LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama
: Tn. Nasrul
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal lahir
MRS
: 12/12/2016
Ruangan
Rekam Medis
: 00 23 00 01
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri perut bagian atas
pulang. 5 hari SMRS nyeri yang dirasakan pasien kambuh lagi, tidak
-
tidak ada
Riwayat Hipertensi dan DM disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Sakit sedang/gizi baik/composmentis
Status Vitalis
Tekanan Darah: 110/80mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernafasan
: 21 x/menit
Suhu
: 36, 7oC
Kepala
Konjungtiva
Sklera
: anemis (-)
: ikterus (-)
Bibir
Gusi
: perdarahan (-)
Mata
pupil bulat, isokor, 2,5mm/2,5mm, RC +/+
Leher
Kelenjar getah bening :tidak terdapat pembesaran
Deviasi trakea
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor R=L
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Rectal Touche
: Tidak dilakukan
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil
Hemoglobin
Satuan
Nilai normal
g/dl
13,80-17,00
/ul
4.500-10.800
42,0-50,0
/ul
150-400
16,4
Leukosit
11.800
Hematokrit
46,2
Trombosit
246.000
E. RESUME
Seorang laki-laki, 37 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut
atas dialami sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan tertusuktusuk, hilang timbul. Nyeri disertai dengan mual, muntah kadang-kadang. BAK dan
BAB tidak ada keluhan. Nyeri yang sama pernah dialami 2 minggu SMRS
kemudian minum obat maag, keluhan membaik. Pada tanggal 21-10-2016 kembali
mengalami nyeri perut kanan atas sampai ulu hati berobat ke RSIJ, di rawat /
observasi selama satu hari pasien pulang. 5 hari yang lalu pasien kambuh lagi
kembali masuk RSIJ Sukapura. Dari pemeriksaan fisik, pasien sakit sedang, gizi
baik dan composmentis. Tanda vital dalam batas normal. Pada palpasi abdomen
didapatkan nyeri tekan di daerah hypochondrium kanan, murphy sign positif. Pada
perkusi didapatkan nyeri ketok di daerah hypochondrium kanan. Pemeriksaan
Rectal Touche tidak dilakukan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit
meningkat yaitu 11.800/ul.
F. DIAGNOSIS
1. Susp. Cholelithiasis
DD/ Cholesistitis
2. Dyspepsia Syndrome
G. PENATALAKSANAAN
Rencana Diagnostic
- USG hepatobilier
- Cek faal hati dan fungsi ginjal
Rencana Terapi
- Tirah baring
- IVFD RL 500 cc/8 jam
- Cefixime 2 x 200mg
- Ranitidine 2 x 150mg
- Paracetamol 3 x 500mg (Bila Demam)
- Diet rendah lemak
H. FOLLOW UP
Tanggal
Keterangan
13/12/2016
Tanggal
Keterangan
14/12/2016
Tanggal
Keterangan
15/12/2016
St Generalis
Kesadaran : E4M6V5 = 15 ( Composmentis )
Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+
THT : dbn
Thorax :
Corr : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo: Vesikuler, Rh (-), Wh (-)
Abdomen:
Datar, Supel , BU (+), Nyeri tekan (+) pada regio epigastik & hipogastrik kanan, murphy sign (+)
Ekstermitas : Akral Hangat, CRT < 2 detik
A: Cholelitiasis dengan cholesistitis
P:
- IVFD RL 20 tpm
- Cefixime 2 x 200mg
- Ranitidine 2 x 150mg
- Paracetamol 3 x 500mg (Bila Demam)
- Konsul bedah untuk cholesistectomy
melebar
Buli buli dan prostat normal
Tanggal
Keterangan
16/12/2016
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
PENDAHULUAN
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis),
atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol,
terbentuk di dalam kandung empedu.1
Prevalensi penyakit batu empedu pada suku Indian di Amerika mencapai
tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40-70%. Di Amerika Serikat, insiden batu empedu
diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu
kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi.
Prevalensi penderita penyakit batu kandung empedu meningkat sehubungan dengan
usia dan empat kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria.2
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang
mengkonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada
juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.3
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu
mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam
saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika
saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera
menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah
dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.3
Indikasi paling umum untuk kolesistektomi (bedah) adalah adanya keluhan
bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat dan adanya komplikasi.
Apabila tindakan kolesistektomi tidak dilakukan, prosedur (ESWL (Extracorporeal
Shock
Wave
Lithotripsy),
ERCP
(Endoscopic
Retrograde
Cholangio
III.
