Anda di halaman 1dari 22

BAB I

LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama

: Tn. Nasrul

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tanggal lahir

: Jakarta, 10 Mei 1979

MRS

: 12/12/2016

Ruangan

: Abudzar 2 Kamar 4 Bed 3

Rekam Medis

: 00 23 00 01

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama
Nyeri perut bagian atas

Riwayat Perjalanan Penyakit


Dialami sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk,
hilang timbul, tidak tembus ke belakang dan tidak menjalar ke tempat lain. Nyeri
tidak dipengaruhi oleh sebelum atau setelah makan. Nyeri disertai dengan mual,
muntah kadang-kadang, sebelum ke rs sebanyak 2 kali. Muntah berisi makanan
tidak disertai darah. Nafsu makan menurun. Demam disangkal.
BAB: Tidak ada keluhan,warna kuning pekat.
BAK: Tidak ada keluhan, warna kuning

Riwayat Penyakit Terdahulu/Lainnya


-

Riwayat trauma tidak ada


Riwayat penyakit yang sama sebelumnya. Nyeri yang sama pernah dialami
2 minggu SMRS kemudian minum obat maag, keluhan membaik. Pada
tanggal 12-10-2016 pernah mengalami nyeri perut kanan atas sampai ulu
hati, berobat ke RSIJ Sukapura, dirawat/observasi selama satu hari pasien

pulang. 5 hari SMRS nyeri yang dirasakan pasien kambuh lagi, tidak
-

kunjung hilang, kembali masuk RSIJ Sukapura.


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada
Riwayat kuning tidak ada
Riwayat BAK keluar batu tidak ada, keluar nanah tidak ada, keluar darah

tidak ada
Riwayat Hipertensi dan DM disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Sakit sedang/gizi baik/composmentis
Status Vitalis
Tekanan Darah: 110/80mmHg
Nadi

: 84 x/menit

Pernafasan

: 21 x/menit

Suhu

: 36, 7oC

Kepala
Konjungtiva
Sklera

: anemis (-)
: ikterus (-)

Bibir

: tidak ada sianosis

Gusi

: perdarahan (-)

Mata
pupil bulat, isokor, 2,5mm/2,5mm, RC +/+
Leher
Kelenjar getah bening :tidak terdapat pembesaran
Deviasi trakea

: tidak ada, tidak didapatkan massa tumor.


tidak ada nyeri tekan.

Paru
Inspeksi

: simetris kiri dan kanan

Palpasi

: nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri=kanan

Perkusi

: sonor R=L

Auskultasi

: Bunyi pernapasan vesikuler R=L


Bunyi tambahan: ronkhi -/- Wheezing -/-

Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)

Perkusi

: batas jantung dalam batas normal

Auskultasi

: S1/S2 reguler,murmur (-)

Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi

: Datar, mengikuti gerak napas, warna kulit sama dengan sekitarnya.


Darm contour tidak ada, darm stefing tidak ada.

Auskultasi

: Peristaltik (+) normal

Palpasi

: Nyeri tekan ada di daerah hypochondrium kanan,


Murphy sign positif, tidak teraba massa,
Defense muskular tidak ada.

Perkusi

: Nyeri ketok ada di daerah hypochondrium kanan,


tympani (+)

Rectal Touche

: Tidak dilakukan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (12/12/2016)


