Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama hidup manusia tidak pernah statis, sejak lahir hingga
meninggal manusia akan selalu mengalami perubahan. Terdapat dua
macam perubahan yang dialami oleh manusia yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan adalah proses pertambahan volume, panjang,
bobot, dan jumlah sel yang bersifat irreversible dan kuantitatif.
Perkembangan adalah proses perubahan atau diferensiasi sel menuju ke
keadaan yang lebih dewasa atau kematangan dan bersifat kuantitatif.
Pertumbuhan dan perkembangan dicakup dalam kematangan. Fase
perkembangan individu tidak terlepas dari proses pertumbuhan individu
itu sendiri. Apa yang terjadi pada perkembangan remaja nantinya,
dipengaruhi oleh perkembangan pada masa anak-anak. Karena ketika
seorang anak belum atau tidak menyelesaikan tugas perkembangannya
pada masa anak-anaknya, maka hal tersebut dapat mempengaruhi tahapan
perkembangan mereka pada masa selanjutnya.
Salah satu perkembangan individu ialah perkembangan seksual.
Perkembangan seksual merupakan percepatan perkembangan fisik dengan
pemasakan seksual genital baik di dalam maupun di luar badan (Monks,
2002). Menurut Freud, perkembangan psikoseksual terbagi atas empat fase
penting. Oleh karena itu, makalah ini berfokus pada perkembangan
seksual pada anak yang memiliki arti penting dalam tahap perkembangan
selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan perkembangan seksualitas?
2. Bagaimanakah tahapan perkembangan seksualitas pada anak?

3. Apa saja bantuan yang dilakukan untuk penyesuaian perkembangan


seksualitas anak?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan seksualitas?
5. Apa saja gangguan pada perkembangan seksualitas?
C. Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini ialah:
1. Menambah

pengetahuan

penulis

dan

pembaca

mengenai

perkembangan seksualitas pada anak.


2. Mengetahui tahapan-tahapan perkembangan seksualitas anak.
3. Mengidentifikasi

bantuan

yang

dilakukan

untuk

penyesuaian

perkembangan seksualitas anak.


4. Mengidentifikasi faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
seksualitas.
5. Mengidentifikasi apa saja gangguan-gangguan pada perkembangan
seksualitas.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini diaharapkan dapat memberikan manfaat keilmuan
secara teoritis dalam ilmu pengetahuan khususnya dibidang Psikologi
perkembangan anak. Makalah ini juga diharapkan dapat memberikan
gambaran serta kontribusi bagi Psikologi perkembangan anak.
2. Manfaat Praktis
Makalah ini diharapkan mampu membuka pemahaman tentang
perkembangan seksualitas anak dan gangguannya, serta dapat menjadi
referensi bagi pembuatan makalah selanjutnya yang ingin mengkaji
hal-hal yang mengenai perkembangan seksualitas anak.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perkembangan Seksualitas
Perkembangan individu merupakan pola gerakan atau perubahan
yang secara dinamis dimulai dari pembuahan atau konsepsi dan terus
berlanjut sepanjang siklus kehidupan manusia yang terjadi akibat dari
kematangan dan pengalaman (Hurlock,1991). Seks adalah segala sesuatu
menyangkut alat kelamin dan hubungan kelamin. Sedangkan seksualitas
adalah segala sesuatu menyangkut cara berpikir, merasa, berpakaian,
mengutarakan pendapat dan bersikap.
Perkembangan seksual adalah percepatan perkembangan fisik
dengan pemasakan seksuaal genital baik di dalam maupun di luar badan
(Monks, 2002). Perkembangan seksualitas bukan hanya perilaku
pemuasan seks semata, tapi juga mencakup pembentukan nilai, sikap,
perasaan, interaksi, dan perilaku. Ketika anak menjalani perkembangan
seksualnya, mereka bukan berarti berpikir tentang seks seperti orang
dewasa. Perkembangan seksualitas juga menyentuh aspek emosi, sosial,
budaya, dan fisik. Apa yang anak pelajari, pikirr, dan rasakan mengenai
seks akan membentuk sikap dan perilaku seksnya kelak. Maka, dalam
perkembangan seksual anak, orang tua perlu memahami dan membantu
agar proses perkembangan seksual berjalan secara sehat.
B. Tahap Perkembangan Seksualitas
Mengacu pada pendapat Sigmund Freud yang dikenal dengan teori
psikoanalisisnya, perkembangan psikoseksual terbagi menjadi 4 fase,
yaitu:
1. Fase Oral
Berlangsung dari lahir sampai usia 2 tahun. Anak mendapatkan
kenikmatan melalui mulutnya. Itu terlihat saat anak menyusu pada
puting payudara ibunya maupun memasukkan segala sesuatu ke
mulutnya.
2. Fase Muskuler

