Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Pada umumnya kontak pertama antara seorang dokter dan pasien dimulai dari
anamnesis. Dari sini hubungan terbangun sehingga akan memudahkan kerjasama dalam
memulai tahap-tahap pemeriksaan berikutnya. Dalam menegakkan suatu diagnosis anamnesis
mempunyai peranan yang sangat penting bahkan terkadang merupakan satu-satunya petunjuk
untuk menegakkan diagosis.
Kemampuan anamnesis dan pemeriksaan fisik bisa menyingkirkan different diagnosis
(DD) yang kemudian menegakkan diagnosis. Ketidakmampuan dalam mencari informasi
ketika meng-anamnesa pasien membuat kita tidak bisa menentukan pemeriksaan fisik yang
diperlukan untuk menyingkirkan different diagnosis. Kesalahan mendiagnosis juga berarti
kesalahan melakukan terapi yang tepat. Perlu diingat lagi bahwa keterampilan anamnesa
sudah memenuhi 70% dalam penegakan diagnosis. Untuk itu buat sejawat yang bekerja di
perifer dengan keterbatasan alat pemeriksaan penunjang, ada baiknya mempelajari lagi
bagaimana menganamnesa pasien yang baik dan bagaimana melakukan pemeriksaan fisik
yang diperlukan untuk menyingkirkan differential diagnosis.

BAB II
PEMBAHASAN

A. ANAMNESIS
Bila pasien datang untuk pertama kali pada dokter, tanyakan keluhan utama yang
menyebabkan pasien datang. Hal yang ditanyakan pada pasien :
1. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang mendorong pasien untuk meminta pertolongan medis. Adapun
komponen-komponen dari keluhan utama seperti :1

Subjektif (gatal, nyeri, baal, gangguan kosmetik)


Objektif (benjolan, bercak, beruntusan, biduran, lenting, lepuh)
Lokasi (seluruh tubuh, mengenai bagian tertentu saja, dermatomal)
Onset
2. Riwayat perjalanan penyakit dan kejadian selama penyakit berlangsung1
Sejak kapan keluhan timbul (berapa hari, minggu, bulan)
Bagaimana dan berupa kelainan apa pada awalnya (merah-merah, bintik-bintik, luka,

dsb)
Dimana kelainan pertama kali timbul (kaki, kepala, wajah, anggota gerak)
Apakah menjalar/tidak atau hilang timbul
Apakah gatal, sakit atau bagaimana
Apakah keluar cairan/kering
Apakah ada gejala lain yang menyertai (keluhan pada sendi, kuku)
Apakah ada faktor lain yang memengaruhi penyakit (menjadikan lebih berat atau

buruk, lebih baik atau berkurang) misalnya stress.


3. Riwayat penyakit dahulu1
Apakah penah mengalami keluhan serupa
Apakah pernah mengalami penyakit kulit lain sebelumnya
Apakah pasien memiliki penyakit diabetes
4. Riwayat penyakit keluarga1
Apakah ada keluarga pasien yang mempunyai riwayat penyakit tertentu
Apakah ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa dengan pasien.
Apakah orang yang tinggal serumah dengan pasien pernah atau juga menngalami
keluhan serupa dengan pasien
5. Riwayat Alergi1
Apakah pasien memiliki alergi makanan, obat, cuaca, beda atau zat-zat tertentu
6. Riwayat pengobatan dan penggunaan obat-obatan1
Apakah ada obat-obatan yang digunakan sebelum keluhan timbul
Apakah ada obat-obatan yang telah digunakan untuk keluhan saat ini. Bila ada
bagaimana pengaruhnya, apakah membaik, menetap atau memburuk.
7. Riwayat psikososial1

Tanyakan kebiasaan sehari-hari pasien mengenai kebersihan diri dan tempat tinggal

pasien.
Tanyakan mengenai kodisi sosial ekonomi, jumlah penghuni dalam rumah pasien,

kondisi tempat tinggal pasien


Tanyakan apakah pasien sering terpapar sinar matahari sepanjang hidup.