Pemeriksaan
Hematologi Rutin

Hasil

Hemoglobin

Satuan

Nilai normal

g/dl

13,80-17,00

/ul

4.500-10.800

42,0-50,0

/ul

150-400

16,4
Leukosit
11.800
Hematokrit
46,2
Trombosit
246.000

E. RESUME
Seorang laki-laki, 37 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut
atas dialami sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan tertusuktusuk, hilang timbul. Nyeri disertai dengan mual, muntah kadang-kadang. BAK dan
BAB tidak ada keluhan. Nyeri yang sama pernah dialami 2 minggu SMRS
kemudian minum obat maag, keluhan membaik. Pada tanggal 21-10-2016 kembali
mengalami nyeri perut kanan atas sampai ulu hati berobat ke RSIJ, di rawat /
observasi selama satu hari pasien pulang. 5 hari yang lalu pasien kambuh lagi
kembali masuk RSIJ Sukapura. Dari pemeriksaan fisik, pasien sakit sedang, gizi
baik dan composmentis. Tanda vital dalam batas normal. Pada palpasi abdomen
didapatkan nyeri tekan di daerah hypochondrium kanan, murphy sign positif. Pada
perkusi didapatkan nyeri ketok di daerah hypochondrium kanan. Pemeriksaan
Rectal Touche tidak dilakukan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit
meningkat yaitu 11.800/ul.
F. DIAGNOSIS
1. Susp. Cholelithiasis
DD/ Cholesistitis
2. Dyspepsia Syndrome
G. PENATALAKSANAAN

Rencana Diagnostic
- USG hepatobilier
- Cek faal hati dan fungsi ginjal
Rencana Terapi
- Tirah baring
- IVFD RL 500 cc/8 jam
- Cefixime 2 x 200mg
- Ranitidine 2 x 150mg
- Paracetamol 3 x 500mg (Bila Demam)
- Diet rendah lemak
H. FOLLOW UP

Tanggal

Keterangan

13/12/2016

S : Nyeri tekan pada perut atas, mual (+), muntah (-)


O :KU : Tampak sakit sedang
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/mnt
N : 80 x/mnt
S : 36,0 C
St Generalis
Kesadaran : E4M6V5 = 15 ( Composmentis )
Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+
THT : dbn
Thorax :
Corr : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo: Vesikuler, Rh (-), Wh (-)
Abdomen:
Datar, Supel , BU (+), Nyeri tekan (+) pada regio epigastik & hipogastrik kanan, murphy sign (+)
Ekstermitas : Akral Hangat, CRT < 2 detik
A: Susp. Cholelitiasis
P:
- USG Abdomen
- IVFD RL 20 tpm
- Cefixime 2 x 200mg
- Ranitidine 2 x 150mg
- Paracetamol 3 x 500mg (Bila Demam)

Tanggal

Keterangan

14/12/2016

S : Nyeri tekan pada perut atas, mual (+)


O :KU : Tampak sakit sedang
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/mnt
N : 80 x/mnt
S : 37,5 C
St Generalis
Kesadaran : E4M6V5 = 15 ( Composmentis )
Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+
THT : dbn
Thorax :
Corr : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo: Vesikuler, Rh (-), Wh (-)
Abdomen:
Datar, Supel , BU (+), Nyeri tekan (+) pada regio epigastik & hipogastrik kanan, murphy sign (+)
Ekstermitas : Akral Hangat, CRT < 2 detik
A: Susp. Cholelitiasis
P:
- USG Abdomen
- IVFD RL 20 tpm
- Cefixime 2 x 200mg
- Ranitidine 2 x 150mg
- Paracetamol 3 x 500mg (Bila Demam)

Tanggal

Keterangan

15/12/2016

S : Nyeri tekan pada perut atas, mual (-)


O :KU : Tampak sakit sedang
TD : 120/80 mmHg
RR : 21 x/mnt
N : 80 x/mnt
S : 36,8 C

St Generalis
Kesadaran : E4M6V5 = 15 ( Composmentis )
Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+
THT : dbn
Thorax :
Corr : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo: Vesikuler, Rh (-), Wh (-)
Abdomen:
Datar, Supel , BU (+), Nyeri tekan (+) pada regio epigastik & hipogastrik kanan, murphy sign (+)
Ekstermitas : Akral Hangat, CRT < 2 detik
A: Cholelitiasis dengan cholesistitis
P:
- IVFD RL 20 tpm
- Cefixime 2 x 200mg
- Ranitidine 2 x 150mg
- Paracetamol 3 x 500mg (Bila Demam)
- Konsul bedah untuk cholesistectomy

