STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama
Tn. H
Umur
47 tahun
Jenis kelamin :
Laki-laki
Alamat
Campaka
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri saat berkemih
Riwayat Pengobatan
Selama keluhan pasien suka membeli obat sendiri di apotek. Pasien sedang menjalani
Hemodialisa.
Riwayat Psikososial
Pasien jarang minum air putih.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
1
: Composmentis
Vital Sign
TD
: 140/90 mmHg
: 72 x/menit
: 18 x/menit
: 37.5oC
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata
:
Pupil
Refleks pupil
+/+, isokor
Konjungtiva
anemis -/-
Sklera
ikterik -/-
THT
Leher
Thorax :
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
:
:
Tampak datar
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
Timpani
Status Lokalis
a/r abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
:
:
Tampak datar
Timpani
Status Urologis
a/r Flank
o Inspeksi
: Warna kulit sama dengan sekitarnya, tanda radang (-), massa (-)
o Palpasi
: Ballotement ginjal -/o Perkusi
: Costovertebral angle tenderness +/a/r Suprapubis
o Inspeksi
: Kesan datar, warna kulit sama dengan sekitar, tidak tampak massa
o Palpasi
: Nyeri tekan ada, blass tidak teraba
a/r Genitalia Externa : dbn
Rectal Toucher
Massa (-)
RESUME
Laki-laki, 47 tahun, nyeri saat berkemih sejak 1 tahun. Pasien juga mengeluh nyeri
daerah suprapubic sampai ke pinggang. BAK sedikit-sedikit dengan frekuensi yang sering.
Demam (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital : TD 140/90 mmHg, nadi 72
x/menit, RR 18 x/menit, suhu 37.5C. Selain itu terdapat, NT di region iliaka dekstra ,CVA
(+/-).
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Vesicolithiasis
PENATALAKSANAAN
Rencaa Diagnostik
USG abdomen
Rencana Terapi
Intervensi operative
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
HEMATOLOGI LENGKAP
Satuan
Hemoglobin
7.9
13.5-17.5
g/dL
Hematokrit
24.9
42 52
Eritrosit
2.90
4.2 5.4
10^6/L
Leukosit
8.9
4.8 10.8
10^3/L
Trombosit
442
150 450
10^3/L
MCV
85.9
80 94
fL
4
MCH
27.2
27 31
pg
MCHC
31.7
33 37
RDW-SD
43.7
37 54
fL
PDW
9 14
fL
MPV
8 12
fL
Differential
LYM %
19.5
26 36
MXD %
6.2
0 11
NEU %
64.5
40 70
EOS %
9.6
13
BAS %
0.2
<1
Absolut
LYM #
1.73
1.00 1.43
10^3/L
MDX #
0.55
0 1.2
10^3/L
NEU #
5.74
1.8 7.6
10^3/L
EOS #
0.85
0.02 0.50
10^3/L
BAS #
0.02
0.00 0.10
10^3/L
KIMIA KLINIK
Fungsi Ginjal
Ureum
141.4
10-50
mg%
Kreatinin
11.9
0.5-1.0
mg%
Natrium (Na)
141.3
135-148
mEq/L
Kalium (K)
5.17
3.50-5.30
mEq/L
Calcium Ion
1.17
1.15-1.29
mmol/L
Elektrolit
Faal Ginjal
Ureum
257.1
10-50
Mg%
creatinin
8.9
0.5-1.1
Mg%
55.6
10-50
mg%
Kreatinin
4.8
0.5-1.0
mg%
WORKING DIAGNOSIS
Uropati obstruktif e.c. vesicolithiasis dan Chronic kidney disease
Rencana Tindakan
Hemodialisa
Intervensi operatif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Obstruksi traktus urinarius dapat terjadi selama perkembangan fetus,anak-anak
maupun pada saat dewasa. Penyebab obstruksi dapat kongenital atau didapat,juga bisa
disebabkan karena keganasan atau proses lain. Akibat dari obstruksi dipengaruhi oleh
luas dan derajat dari obstruksi (sebagian atau total), kronisitas (akut atau kronik), kondisi
awal dari ginjal, kemampuan untuk pemulihan, dan ada tidaknya faktor-faktor yang
lainnya seperti infeksi.
Obstruktif Uropati digunakan untuk menggambarkan perubahan struktural saluran
kemih akibat gangguan aliran urin, dimana perubahan ini, dapat atau tidak disertai
kerusakan parenkim ginjal.