ANATOMI
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon,
lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi
lobus kiri dan kann, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu
dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh
hati serta saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan eksresi empedu
merupakan fungsi utama hati.3
Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit hepar dan disekresi oleh hepar ke
dalam canaliculi biliaris. Canaliculi biliaris adalah cabang terkecil dari sistem
duktus biliaris intrahepatik. Canaliculi ini akan bermuara pada duktus biliaris
interlobularis. Duktus-duktus ini akan membentuk duktus hepatikus dextra dan
sinistra. Duktus hepatikus sinistra berasal dari lobus sinister hepar. Sedangkan
9
10
Kantong Hartmann. Vesica felea diperdarahi oleh arteri cystica cabang arteri
hepatika dextra.3
Ada sesuatu daerah yang dibentuk oleh ductus cystikus, CBD, dan cabang
arteri cystikus disebut Trigonum Calot/ Cholecystohepatik triangle, daerah ini
penting untuk identifikasi arteri cystikus dan duktus cystikus pada tindakan
Kolesistektomi.3
G
ambar 3: anatomi gallbladder3
IV.
PATOFISIOLOGI
Fungsi kandung empedu yaitu sebagai tempat menyimpan cairan empedu
dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi
air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh
sel hati. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak
dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah
menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan,
empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat
segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu
masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu,
pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam
anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat
dibandingkan empedu hati. tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa,
empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah
11
V.
ETIOLOGI
Faktor resiko terjadinya penyakit batu kandung empedu adalah;2
1. Female
Menurut penelitian penyakit batu kandung empedu lebih tinggi resikonya empat
kali terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria karena pengaruh hormon
estrogen dan progesteron yang apabila digabung akan mempengaruhi kadar
kolesterol di dalam empedu sehingga mengalami suatu proses untuk
pembentukan batu empedu.
2. Forty
Pada usia 40 tahun ke atas lebih mudah terbentuk batu empedu karena tubuh
lebih cenderung mengeluarkan kolesterol ke dalam cairan tubuh dan mudah
tersaturasi.
3. Fertile
Kehamilan dan penggunaan pil KB berefek pada saturasi cairan tubuh sehingga
mudah terjadi pembentukkan batu empedu.
12
4. Fat
Pada obesitas resiko terkena batu empedu tiga kali lebih besar di mana kadar
kolesterol dalam cairan empedu meningkat dan menyebabkan supersaturasi
kolesterol.
VI.
KLASIFIKASI
Ada 3 tipe batu empedu yaitu:4
1. Batu empedu kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmitif, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih
bervariasi dibandingkan dengan batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di
dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya
mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.
Batu kolesterol terjadi karena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu
tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol
dalam kandung empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan
menjadi batu. Penyebab lain adalah pengosongan cairan empedu di dalam
kandung empedu kurang sempurna masih adanya sisa-sisa cairan empedu di
dalam kantong
setelah
proses
pemompaan
empedu sehingga
terjadi
pengendapan.4
2. Batu empedu pigmen
Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu
pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur,
kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat,
kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.
Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang
sukar larut dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat
penyakit infeksi.4
3. Batu empedu campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai dan terdiri atas kolesterol,
pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit
mengandung kalsium sehingga bersifat radioopague.4
13
VII.
PATOGENESIS
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan
kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai
garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80% kolesterol
yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya
kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam
lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Teori terjadinya batu
ada dua yaitu (1) supersaturasi akibat empedu terlalu pekat, terjadi pengendapan
maka terbentuknya batu atau (2) nidus yang terbentuk dari epeitel desquamasi,
bakteri, benda asing yang menyelimuti endapan empedu.5
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi
garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika
konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi),
kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga
menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi
di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin
kalsium. Bilirubin adalah suatu produk penguraian hemoglobin atau sel darah
merah. Batu empedu campuran adalah gabungan antara bilirubin dan kolesterol
yang akan kalsifikasi. Presipitasi bilirubin akan membentuk nidus akibat kolesterol
yang terdeposisi.5
Batu pigmen kedua yang terbentuk di saluran empedu akan menyebabkan
terjadinya obstruksi atau akumulasi di sekitar batu pigmen yang pertama. Batu
empedu juga bisa terjadi akibat infeksi bakteri yang dekonjugasi membentuk
bilirubin-glukuronid kompleks.5
VIII.
GAMBARAN KLINIS
Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak
masuk ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk ke
dalam ujung duktus sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita. Apabila
14
batu itu kecil, ada kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati duktus
koledokus dan masuk ke duodenum.4-7
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak karena empedu berfungsi untuk membantu pencernaan
lemak dan saluran pencernaan terganggu apabila sumbatan terjadi di saluran
empedu.5-7
Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa
jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus
timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.4-7
Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun.
Gejalanya nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti
kolik bilier (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) jika duktus
sistikus tersumbat oleh batu, sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan
menjalar ke punggung atau bahu akibat kontraksi organ berongga. Ciri-ciri kolik
bilier adalah mulai mendadak dan hilang secara menetap karena duktus cystikus
berusaha mengeluarkan batu terus terjadi, nyeri dirasakan beberapa menit sampai
beberapa jam, bisa berhubungan atau tidak berhubungan dengan makanan, sering
diikuti dengan mual dan muntah dan sekali serangan kolik biliaris dimulai,
serangan ini cenderung makin meningkat frekuensi dan intensitasnya. Gejala yang
lain seperti demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa
kembung, dan lain-lain.4-7
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu
empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa
merambat infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan
peradangan pada saluran dan kandung empedu sehingga cairan yang berada di
kandung empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya
tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kandung empedu dapat
15
menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit
ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu
dibanding penyebab terbentuknya batu.4-7
Ikterus biasa terjadi jika ada sumbatan pada collum vesica felea sehingga
terbentuk kantong Hartmann, yang akan mendesak CBD. Jadi, ikterus terjadi oleh
desakan batu pada vesica felea tetapi dari luar, keadaan ini dikenal sebagai
Millizys syndrome. 5-7
Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di kuadran kanan atas,
kadang di dapatkan seperti benjolan akibat peradangan di kandung empedu.