Hasil pemeriksaan Ultrasonografi (14/12/2016)


Telah dilakukan USG Abdomen:
-

Hepar tidak membesar, struktur echoparenchym baik


Tidak tampak SOL/lesi fokal, Vena Porta dan Vena Hepatica tidak melebar
Gall bladder: Menebal, tampak batu berukuran 1, 12cm
Gaster: Baik
Lien tidak membesar, pancreas baik
Aorta normal. KGB tidak tampak membesar
Ginjal kanan dan kiri; struktur echoparenchym baik dan pelvokalises tidak

melebar
Buli buli dan prostat normal

Kesan: Cholelithiasis ukuran 1,12 cm dengan cholesistitis

Gambar : Hasil ultrasonografi

Tanggal

Keterangan

16/12/2016

S : Nyeri tekan pada perut atas, mual (-)


O :KU : Tampak sakit sedang
TD : 110/80 mmHg
RR : 21 x/mnt
N : 84 x/mnt
S : 36,0 C
St Generalis
Kesadaran : E4M6V5 = 15 ( Composmentis )
Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+
THT : dbn
Thorax :
Corr : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo: Vesikuler, Rh (-), Wh (-)
Abdomen:
Datar, Supel , BU (+), Nyeri tekan (+) pada regio hipogastrik kanan, murphy sign (+)
Ekstermitas : Akral Hangat, CRT < 2 detik
A: Cholelitiasis dengan cholesistitis
P:
- Cefixime 2 x 200mg
- Ranitidine 2 x 150mg
- Paracetamol 3 x 500mg (Bila Demam)
- Pasien boleh pulang

- Kontrol ke poli bedah

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

PENDAHULUAN
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis),
atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol,
terbentuk di dalam kandung empedu.1
Prevalensi penyakit batu empedu pada suku Indian di Amerika mencapai
tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40-70%. Di Amerika Serikat, insiden batu empedu
diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu
kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi.
Prevalensi penderita penyakit batu kandung empedu meningkat sehubungan dengan
usia dan empat kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria.2
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang
mengkonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada
juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.3
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu
mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam
saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika

saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera
menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah
dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.3
Indikasi paling umum untuk kolesistektomi (bedah) adalah adanya keluhan
bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat dan adanya komplikasi.
Apabila tindakan kolesistektomi tidak dilakukan, prosedur (ESWL (Extracorporeal
Shock

Wave

Lithotripsy),

ERCP

(Endoscopic

Retrograde

Cholangio

Pancreatography), disolusi medis (penanggunglangan dengan non-bedah) dapat


II.

diberikan sebagai alternatif.3


EPIDEMIOGI
Sedangkan di Asia, prevalensinya berkisar antara 3-15%. Di Indonesia,
Kolelitiasis baru mendapat perhatian di klinis, sementara penelitian batu empedu
masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai
keluhan. Angka kejadian penyakit batu empedu ini diduga tidak berbeda dengan
angka kejadian di Asia Tenggara. Berdasarkan penelitian di RSCM Jakarta dari 51
pasien di bagian Hepatologi ditemukan 73% pasien menderita penyakit batu
empedu pigmen dan batu kolesterol pada 27% pasien (menurut divisi Hepatologi,
FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009). Faktor infeksi empedu oleh kuman gram negatif
E.coli ikut berperan penting dalam timbulnya pigmen. Insiden batu primer saluran
empedu adalah 40-50% dari penyakit empedu.2

III.

