Anda di halaman 1dari 3

Diabetes Mellitus Tipe 2

1. Tn. S, 58 tahun, datang dengan keluhan lemas sejak 2 hari SMRS dan dirasakan
sampai tidak bisa berjalan ataupun duduk dan hanya bisa berbaring. Pasien memiliki
riwayat DM Tipe 2 sejak 10 tahun yang lalu diawali dengan gejala sering terbangun
pada malam hari untuk BAK, cepat merasa lapar walaupun tidak melakukan aktivitas,
dan sering merasa gatal pada kedua tungkai. Riwayat DM pada keluarga (+), riwayat
pengobatan anti diabetik oral dengan metformin 3 x 500 mg selama 7 tahun
dilanjutkan dengan insulin yakni humalog 3 x 5 U sampai dengan sekarang.
Pada pemeriksaan fisik yang mengarah ke diagnosis didapatkan ulkus pada interdigiti
IV-V manus pedis sinistra yang merupakan komplikasi dari DM Tipe 2. Pada
pemeriksaan GDS didapatkan 137 mg/dl.
Analisis Kasus
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin , kerja insulin atau keduaduanya. (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia, 2015).
Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipertimbangkan apabila terdapat :
Keluhan Klasik
Poliuria (banyak kencing)
Polidipsia (banyak minum)
Polifagia (banyak makan)
Penurunan BB tanpa penyebab yang
jelas

Keluhan Lain
Lemah badan
Kesemutan
Gatal
Mata Kabur
Disfungsi ereksi/ Pruritus vulva (wanita)

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, 2015).

Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus memenuhi salah satu kriteria :


Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak

ada asupan kalori selama minimal 8 jam, atau


Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban 75 gram, atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dengan keluhan klasik, atau
Pemeriksaan HbA1c 6.5% dengan menggunakan metode High Performance
Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandardisasi oleh (NGSP).

(Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, 2015).

Pada pasien ini, memiliki riwayat DM Tipe 2 sejak 10 tahun yang lalu diawali dengan
gejala sering terbangun pada malam hari untuk BAK, cepat merasa lapar walaupun tidak
melakukan aktivitas, dan sering merasa gatal pada kedua tungkai, maka dapat ditegakkan
diagnosis DM Tipe 2, karena sudah memiliki gejala klasik dan pernah mendapatkan terapi
anti diabetik oral dan insulin.
Penatalaksanaan pasien dengan Diabetes Melitus Tipe 2 dimulai dengan menerapkan
pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik ) bersamaan dengan intervensi
farmakologis dengan obat anti hiperglikemi secara oral dan/atau dengan suntikan.
1. Edukasi : mempunyai tujuan yaitu promosi hidup yang sehat sebagai bagian upaya
pencegahan dan pengelolaan DM Tipe 2 secara holistik.
2. Terapi nutrisi medis : prinsip pengaturan makan pada pasien DM Tipe 2, yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kalori dan zat gizi masing masing
individu yang dibutuhkan. Pasien DM Tipe 2 perlu diberikan penekanan mengenai
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandunngan kalori.
3. Latihan jasmani : latihan jasmani secara teratur sebanjyak 3 5 kali perminggu
dengan durasi 30 40 dengan total 150 dengan jeda antar latihan tidak lebih dari dua
hari berturut turut. Latihan dapat berupa : jalan cepat, bersepeda santai, jogging,
berenang.
4. Terapi farmakologis : diberikan bersama dengan terapi nutrisi medis dan latihan
jasmani. Terapi farmakologis dapat berupa obat oral ataupun suntik.
a. Anti diabetik oral
- Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue) :
1) Sulfonilurea meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek
samping utama : hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati hati
pada pasien geriatri, gangguan fungsi hati dan ginjal. Contoh :
Glibenclamide, Glipizide, Gliclazid, Gliquidone, Glimepiride
2) Glinid meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas fase
pertama. Efek samping : hipoglikemia dan peningkatan berat badan.
-

Contoh : Nateglinid, Repaglinid.


Peningkat sensitivitas insulin
1) Metformin mengurangi glukoneogenesis dan perbaiki ambilan glukosa
di perifer. Kontra indikasi pada pasien dengan gangguan ginjal, gangguan
hati berat, sepsis, penyakit cerebrovaskular, PPOK, gagal jantung. Efek
samping : dispepsia, diare, asidosis laktat.
2) Tiazolidindion hati hati dapat menyebabkan edema dan retensi cairan,
pada pasien gangguan fungsi hati. Contoh : Pioglitazone

Alfa Glukosidase Inhibitor memperlambat absorpsi glukosa di usus. Efek

samping : Flatulen dan feses lembek. Contoh : Acarbose


Penghambat DPP-IV meningkatkan sekresi insulin, menghambat sekresi

glukoagon. Efek samping sebah, muntah. Contoh : Stiagliptin dan Linagliptin.


Penghambat SGLT-2 penghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli
distal ginjal. Efek samping dehidrasi, infeksi saluran kemih. Contoh :

Canaglifozin, Empaglifozin, Dapaglifozin.


b. Anti diabetik injeksi
- Insulin
Indikasi pada keadaan : HbA1c > 9% dengan dekompensasi metabolik,
penurunan BB yang cepat, hiperglikemia dengan ketosis, gagal terapi dengan
anti diabetik oral, stres berat, kehamilan dengan DM/ DM Gestasional,
gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat, kontraindikasi dengan obat anti

diabetik oral.
Efek samping : hipoglikemia
Agonis GLP-1
Bekerja pada sel beta sehingga terjadi peningkatan pelepasan insulin,
menurunkan berat badan, menghambat sekresi glukagon, dan menghambat
nafsu makan.

Pada pasien ini dapat ditatalaksana dengan Alfa Glukosidase Inhibitor (Acarbose)
karena pasien ini tidak memiliki kontraindikasi pemberian obat tersebut. Pemberian insulin
dapat dilanjutkan atau dipertimbangkan untuk dihentikan dengan diganti terapi latihan fisik
jasmani dan terapi nutrisi medis yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai