seperti tergambar di bawah ini, merupakan
salah satu cara analisis sistematik kation.
kation
+ HCl 6 M
Filtrat berisi
kation gol II - V
Endapan Gol. I
AgCl ; Hg2Cl2 ; PbCl2
Filtrat berisi
Kation Gol III -V
Endapan Gol II
HgS; PbS; CuS;
Sb2S3; SnS2
Filtrat berisi
Kation Gol IV - V
Endapan Gol IV
CaCO3; BaCO3
40
Kation Gol I terdiri atas kation: Ag+ ; Hg22+ ; Pb2+. Ketiga kation tersbut dapat
membentuk garam klorida yang sukar larut dalam air dan larutan asam. Untuk
mengendapkan golongan ini digunakan pereaksi larutan HCl berlebih. Kation Gol I
sering disaebut sebagai golongan klorida ataupun golongan perak.
Penggunaan larutan HCl berlebih dimaksudkan agar pengendapan kation gol. I
diharapkan maksimal dan dapat menghindari pengendapan BiOCl dan SbOCl.
Bi3+ + Cl- + H2O < ----------------- > BiOCl (s) + 2 H+
Sb3+ + Cl- + H2O < ----------------- > SbOCl (s) + 2 H+
Kedua reaksi kesetimbangan di atas dapat bergeser ke kiri jika [H+] diperbesar.
Penambahan HCl yang berlebihan akan memperbesar [H +], sehingga kedua
kesetimbangan tersebut akan bergeser ke kiri dan akibatnya pengendapan BiOCl dan
SbOCl tidak terjadi.
Diantara ketiga klorida golongan I ini, PbCl 2 memiliki kelarutan yang paling
besar, sehingga penambahan HCl walau berlebihan belum bisa mengendapkan Pb 2+
tersebut secara maksimal. Hal ini berakibat dalam filtrat yang berisi kation gol. II V
keberadaan ion Pb2+ tidak bisa dihindari, sehingga keberadaan ion ini sering terdeteksi
pada pengendapan kation golongan II.
4.3.2 Kation Gol. II
Kation golongan II ini terdiri dari Hg2+ ; Pb2+ ; Cu2+ ; Sb3+atau SbO+ ; Sn2+; Sn4+
dalam analisis, kation ini diendapkan sebagai garam sulfidanya. Pengendapan ini dapat
dilakukan dengan jalan penambahan asam sulfida dalam suasana asam. Kation golongan
ini sering disebut juga sebagai golongan hidrogen sulfida. Arsen dan Bismuth yang
memiliki sifat racun kuat juga termasuk golongan ini.
Garam sulfida dari kation golongan ini memiliki kelarutan yang relatif kecil,
sehingga dalam pengendapannya harus dijaga agar konsentrasi ion sulfida tetap rendah.
Hal ini dimaksudkan agar sulfida golongan II dan IV yang memiliki kelarutan relatif
lebih besar,
41
42
ini juga memberikan warna yang berbeda, spektrum Ca adalah merah terang, sedangkan
spektrum Ba adalah hijau kekuningan.
4.3.5. Kation Golongan V
Kation golongan V sering disebut golongan sisa, karena kation ini sangat sukar
diendapkan. Termasuk kation golongan V adalah: Mg
2+
; Na +; K +; dan NH4 +.
Keberadaan ion Ammonium biasanya dikenali melalui gas yang dibebaskannya yaitu
cukup menyengat karena timbulnya gas ammoniak.
Reaksi pembeda terhadap keberadaan ion Mg
2+
BAB V
43
ANALISIS KUANTITATIF
Seperti telah disebutkan di awal, bahwa analisis kuantitatif bertujuan untuk
mengetahui kuantitas atau jumlah analit yang ada didalam suatu sampel. Banyak metode
yang bisa digunakan dalam analisis ini antara laain: titrimetri, gravimetri dan metode
analisis modern (analisis instrumen) yang akan dibahas secara terpisah pada mata kuliah
Kimia Analisa Instrumen.
