OLEH :
KELOMPOK 2
A. Latar Belakang
Sampah merupakan suatu yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil
aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Pengelolaan sampah merupakan cara yang efektif untuk memutuskan rantai
penularan penyakit,dan juga untuk meningkatkan kesehatan keluarga dan
masyarakat (Nurul et al., 2021).
Indonesia merupakan negara yang mempunyai kontributor sampah
plastik di laut urutan kedua setelah Cina. Penilaian tersebut merupakan hasil
riset dari Universitas di Amerika Serikat. Masalah sampah di Indonesia
merupakan masalah yang rumit, disebabkan perilaku-perilaku masyarakat
yang masih kurang peduli terhadap lingkungannya sendiri. Faktor lain yang
menyebabkan permasalahan sampah di Indonesia adalah meningkatnya taraf
hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang
persampahandan juga partisipasi masyarakat yang kurang untuk memelihara
kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya. Selain itu sering pula
timbunan sampah merusak keindahan kota dan menimbulkan bau yang kurang
enak. Sampah yang semula indentik dengan dampak negatif, maka perlu
dicarikan jalan keluar atau ada inovasi yang merubah dari yang bersifat negatif
menjadi bersifat positif (Riska & Sriono, 2019).
Permasalahan sampah hingga saat ini masih menjadi pembahasan utama
bagi masyarakat, khususnya masyarakat pesisir pantai. Secara umum sampah
dibedakan menjadi tiga, yaitu sampah organik/basah, sampah
anorganik/kering, dan sampah berbahaya. Seiringdengan meningkatnya
jumlah penduduk di suatu wilayah maka juga mengakibatkan bertambahnya
volume sampah. Pola konsumsi masyarakat ikut memberi kontribusi dalam
peningkatan volumesampah yang semakin beragam jenisnya. Sampah rumah
tangga merupakan salah satu sumber sampah yang cukup besar eranannya
dalam peningkatan volume sampah di suatu lingkungan.Namun, sampah-
sampah ini pada akhirnyaakan terbawa hingga ke pesisir pantai dan sebagian
besarnya adalah sampah plastik. Sampah plastik merupakan salah satu sampah
yang tidak mudah terurai dan dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan
(Sumiati et al., 2020).
B. Analisis Situasi
C. Permasalahan
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum yaitu untuk mengetahui pengolahan sampah di pesisir
dan kepulauan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui solusi kesehatan dalam menagani sampah di pesisir
dan kepulauan.
b. Untuk mengetahui solusi lingkungan dalam menagani sampah di pesisir
dan kepulauan.
c. Untuk mengetahui solusi teknologi dalam menagani sampah di pesisir
dan kepulauan.
d. Untuk mengetahui solusi sosial/pemberdayaan dalam menagani sampah
di pesisir dan kepulauan.
B. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan kajian literature ini dapat memeberikan kegunaan bagi
akademisis, instansi terkait, dan masyarakat tentang pengolahan sampah di
kawasan pesisir dan kepulauan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi instansi terkait, hasil kajian literature ini diharapkan dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan tindakan dalam
pengolahan sampah di kawasan pesisir dan kepulauan.
b. Bagi masyarakat, hasil kajian literature ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pengolahan sampah
domestic yang terjadi di kawasan pesisir dan kepulauan.
Literatur Review : Pengolahan Sampah Di Pesisir Dan Kepulauan
A. Pembahasan
Persampahan merupakan isu penting dalam masalah lingkungan
perkotaan yang dihadapi sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan
peningkatan aktivitas pembangunan. Wilayah pesisir merupakan daerah
pertemuan antara wilayah daratan dengan karakteristik daratannya dan
wilayah lautan dengan karakteristik lautnya dan membawa dampak yang
cukup signifikan terhadap pembentukan karakteristik wilayah sendiri yang
lebih khas. Kekhasannya ini tidak hanya berlaku pada karakteristik sumber
daya alam dan sumber daya manusia serta kehidupan sosial yang terdapat
disekitarnya tetapi juga berdampak pada karakteristik persampahan di wilayah
pesisir. Penanganan sampah pesisir sangat komplek, ada beberapa hal yang
mempengaruhi yaitu sampah dari masyarakat yang tinggal dan melakukan
aktivitas di wilayah pesisir, sampah kiriman dari wilayah daratan atas yang
mengalir dari sungai atau selokan yang bermuara ke pesisir. Dengan melihat
kondisi yang terjadi di wilayah pesisir, kurangnya kesadaran masyarakat dan
minimnya pengetahuan tentang penanganan sampah membuat masyarakat
langsung membuang kotoran khususnya sampah ke selokan, halaman rumah
dan dibiarkan mengendap serta dibuang langsung ke sungai atau pesisir pantai
(Renwarin et al., 2015).
