Anda di halaman 1dari 64

EDISI 01 - 2014

MADE IN INDONESIA













Szava kosmetik
Jamu Borobudur
Best Lady
Tas Dowa
Kenes
Pia Legong Bali
Keripik Singkong Se8
Radio Magno
sentra Produksi Gerabah
Kerajinan kayu cukli
traktor tangan Quick
PT Triangle Motorindo
Knalpot Purbalingga
Kuroma Engineering

TEKNOLOGI
balai diklat industri surabaya
Balai Pengembangan Industri
Persepatuan Indonesia (BPIPI)
BALAI BESAR KULIT, KARET DAN
PLASTIK (bbkkp)

APA DAN SIAPA


PT Santinilestari Energi
Indonesia (SEI)

TOKOH

Industri

Martha Tilaar

Kosmetika dan Herbal


Menghadapi MEA 2015

Cosmetics and Herbal Industries to Face AEC 2015

r
Te
um
Um
k IB
tu 0 W
Un 21.0
ka 0 bu 10.0
Pameran Produksi Indonesia

22 - 25 Mei 2014

Harris Conventions Festival Citylink - Bandung

bangga menggunakan

PRODUK INDONESIA

@ppi2014
Sekretariat PPI 2014
Pusat Komunikasi Publik
Pameran Produksi Indonesia
Kementerian Perindustrian
Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta 12950
ppi2014@kemenperin.go.id
Telp. 021-52902969, 5255509 Ext. 4044
www.ppi2014.kemenperin.go.id
Fax. 021 - 52902969
K E ME NTERIAN P ERIND USTRIAN

w ww.kemenperin.go .id

dari meja redaksi


Tren masyarakat untuk menggunakan produk kosmetik, jamu dan herbal sangat besar, hal ini didukung oleh
potensi tanaman obat, kosmetik, dan aromatik di Indonesia dengan jumlah sekitar 30 ribu jenis. Oleh karena
itu, peluang dan kreativitas industri jamu, kosmetik dan produk herbal lainnya menjadi terbuka di dalam negeri .
Sebagai gambaran, saat ini terdapat kurang lebih 1.247 industri terdiri atas 129 industri obat tradisional
(IOT), dan 1.037 industri kecil obat tradisional (IKOT). Industri jamu menyerap tenaga kerja sampai 15 juta
orang di mana 3 juta di antaranya terserap di industri jamu untuk obat, sedang 12 juta terserap di industri jamu
yang telah berkembang ke arah makanan, minuman, suplemen, kosmetik, spa, aroma terapi. Saat ini terdapat
sekitar 30 ribu jenis tanaman obat, tetapi hanya 350 jenis di antaranya yang telah digunakan secara teratur
oleh industri jamu. Omzet obat tradisional dan herbal pada tahun 2014 diperkirakan meningkat menjadi Rp
15 triliun, atau naik Rp 1 triliun dari perolehan tahun lalu sebesar Rp 14 triliun menyusul makin diminatinya
penyembuhan kesehatan menggunakan obat herbal.
Pesatnya pertumbuhan industri jamu, kosmetika dan herbal ditengah tantangan yang semakin meningkat
menjelang berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 menjadi topik bahasan yang menarik untuk
dikemukakan dalam Aktualita edisi pertama Majalah KINA tahun 2014 ini. Beberapaq industri yang bergerak di
bidang kosmetika, jamu dan herbal akan kami angkat dalam rubrik Made in Indonesia seperti Szava Kosmetik dan
Jamu Borobudur, sementara dalam rubrik Opini, Ketua Umum Gabungan Pengusaha dan Obat Tradisional, Charles
Saerang akan memberikan opininya mengenai tingginya daya saing industri nasional, disamping itu Martha
Tilaar seorang pengusaha yang dapat dikatakan sebagai tokoh wanita yang ikut memelopori pengembangan
industri kosmetika nasional akan kami tampilkan dalam rubrik Tokoh kali ini.
Redaksi juga akan menyuguhkan produk-produk unggulan lainnya seperti produk Bulu Mata Best Lady
yang merupakan salah satu pionir industri bulu mata imitasi, Radio Magno dan Knalpot Barokah yang ketiganya
berasal dari kota yang sama, yaitu Purbalingga. Produk-produk lainnya antara lain, Tas Rajut Dowa, Batik Kenes
yang merupakan produk unggulan Yogyakarta, Pia Legong dan beberapa industri berat seperti Sepeda Motor
VIAR dan Traktor Tangan Quick.
Dalam Rubrik Teknologi, KINA juga akan mengangkat badan-badan yang menampilkan aplikasi teknologi
terapan seperti Balai Diklat Industri (BDI), Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) dan
Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP).
Diharapkan edisi pertama KINA kali ini dapat memberikan gambaran kesiapan produk industri nasional
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan berlaku 2015, kami percaya bahwa dengan dukungan
seluruh pemangku kepentingan sektor industri baik pemerintah, swasta maupun masyarakat, diharapkan
industri nasional tetap dapat menjadi pilar pertumbuhan ekonomi nasional dan produk Indonesia menjadi tuan
rumah di negeri sendiri. Selamat Membaca. ***
The trend of Indonesian people to use cosmetics, jamu (traditional medicine) and herbal products are extremely
large, it is supported by Indonesia potency in medicinal plants of cosmetics and aromatics with a total number of 30
thousand types. Therefore, there is tremendeus opportunity for medicine, cosmetics and other herbal industires to be
exploited in this country.
As an illustration, today there are approximately 1.247 companies, consisting of 129 traditional medicine
enterprises (IOT), and 1.037 small scale traditional medicine companies (IKOT). The jamu industry has absorbed
up to 15 million of workers, 3 million of them have worked in jamu industry for drugs, while 12 million workers
have been absorbed in jamu industry related to foods and beverages, supplements, cosmetics, spa, and aroma therapy.
Currently there are about 30 thousand kinds of medicinal plants, but only 350 of those are used regularly by jamu
industry.The turnover of traditional medicine and herbal products in 2014 is estimated to increase up to Rp 15
trillion, or an increase of Rp 1 trillion compared to last year turnover that amounted Rp 14 trillion following the
increasing use of herbal medicine as favorite health recovery.
The rapid growth of jamu, cosmetics and herbal industries amid the increasing challenges towards the enactment
ASEAN Economic Community in 2015 has become an interesting topic to be discussed in Aktualita 1st edition of
KINA magizine in 2014. Some enterprises dealing with cosmetics, jamu and herbal will be lifted in our Made in
Indonesia rubric such as Szava Cosmetics and Jamu Borobudur, while in the Opinion rubric, Charles Saerang,
the Chairman of Association of Indonesian Herbal and Traditional Medicine will present his opinion about the
high competitiveness of the national industry, meanwhile Martha Tilaar, a woman entrepreneur pioneering the
development of cosmetic industry in Indonesia will be presented in our Tokoh kali ini rubric.
Editorial staff will also presents other flagship products such as Eyelashes Best Lady product which is one of the
pioneer of eyelash imitation industry, Magno Radio and Barokah Muffler in which these three products by coincidence
come from the same city, Purbalingga. Other products among others, are Tas Rajut Dowa, Kenes Batik Yogyakarta,
Pia Legong and some heavy industries such VIAR Motorcycles and Quick hand tractors.
In the rubric of technology, KINA will also present institutions providing applied technology applications such
as Industrial Training Centre (BDI), Indonesia Footwear Industry Development Center (BPIPI) and Industrial
Center of Leather, Rubber and Plastic (BBKKP).
It is expected that the first edition of KINA will be able to give the view of the readiness of national industry to
face the ASEAN Economic Community which will apply in 2015. We believe that by the support of all stakeholders
both the Government, private, and public in general, the national industry can be a pillar of national economic
growth and also the Indonesian products can be the host in their own country. Happy Reading.

EDISI 01 - 2014

MADE IN INDONESIA













Szava kosmetik
Jamu Borobudur
Best Lady
Tas Dowa
Kenes
Pia Legong Bali
Keripik Singkong Se8
Radio Magno
sentra Produksi Gerabah
Kerajinan kayu cukli
traktor tangan Quick
PT Triangle Motorindo
Knalpot Purbalingga
Kuroma Engineering

TEKNOLOGI
balai diklat industri surabaya
Balai Pengembangan Industri
Persepatuan Indonesia (BPIPI)
BALAI BESAR KULIT, KARET DAN
PLASTIK (bbkkp)

APA DAN SIAPA


PT Santinilestari Energi
Indonesia (SEI)

TOKOH

Industri

Martha Tilaar

Kosmetika dan Herbal


Menghadapi MEA 2015

Cosmetics and Herbal Industries to Face AEC 2015

Daftar IsiContents
Aktualita
Lindungi Industri Jamu dan Obat Tradisonal
Dalam Negeri, Pemerintah Akan Buat Standard

Produk Kosmetik Indonesia Unggul Hadapi Mea 2015 8


Perkosmi Bali Siap Bersaing di Pasar Tunggal
Asean 2015.