Istilah Obstruktif Nefropati dipakai untuk menggambarkan gangguan fungsi ginjal
akibat obstruksi saluran kemih, sedangkan istilah hidronefrosis dipakai untuk
menggambarkan adanya dilatasi saluran kemih bagian atas (ureter dan sistem kaliseal),
tetapi hidronefrosis tidak selalu mengindikasikan adanya obstruksi. Berbagai keadaan
dapat menyebabkan dilatasi ureter tanpa adanya obstruksi, seperti refluks vesikoureteral,
megaureter primer, pelvis/kaliks extrarenal, dilatasi ureter yang berhubungan dengan
pielonefritis akut.
bersifat fungsional dan anatomic. Kelainan fungsional yaitu refluks vesiko ureter dan
adinamik segmen ureter.
Obstruksi ekstrinsik terjadi akibat kompresi ekstrinsik. Pada wanita penyebab
tersering adalah kehamilan, pada pria penyebab tersering adalah hyperplasia prostat
benigna.
C. ETIOLOGI
Anomali kongenital adalah penyebab tersering pada traktus urinarius bila
dibandingkan dengan sistem organ lain yang dapat menyebabkan obstruksi. Pada orang
dewasa, ada banyak jenis penyebab obstruksi yang dapat terjadi.
1. Kongenital
Daerah tersering yang mengalami obstruksi adalah pada meatus eksternal anak lakilaki (stenosis meatus) atau hanya bagian dalam dari meatus eksternal pada anak
perempuan, uretra distal (stenosis), katup uretra posterior, ureter ektopik, ureterocele,
serta ureterovesical dan ureteropelvic junction. Penyebab congenital yang lain pada
penyumbatan urine adalah kerusakan SII-IV yang biasa terdapat pada spina bifida dan
myelomeningocele. Refluks vesicoureteral yang disebabkan penyumbatan vesika dan
renal.
2. Didapat
Obstruksi jenis ini sangat banyak, bisa primer disebabkan karena kelainan pada
traktus urinarius dan sekunder karena adanya lesi retroperitoneal yang menginvasi
atau menekan aliran urin. Disfungsi neurogenic mempengaruhi kandung kemih.
Traktus urinarius bagian atas secara sekunder dapat disebabkan oleh obstruksi atau
refluks ureterovesikal, dan sering terjadi komplikasi berupa infeksi.
Namun penyebab sering dan terbanyak adalah :
a. Striktur uretra sekunder yang disebabkan oleh infeksi atau luka
b. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), Ca Prostat
c. Tumor vesika urinaria yang melibatkan leher kandung kemih atau satu atau kedua
orificium uretra
d. Perluasan ca prostat atau servix ke dasar kandung kemih termasuk ureter
e. Kompresi pada ureter pada tepi pelvis oleh nodul metastasis dari Ca prostat atau
servix
f. Batu Uretra
9
D. PATOGENESIS
Obstruksi saluran kemih sekitar < 5% kasus ARF. Pada uropati obstruktif, tidak ada
proses inflamasi pada ginjal, namun terdapat peningkatan tekanan balik pada tubulus
ginjal yang menyebabkan disfungsi tubulus. Hampir semua fungsi tubulus terganggu :
konsentrasi dan dilusi urin, reabsorpsi Na dan air, dan sekresi K dan ion hidrogen.
Produksi urin biasanya isotonik terhadap plasma dan kadar Na tinggi dan FENA. Sedimen
mikroskopik biasanya jinak kecuali bila timbul infeksi.
Dapat menyebabkan kegagalan fungsi dan kerusakan struktur ginjal yang permanen
(Nefropati Obstruktif). Keparahannya tergantung dari onset dan durasi (Akut Kronik),
derajat sumbatan (Unilateral Bilateral, Parsial Total), level Obstruksi (Infravesica
Supravesica), kondisi awal ginjal sebelum terjadinya sumbatan, dan adanya keterlibatan
infeksi saluran kemih. Perubahan yang terjadi dibagi menjadi 3 waktu kritis: Trifase
Obstruktif : Fase Akut (0-90 menit), Fase Pertengahan (2-5jam), Fase Lanjut (24 jam).