Berdasarkan permasalahan diatas maka perlu ada penanganan baik dari
segi kesehatan, lingkungan, teknologi, serta social dan pemberdayaan dalam
pengolahan sampah pesisir.
A. Penanganan Sampah Dari Aspek Kesehatan
Berdasarkan penelitian Widya dkk (2020) sampah plastik dapat
mencemari tanah, udara, laut, bahkan udara, karena plastik sulit terurai.
Desa Cibiru Wetan, Kabupaten Bandung, merupakan kawasan
pertumbuhan perumahan baru. Seiring bertambahnya areal, sisa
pembangunan menjadi sampah, seperti kaleng. Kaleng dapat menampung
air dan dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk yang akan
mengganggu kesehatan. Salah satu cara untuk mengurangi dampak
tersebut adalah dengan memanfaatkan sampah kaleng ke dalam pot
tanaman. Oleh karena itu tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini
adalah pemanfaatan limbah timah untuk pot dalam upaya meningkatkan
kesadaran masyarakat akan kesehatan lingkungan. Tahapan kegiatan ini
dimulai dari memberikan pemahaman tentang kesehatan lingkungan mulai
dari pemahaman, sampah, lingkungan, kesehatan hingga penggunaan dan
pelatihan pembuatan pot dari bahan sampah kaleng (Widya et al., 2020).
B. Penanganan Sampah Dari Aspek Lingkungan
Berdasarkan penelitian Hidayati dkk (2021) lingkungan pesisir tidak
terlepas dari produksi sampah yang cukup banyak, selain sampah rumah
tangga juga terdapat limbah hasil nelayan. Adanya sampah tersebut
dikarenakan kurangnya empati masyarakat sekitar dalam melestarikan
lingkungan. Jika sampah tersebut dibiarkan begitu saja akan menimbulkan
beberapa ancaman kesehatan maupun ancaman ekologi. Oleh karena itu
penanaman sikap peduli lingkungan harus diterapkan pada peserta didik
sejak dini, khususnya pada usia peserta didik sekolah dasar yaitu melalui
eco-education. Setelah adanya rasa empati terhadap lingkungan, peserta
didik akan lebih memperhatikan kelestarian lingkungannya. Sehingga
membuat peserta didik mampu meningkatkan kreativitasnya untuk
mengelola sampah serta mencipatakan nilai estetika pada karya seni
(Hidayati et al., 2021).
C. Penanganan Sampah Dari Aspek Teknologi
Berdasarkan penelitian Ramdiana dkk (2020) Kelurahan Cambayya
merupakan salah satuwilayah pesisir Kota Makassar yang memiliki
kondisi sampah yang sangat kompleks yaitu sampah dari masyarakat yang
tinggal dan melakukan aktivitas di wilayah pesisir, sampah kiriman dari
wilayah daratan atas yang mengalir dari sungai atau selokan yang
bermuara ke pesisir. Adanya program Pengabdian kepada Masyarakat ini
bertujuan melakukan kegiatan dalam bentuk pelatihan, praktek dan
pendampingan dalam pengolahan sampah organik menjadi kompos
dengan menggunakan teknologi Wind Powered Composter yang berlokasi
di kelompok warga RT A Kelurahan Cambayya. Masalah yang dihadapi
mitra adalah banyaknya timbulan sampah yang dihasilkan
dipermukimanpesisir Kelurahan Cambayya, warga belum mengetahui cara
mengolahsampah organik, dan belum ada penerapan teknologi terbarukan
yang praktis dan mampu diterima masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan. Teknologi yang diterapkan adalah Teknologi Wind Powered
Composter yang merupakan teknologi pengolahan sampah organik
menggunakan tenaga angin sebagai sumber energi menghasilkan kompos
yang dapat bermanfaat untuk penghijauan dan bernilai ekonomi. Metode
kegiatan ini diantaranya: Tahap persiapanyaitupengurusan surat izin,
sosialisasi kegiatan ke mitra, dan persiapan materi pelatihan,Tahap
pelaksanaan melakukan pelatihanmotivasi dalam mengolah
sampah,pelatihan pemilahan sampah organik,pembuatan alat komposter,
pelatihan SOP penggunaan alat, praktek pembuatan kompos, panen
kompos, dan pengemasan kompos, Tahap evaluasi dengan melakukan
pendampingan dan pengecekan berkala terhadap proses pembuatan
kompos (Ramdiana et al., 2020).