Anamnesis tidak perlu lebih terinci, tetapi dapat dilakukan lebih terarah pada diagnosis
kerja atau diagnosis banding setelah dan sewaktu inspeksi.1
B. PEMERIKSAAN FISIK DERMATOLOGI
1.
Inspeksi
Pemeriksaan keadaan umum perlu dicari hubungannya dengan penyakit kulit yang
sedang diderita. Pemeriksaan kulit harus dikerjakan ditempat terang, jika perlu dengan
bantuan kaca pembesar. Bila ada kelainan tempat lain, perlu dilakukan inspeksi seluruh
kulit tubuh pasien. Periksa kuku, rambut dan selaput lendir (mukosa, mulut, mukosa
genital dan anal).1
Pada inspeksi perlu diperhatikan lokalisasi, warna, bentuk, ukuran, penyebaran, batas,
efloresensi yang khusus. Bila terdapat kemerahan pada kulit ada tiga kemungkinan :
Eritema, purpura, dan telangiektasis. Cara membedakkannya yakni ditekan dengan jari
dan digeser. Pada eritema warna kemerahan akan hilang dan warna tersebut akan
kembali setelah jari dilepaskan karena terjadi vasodilatasi kapiler. Sebaliknya pada
purpura tidak menghilang sebab terjadi perdarahan di kulit, demikian pula
telangiektasis akibat pelebaran kapiler yang menetap. Cara lain ialah yang disebut
diaskopi yang berarti menekan dengan benda transparan (diaskop) pada tempat
kemerahan tersebut. Diaskopi disebut positif jika warna merah menghilang (eritema),
disebut negatif bila warna merah tidak menghilang (purpura atau telangektasis). Pada
telengektasis tampak kapiler yang berbentuk seperti tali yang berkelok-kelok dapat
berwarna merah atau biru.1
2. Palpasi
Pada palpasi lakukan perabaan masing-masing jenis lesi, apakah permukaan rata,
berbenjol-benjol, licin/halus atau kasar, dan konsistensi lesi, misalnya padat, kenyal,
lunak dan nyeri pada penekananv. Bila ada tanda radang akut sebaiknya diperiksa
kelenjar getah bening regional maupun generalisata.1
3. Pemeriksaan Rambut
-

Kehilangan rambut (alopesia)2,3

Alopesia areata : adalah kebotakan yang terjadi setempat-setempat dan


berbatas tegas, umumnya terdapat pada kulit kepala namun juga dapat
mengenai daerah berambut lainnya.

Alopesia universalis adalah kebotakan yang mengenai seluruh rambut yang


ada pada tubuh.

Alopesia totalis adalah kebotakan yang mengenai seluruh rambut kepala

Hirsutisme : Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada wanita dan anak-anak


pada tempat yang merupakan tanda seks sekunder, misalnya kumis, janggut
dan cambang.

Hipertrikosis : adalah penambahan jumlah rambut pada tempat-tempat yang


biasanya juga ditumbuhi oleh rambut.

4. Pemeriksaan Kuku

Koilonikia

: kuku tipis dan berbentuk cembung dengan pinggir yang

meniggi. Dapat dijumpai pada penyakit anemia def. Fe, pajanan asam kuat,
hipertiroid.2

Onikauksis

: kuku menjadi menebal tanpa kelainan bentuk. Dapat

disebabkan oleh trauma, infeksi jamur, psoriasis.2

Onikogrifosis

: Kuku berubah bentuk dan menebal seperti cakar. Dapat

disebabkan oleh trauma neuropati perifer.2,3

Hiperkeratosis subungual :

disebabkan karena gangguan inflamasi yang

menyebabkan keratinisasi abnormal kuku distal dan hyponychium dengan


akumulasinya dibawah lempeng kuku. Penyebab tersering pada psoriasis,
onikomikosis, trauma, dermatitis atopik dan kontak.2

C. STATUS DERMATOLOGI
1. Lokalisasi1
Pertama-tama harus ditentukan terlebih dahulu lokasi dari kelainan secara regional
(contoh: regio axialis, regio torakalis, regio abdominalis) serta ditambah dengan regio
relatif (contoh:1/3 proksimal ekstremitas inferior kiri). Setelah itu baru ditentukan jenis
efloresensi yang ada diatas lokasi tersebut.
2. Distribusi1
Setelah tipe lesi diidentiikasi, dilakukan penjabaran mengenai bentuk aturan dan
distribusi.
Contoh Status Dermatologis

Distribusi

: regional

A/R

: regio bucalis sinistra

Lesi

: multiple, herpetiformis, unilateral, sirkumskrip, ireguler, ukuran lentikular,


menimbul dari permukaan, kering.