14

made in indonesia
Szava kosmetik
Jamu Borobudur
Best Lady
Tas Dowa
Kenes Yogya
Pia Legong Bali
Keripik Singkong Se8
Radio Magno
Sentra Produksi Gerabah
Kerajinan Kayu Cukli
Traktor Tangan Quick
Sepeda Motor dan Kendaraan Tiga Roda Viar
Knalpot Purbalingga
Kuroma Engineering

18
20
22
24
26
28
30
32
34
36
38
40
42
44

teknologi
Balai Diklat Industri Surabaya
48
Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia
(BPIPI) 50
Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP)
52

opini
Charles Saerang

52

APA & SIAPA


PT Santinilestari Energi Indonesia (SEI)

56

TOKOH
Martha Tilaar

REDAKSI
Pemimpin Umum: Ansari Bukhari | Pemimpin Redaksi: Hartono | Wakil Pemimpin Redaksi : Feby Setyo Hariyono |
Redaktur Pelaksana: Siti Maryam | Editor: Intan Maria | Photografer: J. Awandi | Anggota Redaksi: Hafizah Larasati,
Betty Yarsita, Silvano Armada, Dewi Meisni, I Nyoman Wirya Artha, Titin Fauziyah R
Alamat Redaksi
Pusat Komunikasi Publik, Gedung Kementerian Perindustrian, Lt 6, Jl. Gatot Subroto Kav. 52-53, Jakarta
Telp: (021) 5255609, 5255509, Pes. 4074, 2174.
Redaksi menerima artikel, opini, surat pembaca. Setiap tulisan hendaknya diketik dengan spasi rangkap dengan panjang naskah 6000 - 8000
karakter, disertai identitas penulis. Naskah dikirim ke redaksi Majalah KINA Kementerian Perindustrian.
Majalah ini dapat diakses melalui: www.kemenperin.go.id

60

Aktualita

Lindungi Industri Jamu dan


Obat Tradisonal Dalam Negeri
Pemerintah Akan Buat Standard

Melihat demikian beragamnya produk industri jamu di dalam negeri, pemerintah akan membuat
semacam standard industri.

endati belum tahu bagaimana bentuk


standard yang intinya bertujuan melindungi
para produsen jamu di dalam negeri, tetapi
pemerintah perlu semacam referensi
dalam menentukan kebijakannya, termasuk upaya
penegakan hukumnya. Di satu sisi ungkap Menteri
Perindustrian Mohamad S. Hidayat dalam satu
kesempatan, industri jamu harus turut maju dan
bersaing di pasar ASEAN.
Tetapi karena jamu diberlakukan sebagai
produk tradisional, sehingga koordinasinya masih
belum jelas, apakah berada di bawah wewenang
Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ataukah akan
sepenuhnya dibina oleh Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (BPOM). Di sisi lain, industri ini juga
harus berhadapan langsung dengan kompetitornya
yang masuk dari RRC dan Malaysia. Belum lagi di
dalam negeri juga masuk produk-produk illegal,
jelasnya.
Mengapa kami meminta adanya standard
untuk produk jamu, karena sering ramuan yang
diproduksi itu belum ada ramuannya yang standard,
sehingga sering di dalamnya juga masuk unsur atau

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

zat yang sifatnya merugikan. Jadi saya meminta


BPOM bersama Kemenperin nantinya membuat
standardisasi jamu. Karena memang berbeda dengan
produk non jamu yang sudah ada standardnya
seperti produk herbal terstandard.
Melihat begitu banyaknya pelaku di bidang
industri jamu, mulai dari para industrialis di dalam
negeri seperti dari Putri K. Wardani dan Martha Tilaar,
sampai ke bakul jamu, pemerintah harus punya
skema untuk melindungi mereka, terutama bagi
pengusaha yang berada di lapisan bawah. Di lain sisi
produsen jamu yang sudah besar seperti Sido Muncul,
sudah menggunakan mesin-mesin buatan Jerman.
Karena mereka sudah mengekspor produknya,
pasti mereka sudah menggunakan produk yang
terstandardisasi. Produk yang sudah diekspor, pasti
sudah terbukti kemampuannya, kata Hidayat.
Sebagai gambaran, Kementerian Perindustrian
mempublikasi di Indonesia saat ini terdapat kurang
lebih 1.247 industri terdiri atas 129 Industri Obat
Tradisional (IOT), dan 1.037 Industri Kecil Obat
Tradisional (IKOT). Dari jumlah tersebut dapat
diklasifikasi lagi di mana ada 10 industri jamu besar

dan 30 industri jamu skala menengah. Selebihnya


kurang lebih mencapai 650 industri jamu kecil.
Industri jamu menyerap tenaga kerja sampai 15 juta
orang di mana 3 juta di antaranya terserap di industri
jamu untuk obat, sedang 12 juta terserap di industri
jamu yang telah berkembang ke arah makanan,
minuman, suplemen, kosmetik, spa, aroma terapi.
Saat ini terdapat sekitar 30 ribu jenis tanaman
obat, tetapi hanya 350 jenis di antaranya yang
telah digunakan secara teratur oleh industri jamu.
Sementara produk jamu yang sudah terdaftar di
BPOM tercatat lebih dari 10.000 produk di antaranya
obat herbal terstandard 32 produk dan 5 produk
fitofarmaka. Fitofarmaka merupakan sediaan obat
bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji
klinik, sedang bahan baku dan produk jadinya telah
distandardisasi.
Sedang yang disebut dengan obat herbal
terstandard adalah sediaan obat bahan alam yang
telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah, dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah
distandardisasi. Obat tradisional merupakan bahan

Aktualita
atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang
secara turun-temurun digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.
Omzet industri jamu terus meningkat dari tahun
ke tahun, di mana tahun 2006 baru mencapai Rp 5
triliun, tahun 2008 sudah berangsur naik menjadi
Rp 7,2 triliun. Angka ini terus membaik sampai di
tahun 2010 sudah menembus Rp 10 triliun. Bila pada
tahun 2012 angkanya mencapai Rp 12 triliun, maka
diharapkan tahun ini mampu mencapai Rp 15 triliun,
lebih tinggi dari pencapaian tahun 2012 yang sudah
naik lagi menjadi Rp 14 triliun.
Mengurangi Ketergantungan Impor
Berada dalam satu kelompok industri,
apabila membicarakan industri kosmetika, maka
karakteristiknya adalah termasuk industri padat
karya yang menyerap banyak tenaga kerja khususnya
wanita, sifatnya mengikuti trend pasar, sehingga
kerap berubah-ubah setiap tahunnya mengikuti
trend pasar. Kendati bahan bakunya bersifat
alamiah, tetapi 99% bahan baku industri kosmetik
masih diimpor.
Ketergantungan impor untuk bahan baku
industri kosmetika masih tinggi, sehingga kami
ingin agar pembinaan industri ini nantinya berada di
bawah wewenang Kemenperin. Tujuannya kami ingin
mengurangi ketergantungan impor, kendati kami
sangat berharap industri pendukung dan penyedia
bahan bakunya juga harus bertumbuh, ungkap Toeti
Rahajoe selaku Direktur Industri Kimia Hilir Ditjen
Basis Industri Manufaktur, Kemenperin.
Bahan baku yang masih diimpor ini antara lain
Aluminium Khlorhydroksi, Ammonium Sulfida, Asam
Merkapto Asetat, Asam Oksalat, Asam Paraamino
Benzoat, Diaminofenol, Diklorofenol, Etoksietil,
Metoksisinamat, Formaldehyde, Glisene Pramix
Benzoat, Metanol, Natrium Hidroksida, Light Kalsium
Karbonat, dan Capobhol. Sementara itu sejumlah
bahan baku industri kosmetik yang berasal dari
dalam negeri dan menggunakan sumber daya
alam dari bumi Indonesia seperti kunyit, jahe, dan
beras kencur untuk diminum. Ada juga lulur dan
mangir untuk perawatan kulit, serta lidah buaya
dan merang untuk perawatan rambut. Banyak yang
tidak tahu, kalau ada sebagian produk yang sudah
mampu dibuat di dalam negeri, karena banyak juga
pengusaha yang inginnya hanya mengimpor saja.
Menghadapi terbentuknya Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) bulan Desember tahun 2015, maka
pemerintah masih menyisakan sejumlah pekerjaan
rumah sesuai kewenangan masing-masing. Sebab
kendati industri kosmetika sendiri sebenarnya
sudah sejak tahun 2011 diliberalisasi, maka vocal
point-nya ditentukan oleh Kementerian Kesehatan
(Kemenkes). Sesuai wewenangnya, BPOM melatih
para pengusaha (khususnya UKM) dalam hal CPOTB
(Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik) dan juga
CPKB (Cara Buat Kosmetika yang Baik).
Di Kemenperin juga sudah dibagi dalam tiga
direktorat teknis. Khusus bagi IKM jamu dan obat
tradisional, pembinaannya berada di bawah
Direktorat Jendral Industri Kecil dan Menengah.
Sedang khusus yang menangani bahan baku obatobat tradisional juga diurus oleh Ditjen Industri

