Anda di halaman 1dari 28

BABI

PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG
Perkembangan peradaban manusia bisa dilihat dari bentuk fisik
yang tertinggal dari sebuah kota. Kota merupakan sebuah tujuan dan
kenangan terakhir dari perjuangan dan kemuliaan suatu peradaban
manusia (Spiro Kostof dalam Heryanto, 2011 :3). Selanjutnya kota
sebagai perwujudan budaya, tidak hanya meruapakan bentuk fisikal,
formal dan morfologikal semata sebagai perwujudan tangibilitas,
namun juga terdapat sebuah proses interaktif antara penghuni dan
norma maupun nilai sosial dalam pemenuhan kebutuhannya. Patut
ditelaah lebih lanjut tentang proses terbentuknya sebuah kota dari
berbagai teori rancang kota yang ada di dalam konteks peradaban
manusia yang semakin bergerak kearah permasalahan yang sangat
komplek.
Fenomena pendekatan perancangan kota yang banyak dilakukan
saat ini jarang mengakomodasi keberagaman struktur sosio-kultural
yang telah terbentuk di kawasan tersebut (Antariksa, 2008). Para
perancang kota lebih sering melihat kota sebagai benda fisik (physical
artifact) ketimbang sebagai benda budaya (cultural artifact) Perangkat
rencana kota masih ditemukan kesenjangan antara rencana tata ruang
yang bersifat dua dimensi dengan rencana fisik yang bersifat tiga
demensi .sehingga belum sepenuhnya mengendalikan wujud kota,
serta mampu memberikan panduan operasional bagi terbentuknya
ruang kota yang akomodatif terhadap fenomena urban, baik situasi
dan kondisi masyarakat yang ada.
Hal ini diperparah dengan kondisi global masyarakat yang ada
(Konferensi Global mengenai Kota Masa Depan/Urban 21, 4-6 Juli
2000 di Berlin Jerman), antara lain :
a. Penduduk dunia yang berjumlah 6 milyar hidup di kota-kota besar
(saat ini penduduk bumi telah mencapai 7 Milyar lebih- Hari Tujuh
Miliar jatuh pada tanggal 31/10/2011 dengan selebrasi oleh PBB
pada Danica May Camacho-Manila, Pyotr -Rusia, OisheeBangladesh,
Pring Phal- Kamboja, Nargis-India: Jawapos, 1
November 2011)
b. Dunia menghadapi pertumbuhan pesat dari jumlah penduduk kotakota, terutama di negara berkembang.
c. 1 dari 4 jumlah penduduk dunia hidup di bawah garis kemiskinan.
d. Penularan HIV dan munculnya kembali berbagai penyakit menular.
e. Kita hidup di dunia yang banyak dengan perbedaan
f. Banyak kota-kota, dihadapkan kepada perkembangan yang
berlebihan, gagal dalam pemenuhan kebutuhan pokok warganya.
g. Beberapa kota yang dinamis telah berhasil dalam pembangunan
sementara kota lain menghadapi penuaan populasi dan
pemborosan SDA
h. Tidak ada satupun kota di dunia yang bebas dari masalah-masalah,
dimana kota-kota harus memenuhi syarat :

Bebas dari kemiskinan


Kerja menghasilkan pendapatan yang mencukupi.
Hidup dalam keharmonisan ekologi dengan alam.
Tersedianya udara bersih,air yang aman/bersih dan sanitasi yang
layak.
Perumahan yang layak dan keamanan atas hak milik.
Kemampuan untuk bergerak dengan mudah dari rumah ke
tempat kerja,toko,sekolah dan tempat-tempat tujuan lain.

Hidup dalam komunitas persahabatan dan tetangga yang stabil


dan terintegrasi.

Menikmati hak politik kewarganegaraan, termasuk hak ikut


serta dalam pengambilan keputusan dan hak untuk
mendapatkan informasi dan keadilan.
Manusia dan kekayaannya akan merasa aman dan terlindungi.
Mulai tahun 2008 merupakan suatu milestone dimana 50%
penduduk dunia tinggal di kawasan perkotaan peningkatan populasi
urban dari 30% pada 1950 menjadi 50% pada 2007. Hal ini telah juga
menyebabkan tekanan berat pada kawasan perkotaan dan terjadinya
urban sprawling/ perkembangan kota secara horisontal yang tidak
terkendali. Dan hal ini selanjutnya diprediksi akan menghasilkan Kota
Kota Mega atau Mega Cities di negara negara berkembang.
Diperkirakan 60 Kota Mega akan muncul pada 2015, seperti Singapura,
Hong Kong, Jakarta, Mumbai, Bangkok and Manila (Tanuwidjaja,
2010:1). Jika pertumbuhan penduduk tidak terkendali, kebutuhan akan
fasilitas tersebut akan semakin tinggi. Pembangunan fisik menuju ke
arah maksimal sedangkan sebaliknya pengembangan ruang terbuka
menuju ke arah minimal, sehingga mengubah wajah keseluruhan kota.
Lahan akhirnya merupakan sumber daya utama kota yang sangat
kritikal, disamping pengadaannya yang semakin sangat terbatas,
sifatnya juga tidak memungkinkan untuk diperluas. Lahan bahkan
permukaan air di tutup atau berubah fungsi (land use diubah),
sehingga timbul perubahan suhu kota, kualitas udara memburuk,
banjir, penurunan tanah, intrusi air laut, abrasi, dll.

Degradasi Lingkungan
Sumber : PaparanStrategi Pengendalian Pemanfaatan Ruang
sesuai Perda No 6 Tahun 2010, Dinas Ciptaru Prop. Jawa
Tengah, Oktober 2010

Akibat langsung dari ketidakseimbangan antara lingkungan


terbangun
(binaan) dengan
lingkungan
perlindungan
(alam)
menyebabkan penurunan mutu lingkungan kota (environmental
degradation). Tingkat kesehatan dan stabilitas emosional sebuah
populasi dipengaruhi oleh sikap frustrasi dari suatu kota, terutama
lingkungan buatan . keindahan alam dan kelengkapannya terkadang
kita tinggalkan dalam kajian lingkungan
yang berkualitas. Jika
memungkinkan,
penataan
suatu
lingkungan
binaan
harus
memperhatikan hal tersebut sebagai bagian yang tak terpisahkan di
dalam kebutuhan biologis kita, bukan hanya sebagai pelengkap
kemewahan.(Olmsted, dalam Dramstad, et all, 1996).
Perkembangan kota yang tidak terkelola dengan baik akan
cenderung menimbulkan persoalan turunan. Antara lain seperti
kemacetan lalu lintas, tumbuhnya kawasan kumuh dan kemiskinan
perkotaan, masalah kriminalitas, menurunnya kualitas lingkungan
perkotaan, dan ancaman bencana. Sudah menjadi trend saat ini
desakan pasar dan capitalism yangbergerak sangat cepat semakin
menutup pergerakan ruang public dan ruang hunian. Dinamika sebuah
kota dengan heterogenitas di satu sisi memang baik di dalam
percepatannya, namun disisi lainnya kota tidak hanya berlari kencang
namun livability. Kota harus mampu juga menyiapkan seluruh
kebutuhan penggunanya dan infrastruktur yang ada. Kota harus
menawarkan konsep equity dan keberlanjutan/ sustainability agar para
gernerasi yang akan datang tidak akan sampai menikmati chaotic
dysfunctional cities. (Sachdeva, 2012 :2)
Sejumlah kota besar di dunia dinilai telah gagal mengambil
langkah yang diperlukan untuk melindungi warganya dari dampak
perubahan iklim. Berdasarkan penelitian internasional mengenai kota
dan perubahan iklim Patricia Romero Lankao dari National Center for
Atmospheric Research (NCAR) di Boulder, Colorado, Amerika
Serikat,Padahal, miliaran penduduk kota-kota terpadat di dunia rentan
terhadap gelombang panas,kenaikan permukaan laut, dan perubahan
lain yang terkait dengan pemanasan global. (Media Indonesia, 26
April 2011). Kegagalan kota-kota tersebut terlihat dari ma sih
tingginya jumlah emisi karbondioksida maupun efek rumah kaca yang
memengaruhi atmosfer. Beberapa kota yang dinilai telah gagal, antara
lain Mumbai (India), Mexico City (Meksiko), Dhaka (Bangladesh), dan
Jakarta (Indonesia).Indonesia sendiri secara umum dari letak
geografisnya, sangat rentan dengan bencana.

Gambar 2. Peta Tingkat Kerawanan terhadap Bencana Alam.