kenaikan volume), penurunan aliran darah ke ginjal (RBF) dan laju filtrasi
glomerulus (GFR), aliran balik pielolimfatik dan pielovenous
Renal Blood Flow (RBF) meningkat
Pada fase awal obstruksi akut, RBF meningkat perlahan lahan karena adanya
vasodilatasi yang diinduksi prostaglandin E2. Jika obstruksi terjadi lebih lama,
terjadi vasokonstriksi, yang diinduksi tromboksan A2, sehingga menimbulkan
penurunan RBF mencapai 40-70% dari harga normal pada 24 jam
Laju Filtrasi Gromelurus (GFR) menurun
Penurunan RBF akan dengan sendirinya menurunkan GFR. Setelah 1 minggu
obstuksi unilateral GFR akan menurun hingga 20% dari pre-obstruksi namun
dikompensasi dengan meningkatnya GFR disisi lain menjadi 165%
Pada obstruksi akut, aliran urin menjadi lambat sehingga volum cairan yang
diteruskan ke nefron distal berkurang, disertai dengan retensi nitrogen menghasilkan
urine yang sangat encer dengan kandungan natrium yang tinggi
Atrofi ginjal, mekanisme: Aliran urine terhambat dilatasi saluran kemih urine
masuk ke parenkim ginjal oedema ginjal atrofi ginjal setelah beberapa minggu
terjadi iskemia, edema sel darah merah, dan nekrosis
Perubahan morfologi sistem pelvikokalices
Peningkatan intrapelvik karena obstruksi merusak papilla ginjal dan sistem
kalises, dapat menyebabkan: kedua kaliks menjadi tumpul, kaliks menjadi datar,
kaliks menjadi konveks, semakin lama parenkim ginjal tertekan ke perifer sehingga
korteks menipis
Obstruksi dan neuropati disfungsi vesika mempunyai efek yang sama pada traktus
urinarius. Perubahan ini dapat terjadi pada :
1. Pengaruh Traktus urinarius bawah (Distal sampai leher Vesika urinaria) dari striktur
meatus eksternal berat
2. Pengaruh pada tractus urin media (Kandung kemih) dan Traktus urinarius bagian atas
(ureter dan ginjal), dan dari BPH
ada indikasi kearah obstruksi atau kelemahan fungsi detrusor. Aliran rata-rata urin
biasanya dihubungkan dengan atonik neurogenic bladder atau striktur uretra atau
obstruksi prostat (peningkatan tahanan uretral) dapat lebih rendah dari 3-5ml/dtk.
Pemeriksaan sistometogram dapat membedakan 2 penyebab gangguan aliran urin
ini. Setelah terapi definitive dari penyebab, alirannya dapat kembali ke normal.
Pada keadaan dimana terdapat diverticulum atau reflux vesicoureteral,
walaupun kekuatan detrusor normal, pancaran urin dapat terganggu karena difusi dari
tekanan intravesikal kedalam diverticulum dan vesikouretral junction seperti pada
uretra. Eksisi pada diverticulum atau perbaikan pada vesikouretral junction
menyebabkan pengeluaran urin yang efisien melalui uretra.
2. Traktus bagian atas
Pembesaran ginjal dapat ditemukan melalui palpasi atau perkusi. Nyeri tekan
dapat ada bila terdapat infeksi. Perlu diperhatikan bila ada Kanker sevix, dimana
kanker ini dapat menginvasi dasar kandung kemih dan dapat menyumbat satu atau
kedua orifisium uretra, atau metastase ke kelenjar limfe iliaka yang dapat menekan
ureter. Massa yang besar pada pelvis (tumor, kehamilan) dapat memindahkan atau
menekan ureter. Anak-anak yang mendapat obstruksi traktus urinarius (biasanya yang
berhubungan dengan katup posterior uretra) dapat berkembang menjadi asites.
Ruptur dari forniks ginjal menyebabkan kebocoran urin di retroperitoneal, dengan
rupture dari kandung kemih, urine dapat melewati kavum peritoneal melalui robekan
pada peritoneum.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Anemia dapat ditemukan pada sekunder dari infeksi kronik atau pada
hidronefrosis bilateral (stadium uremia). Leukositosis dapat ditemukan pada stadium
infeksi akut. Dapat juga ditemukan peningkatan sel darah putih yang dihubungkan
dengan stadium kronis.
Peningkatan protein biasanya tidak ditemukan pada uropati obstruktif.
Sedimen juga tidak biasa ditemukan pada hidronefrosis. Hematuria mikroskopis
dapat mengindikasikan infeksi pada buli atau ginjal, tumor, atau batu. Sel pus dan
bakteri bisa ada bisa juga tidak. Bila ada hidronefrosis bilateral, aliran urin melalui
13
tubulus renalis akan melambat. Terjadi reabsosrbi dari urea namun tidak pada
kreatinin. Pada pemeriksaan kimia darah rasio urin kreatinin adalah 10:1.