Efloresensi

: vesikel dengan dasar dan pinggiran eritematous.

Tanda-Tanda Klinis (Clinical signs)

Beberapa pemeriksaan sederhana dan langsung dapat dilakukan guna menentukan apakah
ada tanda atau fenomena kulit yang terjadi pada suatu penyakit berdasarkan patogenesis atau
kejadiannya antara lain:2
Auspitz Sign
Auspitz Sign terjadi karena dibawah lesi psoriasis, kapiler-kapiler di bawah
epidermis adalah sangat banyak dan berlingkar-lingkar, dan berada sangat dekat dengan
permukaan kulit, sehingga pengangkatan skuama tersebut pada dasarnya akan menarik
bagian atas kapiler-kapiler tersebut, yang akhirnya menyebabkan perdarahan.4,5
Auspitz Sign bisa digunakan sebagai sarana diagnostik untuk psoriasis, dengan peringatan
bahwa beberapa penyakit lain juga menghasilkan Auspitz Sign. Walau bagaimanapun,
kombinasi dari kulit yang menebal, meradang, dengan skuama yang berwarna silver dan
Auspitz Sign merupakan ciri unik dari psoriasis.4,5
Cara untuk melakukan tes ini adalah dengan mengerok skuama dengan perlahan
menggunakan object glass hingga skuama habis. Hasilnya positif apabila terdapat bintikbintik perdarahan sebagai akibat dari papilomatosis.4

Tanda Nikolsky
Merupakan teknik pemeriksaan guna menilai adanya epidermolisis secara cepat pada
pasien vesikobulosa dan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:3
Tanda Nikolsky langsung: bila dilakukan penekanan langsung dengan jari tangan pada
esikel/bula kemudian terlihat bula melebar ke kulit di sekitarnya, berarti Nikolsky positif.

Tanda Nikolsky tidak langsung: bila kulit di antara 2 bula ditekan dan digeser dengan
telunjuk maka tampak kulit terangkat seakan-akan lepas dari dasarnya atau terbentuk bula.

Fenomena Tetesan Lilin


Bila pada lesi tersebut digores dengan benda berujung agak tajam maka bagian yang
bening tersebut akan tampak lebih putih daripada sekitarnya, tidak transparan lagi dan
berbentuk linier sesuai goresan.2

Fenomena Kobner
Bila pada kulit pasien dilakukan goresan atau digaruk berulang-ulang maka setelah kurang
lebih 3 minggu (atau lebih), di tempat tersebut muncul lesi serupa lesi asal. Contoh pada
pasien psoriasis dan liken planus.2

Dermographism
Reaksi bila kulit digosok dengan benda tumpul, misalnya ujung kuku maka di tempat
tersebut muncul garis kemerahan diikuti urtika.2

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG DERMATOLOGI


Tak dapat dipungkiri bahwa dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan saja tidak
selalu dapat memberikan informasi yang cukup. Ada beberapa kelainan kulit yang hampir
selalu membutuhkan pemeriksaan penunjang lebih lanjut; baik untuk memastikan suatu
diagnosis dengan prognosisnya yang penting atau yang menyangkut terapi (misalnya,
kelainan-kelainan dengan lepuhan), atau untuk mencari kelainan sistemik yang mendasarinya
(misalnya

gatal-gatal

yang

menyeluruh).

Kemajuan

di

bidang

genetika

modern

memungkinkan darah (atau juga jaringan yang lain) dapat dianalisis untuk mencari adanya
kelainan yang spesifik. Kadang-kadang penemuan klinis saja tidak bisa menentukan
diagnosis kerja yang memuaskan, sehingga diperlukan keterangan lain untuk bisa
merencanakan penanganan yang optimal.6,7
Sejumlah teknik pemeriksaan yang penting diperlukan untuk mendapatkan informasi
lebih lanjut. Beberapa di antaranya, seperti pemeriksaan darah dan apusan (swab) yang
memadai untuk pemeriksaan bakteriologi dan virologi. Akan tetapi, sejumlah teknik lain
merupakan hal yang lebih spesifik bagi pemeriksan penunjang dermatologis. Pemeriksaan
penunjang khusus yang biasa dilakukan adalah sebagai berikut:5,6

Pemeriksaan darah - dilakukan untuk kelainan sistemik yang melatarbelakanginya,

dan dikembangkan untuk analisis genetik.