Sumber : UNDP Indonesia, Sisi Lain Perubahan Iklim: Mengapa Indonesia
harus beradaptasi untuk melindungi rakyat miskinnya , Jakarta, 2007

Pembangunan yang berkelanjutan kemudian menjadi tema yang


diangkat bersama-sama. Dampak pembangungan terhadap lingkungan
hidup mulai dirasakan pada tahun 1960-1970, di saat krisis energy
dirasakan oleh negara-negara industry. Mereka kemudian menyusun
sebuah rencana tentang perbaikan nasib generasi mendatang agar
mampu menikmati sumber daya alam yang ada.
Terkait dengan ketersediaan dan tingkat
keberlanjutan sumber daya alam dan
lingkungan,
perlu
kiranya
juga
menghitung tapak ekologi (ecological
footprint). Telapak ekologis adalah
gambaran
jumlah
lahan
produktif
darat dan laut yang dibutuhkan untuk
keberlangsungan hidup suatu populasi
dalam memproduksi dan mengkonsumsi
semua sumber daya termasuk limbah
yang dihasilkannya. Indonesia terutama
di Jawa dan Bali memiliki telah
menggunakan sumber daya
alam
melebihi kapasitas alam penyedianya
dengan nilai defisit ekologis masingmasing adalah 0,81 gha/orang dan
1,52 gha/orang. (DPU,2010 : 33). Daya
dukung
wilayah
yang
belum
terlampaui (surplus) yang berada di
posisi pertama dan kedua adalah Pulau
Papua dan Pulau Kalimantan, yang
nilainya adalah 6,64 gha/orang dan 2,79
gha/orang. Secara keseluruhan nilai biokapasitas Indonesia yaitu
1,12 gha/orang masih lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
telapak ekologisnya yaitu 1,07 gha/orang, meskipun nilainya tidak
terlalu berbeda jauh (signifikan). Hasil perhitungan tersebut dapat
Gambar 3. Ecology
Footprint
Sumber : Hand Out
Kuliah Prinsip-Prinsip
Rancang Kota,
Desain Lingkungan
dan Keberlanjutan
Kota,
Ir. Mardwi Rahdriawan,
MT

menjadi acuan bagi masyarakat Indonesia, bahwa dalam upaya


pemenuhan kebutuhannya dan pemanfaatan sumber daya alam yang
terdapat di
Indonesia
sudah seharusnya memperhatikan daya
dukung masing-masing wilayah.
Constantinos Doxiadis (1913-1975) seorang arsitek dari
Yunani dalam bukunya Ekistics: An Introduction to the Science of
Human Settlements (1968: 5), mengatakan bahwa kota saat ini sudah
tidak lagi nyaman bagi penduduknya disebabkan unsur-unsur kota-kota
kontemporer, seperti transportasi, zonasi dan komunikasi, sudah tidak
lagi seimbang. Akibatnya, kota-kota menjadi membesar, ramai, berisik
dan sumber daya alam serta lingkungannya mengalami kerusakan.
Kota akan tumbuh dan membengkak semakin luas dan sulit
dikendalikan. Polis (kota) menjadi metropolis, kemudian megapolis lalu
econupolis (kota dunia), jika tidak berhati-hati akan menjadi necropolis
(kota mayat) sebagai bagian dari ketidak berlanjutan/ ending dari
sebuah kota (Budiharjo, 1999: 2). Para pemegang kebijakan
bersama-sama dengan penduduk kota seakan-akan sedang berlomba
lomba untuk melakukan ecological suicide, sedemikian parahnya
kondisi perkotaan dan lingkungan yang telah rusak.
Perancangan kota sekarang masih bernuansa utopis/ambisius,
artificial/kolosal dan konsumtif/elitis, jauh dari menghormati kaidahkaidah lingkungan, sosio budaya, tradisi dan kebiasaan masa lalu
dalam penataan kotanya. ( Heryanto, 2011 :13). Globalisasi
merupakan salah satu factor utama semakin kaburnya nilai-nilai
budaya yang menjadi karakteristik suatu tempat. Muncullah istilah
junk cities (Budiharjo, 1999: 2), sebagai penanda terhadap kotakota yang telah terserang virus globalisasi dan intervensi pasar bebas.
Bangunan-bangunan yang ada terkesan seragam dan monoton, hanya
meniru dari budaya yang jauh dari karakteristik geografis maupun
budaya
Gambar setempat.
4. Peta Perubahan Ekologi Dunia
tahun 2100.

1.2

PENGANTAR PERMASALAHAN
Sustainable Development diperkenalkan pertamakalinya
pada tahun 1983, PBB membentuk The World Commission on
Environment and Development (WCED), serta menunjuk Perdana
Menteri Norwegia Gro Harlem Brundtland, selaku ketuanya. WCED
bertujuan
untuk
mempelajari
permasalahan
lingkungan
dan
pembangunan yang terjadi dan berusaha mencari solusi yang tepat
dalam
penangananya,
bersifat
jangka
panjang
dengan
mempertimbangkan masa depan.
Tahun 1987 WCED
melaporkan
meneliti
bagaimana
kerusakan
lingkungan
akan
menghambat
pertumbuhan
ekonomi,
dengan kemiskinan dan
ketidakmampuan
akan
berkontribusi terhadapnya.
Laporan ini menekankan

pentingnya
pembangunan berkelanjutan sebagai arah tujuan
pembangunan
masyarakat
internasional.
WCED
mengartikan
Sustainable Development, sebagai pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan sekarang, tanpa harus mengorbankan kemampuan generasi
mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dengan
konsep equity, diharapkan mampu membagi rata sumber daya yang
tersisa untuk kepentingan bersama di masa yang akan datang. (Willis,
2005 :158).
Sustainable Cities merupakan salah satu turunan dari konsep
sustainable development yang dikembangkan oleh PBB mulai tahun
1990-an. Konsep utama dari program ini adalah menciptakan
lingkungan kota yang efisien dan produktif bagi pertumbuhan ekonomi
nasional untuk menghasilkan sumber daya yang dibutuhkan bagi
investasi publik dan swasta dalam perbaikan infrastruktur, pendidikan
dan kesehatan, kondisi hidup yang lebih baik, dan pengentasan
kemiskinan, yang diaplikasikan di dalam AGENDA 21. Program ini telah
berlangsang 2 tahap, dan saat ini telah diikuti oleh 30 negara.(
http://www.unchs.org) Dalam pengertian lain, Sustainable Cities
merupakan respon terhadap gaya hidup modern yang menggunakan
sumber daya alam terlalu banyak, mengotori atau menghancurkan
ekosistem, meningkatkan kesenjangan sosial, menciptakan pulau-pulau
panas perkotaan, dan menyebabkan perubahan iklim.
Sustainable Communities merupakan lingkup yang lebih kecil
dari sebuah program penataan kota berkelanjutan, merupakan salah
satu agenda 21 pemerintah Inggris pada tahun 2005, yaitu yang mulai
dikembangkan di Eropa dengan munculnya deklarasi Bristol Accord, 6
7 December 2005 di Inggris. Sustainable communities mampu
menjamin pemenuhan beragam kebutuhan warga yang ada saat ini
maupun di masa yang akan datang, sensitif terhadap kondisi
lingkungan, dan mampu meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih
tinggi. Mereka aman dan inklusif, terencana, terbangun dan terus
tumbuh, dengan konsep kesetaraan yang menawarkan kesempatan
dan pelayanan yang baik bagi semua. (Bristol Accord , 2005:4)
Sustainable Neighborhood adalah Sebuah lingkungan yang
berkelanjutan merupakan mix used area yang bercitarasakan
kemasyarakatan yang kuat, yaitu sebuah tempat di mana orang
ingin tinggal dan bekerja, sekarang dan di masa yang akan datang.
(www.mobilityweek-europe.org) Kedua jenis teori tersebut di atas
sama-sama dikembangkan pada tataran lingkup yang semakin sempit,
sebagai bagian dari upaya lebih semakin engerucut di dalam
penanganan masalah keberlanjutan suatu komunitas atau lingkungan.
Sustainable Architecture merupakan tataran yang jauh lebih
mikro, yang mengatur tentang konsep keberlanjutan dari sisi single
building. Arsitektur dengan diwakili oleh bangunan, juga ikut andil di
dalam menyumbang efek rumah kaca. Gerakan ini sudah dimulai dari
1967, oleh Ian Mcharg, dengan design with nature, yang kemudian
lebih dipertajam oleh Malcolm B. Wells di dalam thesisnya Gentle
Architecture (1969) yang menunjukkan peran lingkungan sangat
berpengaruh didalam perilaku desain yang dilakukan terhadap suhu
ruangan (majalah Ruang Edisi 002, hal 14). Namun seiring dengan

perkembangan teknologi, arsitektur sekarang tidak hanya sekedar teori


Vitruvius yang hanya berpilar 3 : structure-fungsi-estetika, namun juga
pelibatan teknologi didalamnya.
Beberapa
kerangka
Sustainable
Architecture
telah
disampaikan berbagai pihak, tetapi mungkin yang terpenting ialah
yang diungkapkan oleh UIA atau International Union of Architect pada
Declaration of Interdependence for a Sustainable Future dalam UIA/AIA
World
Congress
of
Architects
Chicago, 18-21 June 1993 yang merupakan manifesto profesi arsitek
terhadap komitmen menjaga keberlanjutan sebuah lingkungan binaan
serta Deklarasi Copenhagen pada 7 Desember 2009, yang berisikan
tekad para arsistek didalam mengatasi global change dan efek rumah
kaca. (http://www.uia-architectes.org). UIA (Union internationale
des Architectes) adalah organisasi asosiasi arsitek non-profit yang
mewakili lebih dari satu juta arsitek di 124 negara. Dalam Deklarasi
Copenhagen tsb, UIA menyampaikan betapa bangunan dan industry
konstruksi berdampak kepada perubahan iklim yang terjadi saaat ini.
Dan berbagai dampak ini dapat dikurangi dengan menentukan bentuk
sistem lingkungan binaan (builtenvironment).
1.3. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui latar belakang munculnya konsep sustainability,
dan factor apa yang mempengaruhinya
2. Mengetahui
tentang
perkembangan
tentang
teori
sustainability, prinsip dasarnya, dan hierarki secara spasial
3. Mengetahui aplikasi teori sustainability pada kota-kota di
Indonesia
1.4. SASARAN
Sasaran yang ingin dicapai dalam penullisan makalah ini adalah
peranan teori sustainability dari hierarki tingkatan yang ada pada
penataan kota di Indonesia.

