Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O) yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme sel

dan karbondioksida (CO) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut

dikeluarkan dari tubuh melalui paru.


Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil Oksigen dari atmosfer kedalam sel-sel
tubuh dan untuk mentransport karbon dioksida yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke
atmosfer. Organorgan respiratorik juga berfungsi dalam produksi wicara dan berperan dalam
keseimbanga asam basa, pertahanan tubuh melawan benda asing, dan pengaturan hormonal
tekanan darah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI HIDUNG
1. Hidung Luar :
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian
luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas. Struktur hidung luar
dibedakan atas tiga bagian,yang paling atas berupa kubah tulang yang tak dapat
digerakkan, di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan,
dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk
hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah, yaitu
pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (hip), ala
nasi, kolumela, dan lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh
kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan
beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang
hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasal), prosesus frontalis os
maksila dan prosesus nasalis os frontal. Kerangka tulang rawan terdiri dari
beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu
sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis
inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan tepi anterior kartilago
septum.
2. Hidung Dalam :
Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari
os.internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan
rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral
terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka
inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara
konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media
disebut meatus superior.

Gambar 2 Anatomi Hidung Dalam


a. Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian
posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior
oleh kartilago septum (kuadrilateral) , premaksila dan kolumela
membranosa; bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila ,
Krista palatine serta krista sfenoid.
b. Kavum nasi
Kavum nasi terdiri dari:
1) Dasar hidung : dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan
prosesus horizontal os palatum.
2) Atap hidung : terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior,
os nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan
korpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh
lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen n.olfaktorius
yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan
menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka
superior.
3) Dinding lateral : dibentuk oleh permukaan dalam prosesus
frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media
yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina
perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial.
4) Konka : Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah
konka ; celah antara konka inferior dengan dasar hidung disebut
meatus inferior ; celah antara konka media dan inferior disebut
meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus
superior. Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka
3

suprema) yang teratas. Konka suprema, konka superior, dan konka


media berasal dari massa lateralis os etmoid, sedangkan konka
inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila
bagian superior dan palatum.
c. Meatus superior
Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit
antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok
sel-sel etmoid posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu
atau beberapa ostium yang besarnya bervariasi. Di atas belakang konka
superior dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoidal,
tempat bermuaranya sinus sfenoid.
d. Meatus media
Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang
lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara
sinus maksila, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Di balik
bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding
lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai
infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit
yang menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang
dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum
membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai
prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu
bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus
frontal, antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di
infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara
di bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara
sinus frontal. Adakalanya sel-sel etmoid dan kadang-kadang duktus
nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di depan infundibulum.
e. Meatus Inferior
Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai
muara duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5
cm di belakang batas posterior nostril.
f. Nares

Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan
nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum.
Tiap nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis
palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis
os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus. Di bahagian atap dan
lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksila,
etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan sinus
paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang
irregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya
menghadap ke arah apeks prosesus zygomatikus os maksilla. Sinus
paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi udara
yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus alveolaris
dan bagian lateralnya berasal dari rongga hidung hingga bagian
inferomedial dari orbita dan zygomatikus. Sinus-sinus tersebut terbentuk
oleh pseudostratified columnar epithelium yang berhubungan melalui
ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi
sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet.
3. Kompleks ostiomeatal (KOM)
Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior
yang berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus
paranasal gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media
dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah
prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger
nasi dan ressus frontal.
Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena
sekret yang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit
infundibulum sebelum masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontal
sekret akan keluar melalui celah sempit resesus frontal yang disebut sebagai
serambi depan sinus frontal. Dari resesus frontal drainase sekret dapat langsung
menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara prosesus unsinatus
dan konka media.

Gambar 3 kompleks ostio meatal

4. Perdarahan Hidung
Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid
anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a.karotis
interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.
maksilaris interna, di antaranya adalah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina
yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki
rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung
mendapat pendarahan dari cabang cabang a.fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang
a.sfenopalatina,a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang
disebut pleksus Kiesselbach (Littles area). Pleksus Kiesselbach letaknya
superfisial dan mudah cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber
epistaksis(pendarahan hidung) terutama pada anak.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang

sama

dan

berjalan

berdampingan dengan arterinya . Vena di vestibulum dan struktur luar hidung


bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena
di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk
mudahnya penyebaran infeksi hingga ke intracranial.

