Kematian Muhammad Arief Husein, siswa SMP Negeri 11 Bintan akibat sakit
di perut setelah menerima pukulan dan tendangan dari kakak kelasnya. Dan
Renggo Kadafi, siswa kelas 5 SD, yang didiuga dianiaya kakak kelasnya menjadi
bukti bahwa perilaku kekerasan telah bermetamorfosis menjadi budaya.
Sejarah pendidikan tanah air mencatat banyak peristiwa kekerasan yang terjadi
di lingkungan sekolah, bahkan di kampus-kampus yang bekerjasama dengan
kedinasan yang dimaksudkan untuk menyiapkan aparatur negara yang handal.
Masih terpateri di memori kita berapa banyak tunas muda di IPDN, dulu STPDN,
tewas akibat kekerasan di luar batas saat pendidikan dasar. Sudah puluhan, bahkan
ratusan, siswa dan mahasiswa yang tewas karena tawuran dan perkelahian
antarmereka yang dipicu oleh persoalan-persoalan sepele dan yang hampir setiap
hari dapat kita saksikan di jalanan atau di kampus-kampus di berbagai kota.
Pertanyaan yang selalu mengusik kita adalah mengapa perilaku kekerasan selalu
kembali terulang dalam dunia pendidikan kita?
Perilaku kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah disebabkan oleh banyak
faktor. Salah satu faktor yang sangat mendominasi adalah kekerasan di sekolah
cenderung di turunkan. Secara psikologis, seorang individu yang dididik dan
dibesarkan dalam lingkungan yang mendukung cara-cara kekerasan secara tidak
sadar akan menerapkan perilaku yang sama manakala ia mendapat kekuasaan, hal
inilah yang disebut ketidaksadaran kolektif.
Siklus kekerasan akhirnya menjadi tradisi dan berulang setiap tahun. Siswa
baru yang mengalami masa orientasi dengan kekerasan akan menerapkan hal yang
sama manakala mereka menjadi senior. Dalam otak mereka tertanam bahwa
menjadi senior berarti berhak untuk berperilaku keras terhadap junior dan sah
memperlakukan junior semau mereka karena tindakan kekerasan yang sama
pernah mereka alami sebelumnya. Tradisi ini tentu saja sangat berbahaya bagi
dunia pendidikan kita dan menjadi sangat sulit untuk dihilangkan ketika sudah
mengakar dan membudaya selama bertahun-tahun lamanya.
Feist, Jess., dan Gregory J. Feist. 2011. Teori Kepribadian Theorist of Personality.
Diterjemahkan oleh Handriatno. Jakarta: Salemba Humanika.
Kompas. 4 Agustus, 2015. Masa Orientasi Siswa, Jadi Masa Menakutkan atau
Menyenangkan?.http://print.kompas.com/baca/2015/08/04/Masa-OrientasiSiswa
%2c-Jadi-Masa-Menakutkan-atau-Me; diakses 19 Juni 2016.