BAB II
PERKEMBANGAN & DISKUSI TEORI
2.1
Teori Perencanaan, Perancangan dan Arsitektur
Perkembangan sebuah teori kota pada dasarnya dipengaruhi
oleh terjadinya sebuah fenomena yang terjadi di masyarakat. Dari

sejarahnya ilmu bidang keilmuan yang tertarik di dalam mempelajari


fenomena dan perkembangan sebuah kota adalah Antropologi,
Geografi dan Arsitektur ( Heryanto, 2011 :13). Wacana yang
dilemparkan oleh ketiga bidang keilmuan tersebut mulai dikembangkan
oleh cabang ilmu baru berupa urban planning (perencanaan kota)
dan urban design (perancangan kota) didalam menjelaskan bentuk
struktur kota, baik yang sifatnya tangible berupa bangunan dan artefak
kota, serta yang bersifat intangible berupa aspek-aspek kehidupan
masyarakat.
Kota merupakan cerminan kebudayaan dan ekspresi peradaban
manusia pada suatu kondisi geografis tertentu dalam bentuk fisik dan
spasial, yang berbentuk :
a. Kumpulan tata ruang kegiatan perekonomian
b. Di dalamnya terdapat kode moral dan etika yang memberikan
fungsi dan estetika dalam penataan lingkungan kehidupan kota.
c. Merupakan cerminan ideologi, moral, etika dan kebijakan dalam
menata kehidupan politik social ekonomi, budaya dan keamanan
masyarakat.
Penataan kota seharusnya tidak hanya merancang bangunan
namun juga merancang kehidupan, yaitu pembangunan fisik untuk
memenuhi kebutuhan jasmani rohani masyarakat, baik psikis maupun
visual. Saat ini cenderung kurang manusiawi, karena hanya
memperhatikan aspek fisik serta upaya di dalam peningkatan
pendapatan kota. Aspek dikotomi sebagai heterogenitas sebuah kota,
kurang seimbang proporsinya, sehingga keijakan public yang diambil
akan memunculkan permasalahan keserasian (harmony), keselarasan
(compatible), kesetaraan (equity), keseimbangan (equality), dan
kenyamanan (liveability)
Perancangan kota sekarang masih bernuansa utopis/ambisius,
artificial/kolosal dan konsumtif/elitis, jauh dari menghormati kaidahkaidah lingkungan, sosio budaya, tradisi dan kebiasaan masa lalu
dalam penataan kotanya.
Bentuk kota adalah hasil interaksi antara masyarakat dengan
lingkungannya, yang dibantu oleh rekayasa teknologi serta diayomi
oleh kebijakan penguasa di dalam memenuhi kebutuhan mereka, baik
fisik maupun psikis. Dalamnya perkembangannya terdapat proses
kegiatan politik social ekonomi,dan budaya yang diadministrasi
perilaku moral dan etika para actor yang diwujudkan dalam suatu
kebijakan public dalam suatu kurun waktu tertentu. Perancangan Kota
semestinya menggabungkan tradisi budaya Timur dengan daya akal
Barat dengan mempertimbangkan kearifan local yang ada, bukan
hanya yang berbentuk fisik sebagai wujud akhirnya, namun lebih pada
penggalian unsur-unsur etika dan moral yang berada di dalamnya.
Teori perencanaan dan perancangan kota serta arsitektur
berkembang dinamis seiring dengan peradaban manusia. Manusia
yang dibekali akal akan cenderung untuk melakukan penyesuaianpenyesuaian untuk menuju keadaan yang welfare, meskipun dilalui
dengan suatu pembelajaran terhadap suatu kesalahan. Perencanaan
sendiri tidak terlepas dari perubahan, dengan time line masa lalu
untuk pijakan penjelasan, masa sekarang untuk memahami, dan masa

depan untuk meramalkan. Suatu kajian terhadap teori baik


perencanaan, perancangan maupun arsitektur, diharapkan akan
menjadi titik tolak yang baik dalam menangani masalah perubahan
(Catanese, 1996 :3).
Posisi teori perancangan kota berada di dalam tataran mezzo,
yaitu berada di tengah-tengah antara perencanaan secara makro dan
arsitektur secara mikro. Teori rancang ibarat jembatan yang
menghubungkan antara suatu acuan kebijakan/fungsi yang mengatur
pola-pola pemenuhan kebutuhan manusia, sebelum dituangkan
kedalam bentuk detail rencana yang lebih spesifik dalam sebuah
proses perencanaan besar. Jembatan inilah yang berguna di dalam
perwujudan rencana tiga dimensional yang dapat mudah dipahami
untuk pengembangan perencanaan. Dengan kata lain kesenjangan
pemahaman terhadap sebuah produk perencanaan kota diterjemahkan
dengan bentuk tiga dimensional dengan penajaman guideline rencana.
Rancang kota tidak mungkin hadir sendiri tanpa ada
perencanaan kota di atasnya, dimana rancang kota banyak mengatur
tentang unsur fisik lingkungan kota dan produk yang dihasilkan sangat
terkait dengan tanggapan inderawi, berupa keindahan, tampilan visual
serta estetika. Jadi tidak hanya egoistisitas seperti tampilan produk
arsitektur, namun telah melakukan proses eksplorasi terhadap
berbagai macam pertimbangan dan analisis dari produk perencanaan
kota. Lingkup penataan yang terdiri atas beberapa massa, juga sudah
mengatur tentang criteria desain yang sarat dengan pertimbangan
citra dan tampilan.
Teori perancangan kota berangkat dari konsep usaha manusia di
dalam memenuhi kebutuhannnya, sehingga dengan kata lain konsep
perancangan kota-kota di dunia, baik dari Barat maupun Timur tidak
terlepas dari sejarah institusinya. Pemenuhan terhadap kebutuhannya
tersebut sangat dipengaruhi oleh kepercayaan, tradisi dan idiologi
pada sebuah kondisi geografis tertentu. Suatu konsep rancang kota
tidak serta merta bisa keluar begitu saja tanpa campur tangan
kebijakan. Begitu pula, pola keruangan yang terbentuk dari suatu letak
geografis tertentu sangat dipengaruhi oleh usaha para penghuninya di
dalam pemenuhan kebutuhannya serta interaksi sosial lainnya.
Kemunculan sebuah teori, berdasarkan sejarah dapat diartikan
dari solusi terhadap berbagai masalah yang sedang dihadapi oleh
manusia. Permasalahan yang muncul bisa sangat beragam, namun
dalam tataran rancang kota, penataan bisa dilaksanakan perbagian
disesuaikan dengan permasalahan utama yang dihadapi. Dalam suatu
perencanaan yang sifatnya jauh lebih komprehensif, solusi yang
dilaksanakan langsung focus terhadap masalah yang dihadapi. Teoriteori yang dikembangkan bisa saja merupakan teori untuk awal
pembentukan suatu kota, pengembangan kota, peremajaan kota,
konservasi, revitalisasi, maupun regenerasi kota. Kompleksitas dari
masalah yang dihadapi bisa dibedakan dengan pemisahan teori yang
digunakan, bisa dari solusi ekonomi sebagai suatu kesatuan proses
terhadap tuntutan pasar, solusi rekayasa yang menjawab berbagai
kendala-kendal yang bersifat teknis pemanfaatan teknologi, solusi
sosial yang banyak mengatur dinamika dan tatanan bermayarakat,