ANATOMI
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon,
lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi
lobus kiri dan kann, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu
dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh
hati serta saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan eksresi empedu
merupakan fungsi utama hati.3
Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit hepar dan disekresi oleh hepar ke
dalam canaliculi biliaris. Canaliculi biliaris adalah cabang terkecil dari sistem
duktus biliaris intrahepatik. Canaliculi ini akan bermuara pada duktus biliaris
interlobularis. Duktus-duktus ini akan membentuk duktus hepatikus dextra dan
sinistra. Duktus hepatikus sinistra berasal dari lobus sinister hepar. Sedangkan
9

duktus hepatikus dextra dibentuk oleh pertemuan cabang dorsokaudal dan


ventrokranial segmen intrahepatik yang berasal dari lobus dexter hepar. Duktus
hepatikus sinistra lebih panjang dan mempunyai kecenderungan untuk dilatasi lebih
besar daripada dextra, sehingga lebih mudah terjadi onstruksi distal. Duktus
hepatikus dextra dan sinistra meninggalkan hepar dan mulai sebagai segmen extra
hepatik pada daerah portal hepatik untuk kemudian bersatu membentuk Duktus
Hepatikus Komunis, panjangnya 4-6 cm, duktus ini bersatu dengan cystikus
panjangnya 3-4 cm dari vesica velea membentuk duktus Choledochus. Duktus ini
bersama duktus pankreaticus mayor (Wirsungi) bermuara ke dalam papilla duodeni
mayor (papilla Vater) d duodenum pars decendens. Pada muara ini terdapat
Sphincter Oddi. Duktus hepatikus komunis dengan duktus choledochus disebut
Common Bile Duct (CBD). Emepedu mengandung garam empedu, pigmen empedu
(bilirubin), lekitin, kolesterol,dan elektrolit. Jumlah cairan sehari 500-1000cc/hari.3

Gambar 2: Anatomi duktus bilier 3


Vesica felea merupakan suatu kantong yang berfungsi memekatkan dan
menyimpan empedu. Ukuran normalnya kira-kira sebesar 2 kali jari. Vesical felea
dapat menampung empedu sebanyak 50ml. Dibagi menjadi 4 bagian; fundus,
corpus, infundibulum dan collum. Sebagian besar korpus menempel di dalam
jaringan hati. Dari collum berlanjut menjadi duktus cystikus. Tunika mukosa duktus
cystikus berbentuk lipatan yang berjalan sebagai spiral disebut valvula spiralis
Heisteri, yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung
empedu dan menahan aliran keluar. Apabila terjadi distensi akibat bendungan oleh
batu maka bagian infundibulum akan menonjol seperti kantong dan dikenal sebagai

10

Kantong Hartmann. Vesica felea diperdarahi oleh arteri cystica cabang arteri
hepatika dextra.3
Ada sesuatu daerah yang dibentuk oleh ductus cystikus, CBD, dan cabang
arteri cystikus disebut Trigonum Calot/ Cholecystohepatik triangle, daerah ini
penting untuk identifikasi arteri cystikus dan duktus cystikus pada tindakan
Kolesistektomi.3

G
ambar 3: anatomi gallbladder3
IV.

PATOFISIOLOGI
Fungsi kandung empedu yaitu sebagai tempat menyimpan cairan empedu
dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi
air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh
sel hati. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak
dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah
menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan,
empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat
segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu
masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu,
pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam
anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat
dibandingkan empedu hati. tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa,
empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah

11

makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke


duodenum.
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan
diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. 2 Pengaliran cairan empedu
diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan
Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu
kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung
empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal
terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum
terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer
terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit.
Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak,
berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu
meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk
membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus
besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu)
dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta
obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.

V.

ETIOLOGI
Faktor resiko terjadinya penyakit batu kandung empedu adalah;2
1. Female
Menurut penelitian penyakit batu kandung empedu lebih tinggi resikonya empat
kali terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria karena pengaruh hormon
estrogen dan progesteron yang apabila digabung akan mempengaruhi kadar
kolesterol di dalam empedu sehingga mengalami suatu proses untuk
pembentukan batu empedu.
2. Forty
Pada usia 40 tahun ke atas lebih mudah terbentuk batu empedu karena tubuh
lebih cenderung mengeluarkan kolesterol ke dalam cairan tubuh dan mudah
tersaturasi.
3. Fertile
Kehamilan dan penggunaan pil KB berefek pada saturasi cairan tubuh sehingga
mudah terjadi pembentukkan batu empedu.