Berlangsung dari usia 2 sampai 3 tahun atau paling telat di usia 4 tahun.
Pusat kenikmatan anak berpindah ke otot; ditandai dengan kesenangan
dipeluk, memeluk, mencubit, atau ditimang-timang.
3. Fase Anal Uretral
Berlangsung dari usia 3 atau 4 sampai dengan 5 tahun. Pusat
kenikmatan anak terletak pada anus/dubur dan saluran kencing. Jadi
wajar bila si anak suka menahan BAB (buang air besar) atau BAK
(buang air kecil).
4. Fase Genital
Berlangsung dari usia 5 sampai 7 tahun. Pusat kenikmatan
dirasakan pada alat kelamin; ditandai dengan senang memegang alat
kelaminnya.

Seiring

kemampuan

berpikirnya

yang

meningkat,

umumnya muncul rasa ingin tahunya akan anggota tubuhnya.


Seringkali memperhatikan atau mempermainkan alat kelamin (Hurlock,
2001).
Berikut adalah panduan dari organisasi Stop it now (2015)
mengenai tahapan perkembangan seksual anak. Dalam kolom
perkembangan tipikal dijelaskan mengenai apa saja yang menjadi ciri
perkembangan seksual pada masa tertentu. Sedangkan pada kolom
atipikal, dijelaskan beberapa contoh perilaku seksual yang tidak sesuai
dengan usia perkembangan anak.
Periode
1.5 tahun

Perkembangan tipikal

Menggunakan
kata-kata
seksual yang menunjukkan
bagian-bagian tubuh manusia,
melakukan
pembicaraan
tentang
kelahiran
dan
kehamilan
menstimulasi alat kelamin di
rumah atau di tempat public
menunjukkan atau melihat
bagian tubuh pribadinya

Perkembangan
Atipikal

Berdiskusi
tentang
perilaku
seksual
tertentu
atau
ungkapan
seksual yang tidak
biasa
dipahami
anak seusianya

Melakukan
aktivitas
seksual
seperti
orang
dewasa
dengan
anak lain

Usia

sekolah 611 atau 12


tahun

Meningkatnya minat dan


kesadaran seksual pada anak
pra-remaja atau anak puber,
terutama karena terjadinya
perubahan hormonal
Muncul pertanyaan tentang
relasi intim, perilaku seksual,
menstruasi, kehamilan.
Pada
anak
pra-remaja
melakukan
eksperimentasi
dengan anak seusianya dalam
permainan, seperti: mencium,
menyentuh,
menunjukkan
bagian tubuh atau melakukan
role play perilaku seksual.
Melakukan stimulasi seksual
secara pribadi

Perilaku
seksual
seperti
orang dewasa
Berdiskusi
tentang
perilaku
seks yang spesifik
dan masturbasi di
tempat umum

Berikut adalah penjelasan mengenai perkembangan seksualitas anak


yang dapat dijadikan panduan orang tua untuk memberikan pengarahan
perkembangannya.
No
.
1

Usia
0-2

Perkembangan

3-4

Bayi mulai belajar tentang


cinta dan rasa percaya
melalui
sentuhan
dan
pelukan.
Mereka menjadi sangat
responsif terhadap sentuhan
fisik dan menerima pesan
verbal/non verbal yang akan
membentuk
pemahaman
mereka tentang seksualitas.
Identitas gender anak mulai
berkembang. Anak mulai
memahami makna dari,
Saya laki-laki, atau, Saya
perempuan.