solusi professional yang dikembangkan oleh para pelaku dan


penanggungjawab desain, seperti arsitek dan urban planner maupun
yang sifatnya legal formal sebagai bagian dari pengalaman dan trial by
error yang telah teruji kelayakannya.
Begitu beragamnya masalah dan kemungkinan solusi yang
diambil, menjadikan teori rancang kota berkembang dengan pesat,
tidak hanya sebagai teknik dan manifesto profesionalisme dari para
pelaku rancang kota, namun juga bisa berperan di dalam menengahi
suatu permasalahan yang timbul dari suatu kota. Tidak hanya itu saja,
teori perancangan kota juga bisa bermakna ganda, yaitu sebagai
sebuah sandaran dari kepentingan public, karena sifatnya yang lebih
luas dari arsitektur yang egocentric, sekaligus sebagai ekspresi dari
kolase, sebuah masterpiece keindahan yang tereksplorasi dari
penataan antar bangunannya. Rancang kota/urban design, adalah
ruang-ruang
yang
berada
di
antara
bangunan-bangunan.
(Darmawan ,2003:11). Kelompok ruang yang ada dikelompokkan
berdasarkan :
a. Bentuk dan kesan secara internal (internal pattern and image)
b. Bentuk dan kesan secara eksternal (internal pattern and image)
c. Parkir dan sirkulasi (circulation and parking)
Jalan dan karakteristiknya,
kualitas perawatan,
luasan,
susunan,
kemonotonan,
kejelasan dan rute,
orientasi ke tujuan,
sirkulasi mudah dan aman,
pesyaratan parkir dan lokasinya
d. Kualitas lingkungan (quality of environment)
Perancangan sebuah kota berdasarkan sejarahnya hingga saat
sekarang ini banyak didasarkan pada interaksi masyarakat terhadap
kondisi geografis, tuntutan ekonomi, hubungan sosial budaya serta
intervensi dari kebijakan yang diambil sebagai bagian dari politisasi
dalam keruangan. Bagaimana mereka tetap bisa survive sebagai
sebuah kota, adalah sebuah prestasi tersendiri dalam sejarah
peradaban manusia.dar
Kota ibarat pasang surut mengalami dinamika yang tinggi di
tengah-tengah keterbatasan sumber daya, baik alam maupun manusia
merupakan bagian dari perkembangan teori perencanaan kota, yang
berimplikasi pada tataran yang lebih detail yaitu rancang kota dan
arsitektur. Perkembangan ke arah kota yang berkelanjutan dan
pemanfaatan teknologi merupakan tantangan baru yang harus terus
dipecahkan di dalam penataan sebuah kota. Teknologi dan globalisasi
dalam tanda positif bisa diartikan sebagai tools untuk menciptakan
keefektifan dan efisiensi sebuah proses, namun di satu sisi globalisasi
yang ada juga mampu mengubah arah perkembangan suatu rancang
kota. Nilai dan norma sosial yang ada di masyarakat akan ikut
terpengaruh akibat ekspansi wilayah yang didasari akan permintaan

10

ekonomi dan pertambahan penduduk yang membuat pemadatan


peruntukan lahan bertempat tinggal. Revolusi kota ke arah multiused
concept membuat social changes merupakan hal yang saat ini jamak
ditemui di kota. Proses evolusi peradaban menuju ke arah universal
semakin cepat terjadi.
Globalisasi juga memegang peranan penting di dalam evolusi
sebuah peradaban. Globalisasi dengan kemajuan teknologi yang tidak
mengenal batas geografis, akan membuat idiologi dan pemikiran
melakukan infiltrasi secara leluasa. Padahal belum tentu idiologi dan
paham pemikiran tadi sesuai dengan karakteristik lokal suatu
masyarakat yang telah terbukti telah berhasil bertahan cukup lama
sebagai falsafah hidup sehari-hari. Globalisasi yang sedemikian cepat
akan sulit diikuti oleh evolusi sosial budaya masyarakat tersebut. Pada
masa-masa seperti itulah jatidiri dan karakter suatu masyarakat
menjadi sangat penting. Karakteristik lokal akan semakin kabur,
sejarah akan hanya menjadi cerita, lahan kota akan semakin mubazir
karena peruntukkannya tidak sesuai, yang pada akibatnya masyarakat
akan kehilangan jatidirinya. Daya saing kota akan semakin menurun
karena masyarakat menjadi kehilangan arah di dalam mencitrakan
dirinya. Pada akhirnya perancangan kota seperti yang diungkapkan
Winston Churcill (materi kuliah Prinsip Rancang Kota-PK) adalah
sebagai bagian dari peradaban manusia. Dulunya kota merupakan
hasil bentukan manusia, namun saat ini kotalah yang menjadikan
suatu peradaban terlahir.
2.2Sejarah Perkembangan Teori
Jika dilihat dari konsep besar sustainable development, dan
dihubungkan dengan posisi teori perancangan yang berada di taran
mezzo, perlu kiranya dilakukan analisis perkembangan terhadap teori
sustainable dalam konteks keruangan yang ada.
Gambar 5. Tataran administrative
keruangan manusia

11

SsuhgNatrceAmCovDbdpiln

Dari tataran administrative


keruangan yang ada, perlu
kiranya
dilakukan
pendekatan perkembangan
suatu teori sustainability dari
tingkatan
makro
menuju
mikro, yaitu komponen dan
bangunan.
Dalam
perkembangannya
teori
Sustainable
yang
mulai
diperkenalkan tahun 1987,
sudah
menjadi
bahan
pemikiran
bagi
ahli
perencanaan
kota
dan
arsitektur, namun seiring dengan adanya wadah teori berupa
sustainability, kemudian lahirlah berbagai macam teori pengikut
yang lingkupnya semakin mengerucut sebagai aplikasi akhir
sebelum menuju ke proses pelaksanaan. Berikut di bawah ini adalah
beberapa konsep dan teori tentang sustainability yang dimulai dari
tataran yang makro (negara) sampai yang paling mikro (komponen
dan bangunan) yang dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 6. Strata keruangan teori


sustainability
a. Sustainable Development
Konsep Sustainable Development termasuk dalam tataran urban
planning, berawal dari keprihatinan pemimpin dunia untuk memelihara
planet bumi, yang dirasakan semakin memprihatinkan sebagai dampak
dari pembangunan. Diawali dengan Stockholm Conference, yang
dilaksanakan 5 Juni 1972, yang melahirkan underlying concept of
sustainable development . Pada konferensi ini, pemimpin-pemimpin
dunia bersepakat. Seiring dengan penetapan tanggal 5 Juni sebagai
World Environmental Day, dilahirkan pula resolusi pembentukan UNEP

12

(United Nations Environmental Program) yang bermarkas di Nairobi,


Kenya.
Permasalahan semakin berkembang, karena banyak negara
mengembangkan industrinya, dengan menggunakan sumber daya
alam yang tidak dapat diperbaharui. Negara miskin dan berkembang
semakin terpuruk akibat eksploitasi yang tak terkendali terhadap
potensi sumber daya alamnya, hanya diperuntukkan untuk membayar
hutang luar negeri serta pembelian teknologi dari negara maju yang
cenderung mubazir.
Pada 1983 PBB membentuk World Commission on Environment
and Development (Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan)
yang diketuai oleh Ny. Gro Brundtland, Perdana Menteri Norwegia
Komisi ini menyelesaikan tugasnya pada 1987 dengan menerbitkan
laporan
Our Common Future yang dikenal dengan Laporan
Gambar
7. Skema
sederhana
Sustainable
Brundtland.
Tema laporan ini adalah sustainable development
Development
(pembangunan
berkelanjutan).
Komisi
ini
mendefinisikan
pembangunan berkelanjutan sebagai suatu upaya yang mendorong
tercapainya
kebutuhan
generasi
kini
tanpa
mengorbankan
kemampuan
generasi
mendatang
untuk
memenuhi
kebutuhannya.
Konsep
ini
menekankan
pentingnya
pertumbuhan
ekonomi tanpa
mengorbankan standar lingkungan yang tinggi. (Willis, 2005 :158).
WCED kemudian membidani Konferensi Tingkat Tinggi Earth
Summit di Rio de Janeiro Brasil pada tahun 1992, dengan
jargonnyaThink globally, act locally, untuk mengekspresikan
kehendak
berlaku
ramah
terhadap
lingkungan
menekankan
sustainability
development
pada
kebijakan
perencanaan
pembangunan. Salah satu hasil penting dalam konferensi ini adalah
pembentukan komisi pembangunan berkelanjutan (CSD Commission
on Sustainable Development). Komisi ini telah menghasilkan
kesepakatan untuk mengimplementasikan konsep pembangunan
berkelanjutan seperti yang tertuang dalam Agenda 21. Agenda 21
global yang kemudian diratifikasi oleh setiap Negara menjadi agenda
21 lokal yang berisi ketergantungan pembangunan sosial dan ekonomi
pada kelestarian lingkungan dan meletakkan dasar untuk pengesahan
Perjanjian tentang Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Iklim.
Sepuluh tahun setelah KTT Bumi, pencapaian cita-cita Deklarasi
Rio dan Agenda 21 masih jauh dari harapan. Oleh karena itu pada