Kimia Dasar. Jadi Ditjen Industri Kimia Hilir memberi


bantuan dalam peningkatan kemampuan mereka
dalam bentuk capacity building sesuai kewenangan
dan anggaran yang ada. Kami juga mengeluarkan izin
usaha industri dan izin perluasan.
Kesiapan Hadapi AEC ; UKM Diharap Bermitra
dengan yang Besar
Bicara masalah kesiapan pengusaha kosmetika
dan jamu tradisional menghadapi adanya AEC,
maka mau tidak mau industri kosmetika dan obat
tradisional kita, dianggap sudah mampu bersaing.
Baik untuk perusahaan multinasional ataupun
PMDN seperti Mustika Ratu dan Sari Ayu dianggap
sudah bagus dan sudah mampu bersaing. Cuma yang
industri kecil berapa persen yang usahanya berskala
kecil, masih harus dikoordinasi lagi dengan DJIKM.
Guna menghadapi pembentukan MEA,
maka ide saya adalah bagaimana agar terjadi lagi
kemitraan antara pengusaha yang skalanya besar
dan menengah dengan pengusaha kecil. Seperti dulu
ada istilah Bapak Angkat, melalui koordinasi dengan
DJIKM, diharapkan menteri berkenan menggaungkan
kembali ide ini. Pengusaha besar diharapkan mau
menggunakan sistem makloon, sehingga pekerjaanpekerjaan yang dapat dikerjakan oleh UKM, disubkontrakkan kepada mereka. Atau industri besar
menerapkan prinsip kemitraan sebagai bagian dari
kepedulian sosial mereka terhadap lingkungan social
(corporate social responsibility).
Tindakan ini menurut Toeti, juga sebagai upaya
agar perusahaan yang kecil itu tidak ilegal lagi.
Karena bagaimanapun juga mereka masih ingin
hidup, sehingga untuk dapat bertahan, diharapkan
dapat bergabung atau bermitra dengan perusahaan
yang besar. Dengan Sido Muncul mulai juga
memproduksi bahan baku herbal, akhirnya mereka
juga dapat memasok untuk perusahaan lainnya di
luar Sido Muncul. Karena sebenarnya bahan baku
obat sudah banyak yang ada di Indonesia termasuk
juga bahan untuk produk herbal.
Ditengarai masih banyak IKM yang masih
menggunakan sistem produksinya secara sederhana,
seperti produk spa yang diperoleh dari susu, ternyata
masih dicetak dengan bahan yang berasal dari pralon.
Demikian juga pencetakan sabun dilakukan dengan
bahan dari pralon. Itu sebabnya mereka mengajukan
bantuan alat dari Kemenperin. Di satu sisi anggaran
pemerintah, khususnya Ditjen Industri Kimia Hilir
tidak hanya ditujukan bagi industri kosmetik saja,
sehingga perlu berbagi dengan industri lainnya
seperti semen, helmet, atau kaca.
Di lain pihak pembinaan industri kosmetik
dilakukan mulai dari tingkat Menko Perekonomian,
begitu juga dengan industri jamu yang
pembahasannya digarap oleh para peneliti. Kini
banyak para pakar jamu yang salah satu hasilnya
jamu herbal sudah mulai menggunakan resep.
Namun demikian diakui sulit juga bagi produk jamu
dan kosmetika menggunakan standard industri
seperti Standard Nasional Indonesia (SNI).
Sebab menurut penjelasan dari Persatuan
Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi) dan
PPA (Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi)
Kosmetika Indonesia, mereka sudah cukup banyak
dibebani persyaratan dari BPOM. Kalau masih
ditambah dengan keharusan menggunakan SNI
akan lebih berat lagi. Apalagi di pasaran ekspor, para

importir hanya mempersyaratkan produk tersebut


mencantumkan kode MD (Merek Dalam Negeri)
dan kode ML (Merek Luar Negeri), termasuk melihat
kandungan isi (ingredient) produknya.
Apalagi berdasar peraturan dari Kementerian
Perdagangan (Kemendag), obat tradisional dan
kosmetika harus diverifikasi oleh Kerjasama Operasi
antara PT (Persero) Sucofindo dan Surveyor
Indonesia. Tujuannya untuk mengurangi peredaran
kosmetika dan jamu ilegal masuk ke Indonesia.
Namun sulitnya karena Indonesia adalah negara
kepulauan, sehingga masuknya produk ilegal
tersebut bisa dilakukan dengan cara ditenteng saja
sebagai barang bawaan.
Berdasar data dari Perindustrian, potensi industri
kosmetik nasional terdiri atas 760 perusahaan,
dan sebagian besar adalah industri skala kecil dan
menengah. Tahun 2012 omzet industri kosmetik
mencapai Rp 9,7 triliun, dan tahun 2013 dengan
bertumbuh 15% diperkirakan mencapai Rp 11,2
triliun. Sementara itu apabila ditinjau dari capaian
ekspor tahun 2012 mencapai Rp 9 triliun, meningkat
dari tahun 2011 yang baru mencapai Rp 3 triliun. Dari
segi penyerapan tenaga kerja, industri ini mampu
menghidupi 75 ribu tenaga kerja yang diserap secara
langsung, dan 600 ribu tenaga kerja di bidang
pemasaran. Ekspor produk kosmetika Indonesia
ditujukan ke sejumlah negara ASEAN, Jepang, jazirah
Arab, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan sejumlah
negara di Afrika.
Selain ekspor, ternyata Indonesia juga masih
mengimpor produk kosmetika, di mana tahun
2012 impornya mencapai Rp 4,2 triliun, meningkat
20% dari tahun 2011 yang mencapai Rp 3,5 triliun.
Meningkatnya nilai impor terutama sebagai dampak
dimulainya perdagangan bebas di kawasan ASEAN
dan juga sebagai dampak harmonisasi tarif bea
masuk. Saat ini Indonesia dipandang sebagai pasar
yang potensial dengan jumlah penduduk yang
lebih dari 250 juta jiwa. Tahun 2013 diperkirakan
pertumbuhan kosmetika diperkirakan mencapai 6%
untuk industri kosmetika bermerk dan 4% untuk
produk kosmetika secara umum.

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

Aktualita

Protecting Domestic Jamu (Herbal)


Industry And Traditional Medicine
The Government Will Make The Standardization

By considering the wide


variety of domestic herbal
products (jamu), the
government will issue some
sort of industry standards.

lthough the form of industry standards


designed to protect the local producers has
not been clear yet, but the government needs
some sort of references in determining
policy, including law enforcement aspect. In one hand,
said Minister of Industry MS Hidayat in one occasion,
herbal industry should also be developed and able to
compete in the ASEAN market.
But since Jamu is treated as a traditional
product, so the coordination is still unclear, whether
under the authority of the Ministry of Health (MoH),
or it will be fully supervised by the Food and Drug
Monitoring Agency (BPOM). On the other hand, the
herbal industry has also to face directly with competitors