A.
METODOLOGI
A. Solusi Kesehatan
Adapun hasil penelitian Widya dkk (2020), yaitu :
1. Sosialisasi dan penyuluhan kesehatan lingkungan, sampah kaleng dan
pemanfaatannya
Kegiatan sosialisasi ini yaitu pemberian materi tentang pengertian kaleng
cat dan lingkungan mulai dari pengertian, sampah, lingkungan, kesehatan
hingga pemanfaatannya dilakukan selama satu hari. Tujuan dari tahapan
ini adalah untuk membuka wawasan peserta agar sadar akan kesehatan
lingkungan yang berdampak pada kesehatan masyarakat. Kegiatan ini
berupa penyuluhan, diskusi dan tanya jawab.
2. Pelatihan pembuatan pot
Pelatihan ini dimulai dengan pemaparan tentang teknik pembuatanpot dari
sampah kaleng cat. Salah satu metode yang diperkenalkan melalui
kreatifitas mewarnai kaleng cat. Pot bunga, pot bunga, atau pot tanaman
adalah wadah di mana bunga dan tanaman lain dibudidayakan dan
ditumbuhkan. Pot bunga sekarang sering juga dibuat dari plastik, kayu,
batu, atau kadang-kadang bahan yang dapat terurai secara hayati. Contoh
pot biodegradable adalah yang terbuat dari kertas cokelat tebal, kardus,
atau gambut di mana tanaman muda untuk tanam ditanam (Wikipedia,
2019). Dari hasil pelatihan ini diperoleh bahwa kreativitas peserta
menghasilkan pot yang bagus.
B. Solusi Lingkungan
Adapun hasil penelitian Hidayati dkk (2021), yaitu :
Berdasarkan hasil wawancara dan hasil observasi mengenai objek penelitian
(sampah) masih perlu diperbaiki untuk tujuan melestarikan lingkungan
pesisir. Sampah dibagi menjadi 2, sampah organik dan non organik. Salah
satu contoh sampah organik pada lingkungan pesisir ini adalah limbah hasil
nelayan, seperti jeroan ikan. Adapun permasalan limbah hasil nelayan ini
telah menemukan solusi yaitu memanfaatkan jeroan ikan menjadi pelet ikan
dengan tujuan untuk mejadikan produk yang mampu meningkatkan
pendapatan UMKM kelurahanlumpur.Sedangkan sampah anorganik seperti
sampah plastik masihmenjadisalahsatumasalah pokok dalam penyebab
terjadinya banjir dikelurahan lumpur. Oleh karena itu pemilihan dalam
menerapkan 3R yakni Reduce, Reuse dan Recycle terlebih dikenalkan sejak
dini, seperti hal nya dijadikan sarana pembelajaran bagi peserta didik tingkat
sekolahdasar.Penerapan eco-education tidak terlepas dari rencana kegiatan
yang meliputi pengamatan dan pelaksanaan. Hasil pengamatan peserta didik
MINU Lumpur memiliki keaktifan dan kreatifitas yang perlu dikembangkan,
sehingga eco-education perluditerapkan dengan menentukantercapainya
pemahaman.