Gambar 4. Perdarahan Hidung


5. Persarafan Hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal
dari n.oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung lannya, sebagian besar mendapat
persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion
sfenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan
persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima
serabut-serabut sensoris

dari n.maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari

n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus


profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung
posterior konka media
Nervus olfaktorius. Saraf ini turun dari lamina kribrosa dari permukaan
bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu
pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

Gambar 5. Persarafan Hidung


A. ANATOMI FARING
7

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang
besar dibagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar
tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas,
faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, kedepan berhubungan
dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah
berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus.
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari
dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia
bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring
(hipofaring). Unsur0unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan
otot.
1. Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring
karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedangkan
epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Dibagian bawahnya, yaitu
orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya
gepeng berlapis tidak bersilia.
Disepanjang faring dapat ditemuan banyak sel jaringan limfoid yang terletak
dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial.
Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.

2. Palut lendir (mucous blanket)


Daerah nasofaring dilalui oleh udaran pernapasan yang diisap melaui hidung.di
bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di atas silia dan
bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi
8

untuk menangkpa partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut
lendir ini megandung enzim Lyzozyme yang pentig untuk proteksi.
3. Otot
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari m.konstriktor faring superior,
media dan inferior. Otot-otot ini terletak disebelah luar. Otot-otot ini berbentuk
kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari
belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang
bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring (raphe pharyngis). Kerja
otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi oleh n.
Vagus (n. X).
Otot-otot yang longitudinal adalah m. Stilofaring dan m.palatofaring. letak otototot ini di sebelah dalam. M. Stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan
menarik laring, sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan
menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai
elevator. Kerja kedua otot itu penting pada waktu menelan. M.stilofaring
dipersarafi oleh nIX sedangkan m.palatofaring dipersarafi oleh n.X.
Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dlam
satu sarung fasia dari mukosa yaitu m.levator veli palatini, m.tensor veli palatini,
m.palatoglosus, m.palatofaring dan m.azigos uvula.
m.levator veli palatini membentuk sebgian besar palatum mole dan
kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba
Eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
m. tensor veli palatini membentuk tenda paltum mole dan kerjanya untuk
mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba Eustachius.
Otot ini dipersrafi oleh n.X.
m. palatoglosus membentuk

arkus

anterior

faing

dan kerjanya

menyempitkan ismus faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X.


m. palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini dipersarafi
oleh n.X.
m. azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek otot
yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang atas. Otot
ini dipersarafi oleh n.X

4. Perdarahan
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kandang-kadang tidak
beraturan, yang utama berasal dari cabang a. Karotis eksterna (cabang faring
asendens dan cabang fausial) serta dari cabang a.maksila interna yakni cabang
palatina superior.

5. Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus, cabang dari
10

n.glosofaring dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut
motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otototot faring keculai m.stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang
n.glosofaring (n.IX).

6. Kelenjar getah bening


Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media
dan inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring
dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke
kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas,
sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam
bawah.

Berdasarkan letaknya faring dibagi atas :


1) NASOFARING
Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah
adalah platum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang
adalah vertebra servikal.

11

Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan


beberapa struktur dinding penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada
dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut fosa Rosenmuller,
kantong Rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis
serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan
kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dialui oleh
n.glosofaring, n.vagus dan n.assesorius spinal saraf kranial dan v.jugularis
interna, bagian bawah petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara
tuba Eustachius.
2) OROFARING
Orofaring disebut juga mensofaring dengan batas atasnya adalah paltum mole,
batas bawah adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut,
sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal.
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring,
tonsil palatina, foa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil
lingual dan foramen sekum.
a. DINDIG POSTERIOR FARING
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang
akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot
dibagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot
palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus.
b. FOSA TONSIL
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya
adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas
(upper pole) terdapat suatu ruag kecil yang dinamakan fosa supra tonsil. Fosa
ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat memecah keluar
bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari
fasia bukofaring.
c. TONSIL
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya.
Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina dan
tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin
12

Waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam
fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang
merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya
melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam
dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah
epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya
ditemukan leukosait, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.
Permukaan lateral tonsil melekat pada pasia faring yang sering juga disebut
kapsul tonsil. Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina
asendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a. Faring asendens dan a.
Lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua
oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa
ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila
sirkumvalata.