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

from China and Malaysia. Not to mention the entry of


illegal products into domestic market, he explained.
Why we need standards for Jamu (herbal)
products, because there is stll no standardized elements
or substances for any Jamu products, and we should
make sure that the materials used to produce it do not
contain harmful substances. So I asked for BPOM and
the Ministry of Industry to make standardization of
herbal medicine products, since it is different from the
non-jamu products that have already been standardized
as standardized herbal products.
Considering so many business players in the field of
jamu industry, ranging from domestic industrialists
such as Putri K. Wardani and Martha Tilaar, to
individual/retail sellers (bakul jamu), the government
needs to provide a scheme to protect them, in particular
for SMEs and grassroot business players. On the other
side, a large producer of jamu like PT. Sido Muncul
has already used German-made machines. Since large
manufacturers must have exported their products
abroad, surely they have already used standardized
products. For the exported products, their quality must
have been proven, explained Hidayat.
As an overview, according to the publication of
the Ministry of Industry in Indonesia today there are
approximately 1,247 jamu producers consisting of
129 traditional medicine producers, and 1,037 small

traditional medicine producers. They can be further


classified based on scale, namely 10 large-scale jamu
producers, and 30 medium-scale jamu producers, and
the remaining amounts are small-scale jamu producers.
The Jamu industry absorbs labor force up to 15 million
people in which 3 million are absorbed in jamu industry
for medicine or drugs, 12 million are absorbed in jamu
industry relating to the foods and beverages, supplements,
cosmetics, spa, and aroma therapy.
Currently there are about 30 thousand species
of medicinal plants, but only 350 plants that have
been regularly used by the jamu industry. While the
jamu products that have been registered in BPOM
amounting more than 10,000 products, 32 products of
them are standardized herbal medicinal products and 5
products are phytopharmaca. Phytopharmaca is natural
medicine that has been proven scientifically both in
safety and usefulness with preclinical testing and clinical
trials, while raw materials and finished products have
been standardized.
A standardized herbal medicinal itself is a natural
medicine that has been proven scientifically both in safety
and usefulness, with preclinical testing and standardized
raw materials. Traditional medicine is a substance or
ingredients in the form of plant ingredients, animal
ingredients, mineral ingredients, galenic, or mixtures of
these ingredients, in which hereditarily they have been

Aktualita
used for treatment based on experience.
The Jamu industry turnover has continously
increased from year to year, which in the year 2006 it
reached Rp 5 trillion, and in the year 2008 it reached
Rp 7.2 trillion. This amount continued to increase and
in the year 2010 it reached more than Rp. 10 trillion. As
in the year 2012 the figure amounted at Rp 12 trillion,
it is expected that this year it could reach Rp 15 trillion,
higher than the figure of the year 2012, which went up
again to Rp 14 trillion.
Reducing the Import Dependence
As one of industry sector, as far as the cosmetics
industry is concerned, one of its characteristics is a laborintensive industry that absorbs lots of workers, especially
women. It also follows the market trends, frequently
changing from year to year following the market need.
Although the raw materials are natural materials, but
99% ofcosmetics raw materials are still to be imported.
Dependence on imported raw materials for
cosmetics industry is still high, so we expect that the
development of this industry will be under the authority
of the Ministry of Industry. Our objective is to reduce
the dependence on imports, while we also expect that
supporting industries and providers of raw materials
should also grow, said Toeti Rahajoe, Director of
Downstream Chemical Industry, Base Manufacturing
Industry Directorate General, Ministry of Industry.
The raw materials to be imported, among others
are Khlorhydroksi Aluminum, Ammonium sulfide,
mercapto Acetic Acid, Oxalic Acid, Acid Paraamino
Benzoate, Diaminofenol, diklorofenol, Etoksietil,
Methoxycinnamate, Formaldehyde, Glisene Pramix
Benzoate, Methanol, Sodium Hydroxide, Light Calcium
Carbonate, and Capobhol. Meanwhile cosmetic raw
materials that can be supplied by local market and using
the natural resources exploited from Indonesia homeland
are, for examples, turmeric, ginger, and beras kencur
for drink. There are also lulur (scrubs) and Mangir for
skin care, as well as aloe vera and merang for hair tonic.
There are many that do not understand that so many
products has been already made by local producers but
still many business players prefer to import the similar
products.
Facing the establishment of the ASEAN Economic
Community (AEC) in December 2015, the government
still leaves a number of homeworks for some related
authorities. Despite the cosmetics industry itself has
already been liberalized since 2011, the vocal point for
the development of jamu industry is determined by
the Ministry of Health (MoH). In accordance with
its authority, BPOM trains the business players or
entrepreneurs (in particular SMEs) in terms of the Good
Production Process ofTraditional Medicine and also the
Good Production Process to Produce Cosmetics .
At the Ministry of Industry, there are three technical
directorates involving in jamu industry. For SMEs
producing jamu and traditional medicine, the supervision
and development supports are under the Directorate
General of Small and Medium Industry. Whereas, for
the raw materials dealing with traditional medicine
are under the supervision of the Directorate General
of Basic Chemical Industries. The Directorate General
Downstream Chemical Industry provides assistances
and supports in improving their skills in the form of
capacity building within their authority and existing
budget. We also issue a business license and permit

business expansion. Moreover, we also provide assistance


in terms of the location of the business, factory layout
and production, including the ingredient contents of
products. BPOM issues the permits of cosmetics industry
and traditional jamu and also sale authorization for
importers. BPOM also conducts the supervision task in
the field. In terms of improving production capability for
jamu producers, explained Toeti, we provide aids in the
form of a set of equipments, including a dryer to avoid
the products from easily molding. The aids are given to
traditional jamu producers domiciled in Central Java
and East Java regions, she explained.
The Readiness to Face the AEC: SMEs are expected to
partnering with Large Companies
Talking about the readiness of cosmetcs and
traditional medicine business players to face the
AEC, inevitably they must be ready to compete. For
multinational and domestic companies such as Mustika
Ratu and Sari Ayu, they are considered to have been
competitive. For SMEs, however, in order to know
how many percent of them that are categorized to be
competitive should be further coordinated with the
Directorate General of SMEs.
In order to face the establishment of AEC, then
my idea is how to further develop the partnership
arrangement between large and medium companies with
small businesses. As there was so called adopted father
scheme some times ago, through the coordination with
DGSMEs, the minister of Industry is expected to revive
this scheme again. The large companies are expected to
implement makloon arrangement, so that the SMEs
will act as sub-contractors. Or large companies can
set the partnership scheme with SMEs as part of their
social responsibility the community (corporate social
responsibility).
This scheme, according Toeti, is an effort to
recognize the existence of small firms so that they are
no longer to be perceived as illegal. One of the means
to be done by SMEs to survive is by partnering with
large companies. One example is PT. Sido Muncul
that have started producing herbal raw materials, and
finally it has become a supplier of herbal raw materials
to other companies. Because in reality, there has been lots
of domestic raw materials for medicine, as well as for
herbal products.
It is identified that many SMEs still use a simple
production system, as spa products derived from milk,
it is obviously moulded by using pralon material.
Similarly, soap products are moulded with materials
from pralon. Thats why they ask the help in the form
of equipments to the Ministry of Industry. On one hand
the government budget for aid, such as The Directorat
General of Downstream Chemical Industry is not just
addressed for cosmetic industry, but it should be shared
with other industries such as cement, helmet, or glass.
On the other hand the development supports to
cosmetic as well as jamu industry is carried out starting
from the level Coordinating Minister for Economic
Affairs by involving researchers. Recently, there are a
lot of jamu experts in which one of their result is the
product of herbal jamu using recipe. However, it is still
difficult for jamu products and cosmetics to comply with
industry standards such as the Indonesian National
Standard (SNI).
According to the explanation of the Association
of Indonesian Cosmetics (Perkosmi) and PPA (The

Organization of the Company and the Association) of


Indonesian Cosmetics, they have much been burdened
with the requirements from BPOM (Food and Drug
Monitoring Agency). If coupled with the necessity to
use SNI it will be even tougher. Moreover, in the export
market, the importers only require to publish MD code
(Domestic Brand) and ML code (Foreign Brand) for
the products, including the contents (ingredient) of the
products.
The Association feels reluctance to apply SNI for
cosmetic products, because in this case the definition of
cosmetics according to Law no. 36 of 2009 on Health,
in addition to be used to beautify the facial skin, it also
includes the soap, shampoo, up to deodorant. By its
nature as a specific chemical products as well as drugs,
their use has already been regulated, especially for
substances which are banned their use in terms of health.
For that reason, applying SNI means adding more cost.
Much less, based on the regulation of the Ministry
of Trade, traditional medicines and cosmetics should
be verified by the Joint Operation between PT (Persero)
Sucofindo and Surveyor Indonesia. The goal is to reduce
the circulation of illegal cosmetics and herbal medicine
into Indonesia. However, it is very difficult because
Indonesia is an archipelago in nature, so the influx
of illegal products can be done just by carry as hand
luggage.
It must be admitted that in the end we face a dilemma.
The strict regulations indicate the intention to maintain
the product standards, so that the medicinal products
or cosmetics own pharmaceutical standards. But on
the other hand the scope of cosmetic products also vast,
ranging from a variety of supplies to beautify themselves
and cleanse the body, including shampoo products and
spa equipments. So it also includes the services sector.
Therefore it is expected by the promulgation of Industry
Act 3 of 2014, its derivetive products will further clarify
how Ministry of Industry, the Ministry of Health and
BPOM will do in this industry according to statutory
regulations.
Based on the data from the Ministry of Industry,
the potency of national cosmetics industry consists of
760 companies, and most are small and medium scale
companies. In 2012 the cosmetics industry turnover
reached about Rp 9.7 trillion, and in 2013 with 15
% growth the turnover is estimated to reach Rp 11.2
trillion. Meanwhile, if viewed from the export activity
in 2012 it reached Rp 9 trillion, a significant increase
from 2011 which only accounted about Rp 3 trillion. In
terms of employment, the industry employs 75 thousand
workers in all companies, and 600 thousand people in
marketing. The export destination for cosmetic products
are to ASEAN countries, Japan, the Arabian peninsula,
the European Union, the United States, and several
countries in Africa.
In addition to export markets, it appears that
Indonesia has still imported cosmetic products, where in
2012 the imports reached USD 4.2 trillion, an increase
of 20 % from 2011 that reached Rp 3.5 trillion. The
increasing value of imports was mainly as the impact
of the commencement of free trade in the ASEAN
region as well as the impact of harmonization of tariffs.
Currently, Indonesia is considered as a potential market
with a population of more than 250 million people. In
2013 the growth of cosmetics industry reached about 6
% for branded cosmetics and 4 % for cosmetic products
in general .