Pendampingan orang tua

Ajari nama bagian tubuh,


termasuk penis dan vagina
Jelaskan
perbedaan
dasar
perempuan dan laki-laki
Bantu
anak
memahami
bagaimana berinteraksi dengan
teman sebayanya yang benar
Memberikan jawaban sederhana
tentang bagian tubuh dan
fungsinya
Orangtua
harus
membantu
memberi batasan yang bagian
pribadi sehat pada anak.
Jelaskan sentuhan yang boleh
dan tidak boleh, contohnya:

5-7

Eksplorasi anggota tubuh


dengan teman bermain
merupakan hal wajar di usia
ini. Misalnya, bermain
dokter-dokteran.
Anak-anak di usia ini mulai
suka menyentuh organ
genital mereka.
Perkembangan seksual lain
yang juga sering muncul di
tahap usia ini adalah
keinginan untuk mengetahui
bagian tubuh dari teman
bermainnya.
Anak-anak di usia ini mulai
membangun
fondasi
identitas gender. Mereka
mengeksplorasi peran orang
dewasa dengan melakukan
permainan ganti peran,
misalnya bermain rumahrumahan dengan masingmasing anak bergantian
memainkan peran yang
berbeda.
Di tahap ini, anak-anak
cenderung
mencari
hubungan yang lebih kuat
dengan
orangtua
yang
sesama jenis (misalnya anak
laki-laki dengan ayah, anak
perempuan dengan ibu).
Mengeksplorasi
bagian
tubuh di usia ini juga
merupakan hal wajar, jadi
orangtua sebaiknya tidak
perlu khawatir. Anak-anak
mulai memahami perbedaan
jenis kelamin, tetapi belum
terlalu tertarik ke lawan
jenis.

pelukan Ibu dan Ayah adalah


boleh dan tidak apa-apa, tapi
menyentuh bagian pribadi dan
tidak diinginkan adalah tidak
boleh

Bantu jelaskan perbedaan gender


dengan jelas dan proporsional
Jelaskan dasar proses reproduksi
manusia.
Orangtua bisa memberikan
pesan positif tentang bagaimana
memahami
tubuh,
dikombinasikan dengan pesan
tentang menjaga kesehatan dan
keamanan diri.
Mulai bicara tentang persiapan
perubahan fisik yang akan
terjadi di pubertas
Jelaskan bahwa menyentuh
tubuh pribadi adalah kegiatan
yang tidak dilakukan di tempat
publik

8-12

Di usia ini mereka mulai


memahami peran laki-laki
dan perempuan melalui
orangtua atau melalui media
(TV,
Internet,
dan
sebagainya).
Sebagian
anak
mulai
bermain
dengan
organ
genital
mereka
karena
merasakan sesuatu yang
berbeda. Sentuhan semacam
ini normal, meski tidak
selalu terjadi pada semua
anak.
Anak mulai merasakan
perubahan fisik menjelang
pubertas. Perasaan ini bisa
berdampak positif atau
negatif. Perasaan negatif
misalnya muncul dalam
bentuk
rasa
bersalah,
bingung dan malu.
Peran peer grup (teman
sebaya)
meningkatkan
pengaruh terhadap imej diri
anak. Anak juga cenderung
lebih suka berteman dengan
teman sesama jenis.
Beberapa anak di usia ini
mulai
melakukan
masturbasi.
Anak-anak
mulai
memisahkan diri dari
orangtua.

Mulai memberikan informasi


mengenai perubahan fisik, psikis
dan sosial mengenai pubertas.
Ajari anak mengelola emosinya
dan aspek harapan sosial ketika
mengalami pubertas.
Berikan
informasi
dasar
mengenai perilaku seksual dan
problem seksual sesuai dengan
kemampuan pemahamannya.
Ajari tentang kewajiban dan hak
dalam persabahatan atau relasi.
Ajari untuk membedakan relasi
yang sehat dan tidak sehat
Ajak bicara kritis tentang apa
yang nyata dan tidak nyata
mengenai gambaran seksual di
media