13

2002 Majelis Umum PBB memutuskan untuk menyelenggarakan World


Summit on Sustainable Development (WSSD) atau KTT Pembangunan
Berkelanjutan di Johannesburg, Afrika Selatan. WSSD diberi mandat
untuk melakukan kajian pelaksanaan Agenda 21, menghidupkan
kembali komitmen politik bagi pelaksanaan Agenda 21 di masa
mendatang serta menghasilkan dokumen yang action oriented dengan
target waktu dan cara pelaksanaan yang konkrit. Agenda 21 ini dikaji
kembali dalam KTT yang sama di Johannesburg (Afrika Selatan).
Indonesia melalui Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, dengan
bantuan UNDP, telah melakukan tinjauan terhadap pelaksanaan
Agenda 21 Indonesia untuk meneliti konteks pembangunan
berkelanjutan setelah krisis ekonomi.
Agenda pertemuan yang penting lainnya adalah KTT Millenium di
new York pada tahun 2000, yang melahirkan United Millennium
Declaration yang menekankan perlunya langkah dan kebijakan global
yang sesuai dengan kebutuhan negara berkembang.
Agenda
masyarakat global (Millennium Development Goals/MDGs) bertujuan
untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat dengan waktu yang spesifik, yaitu melalui:
1)
pengurangan setengah jumlah masyarakat miskin dunia:
2)
jaminan bahwa setiap anak memperoleh pendidikan dasar
3)
pemajuan kesetaraan
gender dan pemberdayaan
perempuan
4)
pengurangan tingkat kematian anak balita
5)
pengurangan tingkat ibu melahirkan
6)
pencegahan meluasnya penyakit HIV/AIDS
7)
menjaga keberlanjutan kualitas lingkungan
8)
pengembangan kemitraan global untuk pembangunan.
Pertemuan membahas pembangunan berkelanjutan semakin
meningkat kemudian, yang paling akhir dilaksanakan di Solo Indonesia
pada 19 21 Juli 2011, yaitu Konferensi Tingkat Tinggi Institutional
Framework of Sustainability Development, yang menghasilkan Solo
Messages, yang intinya masyarakat dunia sepakat bahwa konsep dan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah memperoleh
penerimaan dalam lingkaran kebijakan publik, sehingga perlu sebuah
implikasi yang nyata, baik melalui perbaikan kelembagaan, penguatan
unsur-unsur
(social-ekonomi-lingkungan),
serta
peningkatan
pengorganisasian dari tingkat pusat ke lingkup yang jauh lebih kecil
serta pengembangan transfer teknologi.
Dibahas pula tentang menyeimbangkan pendekatan Bottom Up
dan Top Down, yang mengatur tentang kebijakan proses pembangunan
baik di tingkat local, regional, nasional serta internasional harus
mampu mengadopsi dan beradaptasi dengan kearifan local yang
menjadi karakteristik pembeda.
Dalam perjalananya konsep sustainable development ini tidak
hanya terdiri atas 3 pilar, namun masih ada pilar-pilar lain sebagai
bagian dari perkembangan sebuah teori. Seperti yang dikatakan Eko
Budihardjo dalam Sustainability Development (1999:10) bahwa
dalam skala global tidak hanya 3 pilar tersebut namun juga harus
memperhatikan 5-E, yaitu :

14

Employment
yaitu
ketersediaan
lapangan
pekerjaan
(Ekonomi)
Environment
yaitu
keseimbangan
lingkungan/ekologi
Equity
yaitu
pemerataan
dan
keadilan
Gambar 8. Time Line Sustainable
Development
Engagement
yaitu
peran
serta
masyarakat
agar
muncul
sense
of
belonging
Energy,
yaitu
ketersediaan sumber
daya alam berupa energy baik yang terbarukan mapun tidak
terbarukan.
Namun secara keseluruhan teori ini berpengaruh besar di dalam
bidang-bidang yang lain, dengan asumsi permasalahan yang dihadapi
sama, yaitu keterbatasan sumber daya alam dan meledaknya populasi,
sebagai akar dari theory Robert Malthus (Willis, 2005 :154). Yang
mengatakan bahwa ketersediaan bahan pangan akan tidak mencukupi
dan habis jika pertumbuhan penduduk tetap berjalan seperti sekarang
ini
.
b. Sustainable Cities
Sustainable Cities merupakan lingkup yang lebih sempit dari konsep
sustainable development, biasa disebut dengan eco-city, yaitu suatu
kota yang dirancang dengan mempertimbangkan dampak lingkungan,
dihuni oleh orang yang berdedikasi untuk minimalisasi input yang
diperlukan dari output energi, air dan makanan, dan sisa dari panas,
polusi udara - CO2, metana, dan polusi air. Lingkup yang diatur dalam
suatu cakupan kotadengan memperhatikan ekologi. Eco-city
diperkenalkan pertama kali oleh Richard Register pada tahun 1987
dalam bukunya Ecocity Berkeley: Building Cities for a Healthy Future.
Konsep dasar dari teori ini adalah tetap berpegang teguh pada
pemanfaatan sumber daya lingkungan secara berkeadilan, dengan
meninggalkan ecology footprint yang seminal mungkin. Dengan
hambata tersebut sebuah kota harus mampu memfaatkan sebesarbesarnya teknologi di dalam menggunakan sumber daya dan
lingkungan di dalam upayanya untuk tetap bertahan dan berdaya
saing.
Teori-teori lain yang digunakan berdampingan dengan teori ini adalah
teori Smarth Growth/Compact City, yaitu teori tentang penataan kota
yang mampu tumbuh secara wajar dengan potensi dan ketersediaan
sumberdaya yang ada, namun jauh dari sprawl. Pada intinya mengatur
tentang sistem transportasi dan mendekatkan fungsi-fungsi yang ada

15

di dalam sebuah kota dengan prinsip efisiensi dan efektifitas. Teori


selanjutnya adalah teori New Urbanism sebagai pengembangan dari
konsep new pedestrialism (1929), yaitu suatu upaya penataan kota
yang walkable yang mampu menghubungkan keseluruhan fungsi dari
kota, baik dari pengaturan moda transportasi dan jaringan infrastruktur
yang ada, maupun penempatan area-area pertumbuhan yang
disesuaikan dengan kondisi demografis penghuninya. Diharapkan
dengan teori ini, urban sprawl tidak kan terjadi serta kemacetan
lalulintas sebagai sumber pemborosan energy akan semakin
Gambar 9. Prinsip Teori Sustainability
berkurang.
Communities
Sustainable Cities merupakan salah satu
turunan dari konsep
Sumber :
sustainable
development
yang
dikembangkan oleh PBB mulai tahun
1990an. Konsep utama dari program ini
adalah menciptakan lingkungan
kota yang efisien dan produktif
bagi
pertumbuhan
ekonomi
nasional untuk menghasilkan
sumber daya yang dibutuhkan
bagi investasi publik dan swasta
dalam perbaikan infrastruktur,
pendidikan
dan
kesehatan,
kondisi hidup yang lebih baik, dan
pengentasan
kemiskinan,
yang
diaplikasikan di dalam AGENDA 21.
Program ini telah berlangsang 2 tahap,
dan saat
ini telah diikuti oleh 30 negara.( http://www.unchs.org) Dalam
pengertian lain, Sustainable Cities merupakan respon terhadap gaya
hidup modern yang menggunakan sumber daya alam terlalu banyak,
mengotori atau menghancurkan ekosistem, meningkatkan kesenjangan
sosial, menciptakan pulau-pulau panas perkotaan, dan menyebabkan
perubahan iklim.
Teori tentang sustainable cities ini secara aplikatif banyak
digunakan di kota-kota besar di dunia, karena jika dijalankan, baik itu
dari pengurangan urban sprawl, perbaikan moda dan infrastruktur
transportasi, kemampuan menghemat dan menciptakan sumber daya
energy serta penataan arsitektur bangunan yang pintar, kota tidak
akan menghadapi kendala di dalam pengembangannya.
c. Sustainable Communities
Sustainable communities pertama kali diperkenalkan di Inggris
merupakan salah satu agenda 21 pemerintah Inggris pada tahun 2005,
yaitu dengan munculnya deklarasi Bristol Accord, 6 7 December
2005. Sustainable communities mampu menjamin pemenuhan
beragam kebutuhan warga yang ada saat ini maupun di masa yang
akan datang, sensitif terhadap kondisi lingkungan, dan mampu
meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih tinggi. Mereka aman dan
inklusif, terencana, terbangun dan terus tumbuh, dengan konsep
kesetaraan yang menawarkan kesempatan dan pelayanan yang baik
bagi semua. (Bristol Accord , 2005:4)

16

Teori ini berkembang pada saat sustainable development,


ternyata
membutuhkan
pemecahan
kebijakan,
pembangunan
infrastruktur dan peranserta masyarakat di dalamnya. Sehingga
muncullah konsep Global to Local.
Prinsip dasar dari teori ini adalah penataan sebuah lingkup kota
yang didasarkan pada suatu karakter yang unik dari suatu kelompok
masyarakat tertentu, yang digunakan sebagai potensi utama di dalam
pengembangan perekonomian. Pada dasarnya tidak ada bentuk baku
di dalam penataan kota seperti ini namun paling tidak sebuah kota
harus memiliki masyarakat :
Active, Inclusive dan Save - Fair, toleran dan kohesif dengan
budaya lokal yang kuat dan mau melaksanakan kegiatan
komunitas bersama
Well Run masyarakat yang efektif dan inklusif, partisipatif
dan memiliki jiwa kepemimpinan
Well Connected - dengan layanan transportasi yang baik dan
komunikasi yang menghubungkan antar fungsi yaitu
pekerjaan, sekolah, kesehatan dan layanan lainnya
Well Served - dengan pelayanan publik yang prima dan
terbuka baik bagi bagi swasta, komunitas sesuai dengan
kebutuhan masyarakat
Environmental Sensitive memiliki kepekaan sosial dan
lingkungan yang tinggi
Thriving mampu mengembangkan ekonomi lokal, beragam
dan inovati
Well Design and Built-Kualitas bangunan dan lingkungan
sekitar dirancang dan dibangun dengan bagus
Fair for Everyone- Jujur dan terbuka dengan sesame anggota
masyarakat dan anggota komunitas lain baik sekarang
maupun di masa yang akan datang
d. Sustainable
Neighbourhood
Sustainable
Neighbourhood
adalah
Sebuah
lingkungan
yang
berkelanjutan
merupakan
mix
used
area
yang
bercitarasakan
kemasyarakatan yang kuat,
yaitu sebuah tempat di mana
orang ingin tinggal dan
bekerja, sekarang dan di
masa yang akan datang.
(www.mobilityweek-europe.org) Kedua jenis teori tersebut di atas
sama-sama dikembangkan pada tataran lingkup yang semakin sempit,
sebagai bagian dari upaya lebih semakin mengerucut di dalam
penanganan masalah keberlanjutan suatu komunitas atau lingkungan.

17

Teori ini dilator belakangi pada


konsep pemahaman terhadap
sesuatu yang kecil, lingkungan
binaan
paling
kecil
yang
diberdayakan
dengan
sebijaksana
mungkin
menggunakan
kaidah-kaidah
sustainability. Dengan penerapan
di lingkungan yang paling kecil
akan
membentuk
sebuah
lingkungan yang bebas bergerak,
bebas beraktifitas, bebas dan
mudah bersosialisasi, dengan
menggunakan
energy
dan
sumber daya local yang lebih
efisien
Sedangkan tujuan dan aplikasi
dari teori ini dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 10. Prinsip dan tujuan Teori
Sustainability Neighbourhood
Sumber : NEIGHBOURHOOD SUSTAINABILITY

e. Sustainable Architecture
Pola konsentrasi pembangunan di perkotaan di Indonesia telah
menyebabkan tingginya laju urbanisasi dan perkembangan kota kota
tsb secara tidak berkelanjutan (Unsustainable Urban Development)
sehingga menyebabkan besarnya kebutuhan akan perumahan dan
hunian Sebaliknya, praktek spekulasi lahan dan keterbatasan subsidi
pemerintah untuk rumah rumah sederhana telah membuat kesulitan
pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan
rendah.
Sustainable Architecture merupakan tataran yang jauh lebih
mikro, yang mengatur tentang konsep keberlanjutan dari sisi single
building. Arsitektur dengan diwakili oleh bangunan, juga ikut andil di
dalam menyumbang efek rumah kaca. Gerakan ini sudah dimulai dari
1967, oleh Ian Mcharg, dengan design with nature, yang kemudian
lebih dipertajam oleh Malcolm B. Wells di dalam thesisnya Gentle
Architecture (1969) yang menunjukkan peran lingkungan sangat
Gambar
10.dilakukan
Prinsip Teori
Sustainability
berpengaruh didalam perilaku desain
yang
terhadap
suhu
Neighbourhood
ruangan (majalah Ruang Edisi 002, hal 14).
Namun seiring dengan
perkembangan teknologi, arsitektur sekarang tidak hanya sekedar teori
Vitruvius yang hanya berpilar 3 : structure-fungsi-estetika, namun juga
pelibatan teknologi didalamnya.
Beberapa
kerangka
Sustainable
Architecture
telah
disampaikan berbagai pihak, tetapi mungkin yang terpenting ialah
yang diungkapkan oleh UIA atau International Union of Architect pada
Declaration of Interdependence for a Sustainable Future dalam UIA/AIA
World
Congress
of
Architects
Chicago, 18-21 June 1993 yang merupakan manifesto profesi arsitek
terhadap komitmen menjaga keberlanjutan sebuah lingkungan binaan

18

serta Deklarasi Copenhagen pada 7 Desember 2009, yang berisikan


tekad para arsistek didalam mengatasi global change dan efek rumah
kaca. (http://www.uia-architectes.org). UIA (Union internationale
des Architectes) adalah organisasi asosiasi arsitek non-profit yang
mewakili lebih dari satu juta arsitek di 124 negara. Dalam Deklarasi
Copenhagen tsb, UIA menyampaikan betapa bangunan dan industry
konstruksi berdampak kepada perubahan iklim yang terjadi saaat ini.
Dan berbagai dampak ini dapat dikurangi dengan menentukan bentuk
sistem lingkungan binaan (builtenvironment).
Konsep Strategi Desain Berkelanjutan UIA ini didefinisikan lebih
detail dalam 9 butir :
a. Sustainable by Design (SbD) dimulai pada tahapan awalpro yek
dan melibatkan komitmen seluruh pihak: klien,desainer,
insinyur, pemerintah, kontraktor, pemilik, pengguna, dan
komunitas;
b. SbD harus mengintegrasikan semua aspek dalam konstruksi
dan penggunaannya di masa depan berdasarkan Full Life Cycle
Analysis and Management (Analisa dan Manajemen
sepenuhnya dari Daur Hidup Bangunan);
c. SbD harus mengoptimalkan efisiensi melalui desain. Penggunaan
energi terbarukan, teknologi modern dan ramah lingkungan
harus diintegrasikan dalam praktek penyusunan konsep proyek
tsb
d. SbD harus menyadari bahwa proyek proyek arsitektur dan
perencanaan merupakan sistem interaktif yang kompleks dan
terkait pada lingkungan sekitarnya yang lebih luas, mencakup
warisan sejarah, kebudayaan dan nilai nilai sosial
masyarakatnya;
e. SbD harus mencari healthy materials (material bangunan yang
sehat) untuk menciptakan bangunan yang sehat, tataguna lahan
yang terhormat secara ekologis dan sisual, dan kesan estetik
yang menginspirasi, meyakinkan dan memuliakan;
f. SbD harus bertujuan untuk mengurangi carbon imprints,
mengurangi penggunaan material berbahaya, dan dampak
kegiatan manusia, khususnya dalam lingkup lingkungan binaan,
terhadap lingkungan
g. SbD terus mengusahakan untuk meningkatkan kualitas hidup,
mempromosikan kesetaraan baik lokal maupun global
memajukan kesejahteraan ekonomi, serta menyediakan
kesempatan kesempatan untuk kegiatan bersama masyarakat
dan pemberdayaan masyarakat;
h. SbD mengenal juga keterkaitan lokal dan sistem planet bum
yang mempengaruhi segenap umat manusia. SbD juga
mengakui bahwa populasi urban tergantung pada sistem
desakota yang terintegrasi, saling terkait untuk keberlangsungan
hidupnya (air bersih, udara, makanan, tempat tinggal,
pekerjaan, pendidikan, kesehatan, kebudayaan dan lain lain);
i. SbD juga mendukung pernyataan UNESCO mengenai
keberagaman budaya sebagai sumber pertukaran, penemuan,

19

BAB III PEMBAHASAN,


Dari berberapa konsep tentang sustainability sebelumnya, pada
umumnya konsep sustainability cocok untuk dilaksanakan di setiap
kota, tidak hanya di dunia, namun juga di Indonesia. Hal ini dilator
belakangi permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota hampir sama,
yaitu pertumbuhan kota secara tak terkendali, kebutuhan lahan dan
terbatasnya energy dan sumber daya lingkungan
Untuk lebih jelasnya perlu dikaji tentang kemapuan kota-kota di
Indonesia di dalam penyediaan Sumber Daya sebagai bagian dari
Ecology Footprint Nasional. Dari data tersebut akan terlihat bahwa
banyak kota-kota terutama di Jawa sebetulnya sudah melebihi ambang
batas, sehingga perlu dilaksanakan penerapan konsep sustainability
desain. Sebagai satu bagian yang komprehensif, tentu saja Sustainable
Development sebagai konsep utama selalu dijadikan patokan untuk
konsep-konsep sustainability di bawahnya, seperti sustainability cities,
communities, neighbourhood maupun architecture.
3.1
Analisis terhadap konsep Sustainable Development
di Indonesia

