Anda di halaman 1dari 4

1. Pada penelitian ini memnggunakan metode penelitian apa?

Pada penelitian ini menggunakan retrospective cohort study.


Studi kohort adalah studi yang mempelajari hubungan antara factor resiko an efek
(penyakit atuua masalah kesehatan), dengan memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan
factor resiko. Kemudian mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat berapa
banyak subjek dalam masing-maisng kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah
kesehatan.
Studi kohort retrospektif: factor resiko dan efek atau penyakit sudah terjadi di masa
lampau sebelum dimulainya penelitian. Dengan demikian variable tersebut diukur melalui
catatan historis. Studi ini menggunakan data yang suda terkumpul sebelumnya, jadi peneliti tidak
perlu lagi melaksanakan pengumpulan data selama periodee waktu selanjutnya.
Penelitian retrospektif adalah sebuah studi yang didasarkan pada catatan medis, mencari
mundur peristiwa yang terjadi di masa lalu. Pada studi retrospektif faktor risiko diukur dengan
melihat kejadian masa lampau untuk mengetahui ada tidaknya faktor risiko yang dialami
(Saryono,2010,p.85)
Pengumpulan data : data sekunder (diambil dari rekam medis atau data laboratorium)
Kelemahan Studi retrospektif :
* Bias seleksi
* Bias informasi
Pada studi ini, pengamatan dimulai pada saat akibat (efek) sudah terjadi. Yang terpenting
dalam studi retrospektif adalah populasi yang diamati tetap memenuhi syarat populasi, dan yang
diamati adalah faktor risiko masa lalu yang diperoleh melalui pencatatan data yang lengkap.
Dengan demikian, bentuk penelitian retrospektif hanya dapat dilakukan, apabila data tentang

faktor risiko tercatat dengan baik sejak terjadinya paparan pada populasi yang sama dengan
efek yang ditemukan pada awal pengamatan.
2. Pengertian regresi logistic?
Regresi logistic adalah prosedur pemodelan yang diterapkan untuk memodelkan variable
terikat (Y) yang bersifat kategori berdasarkan satu atau lebih variable predictor (X), baik yang
bersifat kategori maupun kontinyu. Dapat pula menggunakan variable yang bersifat ordinal.
Regresi logistic ordinal adalah salah satu metode statistic untuk menganalisis variable terikat
yang mempunyai skala ordinal yang terdiri dari 3 variabel atau lebih. Menurut Holmer dan
Lemenshow (2000), regresi logistic ordinal adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk
mengetahui hubngan antara variable respon dengan variable predictor, dimana variable
responnya memiliki lebih dari dua kategori dan dalam setiap kategori memiliki tingkatan.
Statistic parametric dan non parametric?

Statistic parametric adalah statistic induktif untuk populasi yang parameternya telah
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu (misalnya, sebaran data mengikutii distribusi
normal). Pada umumnya, Jika data tidak menyebar normal, maka data harus dikerjakan
dengan metode Statistika non-parametrik, atau setidak2nya dilakukan transformasi agar
data mengikuti sebaran normal, sehingga bisa dikerjakan dg statistika parametrik. Contoh
metode statistika parametrik: uji-z (1 atau 2 sampel), uji-t (1 atau 2 sampel), korelasi

pearson, Perancangan Percobaan (1 or 2-way ANOVA parametrik), dll.


Statistic non parametric adalah statistic induktif yang berusaha mengambil kesimpulan
tentang keseluruhan populasi yang parameternya tidak memenuhi persyaratan, yaitu tidak
mengikuti sutau distribusi tertentu. Ciri non parametric adalah jenis data nominal atau
ordinal, serta distribusi data (populasi) tidak normal. Statistika non-parametrik biasanya

digunakan untuk melakukan analisis pada data berjenis Nominal atau Ordinal. Data
berjenis Nominal dan Ordinal tidak menyebar normal. Contoh metode Statistika nonparametrik:Binomial test, Chi-square test, Median test, Friedman Test, dll.
3. Apa yang harus kita lakukan dengan clozapine bahwa lebih efektif daripada antipsikosis
lainnya sedangkan memiliki efek samping yang bahaya?
Clozapine merupakan antipsikosis yang efektif untuk pengobatan skizofren dibandingkan
antipsikosisi lainnya. Bagi banyak pasien, clozapine memberikan harapan baru untuk
keberhasilan dalam manajemen farmakologis pada mental disorder. Namun, hingga 17 persen
pasien harus menghentikan pengobatan karena efek samping yang bahaya (Grohmann et al.
1989). Persentase pasien yang diberikan dosis suboptimal atau durasi percobaan yang tidak
memadai clozapine karena efek samping tidak diketahui. Pengelolaan yang tak diinginkan ini
pengaruhnya penting untuk hasil terapi. Selanjutnya, kepatuhan pada clozapine dapat secara
signifikan ditingkatkan jika pasien cukup banyak mendapat informasi tentang sifat dan risiko
efek samping dan jika klinisi menyadari dan berusaha untuk memngobati mereka. Namun,
manfaat penuh dapat dicapai hanya jika efek samping dapat dikendalikan. Jadi kita harus dapat
mengontrol efek samping obat clozapine tersebut dengna memantau ketat pasien. Untuk
menghindari situasi di mana seorang dokter atau pasien tidak dapat memenuhi tes darah
diperlukan, clozapine tidak dapat ditiadakan tanpa bukti pemantauan.
Clozapine berkinerja dengan baik daripada obat antipsikosis lainnya tapi bukan pilihan
pertama pilihan yang baik. Itu karena risiko dari kejang dan efek samping yang mengancam jiwa
yang disebut agranulositosis (kegagalan sumsum tulang belakang), yang dapat menyebabkan
infeksi serius atau fatal. Sekitar 4 persen dari pasien yang memakai clozapine telah kejang.
Sekitar 1 persen akan mengembangkan agranulositosis. Oleh karena itu harus pemantauan yang

ketat. Karena risiko ditimbulkannya, clozapine yang diresepkan hanya untuk orang-orang dengan
skizofrenia yang tidak bereaksi dari obat antipsikotik lainnya. Ini pasien sering disebut sebagai
"treatment resistant." Terdapat beberapa bukti bahwa hal itu dapat menyebabkan beberapa
perubahan berpotensi berbahaya di beberapa pasien 'irama jantung. Untuk alasan ini, mungkin
ide yang baik untuk orang-orang dengan riwayat masalah jantung untuk menghindarinya.

Anda mungkin juga menyukai