Swab dan sampel-sampel yang lain ditujukan untuk pemeriksaan apakah terdapat
infeksi

Lampu Wood (Woods Light)beberapa kelainan menjadi lebih mudah untuk dilihat.
Kerokan kulit atau guntingan kuku mikroskopi dan kultur mikologis.
Biopsi kulit- histopatologi, mikroskopi electron, imunopatologi, sidik DNA.
Tes tempel (patch test) untuk membuktikan alergi akibat kontak dengan alergen.

Pemeriksaan Khusus
Fluoresensi (Pemeriksaan dengan Lampu Wood)

Lampu Wood menghasilkan sinar ultraviolet 360 nm, (atau sinar hitam) yang dapat
digunakan untuk membantu evaluasi penyakit-penyakit kulit dan rambut tertentu.
Dengan lampu Wood, pigmen fluoresen dan perbedaan warna pigmentasi melanin yang
subtle bisa divisualisasi.7
Prinsip:
Sinar Wood diarahkan ke lesi akan dipantulkan berdasarkan perbedaan berat molekul
metabolit organisme penyebab, sehingga menimbulkan indeks bias berbeda, dan
menghasilkan pendaran warna tertentu.7
Alat : Lampu Wood dan ruangan kedap cahaya.7
Cara pemeriksaan :7
Kulit dan rambut yang akan diperiksa harus dalam keadaan sealamiah mungkin.
Obat topikal, bahan kosmetik, lemak, eksudat harus dibersihkan terlebih dahulu
karena dapat memberikan hasil positif palsu.
Pemeriksaan harus dilakukan di dalam ruangan kedap cahaya agar perbedaan warna
lebih kontras.
Jarak lampu Wood dengan lesi yang akan diperiksa 10-15cm.
Lampu Wood diarahkan ke bagian lesi dengan pendaran paling besar/jelas

Pada tinea kapitis atau tinea versikolor akan menghasilkan fluoresen warna kuning
keemasan, pada eritrasma warna coral red. Lampu Wood dapat digunakan untuk melihat
perbedaan warna pada hiperpigmentasi, pigmen yang terletak superfisial akan tampak
lebih gelap sedangkan pada hipopigmentasi misalnya vitiligo akan tampak lebih putih
dengan batas yang lebih tegas dibandingkan dengan sekitarnya.7

Diaskopi
Diaskopi terdiri dari penekanan pada lesi dengan menggunakan sebuah lensa datar
transparan atau objek lain (seperti slide kaca atau sekeping plastik yang tidak berwarna,
jernih, dan kaku).. Alat ini mengkompresi darah dari pembuluh darah kecil, supaya warna
lain pada lesi dapat dievaluasi. Diaskopi membantu pemeriksa menilai seberapa banyak
darah intravaskular sebuah lesi yang merah atau ungu. Jika lesi terutama terdiri dari
kongesti vaskular, diakopi akan memucat. Tekanan yang lebih kuat pada kapiler akan
mendorong sel darah merah ke dalam pembuluh darah di sekitarnya yang mempunyai
tekanan yang lebih rendah. Jika pada diaskopi gagal terjadi pucat, atau pucat tidak
sempurna, hal ini bermakna banyak sel darah merah mengalami ekstravasasi atau
jaringan pembuluh yang berisi darah tersebut abnormal, sehingga tidak memungkinkan
sel lewat dengan sempurna. Sarkoma Kaposi mencakup baik pembuluh darah neoplastik
aberan maupun eritrosit yang ekstravasasi,sehingga tidak memucat. Pada nodul
granulomatous, tampak gambaran warna kecoklatan yang trasnlusen, dikenal sebagai
nodul apple jelly (contohnya pada lupus vulgaris).2

Dermoskopi
Alat dermatoskop merupakan gabungan antara loupe dan sinar sehingga dapat menilai
lesi kulit lebih rinci. Permukaan kulit tampak lebih jelas, perbedaan relie kulit warna
menjadi lebih tajam. Alat ini cukup sensitif guna menilai perubahan warna dan relief
kulit pada lesi melanositik dibandingkan non-melanositik.2

Perhatikan tanda-tanda pada setiap lesi apakah:2


(A) Asimetry, sisi kiri dan kanan tidak simetris
(B) Border/tepi lesi, apakah tepi berbatas tegas
(C) Color, apakah perubahan warna/pigmen merata
(D) Diameter, berapa ukurannya, apakah >6 mm
(E) Elevasi, apakah permukaan lesi meninggi

Tes Tempel (Patch Test)


Uji ini dilakukan untuk mengetahui penyebab alergi biasanya pada dermatitis kontak
alergi. Prinsipnya membuat miniatur dermatitis pada kulit pasien.