C. Solusi Teknologi
Adapun hasil penelitian Ramdiana dkk (2020), yaitu :
1. Pelatihan Motivasi dalam Mengolah Sampah
Kegiatan ini merupakan tahapan awal dari proses penyuluhan yang
dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuanmengelola lingkungannya
utama-nya dalam hal persampahan. Penguasaan pengetahuan dan
keterampilan untuk meningkatkan kemampuan dalam arti soft skill.
Kegiatan penyuluhan tahap pertama ini berupa pemberian materi
mengenai pentingnya mengolah sampah di wilayah pesisir sebagai area
hunian yang mereka tempati saat ini. Kegiatan ini mencoba membangun
antusiasme warga dan rasa tanggung jawab dalam mengelola
lingkungannya.
2. Pelatihan Pemilahan Sampah Organik
Pelatihan lanjutan bagi masyarakat adalah pemilahan sampah organik.
Pelatihan ini bertujuan untuk peningkatan kemampuan
SDMdenganmenumbuhkan pengetahuan dan motivasi masyarakat dalam
memilah sampah organik yang akan diolah menjadi kompos. Kegiatan
pelatihan ini sangat penting agar masyarakat bersemangat untuk memilah
sampah organik yang akan mereka olah dengan menggunakan alat
komposter.Kegiatan ini diakhiri dengan memberikan kuismenarik dan
interaktir untuk menguji kemampuan masyarakat mitra dalam menerima
materi penyuluhan.
3. Pembuatan Alat Wind Powered Composter
Rangka mesin terbuat dari besi siku dengan dimensi 40 x 40 mm. Mesin
Tabung Komposter terbuat dari bahan stainless dengan dimensi Tinggi =
91,5 cm, lebar= 60 cm dan panjang = 120 cm. Tabung pengolahan
digerakan dengan energi kinetik yang bersumber dari angin dilengkapi
dengan penyimpanan tenaga (baterai). Komponen lainnya adalah Kincir
angin sebagai sumber tenaga penggerak komposter terdiri dari beberapa
bagian diantaranya rangka, kincir angin, dan instalasi penggerak. Kincir
terbuat dari plat stainless dengan dimensi 60 mm dan tebal 1,5 mm. Kincir
angin akan memutar komposter dengan kecepatan 50 rpm. Komposter ini
dilengkapipengontrol suhu dalam komposter sehingga apabila mencapai
suhu 45 ke atas komposter akan berputarotomatis selamaselama 15 menit.
Tinggi tiang kincir 5 m. Energi kinetik dari kincir sebagian akan diiubah
menjadi energi listrik yang akan tersimpan kedalambaterai.Alat ini juga
dilengkapi mesin pencacah terbuat dari bahan plat stainless dan rangka
dari besi siku.
4. Pelatihan SOP Alat dan Praktek Pembuatan Kompos
Pelatihan SOP alat dilakukan bersama warga agar dapat mengoperasikan
alat komposter sesuai dengan SOP.
5. Panen Kompos Proses penguraian bahanorganik oleh mikroba dapat
mengakibatkansuhu yang cukup tinggi pada tahap awal.Suhu akan turun
secara bertahap yang menandakan terjadinya pematangan pada kompos.
Kisaran suhu yang ideal untuk komposting adalah 45 –700.Penenkompos
dilakukan pada hari ke 10 dengan pengontrolan suhu secara berkala. Pada
hari ke 9 suhu mulai kembali normal dan hari ke 10 dilakukan pemanenan
bersama warga. Kompos yang sudah jadi menunjukkan warna coklat
kehitaman, aroma seperti bau tanah atau bau humus hutan, dan suhu sama
dengan suhu lingkungan(SNI, 2004). Setelah kompos dipanen, dilakukan
pengayakan untuk menyaring partikel kompos yang halus yang akan
dipacking dan kompos yang kasar dimasukkan kembali untuk dijadikan
starter.