Dalam analisis titrimetri analit direaksikan dengan reagen tertentu yang telah
diketahui secara pasti jumlahnya dengan tepat. Pelaksanaan titrimetri sendiri bisa
dilakukan dengan jalan mengukur volume reagen yang ditambahkan, sehingga titrimetri
sering disebut dengan metode volumetri. Cara penambahan reagen dilakukan dengan
menggunakan suatu buret yang dilakukan sedikit demi sedikit atau tetes demi tetes.
Reagen yang ditambahkan melalui buret disebut dengan titran, sedangkan larutan yang
mengandung analit bisa disebut dengan titrat.
Dalam analisis gravimetri didasarkan pada penetuan jumlah zat melalui
penimbangan, dalam hal ini penimbangan hasil reaksi setelah analit direaksikan dengan
reagen tertentu. Hasil reaksi disini dapat berupa: sisa bahan; gas yang timbul; atau suatu
endapan yang terbentuk.
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran ini diharapkan mahasiswa dapat:
1.Menjelaskan prinsip analisa titrimetri
2.Menjelaskan syarat pemakaian larutan baku standar
3.Membedakan adanya titik ekivalen dan titik akhir titrasi
4.Menentukan ekivalen dari suatu senyawa dalam analisis titrimetri
5.Menjelaskan hubungan antara molaritas dengan normalitas
6.Memilih indikator yang tepat untuk pelaksanaan suatu titrasi
7.Menghitung kadar analit dalam suatu sampel yang dianalisis
44
H+
HA
OH-
b.Oksidimetri
Dalam metode oksidimetri didasarkan adanya reaksi redoks (reduksi dan
oksidasi) antara analit dalam titrat dengan titran. Beberapa oksidator yang biasa
diguanakan dalam titrasi ini antara lain: Cerium (IV), Kalium permanganat, Kalium
bikromat, Iodometri/Iodimetri.
c. Kompleksometri
Dalam metode kompleksometri didasarkan pada reaksi pembentukan kompleks
stabil antara analit (asam lewis) dengan titran yang mengandung ligand. Kebanyakan
ligand yang digunakan dalam titrasi ini antara lain: ligand cyanat dan EDTA (Etilen
Diamine Tetra Asetat).
5.2.Analisis Proksimat
45
kandungan nutrisi seperti: kandungan air; protein, karbohidrat, lemak dan serat pada
suatu zat makanan dari bahan pangan. Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai
penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang
seharusnya terkandung di dalamnya.
dalam bahan
Karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi dalam aktivitas tubuh manusia,
sedangkan garam-garam mineral dan vitamin juga merupakan faktor penting
dalam kelangsungan hidup (Winarno 1997).
Lemak yang dioksidasi secara sempurna dalam tubuh menghasilkan 9,3 kalori/g
lemak, sedangkan protein dan karbohidrat masing-masing menghasilkan 4,1 dan
4,2 kalori/g (Sediatama 1987).
Kadar air dapat ditetapkan dengan menggunakan oven pada suhu 1050 C sampai
tercapai bobot tetap.
Kadar abu dianalisis dengan cara pengabuan kering dalam tanur, pada pemanasan
suhu 5000 -6000 C selama 6 jam.
Protein ditetapkan dengan metode mikro kjeldahl dengan larutan asam klorida
sebagai peniter
Penetapan serat kasar melalui cara hidrolisis contoh dengan larutan asam dan
basa encer
DAFTAR PUSTAKA
46
Akhmad, S. Dan Mudjiran. Kimia Analit (PAK 250) Diktat Kuliah. FMIPA. UGM.
Yogyakarta.
Brewer, Stephen. 1980. Solving Problems in Analytical Chemistry. John Wiley & Sons.
Canada.
Fernando, Q and Michael, D, R. 1982. Calculations in Analytical Chemistry. Harrowt
Brace Jovanovich, Inc. New york, San Diego, Chicago, San fransisco, Atlanta,
London, Sydney,, Toronto.
Haryadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia. Jakarta
Ibnu, M. S., Endang D., Hayuni R. W., Munzil. 2004. Kimia Analitik I {Common Text
Book, Edisi Revisi} JICA. Universitas Negeri Malang.
Vogel A. T. 1979.A Textbook of Macro and semi micro Qualitative of Inorganic
Analysis. Longman. London
47