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

Aktualita

PRODUK KOSMETIK INDONESIA


UNGGUL HADAPI MEA 2015

Keunikan produk kosmetika Indonesia terutama yang berasal dari sumber daya alam, akan
menjadi keunggulan negara ini menghadapi terbentuknya ASEAN Economic Community
(AEC) Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA tahun 2015.

Kita mempunyai banyak sekali produk kosmetik


yang khas (uniq) terutama yang berasal dari alam,
selain juga potensi sumber daya manusia (SDM)
kelas menengah di antara jumlah penduduk yang
mencapai 250 juta jiwa. Coba bandingkan dengan
Thailand yang penduduknya hanya seperlima
dari kita, papar Presiden Persatuan Perusahaan
Kosmetik Indonesia (Perkosmi) Nuning S. Barwa.
Fakta-fakta ini tambahnya, menjadikan
sejumlah
perusahaan
kosmetik,
termasuk
perusahaan multinasional yang pada tahuntahun sebelumnya membangun basis pabrik atau

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

produksinya di luar Indonesia, beberapa tahun


terakhir ini secara permanen membangun pabriknya
di sini. Hal ini didasari pada prospek Indonesia yang
bagus ke depannya, mulai kondusifnya iklim dan
aturan investasi di Indonesia, dan juga masukan
yang diberikan orang-orang mereka, termasuk survei
dan mengetahui lebih dekat lagi keinginan konsumen
mereka.
Hal ini tidak hanya dilakukan oleh sejumlah
pabrik yang memiliki brand (merek), melainkan
juga mereka yang memanfaatkan fasilitas untuk
toll manufacturing fabrics. Sebab di Indonesia

masih banyak produsen yang skala usahanya kecil,


tetapi untuk melakukan investasi dan membangun
pabrik, belum cukup besar. Karena itu, Perkosmi
menyarankan mereka melakukan self declaration,
mereka pertanggungjawabkan sendiri produkproduk mereka, atau bagi perusahaan mereka
di pabrik yang sudah memiliki sertifikasi Cara
Produksi Kosmetika yang Baik (CPKB). Karena bagi
perusahaan yang melakukan toll manufacturing,
wajib memiliki CPKB. Sementara bagi pabrik
yang hanya membuat brand/merek sendiri, tidak
diwajibkan memiliki sertifikasi CPKB. Artinya mereka

Aktualita

cukup melakukan self declaration, tetapi kalau


memiliki sertifikat CPKB akan lebih baik lagi.
Memang harus diakui, selama ini dari sekitar
500an perusahaan anggota Perkosmi, lebih
banyak yang belum memiliki CPKB, namun paling
tidak terjadi peningkatan jumlah perusahaan
yang memohonkan pengurusan sertifikasi ke
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Berdasarkan profil asosiasi, dari sekitar 500an
perusahaan, yang termasuk industri berskala besar
tidak sampai 10 persen jumlahnya, sehingga praktis
sisanya yang 90 persen berada dalam skala kecil dan
menengah. Secara geografis wilayahnya, karena saat
ini lokasinya belum ditata, sehingga jumlah terbesar
berada dan didominasi oleh tiga provinsi yakni DKI
Jakarta, Jawa Barat, dan Banten dengan jumlah
perusahaan 400 unit usaha.
Potensi Sumber Daya Alam Indonesia yang Unik
dan Peran Industri Kosmetik di ASEAN
Untuk menghadapi MEA Desember 2015, selain
mengandalkan keunikan produk alam Indonesia
sebagai keunggulan kompetitifnya, pemerintah
juga diharapkan memfasilitasi baik dalam bentuk
keberpihakan terhadap industri yang mengandalkan
produk kosmetika dari alam, termasuk juga
kesiapan standard industri yang dilengkapi dengan
laboratorium ujinya, papar Nuning. Misal Indonesia
memiliki potensi beras yang cukup besar. Maka di
sini diharapkan pemerintah mau mengumpulkan
perusahaan-perusahaan kosmetik yang potensial,
dan menggunakan tepung beras sebagai bahan
baku.
Perusahaan-perusahaan tersebut dikumpulkan
untuk bersama-sama membangun pabrik, yang
apabila difasilitasi pemerintah dibantu dengan
keringanan pajak, misalnya. Mengingat sebenarnya
potensi tepung beras di Indonesia sebenarnya
cukup besar, maka jangan sampai negara lain
yang menggarap bahan baku ini, menjadi industri

yang potensial di negaranya. Kenapa demikian


karena saat memproduksi tepung beras yang tidak
dilakukan secara higienis, akan banyak zat-zat
terbuang, selain juga tingginya faktor kontaminasi
akibat tidak terkendalinya sistem produksi di bawah
mekanisme kontrol yang ketat.
Demikian juga saat menjadikannya sebagai
fraksinasi atau ekstraksi beras, potensinya bisa
menjadi antara 20 sampai 30 bahan. Apalagi kalau
petani Indonesia, mampu menanamnya secara
organik, maka bahan tersebut tidak hanya mampu
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja,
melainkan sudah mampu diekspor karena lebih
ramah lingkungan. Maka dengan potensi organik
yang besar di dalam negeri, seharusnya juga kosmetik
organik menjadi andalan Indonesia.
Dikaitkan dengan kesiapan produk kosmetik
mengikuti standard internasional, karena tidak
semua pabrik kosmetika memiliki laboratorium,
maka pemerintah melalui Kementerian Perindustrian
dan Kementerian Perdagangan, diharap dapat
menyediakan laboratorium yang terakreditasi.
Sehingga bagi perusahaan-perusahaan kosmetika
yang berskala kecil dapat memeriksakan baik produk
ataupun bahan bakunya ke sana, dan hasilnya bisa
valid atau dijamin. Saat ini laboratorium uji kosmetika
yang terakreditasi untuk pemeriksaaan kosmetika
baru BBKK, baru ada satu yakni di BBKK Balai Besar
Kimia dan Kemasan (BBKK) Pasar Rebo, Pekayon,
Jakarta Timur. Itu juga belum seluruh aspek mampu
diujikan di sana. Padahal Kementerian Perindustrian
mempunyai banyak balai riset di seluruh Indonesia,
termasuk juga keberadaan Balai Riset dan Standard
yang ada di beberapa provinsi.
Selain itu di daerah Slipi, Jakarta Barat juga
ada laboratorium uji milik Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP), untuk produk kosmetika
yang menggunakan bahan baku dari produk
kelautan, seperti penggunaan rumput laut. Namun