20

Pelaksanaan Sustainable Development di Indonesia sendiri


termasuk terlambat, meskipun pada akhirnya Pemerintah mengikuti
dan
meratifikasi
setiap
kebijakannya
disesuaikan
dengan
perkembangan dari dalam negeri maupun dari kebijakan luar negeri.
Pergantian pemimpin dan kondisi social politik sangat berpengaruh di
dalam pelaksanaannya. Tingkat kepedulian pengelolaan lingkungan
hidup dalam peraturan perundang-undangan dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti : situasi politik, sosial budaya dan ekonomi,
kualitas sumber daya manusia sampai globalisasi (Saifullah, 2010).
Sustainable Development ini merupakan sebuah langkah yang
ditempuh oleh negara-negara industry maju yang telah kehilangan
kemampuan untuk menperbarui sumber daya alam terutama minyak
bumi sebagai krisis global tahun 1960-1970. Mereka berusaha
mengajak negara-negara berkembang yang masih memiliki sumber
daya alam yang melimpah untuk mau berbagi, sebuah smart alibi di
dalam mengakali sustainable industry yang mereka jalankan.
Pembangunan yang dilaksanakan oleh negara-negara berkembang
mereka control dengan berbagai protocol disaat industry yang mereka
kembangkan mulai berkembang. Berbagai alasan berkedok investasi
banyak dijalankan pada awal-perkembangan program ini, dengan
memberikan teknologi dibarter dengan ketersediaan sumber daya
alam yang mereka punyai
Pada tahun 1960-1970-an sebenarnya Indonesia Indonesia
memulai reformasi ekonomi di bawah rezim"Orde Baru" yaitu dengan
model sentralistik namun sudah berkomitmen untuk mempromosikan
industrialisasi. Meskipun Indonesia memulai reformasi ekonomi satu
dekade lebih awal dari Cina lakukan di tahun 1978, kebijakan rezim
orde baru kurang konsisten dalam menangani kualitas pertumbuhan
ekonomi. Pendapatan yang dihasilkan dengan mengeksploitasi sumber
daya alam seperti minyak dan hutan, penggunaan dananya sangat
tidak bijaksana
yaitu untuk investasi dalam meningkatkan
kemampuan teknologi. (Zhang, 2004). Krisis minyak bumi pada tahun
1973 dan 1979 semakin menempatkan Indonesia sebagai tujuan
investasi negera-negara industri, dengan tujuan utama mendapatkan
izin pengelolaan sebesar-besarnya.
Kebijakan pembangunan secara sentralistik dan fragmentik selama
kurun waktu 30 tahun selama orde baru menyisakan banyak sekali
permalahan pelik. Pembangunan hanya bagus sebatas tampilan di atas
kertas, namun lingkungan dan demokratisasi ikut diberangus. Hutang
luar negeri menumpuk, investor yang masuk sama rakusnya dengan
pemegang kebijakan. Sumber daya alam dikuras habis, menyisakan
permasalahan bagi anal cucu di kemudian hari. Hal ini tentu saja
bertentangan dengan prinsip sustainable development yang telah
dimulai PBB tahun 1972.
Krisis ekonomi dan kerusuhan social pada tahun 1997 dianggap
sebagai titik kulminasi keresahan masyarakat menyikapi kebijakan
pemerintah. Perlahan Indonesia kemudian membuka diri kepada
pemikiran Sustainable Development. Tercatat mulai tahun1997,
Agenda 21 sebagai bagian dari mandat PBB kepada anggotanya juga
harus segera disikapi dan disosialisasikan dalam kebijakan

21

pembangunan di Indonesia. Hal ini disikapi dengan dikeluarkannya


Agenda 21 Indonesia : Strategi Nasional Untuk Pembangunan
Berkelanjutan yang diwujudnyatakan di dalam PROPENAS (Program
Pembangunan Nasional) berisi visi dan rangkaian strategi dalam
mewujudkan
pembangunan
berkelanjutan.
Dokumen
yang
komprehensif ini memberikan petunjuk bagi keterkaitan pembangunan
ekonomi dan sosial, perlindungan terhadap lingkungan dan sumber
daya alam, serta paradigma baru dalam memandang aplikasi konsep
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan bagi
Indonesia di masa depan. Dokumen ini mencakup aspek pelayanan
masyarakat, pengelolaan limbah, pengelolaan sumber daya tanah dan
pengelolaan sumber daya alam.
Dalam perkembangan selanjutnya, Indonesia semakin aktif di
dalam mengikuti dan meratifikasi kebijakannya ke arah sustainable
development, dari mulai protocol Kyoto hingga yang terakhir sebagai
tuan rumah KTT Institutional Framework of Sustainability Development
di Solo. Indonesia juga telah menggunakan MDGs , sebagai salah satu
instrument di dalam sustainability development. Hasil dari laporan
MSGs tahun 2010 yang dikeluarkan Bappenas, menyebutkan yang
telah dicapai baru 3 sasaran, yang yang telah menunjukkan
kemajuan signifi kan dan diharapkan dapat tercapai pada
tahun 2015 (on-track) ada 5 sasaran, dan yang menunjukkan
kemajuan namun masih perlu usaha yang keras ada 4 sasaran.
Peningkatan PDRB dan kualitas lingkungan penting dan berpengaruh
bagi keberhasilan pembangunan, oleh karena itu Indonesia harus tetap
konsisten
dalam
menjalankan
program
pembangunan
yang
berkelanjutannya, demi pemenuhan kebutuhan generasi yang akan
datang.
3.2
Analisis
Indonesia

terhadap

konsep

Sustainable

Cities

di

Konsep Sustainable cities telah dilaksanakan di bebrapa kota di


Indonesia, hasilnya tentu saja banyak yang kurang berhasil akibat dari
tumpang tindihnya aturan terutama dalam penataan ruang, serta ego
sektoral yang masih tinggi. Namun Kota Surabaya pada tahun 2011
Kota Surabaya menjadi satu di antara 10 kota dari 10 negara anggota
ASEAN yang menerima penghargaan sebagai Kota Berkelanjutan.
( Kompas, 23 November 2011) Kriteria didasarkan pada kualitas air
bersih, udara bersih, dan kebersihan lingkungan. Sebanyak 9 kota
lainnya
yang
menerima
penghargaan
Kota
Berkelanjutan
Environmentally Sustainable City/ESC Award) meliputi National Housing
Scheme Rimba (Brunei), Pnom Penh (Kamboja), Xamneau (Laos),
Putrajaya (Malaysia), Pyin Oo Lwin (Myanmar), Puerto Princesa
(Filipina), South West CDC (Singapura), Phuket (Thailand), dan Danang
(Vietnam).

22

3.3
Analisis terhadap konsep Sustainable Communities
dan Sustainable Neighbourhood di Indonesia
Konsep seperti ini masih jarang dipergunakan di Indonesia,
padahal dari karakter bangsa Indonesia yang senang bergotong royong
dan memiliki semangat kebersamaan yang tinggi tentu saja menjadi
modal yang besar. Factor penghambatnya adalah dalam bentuk
peraturan dan regulasi yang harus disiapkan secara komprehensif dari
atas sebagai paying hokum. Jika tidak akan muncul aglomerasi dan
ketimpangan yang tinggi dari setiap bagian yang ada.
Best practice yang ada saat ini adalah program PNPM, sebagai
program pemberdayaan masyarakat, namun tingkatan PNPM haya
sebagai program pemberdayaan, belum menjadi guide line dalam
penataan suatu kawasan terpilih.
3.4
Analisis terhadap konsep Sustainable Architecture
di Indonesia
Di Indonesia Berkembangnya, gerakan GreenArchitecture,
Eco-Architecture atau Sustainable Architecture, telahmemberikan
warna pada Indonesia sejak tahun 1980-an setelah berkiprahnya
arsitek arsitek yang ingin menerapkanEco- Architecture seperti: Y.B.
Mangun Wijaya,Heinz Frick dan Jimmy Priatman. Kemudian generasi
kedua Eco-Architecture di Indonesia muncul pada tahun 1990-an di
antaranya
Eko
Prawoto,Ridwan
Kamil,
Budi
Faisal,
Andry
Widyowijatnoko, dll._ yang menunjukkan mulai adanya kesadaran
Arsitek untuk memperhatikan lingkungan hidup dalam mendesain
bangunan kreativitas sangat diperlukan oleh umat manusia.