C. Bantuan Penyesuaian Perkembangan Seksualitas Anak


Setiap anak akan sampai pada tahap keingintahuan mengenai
tubuhnya sendiri, mengenai fungsi-fungsi organ tubuhnya dan juga
perbedaan-perbedaan dengan milik orang lain. Untuk itu anak akan banyak
7

bertanya. Orang tua hendaknya mempersiapkan diri dengan menambah


pengetahuan

untuk

menghadapi

pertanyaan

yang

mungkin

akan

dilontarkan anak, sehingga anak dapat memperoleh jawaban yang


memuaskan dan rasional menurut mereka.
1. Memahami rasa ingin tahu anak
Orangtua diharapkan memberikan penjelasan yang rasional
yang dapat ditangkap kognitif anak. Misalnya dengan membiasakan
menyebut nama alat kelamin anaknya. Hindari menyebutkannya
dengan istilah-istilah tertentu. Harapannya, kelak anak pun akan
terbiasa dan tidak menganggap kata-kata itu sebagai sesuatu yang tabu.
Bila pertanyaan seputar alat kelamin tidak terlontar dari mulut si
prasekolah, maka orangtua wajib memunculkannya.
Semakin dini diperkenalkan akan semakin baik. Tak perlu
khawatir anak tidak mampu menangkap karena otak anak bagaikan
jendela yang terbuka dan selalu siap menerima meski tak langsung
dimanfaatkan atau dipahami. Kelak saat si prasekolah beranjak besar
dan telah memahami tentang seksualitas, ia tidak asing lagi dengan
nama-nama alat kelamin dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu
yang tabu.
2. Berikan penjelasan sesuai kemampuan kognitif.
Diperlukan kreativitas untuk mendapatkan jawaban yang sesuai
dengan tingkat pemahaman anak. Dalam rentang usia ini, anak
memiliki pemahaman sebatas hal-hal yang konkret saja. Mereka ingin
mengenal tentang perbedaan bentuk, selanjutnya fungsi dari benda
tersebut secara sederhana. Perbedaan dengan lawan jenis dan
sebagainya.
3. Tanggapi dengan jujur.
Berbohong dapat membuat anak merasa ada sesuatu yang
disembunyikan yang justru dapat memacu rasa keingintahuannya.
Contoh,

Orang

tua

menyebut

ada

burung

di

celananya.

Kemungkinannya anak akan penasaran, kenapa burung bisa ada di


dalam celananya, melakukan apa dan seterusnya.
Penghindaran akan membuat anak makin penasaran. Bisa jadi anak
malah mencari informasi dari orang lain, sementara informasi yang
diberikan belum tentu benar dan tepat.
4. Bersikap proporsional.
Anak-anak belum membayangkan fungsi seksual dari organ
tubuh manusia karena mereka belum mengerti. Bila menghadapi ulah
si kecil yang paling diperlukan adalah tenang, kemudian memberikan
jawaban dan penjelasan terbaik untuk keingintahuan mereka.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Seksualitas
1. Orangtua
Apa yang orangtua pikirkan mengenai seksualitas anak
memberi pengaruh yang kuat bagaimana anda merespon prilaku
seksual anak. Apa yang orang tua atau leluhur anda katakan, lakukan,
keyakinan agama yang dianut, latar belakang kebudayaan dan perasaan
anda, semuanya akan memberi warna tentang bagaimana anda
menyikapi perkembangan seksual putra putri anda. Anda dapat
menolong anak anda untuk merasa nyaman, sehat dan normal, atau
sebaliknya, yaitu merasa malu, bersalah dan buruk, semuanya
tergantung bagaimana cara anda merespons putra-putri anda.
2. Televisi, radio dan majalah
Anak dipengaruhi oleh apa yang mereka lihat, dengar dan baca.
Mereka mungkin melihat atau mengetahui seks melalui berbagai cara
termasuk melalui media televisi, video, koran, papan iklan dan
majalah. Mereka belajar dari apa yang mereka baca dan lihat itu
mengenai apa artinya menjadi seorang laki-laki atau seorang
perempuan, dan bagaimana seorang laki-laki atau seorang perempuan
berprilaku. Kadang mereka melihat gambar kekerasan sesual atau