12

4. Fat
Pada obesitas resiko terkena batu empedu tiga kali lebih besar di mana kadar
kolesterol dalam cairan empedu meningkat dan menyebabkan supersaturasi
kolesterol.
VI.

KLASIFIKASI
Ada 3 tipe batu empedu yaitu:4
1. Batu empedu kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmitif, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih
bervariasi dibandingkan dengan batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di
dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya
mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.
Batu kolesterol terjadi karena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu
tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol
dalam kandung empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan
menjadi batu. Penyebab lain adalah pengosongan cairan empedu di dalam
kandung empedu kurang sempurna masih adanya sisa-sisa cairan empedu di
dalam kantong

setelah

proses

pemompaan

empedu sehingga

terjadi

pengendapan.4
2. Batu empedu pigmen
Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu
pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur,
kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat,
kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.
Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang
sukar larut dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat
penyakit infeksi.4
3. Batu empedu campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai dan terdiri atas kolesterol,
pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit
mengandung kalsium sehingga bersifat radioopague.4

13

VII.

PATOGENESIS
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan
kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai
garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80% kolesterol
yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya
kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam
lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Teori terjadinya batu
ada dua yaitu (1) supersaturasi akibat empedu terlalu pekat, terjadi pengendapan
maka terbentuknya batu atau (2) nidus yang terbentuk dari epeitel desquamasi,
bakteri, benda asing yang menyelimuti endapan empedu.5
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi
garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika
konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi),
kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga
menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi
di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin
kalsium. Bilirubin adalah suatu produk penguraian hemoglobin atau sel darah
merah. Batu empedu campuran adalah gabungan antara bilirubin dan kolesterol
yang akan kalsifikasi. Presipitasi bilirubin akan membentuk nidus akibat kolesterol
yang terdeposisi.5
Batu pigmen kedua yang terbentuk di saluran empedu akan menyebabkan
terjadinya obstruksi atau akumulasi di sekitar batu pigmen yang pertama. Batu
empedu juga bisa terjadi akibat infeksi bakteri yang dekonjugasi membentuk
bilirubin-glukuronid kompleks.5

VIII.

GAMBARAN KLINIS
Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak
masuk ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk ke
dalam ujung duktus sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita. Apabila

14

batu itu kecil, ada kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati duktus
koledokus dan masuk ke duodenum.4-7
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak karena empedu berfungsi untuk membantu pencernaan
lemak dan saluran pencernaan terganggu apabila sumbatan terjadi di saluran
empedu.5-7
Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa
jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus
timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.4-7
Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun.
Gejalanya nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti
kolik bilier (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) jika duktus
sistikus tersumbat oleh batu, sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan
menjalar ke punggung atau bahu akibat kontraksi organ berongga. Ciri-ciri kolik
bilier adalah mulai mendadak dan hilang secara menetap karena duktus cystikus
berusaha mengeluarkan batu terus terjadi, nyeri dirasakan beberapa menit sampai
beberapa jam, bisa berhubungan atau tidak berhubungan dengan makanan, sering
diikuti dengan mual dan muntah dan sekali serangan kolik biliaris dimulai,
serangan ini cenderung makin meningkat frekuensi dan intensitasnya. Gejala yang
lain seperti demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa
kembung, dan lain-lain.4-7
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu
empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa
merambat infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan
peradangan pada saluran dan kandung empedu sehingga cairan yang berada di
kandung empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya
tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kandung empedu dapat