23

Indonesia
juga
telah
mendirikan
GREEN BUILDING
COUNCIL
INDONESIA pada
tanggal
15
Juni
2008
oleh
7
inisiator dan 44
core
founder,
sebagian besar dari
kalangan
profesional pelaku
Gambar 11. Organisasi dalam Sustainable
industri konstruksi
Architecture
Sumber : Tanuwidjaja, Gunawan, 2010
(dari
berbagai
profesi; arsitek, ME engineer, arsitek lansekap, interior desainer, facility
managerm). GBC Indonesia merupakan salah satu dari 37 negara yang
sudah tergabung di WGBC; memiliki komitmen untuk menerapkan dan
mempromosikan pembangunan yang ramah lingkungan. Pada tanggal
9 September 2009, bergabung 21 perusahaan (terdiri dari
pengembang, kontraktor, industri bahan bangunan, penyedia energi;
baik perusahaan mul_ nasional, nasional dan badan usaha milik
negara). Misi utama dari GBC Indonesia adalah promosi dan mengawal
transformasi pasar, mengampanyekan kepada industri dan masyarakat
luas, membentuk forum dan dialog, membangun komunitas, dan
menyiapkan perangkat dan tenaga ahli untuk menilai bangunan ramah
lingkungan.
Sebagai mana diketahui Di seluruh dunia, bangunan
menyumbangkan 33% emisi CO2, mengonsumsi 17% air bersih, 25%
produk kayu, 30-40% penggunaan energi dan 40-50% penggunaan
bahan mentah untuk pembangunan dan pengoperasiannya (sumber:
World Green Building Council). Sering kali bangunan (dan
infrastruktur), dalam skala kecil maupun besar, merupakan suatu tolok
ukur kesuksesan pembangunan ekonomi), sehingga bangunan sering
ipergunakan sebagai simbol kesuksesan. masyarakat urban di seluruh
dunia menghabiskan 90% aktunya di dalam bangunan (rumah, kantor,
tempat kerja, sekolah, pusat perbelanjaan, dan lain-lain).
3.5. Against Sustainability
Pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development)
sebagai sebuah teori besar, kemudian mulai diikuti oleh teori-teori lain
dengan tema yang sama namun lebih spesifik. Namun dari tinjauan
kali ini hanya dibatasi
pada perkembangan teori sustainable
berkelanjutan berdasarkan pada tataran rancang kota, serta
hubungannya dengan teori-teori perencanaan kota dan arsitektur.
Namun tidak sepenuhnya sustainable diartikan positif. Banyak sekali
pembangunan yang mengklaim pro-sustainable, yang layaknya sebuah
mantra untuk memasarkan dagangan dalam meyakinkan masyarakat.
Material Sustainable, komunitas sustainable, desain sustainable, gaya
hidup sustainable, turisme sustainable, kota sustainable, makanan
sustainable. Politik sustainable? Sustainable telah digunakan,

24

digunakan secara berlebihan dan bahkan disalahgunakan hingga


makna nya sendiri selalu berubah setiap saat. Banyak sekolompok
bangunan berpuluh ribu meter persegi sekonyong-konyong disebut
proyek sustainable karena mampu mengoptimasi energy tapi
dampaknya dalam skala urban, proyek tersebut mengundang ratusan
penggunaan kendaraan bermotor
yang keluar masuk kota yang justru menghabiskan banyak energi,
dalam hal ini bahan bakar fosil dan emisi. Inilah semangat against
sustainability yang marak berkembang di kota-kota, termasuk juga di
Indonesia.

BAB 4
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1

Kesimpulan
Dari
beberapa
perkembangan
terhadap
teori
perancangan berkelanjutan, dapat kesimpulan sebagai beri kut :
a . Kota- kota di dunia sedang menghadapi permasal ahan
yang
besar
tentang
perkembangannya
yang
tidak
terkont rol
b. Penduduk dunia semakin berta mbah, semakin dibutuhkan
lahan untuk hunian, yang notabene sebagai kebutuhan
pokok manusia namun sampai saat ini masih tergerus
terhadap perkembangan ekonomi
c. Sumber daya alam yang tersedia semakin menipis, jejak
ekologis yang dilakukan oleh kot a-kot a semakin besar
dan tidak terkendali

25

d. Sususta inability sebagai sebuah konsep besar dari


sustainable development hadir sebagai penawar solusi
terhadap permasalahan ekol ogis yang ada, dan kemudian
berkembang pesat sevara konseptual menjadi berbagai
maca m
teori,
termasuk
perencanaa an
kota
dan
arsitektur.
e. Pendekat an teori tis bermaca m yang dipergunakan, salah
satunya dengan perndekatan ruang lingkup perencanaan,
sebagaim ana
konsep
teori
Mikro
(arsitektur)-Mezzo
(urban Design) dan-Mak ro (Urban Planning), yang terdiri
at as
Sustainability
architecture-NeighbourhoodCo mmunitie-Cities-Development.
4.2 Rekomendasi
a . Konsep sustainability ini menjadikan equit y sebagai
konsep utama . Hal ini bisa merupakan sebuah hikmah
sekal igus musibah bagi bangsa Indonesia yang memil iki
cadangan sumber daya al am melimpah, paling tidak
hingga saat ini. Konsep equity ini bisa jadi menjadikan
daya tawar , daya saing Indonesia di mat a dunia sangat
tinggi,, namun pada kenya tannya, Indonesia dipaksa
berbagi dengan ikut menandat angani berbagai protoco l
ekologis yang dilakukan bangsa-bangsa industry yang
sedang kebingungan mencari sumber daya untuk energy
industrinya. Sudah menjadi sejarah using jaman orde
baru yang masih dinikm ati sekarang, banyak kapital is
industry berkedok investor menggali kekayaan alam
Indonesia dngan kontrak puluhan tahun, tanpa kontribusi
yang nyata untuk bangsa Indonesia. Bangsa kita cukup
senang dengan membeli teknologi sebagai barter dari
industrial isasi. Semoga ke depan dengan semangat
susta anaibility , yang mula i diterapkan ditingkat paling
bawah (neighbourhood) akan membuat bangsa kita
semakin kritis dan mampu dengan smart menjaga sumber
daya alam yang ada , disaat bangsa industry sudah
bersusah payah.
b. Jika tidak, bisa dipastikan Indonesia akan semakin
terpuruk dan tertinggal, ka rena bangsa-bangsa lain di
dunia sudah mulai untuk mela kukan sustainabilit y.

DAFTAR PUSTAKA
Budihardjo, Eko, Djoko Sujarto, Kota Berkelanjutan (Sustainable
City), Alumni,
Bandung, 1999
Chairs Summary High Level Dialogue on Institutional
Framework for Sustainable Development, 19 21 July 2011, Solo
Indonesia
http://www.uncsd2012.org/rio20/content/documents/Chairs
%20Summary%20f rom%20Solo%20meeting.pdf, Juli 2010

26

Church, Chris, Sustainable Neighbourhoods a UK urban


perspective, CEA , 2005
Dari Krisis Menuju Keberlanjutan, Meniti Jalan Pembangunan
Berkelanjutan Di Indonesia, Pengkajian Nasional Terhadap
Pelaksanaan Agenda 21 Indonesia,
www.irwantoshut.co.cc
Departemen Pekerjaan Umum, Kajian Telapak Ekologis di Indonesia,
Jakarta, 2010
Darmawan, Edy, Ir, M.Eng, Teori Dan Implementasi Perancangan
Kota, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2003
Heryanto, Bambang, Roh dan Citra Kota, Brilian Internasional,
Surabaya, 2011
Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional
/
Badan
Perencanaan
Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Laporan
Pencapaian Tujuan
Pembangunan Milenium Indonesia 2010,
2010
Michael W Zhang and N S Cooray, Sustainable Industrialisation in
Large Developing
Economies
China
and
Indonesia
Compared,
http://www.ias.unu.edu/binaries2/IASWorkingPaper108.doc.
February 2004
Sachdeva, Pradeep , A Tale For Many Cities, The Times of India,
NewDelhi, January 25, 2012
Tanuwidjaja, Gunawan, QUO VADIS KOTA KOTA BESAR DI
INDONESIA: MENYUSUN
STRATEGI REVITALISASI KOTA YANG LEBIH BERKELANJUTAN
DI INDONESIA,
2010

Saville-Smith, K., Lietz, K., Bijoux, D. and Howell, M


NEIGHBOURHOOD SUSTA INABILITY
FRAMEWORK: PROTOTYPE, Beacon Pathway Limited8 , New
Zealand, 2005
Saifullah, Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup
Indonesia, http://www.uinmalang.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=1629:paradigma -

Di

27

pembangunan-lingkungan-hidup&catid=36:kolom-pr2,
2010

September

The International Union of Architects, Copenhagen Declaration, 7


DECEMBER 2009 www.uia-architectes.org
The Office of the Deputy Prime Minister. Bristol Accord, Conclusions
of Ministerial
Informal on Sustainable Communities in
Europe, Bristol, 6 7 December 2005
Web site: www.odpm.gov.uk
Watson, Donald, et. All Time-Saver Standards For Urban Design,
The McGraw-Hill Companies, USA, 2003
Willis, Katie, Theories and Practicesof Development, Routledge,
2005
2
3
41
5
6
7
8
91
10
1
2
31
4
5
6
7
8111
9
20
1

28

Anda mungkin juga menyukai