sayangnya jejaring yang ada di KKP tersebut, lebih


memprioritaskan pada bahan baku industri untuk
produk perikanan. Seharusnya karena Indonesia
sebagai produsen kosmetika berbahan baku
dari alam, atau dari laut, maka Indonesia yang
seharusnya menetapkan standardnya. Karena kalau
sampai negara lain yang menetapkan standard
tersebut, bisa saja hal tersebut diberlakukan sebagai
aturan dagang yang justru menghambat produk
Indonesia masuk ke pasar tersebut. Jadi tugas
bangsa Indonesia yang melakukan hal-hal strategis
seperti ini, termasuk juga bidang promosi yang
dananya biasa dialokasikan oleh pemerintah.
Dengan antusias, Nuning menekankan kembali
pada potensi besar Indonesia sebagai salah satu
produsen minyak atsiri terbesar dunia, tetapi sering
yang dijual adalah tanpa nilai tambah. Indonesia
suka sekali mencampur minyak atsiri, dan negara lain
seperti Singapura, yang memisahkan (fraksinasi),
sehingga nilai tambahnya masuk ke Singapura.
Akhirnya negara tersebut menjadi importir bahan
alam terbesar nomor empat dunia, sementara
Indonesia yang memiliki potensi minyak atsiri, hanya
menjadi pemain dunia nomor 39. Jadi di mana
peran pemerintah melihat kenyataan ini ?tanya dia.
Faktanya Indonesia memiliki banyak jenis produk
lulur, mangir, dan minyak esensial yang potensial
dijadikan produk andalan atau unggulan.
Disayangkan
kalau
pemerintah
lebih
menekankan perhatian pada perusahaan yang
bahan baku produksinya berasal dari bahan kimia.
Saat ini Brazilia yang mengandalkan produk
kosmetikanya dari bahan alam, sudah mampu
menjadi pemain keempat dunia. Berdasarkan urutan
potensi pemain kosmetika dunia, urutan pertama
diduduki Amerika Serikat, kedua RRT, ketiga Jepang,
dan urutan kelima adalah Perancis. Jadi di sini
mereka tidak hanya melihat faktor jumlah penduduk
sebagai potensi industri kosmetikanya, melainkan

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

Aktualita

juga bagaimana memanfaatkan potensi alam yang


ada. Bahkan Jepang yang dikenal dengan inovasi
teknologinya, hanya didasari percaya diri yang
demikian besar, menjadikan mereka percaya diri
menggunakan produknya yang dikenal cukup mahal
tersebut.
Di bidang industri kosmetika di ASEAN,
sejak tahun 2003 sudah ada yang dinamakan
ASEAN Cosmetic Directive, tetapi Indonesia
baru mengimplementasikannya tahun 2011,
setelah anggota ASEAN lainnya yakni Thailand,
Kamboja, Laos, Vietnam, dan Myanmar juga
mengimplementasinya.
Negara-negara
yang
pertama mengimplementasi adalah SIngapura,
Brunei Darussalam, Malaysia, dan Filipina. Di sana
satu peraturan berlaku untuk 10 negara ASEAN,
sehingga saat diimplementasi di masing-masing
negara ada beberapa negara yang istilahnya
menggambarkan keunikan masing-masing negara.
Inti dari peraturan ini, ada perubahan paradigma
kalau sebelumnya pemerintah bertanggungjawab
terhadap produk yang dipasarkan, karena produk
kosmetika yang dijual harus melalui registrasi,
mulai tahun 2008 sudah tidak ada lagi registrasi,
dan diganti sebagai notifikasi. Dulu istilahnya pre
approval, sekarang produsen hanya memberitahu
(notifkasi) produk yang mau dipasarkan. Tetapi
untuk bisa melakukan notifikasi, ada syaratnya yaitu
produk-produk yang dinotifikasi, harus punya Daftar
Informasi Produk, yaitu Dokumen Informasi Produk
yang biasa disingkat menjadi (DIP) atau Product
Information File.
Di dalam DIP ini harus dicantumkan secara
singkat perusahaan yang bertanggungjawab
memasarkan produk tersebut, termasuk juga
penanggung jawab keamanan produk tersebut,

10

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

bahan-bahan yang ada, termasuk klaim dan efek


samping penggunaan produk juga disebut di situ.
Termasuk juga disebutkan tata cara pembuatan
produk, evaluasi keamanan produk termasuk bahan
jadinya untuk konsumen. Jadi perusahaan yang
melakukan notifikasi, juga harus membuat deklarasi
sendiri /self declaration mereka sudah memproduksi
dengan Cara membuat Produk Kosmetika yang Baik
(CPKB).
Untuk mereka yang sudah punya sertifikat
CPKB bisa langsung dicantumkan atau diberi copynya. Tapi bagi mereka yang belum punya, istilahnya
mereka menyatakan mereka membuat produk
kosmetika itu dengan Cara Buat Kosmetika yang
Baik dan surat pernyataan itu harus ditandatangani
oleh posisi tertinggi di perusahaan tersebut. Jadi dua
syarat itu harus dipunyai yakni memiliki Dokumen
Informasi Produk (DIP) dan mereka harus mengikuti
Cara Produk Kosmetika yang Baik (CPKB). Setelah
melakukan notifikasi, baru boleh menjual produk
kosmetikanya.
Sementara pemerintah yang dulu melakukan
pre approval melalui registrasi, sekarang aktivitasnya
ditingkatkan pada yang dinamakan PMS (Post
Marketing Surveillance). Jadi bagaimana pemerintah
mengadakan pemeriksaan atau assesment, untuk
produk-produk yang sudah ada di pasar. Mereka
bisa mengambil produk yang sudah ada di pasar
maupun mereka juga cukup mendatangi perusahaan
yang melakukan notifikasi, untuk melihat apakah
dokumen notifikasi sesuai. Karena sekarang di dalam
notifikasi itu ada prosedur mengenai pemberian
label dan juga nomor batch.
Ada ketentuan pemerintah mengenai wajib
label berbahasa Indonesia (labeling) yang intinya
harus dapat dimengerti oleh konsumen. Jadi label

tersebut, harus menggunakan bahasa setempat,


selain karena Indonesia punya satu rule (aturan)
tersebut, dan untuk negara lain bisa langsung
menggunakan dwi bahasa(bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris). Bedanya dengan negara-negara
ASEAN lainnya, mereka tidak perlu mencantumkan
nomor notifikasi, sementara Indonesia karena jumlah
produk dan penduduknya lebih besar, mengharuskan
pencantuman nomor notifikasi.
ASEAN Cosmetic Association (ACA) berdiri tahun
1991 dan para pendirinya adalah sejumlah asosiasi
kosmetika, di Indonesia Perkosmi, dan asosiasi
sejenis dari Singapura, Malaysia, Thailand, dan
Filipina. Melalui organisasi ini yang dibantu juga dari
Sekretariat ASEAN akhirnya memiliki satu aturan
yang harmonis di ASEAN, dan menjadi cikal bakal
lahirnya ASEAN Cosmetic Directive, sejak tahun 1998
sampai tahun 2003.
Perkosmi juga aktif di ASEAN Cosmetic
Scientific Bodies, yang intinya adalah suatu badan
yang fungsinya mengevaluasi manfaaat dan
keamanan bahan-bahan baku serta peraturan yang
berhubungan dengan kosmetik. Fungsi lembaga ini
lebih ke badan ilmiah ASEAN, dan yang duduk di sini
adalah perwakilan dari Pemerintah Indonesia yakni
dari BPOM, perwakilan universitas, dan juga dari
pelaku usaha. Kepada para anggota diberi gambaran
mengenai perkembangan, trend kosmetika, dan
bagaimana antisipasi menghadapi pemberlakuan
AEC, gambaran peraturan secara global, termasuk
pandangan ASEAN ke depannya (outlook) dan
berbagai masalah teknis. Di sini juga ada ASEAN CEO
Forum, yang menggalang mulai dari pelaksana teknis
di lapangan sampai mereka yang berada di level
tertinggi perusahaan. Bulan Februari 2015, Indonesia
menjadi tuan rumah ASEAN CEO Forum.

Aktualita

Indonesian Cosmetic Products


Excel to Face AEC 2015

The uniqueness of
Indonesian cosmetic
products primarily derived
from natural resources
would be a competitive
advantage to this country
to face the implementation
of the ASEAN Economic
Community (AEC) in 2015.

We have so many unique cosmetics products


primarily derived from natural resources, as well as the
potential of middle class of human resources from the
entire population of 250 million people. Comparedto
Thailand, its population is only one-fifth of us, said
President of the Association of Indonesian Cosmetics
Producers (Perkosmi) Nuning S. Barwa.
These facts, she added, have led a number of cosmetic
companies, including the multinational companies that
in previous years they builtthe factory bases or production
facilities outside of Indonesia, within the last few years
they have builttheir factories in Indonesia permanently.
This is due to good business prospect in Indonesia, as
shown by improving condition of business climate and
investment regulation in Indonesia, as well as their
good business assessment derived from their close survey
associated with the consumer needs.
This is not only carried out by a number of
companies having their own brands, but also those
who utilize the facilities of toll manufacturing fabrics.
In Indonesia there are still a lot of producers that are
categorized in small business scale, and they are not
capable to invest and build factories. For them, Perkosmi
suggests to do self declaration, meaning that they have

to take responsibility to their own products, or for their


companies in the company that has already have the
certification of Good Management Production (GMP)
for cosmetic products. Indeed, the companies carrying
out toll manufacturing fabrics should own the certificate
of GMP. Meanwhile,for the manufacturers producing
only for their own brand, they are not required to have
GMP certificate. It means that they simply do self
declaration, howeverit will be even better if they own
GMP certificate.
It must be acknowledged that from about 500
members of Perkosmi, most of them do not have GMP
certificate, but at least there are a significant increase of
companies registering to sertify to the Food and Drug
Monitoring Agency (BPOM). Based on the profile of the
association, of about 500 company members, those that
are included as large-scale companies are only about 10
percent, so the remaining 90 percent are categorized in
small and medium scale. By geographic region, since the
current location has not been arranged yet, the largest
number are dominated by the three provinces namely
DKI Jakarta, West Java, and Banten with the number
of companies amounted to 400 business units.