15

menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit
ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu
dibanding penyebab terbentuknya batu.4-7
Ikterus biasa terjadi jika ada sumbatan pada collum vesica felea sehingga
terbentuk kantong Hartmann, yang akan mendesak CBD. Jadi, ikterus terjadi oleh
desakan batu pada vesica felea tetapi dari luar, keadaan ini dikenal sebagai
Millizys syndrome. 5-7
Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di kuadran kanan atas,
kadang di dapatkan seperti benjolan akibat peradangan di kandung empedu.
Murphy sign didapatkan positif dengan cara tangan dokter ditekankan di bawah
arcus costae pasiem, kemudian pasien disuruh inspirasi maksimal. Apabila pasien
merasa sakit (ditandai dengan terhentinya inspirasi) maka Murphy sign positif.
Jaundice jarang terjadi pada batu kandung empedu. Jika didapatkan demam tinggi,
curiga komplikasi ganggren kolesistitits, perforasi kandung empedu atau empiema.6
IX.

DIAGNOSIS
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan
kelainan laboratorik. Leukositosis dapat ditemukan pada 85% penderita. Kenaikan
ringan bilirubin serum bisa terjadi akibat penekanan duktus koleduktus oleh batu.
Enzim fungsi hati terkadang normal dan bisa juga ditemukan kenaikan ringan
serum amilase. Peningkatan kadar bilirubin serum 80-90% total bilirubin. Alkali
fosfatase sangat meningkat di dalam darah (normalnya 40-100 IU/liter), enzim ini
adalah salah satu enzim di dalam dinding bilier.6
Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar, yang sangat baik untuk
menegakkan diagnosa Batu Kandung Empedu. Kebenaran dari Ultrasonografi ini
dapat mencapai 95% di tangan Ahli Radiologi. Ultrasonografi dapat mengukur
ukuran common bile duct (CBD) dengan akurat, normalnya sekitarnya 6-7 mm,
dikatakan dilatasi jika lebih dari normal. Jika pasien dengan gejala kolik bilier atau
kolesistitis, Ultrasonografi merupakan preoperasi penunjang yang diperlukan

16

kecuali jika terdapat jaundice. Manfaat Laparaskopik Ultrasonografi meningkat


untuk mengukur CBD pada kolesistektomi. Ultrasonografi juga bermanfaat untuk
mengidentifikasi massa dan neoplasma di kandung empedu. 4,6

Gambar : hasil USG pada cholelithiasis 4,5


Ultrasonografi dapat mendeteksi batu empedu pada minoritas pasien dengan
dispepsia yang tidak menimbulkan gejala. Nyeri pada kolik bilier merupakan nyeri
yang sangat hebat, episodik, dan konstan di daerah epigastrik atau kuadran atas
kanan sehingga beberapa jam dirasakan. Ini bisa dibedakan dengan nyeri atau
perasaan

tidak

nyaman

pada

dispepsia

fungsional

dengan

pemeriksaan

ultrasonografi. Ada 3 kriteria mayor untuk mendiagnosa batu kendung empedu


yaitu (1) penebalan dinding kandung empedu lebih dari 3-5mm, (2) distensi
(hidrops) kandung empedu, dan (3) tampak batu echo di dalam kandung empedu.
Kriteria sekunder untuk mendiagnosa batu kandung empedu adalah adanya
subserosal edema, cairan perikolesistik dan Murphy sign positif.4,6
Computed Tomography
Apabila Ultrasonografi tidak ditemukan kelainan, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan dengan CT scan terutama jika curiga adanya batu di dalam saluran
empedu, untuk mendiagnosis derajat tumor kandung empedu atau pankreatitis
biliaris.4,6

17

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan MRI apabila ada komplikasi
jaundice.4,6
X.