Persiapan
Tes dilakukan saat penyakit sedang tenang. Pasien bebas obat antihistamin dan
kortikosteroid oral dan topikal sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum uji kulit.
Pastikan bahwa kondisi antigen yang digunakan dalam keadaan layak pakai, perhatikan
cara penyimpanan dan tanggal kadaluarsanya. Setelah itu lakukan anamnesis tentang
apakah pernah berkontak sebelumnya dengan antigen yang akan digunakan.7
Melakukan uji
Bahan uji kulit ditempelkan di punggung, ditutup dengan plester, kemudian dibuka
dan dibaca pada jam ke 24, 48, 72 dan 96.2
Hasil pemeriksaan

Hasil uji dibaca setelah 24-48 jam.2 Bila setelah 24 jam hasil tes tetap negatif maka
cukup aman untuk memberikan dosis antigen yang lebih kuat. Indurasi yang terjadi
harus diraba dengan jari dan ditandai ujungnya, diukur dalam mm dengan diameter
melintang (a) dan memanjang (b). Untuk setiap reaksi gunakan formula (a+b):2. Suatu
reaksi disebut positif bilamana (a+b):2=2 mm atau lebih.7
Efek samping
Dapat terjadi suatu reaksi kemerahan yang persisten selama 3-10 hari tanpa
meninggalkan sikatriks. Pada orang yang sangat sensitif dapat timbul vesikel dan
ulserasi pada lebih dari satu lokasi antigen.7
Prick Test (Uji tusuk)
Uji tusuk dapat dilakukan dalam waktu singkat dan lebih sesuai untuk anak. Tempat
uji kulit yang paling baik adalah pada daerah volar lengan bawah dengan jarak
sedikitnya 2 sentimeter dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak alergen
dalam gliserin (50% gliserol) diletakkan pada permukaan kulit. Lapisan superfisial kulit
ditusuk dan dicungkil ke atas memakai lanset atau jarum yang dimodifikasi, atau
dengan menggunakan jarum khusus untuk uji tusuk. Ekstrak alergen yang digunakan
1.000-10.000 kali lebih pekat daripada yang digunakan untuk uji intradermal. Dengan
menggunakan sekitar 5 ml ekstrak pada kulit, diharapkan risiko terjadinya reaksi
anafilaksis akan sangat rendah.4
Reaksi dikatakan positif bila terdapat rasa gatal dan eritema yang dikonfirmasi dengan
adanya indurasi yang khas yang dapat dilihat dan diraba. Diameter terbesar (D) dan
diameter terkecil (d) diukur dan reaksi dinyatakan ukuran (D+d):2. Pengukuran dapat
dilakukan dengan melingkari indurasi dengan pena dan ditempel pada suatu kertas
kemudian diukur diameternya. Uji gores kulit (SPT) disarankan sebagai metode utama
untuk diagnosis alergi yang dimediasi IgE dalam sebagian besar penyakit alergi.4

Pemeriksaan Kerokan Kulit


Menggunakan skalpel, lesi pada pasien dikerok dan skuama ditempatkan pada kaca
mikroskop, ditetesi dengan kalium hidroksida (KOH) 10%, dan ditutup dengan kaca
penutup. Sesudah didiamkan beberapa menit guna melarutkan membrane sel epidermis,
sediaan siap diperiksa. Pemeriksaan ini bisa dibantu dengan menambahkan tinta Parker
Ink apabila dicurigai adanya infeksi oleh Malassezia (penyebab pitiriasis versikolor).
Terhadap guntingan kuku bisa juga dilakukan hal yang sama, tetapi diperlukan larutan
KOH yang lebih pekat dan waktu yang lebih lama.7
Pemeriksaan mikroskopis pada rambut bisa juga memberikan informasi tentang
adanya infeksi jamur, abnormalitas struktur batang rambut pada kelainan genetik
tertentu, dan juga bisa bermanfaat untuk menentukan berbagai penyebab terjadinya
kerontokan rambut yang berlebihan.7
Pemeriksaan Histopatologik
Bila ada keraguan dalam menegakkan diagnosis penyakit kulit, biopsi dan pemeriksaan
histopatologik merupakan pemeriksaan penunjang pilihan. Biopsi dapat dilakukan
dengan menggunakan pisau skalpel atau biopsi plong (punch).2
Biopsi dengan Skalpel
Cara ini dapat digunakan untuk lesi yang lebih besar.
(a) Pemberian anestesi lokal. Biasanya lidokain (lignokain) 1-2%, penambahan
adrenalin (epinefrin) 1:10.000 membantu mengurangi perdarahan, tetapi
jangan sekali-sekali digunakan pada jari tangan dan jari kaki.7,8