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

11

Aktualita

The Uniqueness of Natural Resources Potential and


the Role of Indonesian Cosmetics Industry in ASEAN
To deal with AEC in December 2015, in addition
to relying on the uniqueness of Indonesian natural
products as a competitive advantage, the government is
also expected to facilitate in the form of its partiality to
industries relying on natural based cosmetic products,
as well as preparing the readiness of industry standards
equipped with test laboratory, said Nuning. Since
Indonesia has a huge potential of rice flour, for example,
it is expected the government could invite the potential
cosmetics producers to using the rice flour as their a raw
material.
These companies can be invited and asked to build
the factories together, facilitated by the government and
the tax incentive are given, for example. Given the huge
potential of rice flour in Indonesia, so do not let other
countries exploit this raw material to be the industry
potential in their countries. Why so, as producing rice
flour without technically hygienic, it will be a lot of
wasted substances, as well as the high contamination
due to the production systems that are uncontrolable
under strict control mechanisms.
Similarly, when processing rice flour to be
fractionation or extraction, its potential could be between
20 to 30 kind of materials. Even as Indonesian farmers
are able to grow it organically, then the materials are not
only to meet the domestic needs, they are potentially to
be exported due to their more environmentally friendly.
So, with great potential of organic materials in home
country, the product of organic cosmetics should also to
be a flagship products of Indonesia.

12

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

Associated with the readiness of cosmetics products


in accordance with the international standards, since
not all companies are equipped with their own cosmetics
laboratories, the government through the Ministry of
Industry and Trade Ministry is expected to provide
accredited laboratories. So, for those mainly small
cosmetics companies can test and examine their raw
materials and products to it, so that the results can
be valid or guaranteed. Currently, the accredited test
laboratory for cosmetics examination is only one that
is in BBKK (the Center for Chemical and Packaging)
in Pasar Rebo, East Jakarta. However, it does not
have the capability to testall aspects required. Whereas
the Ministry of Industry has many research centers
throughout Indonesia, including the existense of research
and standards center in some provinces.
In addition, there is also a testing laboratory owned
by the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries
(MMAF ) located in Slipi, for cosmetics products using
raw materials of marine products, such as the use of
seaweed. Unfortunately, the existing network in MMAF
only puts its priority on industrial raw materials for
fishery products. Supposedly, since Indonesia is a main
producer of natural cosmetics raw material, or from
the sea, logically Indonesia deserves to set the standard.
Because if other countries setting the standard, it can
be used as a trading rule which inhibits Indonesian
products entering the market. So the task of Indonesian
government is how to do such strategic things, including
the promotion activities financed by the government.
With enthusiasm, she emphasized again the great
potential of Indonesia as one of the worlds biggest

producer of essential oils, but unfortunately it has been


often sold without any value added. The Indonesian
often sell essential oils that are mixed, and other countries
such as Singapore that separates it (fractionation), so
the added value is then enjoyed by Singapore. Finally,
Singapore has become the fourth largest importer of
natural materials, while Indonesia which has the
huge potential of essential oils, just be the 39th world
player. So, where is the role of the government to see
this fact? she asked. In reality Indonesia has many kind
of products such as scrubs, mangir (whitening), and
essential oils that are supposed to be the flagship products
of indonesia.
Unfortunately the government has put more
emphasis on the company using chemical raw materials.
Different with Brazil, currently it has emphasized on
the cosmetics products derived from natural materials,
and it has led Brasil to become the fourth world largest
player. Based on the sequence of world players in
cosmetic industry, the United States occupies the first
place, followed by the PRC, Japan, Brazil and and
France respectively. So, it can be seen that the number
of populatiion is not the main factor determining the
potential of cosmetics industry, but also how to exploit
the potential of its existing natural resources. Even Japan
that is better known as its technological innovation
competence, with highly confidence, Japanesse people
like to use these quite expensive natural cosmetics
products.
In ASEAN cosmetics industry, since 2003 there
has been the so-called ASEAN Cosmetic Directive,
Indonesian has just implemented it in 2011, as other

Aktualita
ASEAN members namely Thailand, Cambodia, Laos,
Vietnam, and Myanmar have done. The first countries
implementing this directive are Singapore, Brunei,
Malaysia, and the Philippines. The directive applies to
all 10 ASEAN countries, so when implemented in each
country there are some that describe the uniqueness of
each country.
The essence of this directive is that there is a change
in paradigm. Previously the government was responsible
for products marketed as cosmetic products to be sold
should be registered, and starting in 2008 the registration
has no longer been required, and replaced by notification
scheme. Previously the term was called pre-approval,
but now manufacturers simply inform (notification)
the products that will be marketed. But to be able to do
notification, there is the condition that the products to be
should should have a list of Product Information, that
is a Product Information Document which is commonly
abbreviated as (PID) or Product Information File.
The PID should briefly include the company
responsible for marketing the product, including the
partywhich is responsible for the product safety, the
ingredients, claims and adverse effects of the use of
the product are also included. It also includes the
manufacturing process of the products,product safety
evaluationincluding finished products for consumers.
So the company doing notification should also make its
own declaration/self declaration that it has produced
the product with GMP standard.
For those who already have a GMP certificate, it
can be directly written or they can give a copy of it.
But for those who do not have, they should declare that
they have producedtheir cosmeticsproducts following
GMP guideline, and the declaration must be signed
by the highest position authority in the company. So
the two conditions must be fullfiled namely having a
Product Information Document (PID) and they have to

follow the GMP. After carrying out the notification, the


company can start selling the product.
Meanwhile, the government that was previously
used to carry out pre-approval through registration,
now its activity is enhanced in the so-called PMS (Post
Marketing Surveillance). In PMS, the government
conducts an audit or assessment for products that has
already been on the market. They can take an existing
product in the market or they can simply go to the
companycarrying out notification, to see whether the
notification documents has been completed. Because
nowadays in notification there is procedures regarding to
labeling and batch number.

There is government provision concerning to the


mandatory of labelling by using Indonesian language
in order o be fully understood by consumers. So, the
label should use the local language, while other countries
can directly use the bilingual (Indonesian and English).
Different with other ASEAN countries, they do not need
to display the notification number, while in Indonesia
the company is required to display it due to the larger
number of products and population.
ASEAN Cosmetic Association (ACA) was
established in 1991 and its founders are a number
of cosmetics associations, such as Perkosmi in
Indonesia, and similar associations from Singapore,
Malaysia, Thailand, and the Philippines. Through
this organizationand also supported by the ASEAN
Secretariat finally a harmonious rules in ASEAN can
be formulated, and becoming the forerunner of the
inception of the ASEAN Cosmetic Directive, from 1998
to 2003.
Perkosmi is also active in the ASEAN Cosmetic
Scientific Bodies, a body functioning to evaluate the
benefits and the safety of raw materials as well as
regulations related to cosmetics. The function of this
institution is more to the scientific body of ASEAN, and
the representative of Indonesian Government are those
from BPOM, universities, and also from businessmen.
All members are given an overview of developments,
cosmetics trends, and how the anticipation of the
implementation of the AEC, a global overview of the
rules, including the ASEAN view of the future (outlook)
and various technical issues. There is also the ASEAN
CEOs Forum, dealing with the issues arising from the
technical implementation in the field until the issues
faced by the highest level of the company. In February
2015, Indonesia will be hosted the ASEAN CEO Forum.