3) LARINGOFARING (HIPOFARING)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior
ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra
servikal. Bila larigofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan
laring tidak langsung atau dengan pemeriksaan laringoskop pada pemeriksaan
laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah
ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh
ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral
pada tiap sisi. Velekula disebut juga kantong pil (pill pockets), sebab pada
beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan akan tersangkut disitu.

13

Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk


omega dan pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadangkadang bentuk infatil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam
perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya
sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita
suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi glotis ketika menelan
minuman atau bolus makanan, pada saat bolus makanan, pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.
Nervus laring superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada tiap
sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pemberian analgesia lokal di
faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.

B. ANATOMI LARING
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya
menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar dari pada
bagian bawah.
Bagian atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas
kaudal kartilago krikoid.
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan
beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh tendo dan otototot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik ke
atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini akan bekerja untuk membuka
mulut dan membantu menggerakan lidah.

14

Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago tiroid.
Kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago komunikulata, kartilago kuneiformis
dan kartilago tritisea.
Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum
krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran.
Terdapat dua buah (sepasang) kartilagi aritenoid yang terletak dekat permukaan
belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, disebut artikulasi
krikoaritenoid.
Sepasang kartilago kornikulata (kiri dan kanan) melekat pada kartilago aritenoid
di daerah apeks, sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terdapat di dalam lipatan
ariepiglotik, dan kartilago tritisea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.
Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid.
Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid
(anterior, lateral dan posterior), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum
krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringal, ligamentum hiotiroid lateral,
ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika, ligamentum ventrikularis,
ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid,
dan ligamentum tiroepiglotika.
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot
intrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan,
sedangkan otot-otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring tertentu yang
berhubungan dengan pita suara.
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid), dan
ada yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid). Otot-otot ekstrinsik yang
suprahioid ialah m.digastrikus, m.genohioid, m.stilohioid, dan m.milohioid. Otot yang
infrahioid ialah m.strenohioid, m.omohioid, dan m.tirohioid.
Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah,
sedangkan yang infrahioid berfungsi menarik laring ke atas.
Otot-otot instrinsik laring ialah m.krikoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika,
m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika dan m.krikotiroid. otot-otot ini terletak
dibagian lateral laring.
Otot-otot instrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah m.aritenoid
transversum, m.aritenoid oblik, dan m.krikoaritenoid posterior.

15

Sebagian besar otot-otot instrinsik adalah otot aduktor (kontraksinya akan


mendekatkan kedua pita suara tengah) kecuali m.krikoaritenoid posterior yang
merupakan otot abduktor (kontraksinya akan menjauhkan kedua pita suara ke lateral).

1. RONGGA LARING
Batas atas rongg laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas
bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas
depannya ialah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum
tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago
krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus
elastikus, dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya ialah
m.aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid.
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika
ventrikularis (pita suara palsu).
Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotis, sedangkan
antara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli.
Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3
bagian, yaitu vestibulum laring, glotik dan subglotik.
Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika
ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik.
Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut
ventrikulus laring Morgagni.
Rima glotis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian
interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plika vokalis, dan
16

terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua


puncak kartilago aritenoid, dan terletak dibagian posterior.
Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawa plika vokalis.

2. PERSARAFAN LARING
Laring dipersarafi oleh abang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis superior dan
n.laringis.inferior. kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan
sensorik.
Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiorid sehingga memberikan
sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara. Saraf ini mula-mula terletak
diatas ,.konstriktor faring medial, di sebelah medial a.karotis interna dan eksterna,
kemudian menuju ke kornu mayor tulang hioid, dan setelah menerima hubungan
dengan ganglion servikal superior, membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus
eksternus dan ramus internus.
Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring inferior dan
menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid
terletak disebelah medial a.tiroid superior, menembus membran hiotiroid, dan
bersama-sama dengan a.laringis superior menuju ke mukosa laring.
Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu
memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan
cabang dari n.vagus.
Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklivia kanan dibawahnya, sedangkan
n.rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior berjalan di
antara cabang-cabang a.tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal
17

kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. disebelah


posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior
dan ramus posterior. Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot instrinsik bagian
lateral, sedangkan ramus psoterior mempersarafi otot-otot instrinsik laring bagian
superior dan mengadakan anastomosis dengan n.laringis superior ramus internus.