gambar aktivitas seksual yang mana mereka belum cukup dewasa


untuk mengerti artinya dan hal ini membuat mereka cemas.
3. Bagaimana orang tua memperlakukan orang lain
Anak belajar dari orang tuanya-guru pertama mereka. Mereka
melihat bagaimana orang tua memperlakukan orang lain, bagaimana
anda memberi perhatian, menghargai orang lain atau sebaliknya.
Beberapa anak mempunyai pengalaman melihat orang tuanya
mentertawakan atau mempermalukan orang lain karena perbedaan
jenis kelaminnya. Hal ini memberi pengaruh buruk bagi anak karena
dia mungkin merasa tidak nyaman dengan status seksualnya sebagai
laki atau perempuan, dan mengajarkan mereka untuk takut atau tidak
menghargai orang yang berjenis kelamin berbeda dengannya.
4. Sekolah
Sebaiknya sekolah dan tempat-tempat terapi anak tidak hanya
mengajarkan mereka anggota tubuh, nama dan kegunaannya tapi juga
mengajarkan anak bagaimana menyikapi prilaku orang lain terhadap
anggota tubuh mereka (termasuk organ seksual) yang tidak aman dan
tidak senonoh bagi mereka, serta cara mengatasinya.
E. Gangguan Perkembangan Seksualitas
1. Gangguan identitas gender
Orang-orang yang mengalami gangguan identitas gender (GIG)
atau transeksualisme, merasa bahwa jauh didalam dirinya merupakan
orang yang berjenis kelamin berbeda dengan dirinya saat ini dengan
kata lain mereka merasa terjebak berada didalam tubuh yang
dimilikinya saat ini. Mereka tidak menyukai pakaian dan aktivitas
yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Ia dapat mencoba berpindah
ke kelompok gender yang berbeda dan bahkan dapat menginginkan
operasi untuk mengubah tubuhnya agar sesuai dengan identitas
gendernya.

10

Ketika gangguan identitas gender bermula dimasa kanak-kanak,


hal itu dihubungkan dengan dengan banyaknya perilaku lintas-gender,
seperti berpakaian ataupun beraktifitas seperti lawan jenis. Gangguan
identitas gender pada anak-anak biasanya dapat terdeteksi oleh orang
tua ketika anak berusia antara 2 hingga 4 tahun.
2. Parafilia
Parafilia merupakan sekelompok ganguan yang mencakup
ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas
seksual yang tidak pada umumnya. Dengan kata lain terdapat deviasi
dalam ketertarikan seseorang. Fantasi, dororngan, atau perilaku harus
berlangsung setidaknya 6bulan dan menyebabkan distress. Seseorang
dapat memiliki perilaku, fantasi, dan dorongan seperti yang dimiliki
seorang parafilia (seperti memamerkan alat kelamin kepada orang
asing yang tidak memiliki kecurigaan apapun), tidak di diagnosis
menderita parafilia jika fantasi atau perilaku tersebut tidak dilakukan
berulang.
Banyak orang sering kali mengalami lebih dari satu parafilia
dan pola semacam itu dapat merupakan aspek gangguan mental lain,
seperti skizofrenia, depresi,atau salah satu gangguan kepribadian. Telah
diakui bahwa sebagian besar pengidap parafilia apapun orientasi
seksualnya adalah laki-laki. Hal ini dikarenakan bahwa para pengidap
parafilia mencari pasangan yang tidak begitu saja menurutinya atau
dengan melanggar hak orang lain secara ofensif. Gangguan ini sering
kali memiliki konsekuensi hukum.
3. Fetihisme
Fetihisme mencakup ketergantungan pada benda-benda mati
untuk menimbulkan gairah seksual. Orang yang mengidap fetihisme,
yang hampir seluruhnya laki-laki, memiliki dorongan seksual
berulang, intens terhadap berbagai benda mati, yang disebut fetis dan
keberadaan fetis sangat diinginkan atau bahkan merupakan keharusan