PENATALAKSANAAN
Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah
selayaknya diangkat. Kalau ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat
diangkat dan segera dibuang. Tapi, jika ukuran batu empedu masih tergolong kecil
atau berkisar 2-3 mm, langkah operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu
dilakukan.4
Setelah diagnosis ditegakkan, penderita diberikan obat analgesia. Jika
penderita dengan keluhan muntah, sebaiknya dipasangkan nasogastric tube.
Rehidrasi dan antibiotik diberikan intravenous. Segera setelah itu dilakukan
Laparaskopik Kolesistektomi tanpa ditunda, sebaiknya dalam waktu 24-48 jam
setelah diagnosis ditegakkan.
Penanggulangan non bedah
1.Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi
kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.
2. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik
dengan melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak
tahun 1974 hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu
saluran empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan
basket kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju
lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran
empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang
terletak di atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur

18

endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan


litotripsi mekanik dan litotripsi laser.4,6
3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan
gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu,
analisis biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya
terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani
terapi ini. 4,6
Penanggulangan Bedah
Laparoskopik Kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penangan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Operasi dengan prosedur yang minimal ini
dapat mengurangi nyeri postoperatif, lamanya rawat inap, dan pasien dapat
beraktivitas kembali setelah operasi. Kadar mortalitas kurang dari 0,2% dan
hasilnya sama dengan open kolesistektomi. Kadar morbiditas lebih dari 7%.4
Kontraindikasi pada laparoskopik koleksistektomi adalah adanya riwayat
operasi dibagian atas abdomen, severe obesitas, hamil, kolesistitis akut.
Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu
kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini
meliputi luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.6

Kolesistektomi terbuka

19

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 4-7
XI.

KOMPLIKASI

Adhesi- Akibat inflammasi, kandung empedu mengalami nekrosis kemudian adhesi


dengan organ sekitarnya. 5,6,9
Kolesistitis kronik- Penyebab trauma atau iritasi mukosa oleh batu di vesica felea
yang menyebabkan terjadinya pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin dalam
empedu menjadi lisolesin yang merupakan senyawa toksik sehingga peradangan
bertambah berat disertai pus (empyema vesica felea) sampai perforasi.
Gall stone ileus- batu empedu yang besar dapat menyebabkan nekrosis tekanan yang
menahun dan erosi ke usu yang berdekatan.
Fistula- Timbul jika vesica felea menekan ke arah duodenum. Dinding vesica felea
melekat pada duodenum, kemudian terbentuk fistula.
Keganasan- Akibat iritasi kronis mukosa vesica felea. 90% pasien cancer vesica felea
menderita kolelithiasis.
XII.

PROGNOSIS

Kurang dari separuh pasien dengan batu empedu menjadi simptomatik. Tingkat
kematian untuk kolesistektomi elektif adalah 0,05% dengan morbiditas kurang dari
10%. Tingkat kematian untuk kolesistektomi muncul adalah 3-5% dengan
morbiditas 30-50%. Setelah kolesistektomi, batu bisa kambuh kembali di saluran
empedu.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi I. Penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta. 1997. Hal 700-18
2. Ginting S. A Description Characteristic Risk Factor of the Cholelithiasis
Disease in The Colombia Asia Medan Hospital. Medan. 2011. p 38-44
3. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, Foster RS, et al. Liver. In:
Skandalakis, Surgical Anatomy. USA: McGraw-Hill;2006.
4. Debas HT. Gastrointestinal Surgery; Pathophysiology and management. New
York. 2004. p 200-19.
5. Logan RPH, Harris A, Misiewicz JJ, Baron JH. ABC of The Upper
Gastrointestinal Tract. BMJ publishing. London 2002. p 46-9.
6. Vogt DP. Gallbladder disease: An update on diagnosis and treatment. Cleavand
Clinic Journal of Medicine. December 2002. Vol;69:977-83.
7. Maieed AW, Iohnson AG. Pitfalls in Cholecystectomy In: Surgical Management
of Hepatobiliary and Pancreatic Disorders. United Kingdom. 2003. p 475-80.
8. Djamsuhidajat R, and Wie de Jong. Saluran Empedi dan Hati, Pakrease, Dalam:
Buku Ajar Imu Bedah. Edisi Revisi, Penerbit EGC, Jakarta.2008.
9. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron,
Dalam Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.
10. Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C, Powel
DW, Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York : J.B.
Lippincot Come; 1991 : 94 : 1996 84.

21

22

Anda mungkin juga menyukai