3. PERDARAHAN
Perdarah untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan a.laringis
inferior.
Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri laringis
superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran tirohioid
bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian
menembus membran ini untuk berjalan ke bawah di submukosa dari dinsing
lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan otot-otot
laring.
Arteri laringis inferior merupakan cabang dari a.tiroid inferior dan bersama-sama
dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk alring
melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di dalam laring
arteri itu bercabang-cabang, memperdarahi mukosa dan otot serta beranastomosis
dengan a.laringis superior.
Pada daerah setinggi membran krikotiroid, a tiroid superior juga memberikan
cabang yang berjalan mendatari sepanjang membran itu sampai mendekati tiroid.
Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran
krikotiroid untuk mengadakan anstomosis dengan a.laringis superior.
Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis
superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan
inferior.
18

4. PEMBULUH LIMFA
Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vokal. Disini
mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan
vokal pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior.
Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan
a.laringis superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari bagian
superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan
kebawah dengan a.laringis inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam,
dan beberapa di antaranya menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular.
C. FISILOGI HIDUNG
Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka fungsi
fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah : 1) fungsi respirasi untuk mengatur
kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam
pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal ; 2) fungsi penghidu, karena
terdapanya mukosa olfaktorius (penciuman) dan reservoir udara untuk menampung
stimulus penghidu ; 3) fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu
proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang ; 4)
fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap
trauma dan pelindung panas; 5) refleks nasal.
1. Fungsi Respirasi
Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anteior,
lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah
nasofaring. Aliran udara di hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus.
Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Pada musim
panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara
inspirasi oleh palut lendir, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.
Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37 derajat celcius.
Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah
epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas.
Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring
di hidung oleh : a) rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, b) silia, c) palut lendir.
Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan
dikeluarkan dengan refleks bersin.
19

2. Fungsi Penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum.
Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau
bila menarik napas dengan kuat.
Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan
rasamanis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa manis
strawberi, jeruk, pisang atau coklat. Juga untuk membedakan rasa asam yang berasal
dari cuka dan asam jawa.

3. Fungsi Fonetik
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi.

Sumbatan

hidung

aan

menyebabkan

resonansi

berkurang

atau

hilang,sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).


Hidung membantu proses pembentukan kta-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir,
dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m,n,ng) rongga mulut tertutup
dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aluran udara.
4. Refleks Nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan
refleks bersin dan napas berhenti. Ransang bau tertentu akan menyebabkan sekresi
kelenjar liur, lambung dan pankreas.
D. FISOLOGI FARING
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi
suarau dan untuk artikulasi.
1. Fungsi menelan
Terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringal dan fase
esfagal. Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disni
disengaja (voluntary). Fase farngal yaitu pada waktu transpor bolus makanan
melalui faring. Gerakan disini tidak sengaja (involuntary). Fase esofagal, di sini
gerakannya tidak disengaja, yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara
peristaltik di esofagus menuju lambung.
20

2. Fungsi faring dalam proses berbicara


Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum
dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatanpalatum mole kearah
dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan
melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring. kemudian m.levator
veli palatini bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan
nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir
mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold
of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam
mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring
(bersama m.salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior.
Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang bersamaan.
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi,
tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara
cepat bersamaan dengan gerakan palatum.
E. FISIOLOGI LARING
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta
fonasi.
Fungsi laring untuk protekso ialah untuk mencegah makanan dan benda asing untuk
masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara
bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena pengangkatan laring
keatas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilago aritenoid
bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiroaritenoid dan m.aritenoid. selanjutnya
m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter.
Penutupan rima glotis terjadi aduksi plika vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan kana
mendekati karena aduksi otot-otot intrinsik
Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat
diabtukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari
pari dapat dikeluarkan.
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima glotis, bila
m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabka prosesus vokalis kartilgo
aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka (abduksi).

21

Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan


dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi
darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi
darah.
Fungsi laring dalam mebantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme, yaitu
gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis dan mendorong bolus
makan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke dalam laring.
Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi, seperti berteriak,
mengeluh, menagis dan lain-lain.
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat sara serta menentukan
tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada daitur oleh ketegangan plika vokalis.
Bila plika vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid
kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat bersamaan
m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke
belakang. Plika vokalis ini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi.
Sebaliknya kontraksi m.krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke depan,
sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vkalis
akan menentukan rendahnya nada.

DAFTAR PUSTAKA

22

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher; Edisi keenam. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
Adam,Boies, Higler, Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6, EGC, Jakarta,1997
Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati setiawan, ed. 9,
1997, Jakarta: EGC

23

Anda mungkin juga menyukai