Murphy sign didapatkan positif dengan cara tangan dokter ditekankan di bawah
arcus costae pasiem, kemudian pasien disuruh inspirasi maksimal. Apabila pasien
merasa sakit (ditandai dengan terhentinya inspirasi) maka Murphy sign positif.
Jaundice jarang terjadi pada batu kandung empedu. Jika didapatkan demam tinggi,
curiga komplikasi ganggren kolesistitits, perforasi kandung empedu atau empiema.6
IX.
DIAGNOSIS
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan
kelainan laboratorik. Leukositosis dapat ditemukan pada 85% penderita. Kenaikan
ringan bilirubin serum bisa terjadi akibat penekanan duktus koleduktus oleh batu.
Enzim fungsi hati terkadang normal dan bisa juga ditemukan kenaikan ringan
serum amilase. Peningkatan kadar bilirubin serum 80-90% total bilirubin. Alkali
fosfatase sangat meningkat di dalam darah (normalnya 40-100 IU/liter), enzim ini
adalah salah satu enzim di dalam dinding bilier.6
Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar, yang sangat baik untuk
menegakkan diagnosa Batu Kandung Empedu. Kebenaran dari Ultrasonografi ini
dapat mencapai 95% di tangan Ahli Radiologi. Ultrasonografi dapat mengukur
ukuran common bile duct (CBD) dengan akurat, normalnya sekitarnya 6-7 mm,
dikatakan dilatasi jika lebih dari normal. Jika pasien dengan gejala kolik bilier atau
kolesistitis, Ultrasonografi merupakan preoperasi penunjang yang diperlukan
16
tidak
nyaman
pada
dispepsia
fungsional
dengan
pemeriksaan
17
PENATALAKSANAAN
Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah
selayaknya diangkat. Kalau ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat
diangkat dan segera dibuang. Tapi, jika ukuran batu empedu masih tergolong kecil
atau berkisar 2-3 mm, langkah operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu
dilakukan.4
Setelah diagnosis ditegakkan, penderita diberikan obat analgesia. Jika
penderita dengan keluhan muntah, sebaiknya dipasangkan nasogastric tube.
Rehidrasi dan antibiotik diberikan intravenous. Segera setelah itu dilakukan
Laparaskopik Kolesistektomi tanpa ditunda, sebaiknya dalam waktu 24-48 jam
setelah diagnosis ditegakkan.
Penanggulangan non bedah
1.Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi
kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.
2. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik
dengan melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak
tahun 1974 hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu
saluran empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan
basket kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju
lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran
empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang
terletak di atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur
18
Kolesistektomi terbuka
19
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 4-7
XI.
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Kurang dari separuh pasien dengan batu empedu menjadi simptomatik. Tingkat
kematian untuk kolesistektomi elektif adalah 0,05% dengan morbiditas kurang dari
10%. Tingkat kematian untuk kolesistektomi muncul adalah 3-5% dengan
morbiditas 30-50%. Setelah kolesistektomi, batu bisa kambuh kembali di saluran
empedu.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi I. Penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta. 1997. Hal 700-18
2. Ginting S. A Description Characteristic Risk Factor of the Cholelithiasis
Disease in The Colombia Asia Medan Hospital. Medan. 2011. p 38-44
3. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, Foster RS, et al. Liver. In:
Skandalakis, Surgical Anatomy. USA: McGraw-Hill;2006.
4. Debas HT. Gastrointestinal Surgery; Pathophysiology and management. New
York. 2004. p 200-19.
5. Logan RPH, Harris A, Misiewicz JJ, Baron JH. ABC of The Upper
Gastrointestinal Tract. BMJ publishing. London 2002. p 46-9.
6. Vogt DP. Gallbladder disease: An update on diagnosis and treatment. Cleavand
Clinic Journal of Medicine. December 2002. Vol;69:977-83.
7. Maieed AW, Iohnson AG. Pitfalls in Cholecystectomy In: Surgical Management
of Hepatobiliary and Pancreatic Disorders. United Kingdom. 2003. p 475-80.
8. Djamsuhidajat R, and Wie de Jong. Saluran Empedi dan Hati, Pakrease, Dalam:
Buku Ajar Imu Bedah. Edisi Revisi, Penerbit EGC, Jakarta.2008.
9. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron,
Dalam Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.
10. Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C, Powel
DW, Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York : J.B.
Lippincot Come; 1991 : 94 : 1996 84.
21
22