(b) Untuk biopsi insisi (diagnostik). Buat dua sayatan yang berbentuk elips,
pastikan bahwa sediaan tadi diambil melewati tepi lesi, beserta tepi dari kulit
yang normal sekitar lesi. Untuk eksisi yang menyeluruh. Perluas elips
mengelilingi keseluruhan lesi; pastikan tepi eksisi memotong vertical dan
tidak miring ke arah tumornya, karena dapat menghasilkan eksisi yang tidak
cukup dalam.7,8
(c) Perbaiki kerusakan yang ditimbulkan. Kedua tepi, baik karena biopsi insisi
maupun eksisi, dirapatkan satu sama lain dengan jahitan; pemilihan benang
jahitan tidaklah terlalu penting, tetapi agar memberikan hasil kosmetik yang
terbaik, pakailah benang yang sehalus mungkin, dianjurkan benang yang
sehalus mungkin, dianjurkan benang monofilament sintetis.7,8

Punch biopsy

Cara ini jauh lebih cepat, namun hanya memperoleh sampel yang kecil dan hanya
cocok untuk biopsi diagnostik atau angkat lesi yang kecil:7,8,9
1

Lakukan anestesi local

Tusukkan pisau biopsy ke dalam lesi dan lakukan gerakan melingkar

Tarik ke atas jaringan di tengah irisan tadi, dan pisahkan dengan menggunakan
gunting atau pisau scalpel.

Atasi perdarahan dengan jahitan kecil.

DAFTAR PUSTAKA

1. Boediardja S.A., Budimulja M. 2015. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis.


Dalam: Menaldi, S.L., Bramono, K. dan Indriatmi W., ed. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi Ketujuh. Jakarta: FKUI. h. 47-56.
2. Boediardja S.A. 2015. Uji Diagnosis di Bidang Dermato-Venerologi. Dalam:
Menaldi, S.L., Bramono, K. dan Indriatmi W., ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi Ketujuh. Jakarta: FKUI. h. 57-63.

3. Yospipovitch G., Greaves M.W., Schmeltz M. 2009. Bates Guide to Physical


Examination and History Taking, 10th ed. Philadelphia: Wolter Kluwer-Lippincott
Williams & Wilkins. h. 163-172.
4. Garg, Amit & Levin. Nikki. A. & Bernhard. Jeffrey.D. 2010. Structure of Lesions and
Fundamentals of Clinical Diagnosis. In : Wloff Klaus et al, editors. Fitzpatricks
Dermatology In General Medicine. Eight Edition. United States: McGraw-Hill
Companies. h. 30-41.
5. Bergtresse PR. 2008. Basic Science Approach to Pathophysiology of Skin Disease.
Dalam: Wolff, K., Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B., Paller, A.S., Leffell, D.J,
ed. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 7th ed. New York: McGraw Hill
Companies. h. 87-92.
6. Hochstein E., Rubin AL. 2010. Physical diagnosis text book and work book in
methods of clinical examination. New York : the blakiston Div. Mc Graw-Hill Book
Co. h. 26-38.
7. Burns DA., Stephen B., Neil C., Christopher G. 2010. Rooks Textbook of
Dermatology. 8th edition. United Kingdom: Wiley-Blackwell Publishing. h. 30-36.
8. Graham, Robin, dkk. 2005. Pemeriksaan Penunjang: Lectures Notes Dermatologi

Edisi 8. Jakarta: Erlangga. h: 123-142.

Anda mungkin juga menyukai