2. X-Ray
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran pembesaran ginjal,
gambaran kalsifikasi biasanya menggambarkan adanya batu, atau metastasis ke
tulang belakang atau pelvis. Metastasis pada spinal bisa menjadi penyebab kerusakan
cabang spinal (buli neuropatik), jika osteoblastik,hampir banyak penyebabnya berasal
dari kanker prostat.
Urogram ekskresi menggambarkan hampir semua riwayat yang ada sampai
fungsi renal benar-benar rusak berat. Pemeriksaan ini sangat baik jika terjadi
obstruksi kaena terlihat adanya gambaran massa yang tertahan. Gambaran urogram
menggambarkan derajat dilatasi dari pelvis, kalix dan ureter. Titik stenosisnya akan
terlihat. Dilatasi segmental dari bagian bawah akhir ureter menggambarkan
kemungkinan adanya refluks vesikoureteral, yang jelas terlihat pada pemeriksaan
sistografi. Pemeriksaan sistogram memperlihatkan gamabaran trabekulasi, dengan
adanya iregularitas pada buli dan bisa terlihat gambaran diverticula. Tumor buli, batu
non opak dan pembesaran lobus prostat intravesikal dapat memperlihatkan gambaran
radiolusent. Pengambilan film dilakukan segera setalah pengosongan akan
memperlihatkan sisa urin.
Sistograf retrograde menunjukkan perubahan dinding buli yang menyebabkan
obstruksi distal (Trabekulasi, divertikula) atau menggambarkan lesi obstruksi
(pembesaran prostat, katup uretral posterior, kanker buli). Jika Katup uretrovesikal
tidak kompetent, uretero pielogram akan menyebabkan terjadinya refluks.
Retrograd urogram menunjukan gambaran yang lebih mendetil daripada tipe
eksretori, tetapi perhatian harus diambil jangan sampai terjadi overdistensi jalur ini
oleh gambaran cairan yang opak, sedikit hidronefrosis dapat dilakukan untuk melihat
sedikit lebih luas. Derajat ureteral atau obstruksi ureterovesikal dapat dinilai dari
14
drainase yang dimasukan cairan radioopak. CT scan dan sonografi juga dapat
membedakan dilatasi yang bertambah dan atrofi dari parenkim.
3. Isotop Scanning
Bila terdapat obstruksi, radioisotope renogram akan memperlihatkan depresi
baik vaskuler dan fase sekretori dan peningkatan dibandingkan kegagalan fase
ekskretori terhadap retensi dari urin radiopak pada pelvis renalis.
4. Instrumental Examination
Eksplorasi uretra dengan menggunakan kateter atau alat lain merupakan
dignosa yang berharga.
Lintasan dapat terhambat oleh striktur atau tumor. Spasme dari sfinkter
eksterna dapat menyulitkan lintasan. Lintasan kateter segera sesudah pengosongan
15
memudahkan perkiraan dari jumlah urin residu yang ada di buli. Urin residu
umumnya biasa pada obstruksi leher buli, sistokel, dan neurogenic bladder.
Pemeriksaan tonus buli bila menggunakan sistometri dapat membantu dalam
mendiagnosa neurogenik bladder dan dalam membedakan antara obstruksi leher buli
dan atoni buli. Inspeksi uretra dan buli menggunakan sistsoskopi dan panendeskopi
dapat meperlihatkan benda penyebab obstruksi primer. Kateter dapat melewati pelvis
renalis dan mengambil specimen urin. Fungsi dari kedua ginjal dapat diukur dan
retrograde ureterpielogram dapat dilakukan.
5. Interventional Uroradiology
Jika ada keraguan apakah benar ada obstruksi, test Whitaker atau isotope
renogram dapat dilakukan. Akan tetapi test whitaker dan Buxton Thomas telah
menunjukkan tak ada satupun yang bebas dari kesalahan.
G. DIAGNOSIS BANDING
Pemeriksaan secara langsung biasanya tidak menimbulkan keraguan dalam
diagnosis .Diagnosis banding dalam keadaan seperti ini cukup sulit. Jika infeksi
sederhana tidak berespon terhadap therapy medis atau terjadi infeksi lagi, obstruksi,
benda asing atau refluks vesikoureteral sebagai penyebab, maka penelitian lebih lanjut
diperlukan.
H. KOMPLIKASI
Stagnasi dari urin dapat menyebakan terjadinya infeksi, dimana nanti akan menyebar
ke seluruh system traktus urinarius. Sekali terjadi infeksi akan sukar dilakukan eradikasi
walaupun setelah obstruksinya teratasi.