11

agar dapat timbul gairah seksual. Benda-benda yang biasa ditemui


yang dipakai untuk menimbulkan gairah seksual oleh fetisis adalah
sepatu, stoking transparan, benda-benda berbahan karet seperti jas
hujan, sarung tangAn, perlengkapan toilet, pakaian dari bulu, dan yang
terutama adalah celana dalam. Benda-benda tersebut biasanya dibelai,
dicium, dibaui atau hanya menatap benda sambil melakukan
masturbasi. Ada pula fetisis yang membutuhkan pasangan sebagai
stimulant sebelum melakukan hubungan seks. Fetisis kadang tertarik
untuk mengoleksibenda-benda yang diinginkan dan mereka dapat
mencuri setiap minggu untuk menambah benda koleksi yang dimiliki.
Gangguan fetisis biasanya berawal dari masa remaja, meskipun fetis
dapat memperoleh keistimewaan pada masa yang lebih awal, yaitu di
masa kanak-kanak.
4. Voyeurisme
Voyeurisme merupakan kondisi dimana seseorang memiliki
preferensi tinggi untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan melihat
orang lain yang sedang tanpa busana atau sedang melakukan hubungan
seksual. Pada beberapa laki-laki voyeurisme adlah satu-satunya
aktivitas seksual yang mereka lakukan. Pada laki-laki lain, lebih
diminati namun tidak mutlak diperlukan untuk menimbulakn gairah
seksual. Kadang seorang voyeur berfantasi melakukan hubungan
seksual dengan orang yang dilihatnya, tapi hal itu tetap fantasi dan
sangat jarang sekali terjadi kontak fisik, biasanya seorang voyeur
melakukan mastrubasi hingga pencapaian orgasmenya. Seorang voyeur
tidak akan merasa bergairah jika melihat perempuan yang sengaja
membuka pakaiannya untuk kesenangan sang voyeur. Karena dia akan
lebih bergairah dengan kemungkinan reaksi dari perempuan yang
diintipnya jika perilakunya itu diketahui.
5. Eksibisionisme
Eksibisionisme adalah perbuatan yang di ulang berkali-kali
untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan memamerkan alat

12

kelamin kepada orang yang tidak dikenal dan kadang kepada anak.
Para eksibisionis ini jarang berupaya untuk melakukan kontak secara
nyata dengan orang yang tidak dikenal tersebut. Biasanya mereka
hanya

berkeinginan

untuk

mengejutkan

atau

membuat

malu

korbannya. Dorongan untuk memamerkan alat kelamin itu bersifat


komplusif sehingga dapat dilakukan cukup sering dan bahkan dilokasi
yang sama dan pada waktu yang sama dalam satu hari. Merekapun
biasanya tidak mempedulikan konsekuensi social dan hukum akibat
perbuatannya tersebut.
6. Sadisme
Sadisme yaitu seseorang yang mendapatkan kepuasan seks dengan
terlebih dahulu dengan menyiksa pasangannya dan sebaliknya yang
disebut Masochis.
7. Pedophilia, seseorang yang mendapatkan kepuasan seks dengan
melakukan hubungan seks dengan anak-anak.
8. Necrophilia, seseorang yang hanya bisa mendapatkan kepuasan seks
dengan melihat mayat, atau berhubungan seks dengan mayat.
9. Skatologia telephone, percakapan cabul lewat telepon dengan orang
dewasa yang tidak menginginkannya.

13

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
perkembangan merupakan proses perubahan atau diferensiasi sel menuju
ke keadaan yang lebih dewasa atau kematangan dan bersifat kuantitatif.
Fase perkembangan individu tidak terlepas dari proses pertumbuhan
individu itu sendiri. Apa yang terjadi pada perkembangan remaja nantinya,
dipengaruhi oleh perkembangan pada masa anak-anak. Sigmun Freud
berpendapat bahwa perkembangan psikoseksual terdiri atas empat fase
yaitu fase oral, fase maskuler, fase anal uretral, dan fase genital. setiap fase
tersebut memiliki peran penting dalam perkembangan seksual anak.
Karena ketika seorang anak belum atau tidak menyelesaikan salah satu
fase perkembangannya pada masa anak-anaknya, maka hal tersebut dapat
mempengaruhi tahapan perkembangan mereka pada masa selanjutnya.
B. Saran
Untuk para pembaca kami mengharapkan agar memahami dan
memperhatikan setiap tahapan perkembangan pada masa anak-anak
terpenuhi karena hal tersebut dapat mempengaruhi perkembangan pada
masa selanjutnya.

14

DAFTAR PUSTAKA

Hastomo, A. 2007. Pendidikan Seks Anak (Pendekatan Praktis Bentuk dan


Antisipasi Penyimpangan seks anak). Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta
Hurlock, E. B. 1991. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Monks, F. J. 2002.

Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Universitas

Gadjahmada
National Sexual Violence Resource Center. 2013. An overview of healthy
childhood sexual development. Diunduh pada tanggal 15 Mei 2016
(saam_2013_an-overview-of-healthy-childhood-sexual-development.pdf)
Nevid, J. S. 2005. Psikologi Abnormal Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Nurlaili. 2011. Pendidikan seks pada anak. Riau: Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau.
Stop it now (2007). Do Children Sexually Abuse Other Children? Preventing
sexual abuse among children and youth. Northampton; JKG Group.

15

Anda mungkin juga menyukai