6. Pengemasan Kompos
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan
kompos.Penyusutan kompos sebesar 40%. Hasil kompos sebelum di ayak
mencapai 31kg. Hasil kompos yang telah diayak dikemas dengan
menggunakan plastik dan diberi label bersama dengan warga. Dengan
adanya produk kompos ini akan digunakan untuk penghijauan tanaman di
lorong pesisir cambayya dan untuk jangka panjang akan dipasarkan.
D. Solusi sosial/pemberdayaan
Adapun hasil penelitian Ruslan dkk (2019), yaitu :
1. Penyuluhan tentang Pengelolaan Sampah di Tingkat Rumah Tangga
Pengetahuan tentang pengelolahan sampah yang masih rendah terjadi
pada masyarakat Kelurahan Lapulu khususnya yang berada di wilayah
pesisir dikarenakan kebiasan warga yang sering membuang sampah di laut
dan sekitar lingkungan rumah sehingga hal ini mengakibatkan Kelurahan
Lapulu menjadi terlihat padat dan kumuh. Penyuluhan ini dapat
meningkatkan pengetahuan di lingkungan rumah tangga dalam hal
pemilahan sampah berdasarkan jenisnya dan pengolahan sampah organik
dan anorganik. Program ini sebagai pemberdayaan bagi ibu rumah tangga
khususnya agar lingkungan menjadi bersih, sehat dan indah.
2. Pembagian Leaflet Kesadaran Pengelolaan Sampah pada Komunitas Pasar
Lapulu
Leaflet adalah salah satu alat promosi yang sangat umum digunakan oleh
salah suatu badan usaha, baik peusahaan maupun perorangan, dalam
kegiatan promosi dan pemasaran yang dilakukan. Umumnya dalam
mempromosikan suatu usaha, leaflet akan berisikan informasi atau jasa
diantara beberapa produk atau jasa yang di tawarkan. Melalui leaflet dapat
dengan indah menginformasikan atau menambah wawasan masyarakat
sepreti tidak membuang sampah sembarangan, cara mengelolah sampah,
dampak dari sampah serta memberitahukan cara mendaur ulang sampah
agar bisa digunakan kembali. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka
pemberdayaan pedagang pasar tradisional Pasar Lapulu agar
meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pengelolaan sampah
utamanya yang dihasilkan selama menjalankan aktivitas di pasar. Dari
pembagian leaflet ini diharapkan memberikan informasi pengetahuan
masyarakat tentang manfaat dan bagaimana cara pengelolaan sampah
dengan baik.
3. Pembuatan TPS 3R
Pemilahan sampah sebaiknya dilakukan sejak dari sumbernya, termasuk
sampah rumah tangga. Dalam rencana pengelolaan sampah perlu adanya
metode pengolahan sampah yang lebih baik, peningkatan peran serta dari
lembaga-lembaga yang terkait dalam meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pengelolaan sampah, meningkatkan pemberdayaan masyarakat,
peningkatan aspek ekonomi yang mencakup upaya meningkatkan retribusi
sampah dan mengurangi beban pendanaan pemerintah serta peningkatan
aspek legal dalam pengelolaan sampah. Pengertian Zero Waste(produksi
bersih) adalah bahwa mulai dari produksi sampai berakhirnya suatu proses
produksi dapat dihindari terjadi “produksi sampah” atau diminimalisir
terjadinya “sampah”.