Seringkali organisme yang masuk adalah pemecah urea (Proteus, stafilokokus),
dimana akan menyebabkan urin menjadi alkalin. Garam kalsium akan memicu dan
membentuk batu buli atau ginjal lebih mudah pada urin yang alkalin. Jika kedua ginjal
dipengaruhi, akhirnya bisa terjadi insufisiensi ginjal. Infeksi sekunder meningkatkan
kerusakan ginjal.
Pionefrosis adalah stadium akhir dari infeksi berat dan obstruksi ginjal. Ginjal akan
menjadi tidak berfungsi dan dipenuhi oleh pus yang tebal. Bila dilakukan foto polos
16
abdomen akan memberikan gambaran udara urogram yang disebakan oleh gas yang
bercampur oleh organisme yang menginfeksi.
I. PENATALAKSANAAN
1. Menghilangkan obstruksi
a. Obstruksi traktus bagian bawah (distal s/d Buli)
Pada pasien dengan kerusakan ginjal dan utreterovesikal sekunder
adalah minimal atau tidak ada, koreksi dari obstruksi belumlah cukup. Jika
jelas refluks akan terlihat dan tidak reda secara spontan setelah obstruksi
teratasi, perbaikan melalui pembedahan diperlukan. Perbaikan menjadi pilihan
utama apabila terdapat hidronefrosis akibat refluks. Drainase dengan
menggunakan kateter diindikasikan untuk memperbaiki fungsi ginjal. Jika
dalam beberapa bulan drainase, refluks tetap ada, ureterovesikal yang
inkompeten harus diperbaiki melalui pembedahan.
b. Obstruksi traktus bagian atas (Diatas buli)
Jika terdapat puntiran, kusut, dilatasi atau ureter atonik yang berlanjut
menjadi sekunder obstruksi bagian bawah,drainase buli tidak akan melindungi
ginjal dari kerusakkan lebih berat,urin proksimal dari obstruksi harus
dikeluarkan oleh nefrostomi atau ureterostomi. Ginjal akan memperoleh
kembali beberapa fungsinya. Setelah beberapa periode bulan, uliran dan
dilatasi ureter akan sedikit berkurang, bagian obstruksinya akan terbuka. Jika
material radiopak termasuk kedalam tabung nefrostomi. Sampai buli, akan
mungkin untuk memindahkan tabung nefrostomi. Jika obstruksi atau refluks
tetap ada, perbaikan melalui pembedahan diindikasikan. Pengeluaran urin
secara permanen diperlukan.
Jika satu ginjal sudah rusak yang ireversibel, perlu dilakukan
pemeriksaan fungsi ginjal, sonografi, ct scan, atau skintigrafi dan nefrektomi.
2. Eradikasi Infeksi
Sekali obstruksi sudah diatasi, segala usaha dilakukan untuk eradikasi infeksi.
Jika infeksi telah berat dan lama, antibiotic dapat gagal untuk sterilisasi traktus
urinarius.
3. Diuresis post obstruktif
Diuresis beberapa liter sehari. Diuresis karena defek tubulus saat
menghilangkan obstruksi. Pasien biasanya edema, hipertensi dan kadar BUN
meningkat, dimana dibutuhkan diuresis. Produksi urin bisa gross hematuria. Selama
17
obstruksi tekanan tinggi, pembuluh kecil pada sistem kolektivus bisa robek. Tekanan
tinggi
juga
menyebabkan
tamponade
pembuluh
darah
tersebut.
Dengan
J. PROGNOSIS
Tidak ada pernyataan yang sederhana dapat dibuat untuk membuat prognosis. Hasil
akhir tergantung dari penyebab, lokasi, derajat dan lama obstruksi. Prognosis juga
dipengaruhi dari komplikasi infeksi, terutama bila infeksi sudah ada dari waktu yang
lama.
Jika fungsi ginjal baik, obstruksinya dapat dikoreksi dan infeksinya dapat diatasi,
maka prognosis secara keselurahan adalah baik.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Pais V, et al. Pathophysiology of urinary tract obstruction.in Campbell-Walsh Urology,
9th ed. Chapter 37.2007.
2. Emil Tanagho,MD. Urinary obstruction and stasis.in smiths general urology,17 th
ed,Chapter 11.2008
3. Hanno, M. Philip, et al. 2001. Clinical Manual of Urology Third Edition. Mc-Graw Hill
International Edition.
4. Michael J.Metro,MD. PENN Clinical Manual of Urology,Chapter 11,2008.
5. http://Medscape.com/
19