4. Pembuatan Insinerator Sederhana
Tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi, serta keterbatasan lahan
yang tersedia, menyebabkan timbulnya permasalahan sampah tidak dapat
teratasi dengan baik, ketidak pedulian masyarakat akan masalah sampah
membuat sampah terus menumpuk diberbagai sudut kota tanpa adanya
sentuhan penanganan yang benar. Tidak jarang pengelolaannya hanya
mengandalkan seorang atau beberapa orang operator saja yang
mengaturnya, atau hanya mengandalkan sopir-sopir pengangkut sampah,
akibatnya sebuah lokasi yang dijadikan landfill hanya dilakukan dengan
cara open dumpingsaja, ini diakibatkan kurang / lemahnya kontrol
pengelola di TPA dan tidak jarang TPA dijadikan tempat pembuangan
limbah B-3 yang dikategorikan infectious(menular)
5. Gerakan Kesadaran Pengelolaan Sampah dengan Jumat Bersih
Rendahnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar sungguh
sangat memprihatinkan sehingga diperlukan cara berbeda untuk merubah
perilaku masyarakat agar lebih peduli dengan lingkungannya. Lingkungan
yang bersih membuat siapa saja yang bertempat menjadi nyaman. Salah
satu langkah kecil yang dilakukan untuk membuat lingkungan menjadi
bersih adalah dengan melakukan kerja bakti. Manfaat lingkungan yang
bersih dapat dirasakan langsung diantaranya udara menjadi sejuk, bebas
dari polusi udara, dan terhindar dari penyakit. Tak hanya itu, kerja bakti
bersama ini harapannya dapat meningkatkan kesadaran warga sekitar
untuk menjaga lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Mallapiang, F., Kurniati, Y., Syahrir, S., Lagu, Abd.M.H. and Sadarang, R.A.I.
(2020). Pengelolaan sampah dengan pendekatan Asset-Based Community
Development (ABCD) di wilayah pesisir Bulukumba Sulawesi
Selatan. Riau Journal of Empowerment, 3(2), pp.79–86.
Nurmawati, Jonson Lumban Gaol and Marisa Mei Ling (2018). Tingkat
Kerentanan Wilayah Pesisir Kota Makassar Terhadap Pencemaran
Sampah. JURNAL ILMIAH WAHANA PENDIDIKAN, 4(2), pp.96–103.
Nurul Ilma, Andi Nuddin and Makhrajani Majid (2021). PERILAKU WARGA
MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH
TANGGA DI ZONA PESISIR KOTA PAREPARE. Jurnal Ilmiah
Manusia Dan Kesehatan, 4(1), pp.24–37.
Riska Ayu Pramesthi and Sriono (2019). PENGARUH SIKAP DAN PERILAKU
TERHADAP KEBERADAAN SAMPAH PADA MASYARAKAT
PESISIR DESA KILENSARI PANARUKAN SITUBONDO. GROWTH,
17(1), pp.45–56.
Ramdiana, R., Anggraini, N., Yunus, S. and Kudsiah, H. (2020). APLIKASI
WIND POWERED COMPOSTER DI KAWASAN PESISIR
KELURAHAN CAMBAYYA KOTA MAKASSAR. Panrita Abdi -
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat, 4(1), p.92.
Renwarin, A., Octavianus Rogi and Rieneke Sela (2015). STUDI IDENTIFIKASI
SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI WILAYAH
PESISIR KOTA MANADO. SPASIAL, 2(3), pp.79–89.
Ruslan Majid, Asnia Zainuddin, Yasnani Yasnani, Fifi Nirmala and Tina, L.
(2019). Peningkatan Kesadaran Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis
Masyarakat Pesisir di Kelurahan Lapulu Kota Kendari Tahun 2019. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Ilmu Terapan (JPMIT), 2(1).
Sri Rahmasari, Siti Rabbani Karimuna and Reni Meliahsari (2020). ANALISIS
LAJU TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH DI PEMUKIMAN
PESISIR KELURAHAN LAPULU KOTA KENDARI. Jurnal Kesehatan
Lingkungan Universitas Halu Oleo, 1(2).
Sumiati, Andi Muhammad Irfan Taufan Asfar, Andi Muhamad Iqbal Akbar Asfar,
Nurhasanah, Asrina and Febi Melsa (2020). Pemberdayaan Masyarakat
Pesisir Pantai Melalui Pemanfaatan Sampah Plastik Kiriman Menjadi
Bantal Kursi. SNPKM: Seminar Nasional Pengabdian Kepada
Masyarakat,2, pp.98–105.
Widhya Aligita, Soni Muhsinin, Fauzan Zein Muttaqin, Yuliantini, A. and Aiyi
Asnawi (2020). Upaya Peningkatan Pemahaman Kesehatan Lingkungan
melalui Pemanfaatan Sampah Plastik dari Kaleng Cat di Desa Cibiru
Wetan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Jurnal Pengabdian Pada
Masyarakat, 5(3), pp.832–836