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

13

Aktualita

PERKOSMI BALI SIAP BERSAING


DI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015
Suatu hal yang cukup menggembirakan bahwasanya, Persatuan
Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi) Provinsi Bali beserta 11
anggotanya yang umumnya produsen kosmetik skala kecil-menengah,
telah siap menghadapi pemberlakuan pasar tunggal Asean pada tahun
2015 mendatang.

esiapan Perkosmi Bali antara lain diwarnai


oleh berbagai langkah yang dilakukan sejak
3 (tiga) tahun belakangan ini. Sebut saja,
upaya meningkatkan daya saing produk,
baik dari segi kualitas, harga maupun layanan purna
jual. Upaya tersebut ditempuh dengan memberikan
bimbingan teknis produksi dan pengemasan dengan
mendatangkan tenaga ahli dari dalam dan luar
negeri. Di samping itu, Perkosmi Bali juga aktif
mensosialisasikan berbagai kebijakan pemerintah
terkait produk herbal dan kosmetik kepada 11
(sebelas) anggotanya yang sebagian besar berlokasi
di kota Denpasar, Bali.
Menurut penuturan Ida Ayu Putu Surya Esti
Penida, Wakil Manajer PT Arjuna Yoga Sakti,
kemampuan pengusaha kosmetik skala kecilmenengah di Provinsi Bali memang sudah jauh lebih
baik. Meningkatnya kemampuan produksi diantara
para anggota Perkosmi Bali menjadi modal bekerja
untuk menghadapi persaingan yang kian tajam pada
saat diberlakukannya Pasar Tunggal Asean tahun
2015. Dalam hal produksi sabun herbal dan lulur
misalnya, sebagian besar pengusaha pada umumnya
memanfaatkan bahan baku lokal berupa rempahrempah yang banyak ditanam petani. Namun disisi
lain, ia juga tidak menampik fakta bahwa sebagian
besar bahan baku kosmetik masih harus didatangkan
dari luar negeri. Demikian pula sebagian mesin dan
peralatan yang teknologinya tergolong cukup tinggi,
masih harus diimpor.
Menyinggung soal pasar lokal di Bali khususnya
maupun di daerah lain di Indonesia, ia mengaku
sangat bagus. Hal ini ditandai oleh meningkatnya
omzet penjualan para pengusaha kosmetik di Bali.
Sebagian besar produsen kosmetika Bali memiliki
agen-agen penjualan di kota-kota besar di Indonesia,
sehingga mereka mengetahui trend penjualan
masing-masing. Omzet penjualan rata-rata naik 10
sampai 15% per tahun katanya.
Melihat kondisi pasar seperti itu, pemasaran
produk anggota Perkosmi di wilayah Bali dan
sekitarnya, berjalan mulus. Produk PT Arjuna Yoga
Sakti sendiri, ungkapnya, seperti sabun, body
butter, body scrub, lulur badan, dan sebagainya,

14

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

tidak mengalami persaingan, meski jenis produknya


sama tapi resepnya berbeda. Omzet penjualan PT
Arjuna Yoga Sakti yang pada tahun 2012 sebesar
Rp 1,2 milyar, meningkat menjadi Rp 1,224 milyar
pada tahun 2013. Untuk tahun 2014 ini, nilai omzet
diperkirakan bakal naik sekitar 7-10%, ujar Ida Ayu
Putu Surya Esti Penida penuh bangga.
Peningkatan omzet penjualan sebesar 7-10%
memang sangat dimungkinkan. Pasalnya, produk
yang dihasilkan PT Arjuna Yoga Sakti sejak tahun
2008 yang lalu hingga saat ini, sudah memasuki
pasar mancanegara. Ekspor ke Jerman, Jepang dan
Polandia dilakoninya sejak tahun 2008 sampai
sekarang. Kedepannya, tambah Ida Ayu Putu Surya
Esti Penida, meski sudah memasuki pasar ekspor,
ia tetap mendambakan bantuan pemerintah untuk
ikut memperluas pasar ekspornya ke negara-negara
lain melalui pameran di luar negeri. Bersamaan
dengan itu, pelatihan bagi sumber daya manusia
terkait peningkatan kuantitas dan kualitas produk,
sangat diharapkan dari pemerintah.

Nada optimis terkait kesiapan bersaing pada


saat pemberlakuan pasar tunggal Asean pada tahun
2015 mendatang, juga disampaikan Kadek Eka
Citrawati, seorang sarjana teknik arsitektur lulusan
Universitas Udayana. Ia yang menjabat pimpinan
PT Bali Alus mengaku, produk herbal dan produk
kosmetika asal Bali, tidak kalah kualitasnya jika
dibandingkan produk sejenis asal negara-negara
anggota Asean. Ketersediaan sumber daya alam
sebagai bahan baku dalam jumlah yang melimpah
merupakan faktor unggulan yang memungkinkan
produk lokal mampu bersaing dengan produk sejenis
asal impor, termasuk dari kawasan Asean. Demikian
pula ketersediaan sumber daya manusia yang
bisa diandalkan, menyebabkan kualitas dan daya
saing produk lokal semakin meningkat, sehingga
diharapkan siap bersaing di pasar tunggal Asean,
ujar Kadek Eka Citrawati ketika berbincang-bincang
bersama majalah Kina di ruang kerjanya belum lama
ini.
Ia menambahkan, masuknya produk sejenis dari

Aktualita
luar negeri termasuk negara-negara anggota Asean,
tidak menjadikan sesuatu yang mengkhawatirkan.
Sebab, sejak beberapa tahun yang lalu hingga saat
ini, produk PT Bali Alus, seperti, body mist, body
scrub, body mist, dan lain-lain, telah menembus
pasar Singapura, Jepang dan Jerman.
Meski produk perusahaan yang dipimpinnya
sudah memasuki pasar ekspor, namun bagi wanita
yang satu ini, hal itu tidak menjadikan dirinya cepat
berpuas diri. Upaya menambah pengetahuan
di bidang peningkatan kualitas produk natural
dilakoninya dengan mengikuti pendidikan di
Balanda. Bahkan, sepulangnya dari negeri kincir
angin itu, ia bersama karyawannya, memperoleh
tambahan pengetahuan dari tenaga ahli Belanda
yang berkunjung ke Bali dengan sponsor pemerintah
Belanda. Tidak hanya itu, sebelum memperoleh
bantuan tenaga ahli Belanda, PT Bali Alus juga
mendapat bantuan tenaga ahli dari Perancis.
Menjawab pertanyaan apakah keseluruhan
produksi PT Bali Alus diarahkan untuk konsumsi
ekspor, Kadek Eka Citrawati menjawab, separuh atau
50% dari hasil produksinya memang untuk pasar
ekspor sedangkan sisanya atau 50% memenuhi
pasar dalam negeri. Dia mengakui, pasar produk
herbal dan kosmetik di dalam negeri, termasuk Bali,
tergolong cukup baik. Peluang pasar lokal yang
cukup besar sementara harga jual yang terjangkau
masyarakat, mengakibatkan penjualan produk kami
meningkat dari tahun ke tahun, ujar Kadek Eka
Citrawati dengan raut wajah penuh ceria.
Melihat pangsa pasar dalam negeri yang cukup
menjanjikan dimasa mendatang, dan dikaitkan
dengan pemberlakuan pasar tunggal Asean pada
tahun 2015, ia mengajak sesama anggota Perkosmi
Bali untuk lebih meningkatkan daya saing, sekaligus
penyempurnaan pengemasan.
Ia mengakui,
persoalan pengemasan yang tidak saja dituntut

harus higienis, tetapi juga mampu mendorong daya


beli masyarakat, menjadi persoalan tersendiri yang
perlu diatasi bersama. Selain itu, aspek lain yang
tidak kalah penting yang hingga saat ini menjadi
perhatiannya adalah, rencana penerapan ISO 90012008, penerapan cara-cara berproduksi yang baik
(good manufacturing process) serta penerapan
gugus kendali mutu.
Lebih jauh ia menjelaskan, persaingan dagang
di pasar lokal Bali dewasa ini, bukan datang dari
sesama anggota Perkosmi Bali, tetapi datang
dari produk impor maupun para ekspatriat yang
membuka usaha sejenis di Bali. Para ekspatriat
itu membuka usaha yang sama yang umumnya
belum didukung aspek legalitas seperti perizinan.
Mereka memasarkan dagangannya ke hotelhotel berbintang di wilayah Bali dan daerah
sekitarnya, yang dikarenakan kesamaan dalam
kewarganegaraan. Produk ekspatriat itu masuk

dengan mudah. Sebaliknya, produk pengusaha kecil


dan menengah Bali, sulit menembus pasar hotel
berbintang milik asing, tutur Kadek Eka Citrawati.
Sementara itu, persaingan produk impor datang dari
negara tirai bambu, China. Ia mengatakan, produk
herbal dan produk kosmetik asal China, harganya
sedikit lebih murah dibanding produk lokal, namun
dengan kualitas yang tidak sebagus produk lokal.
Walau produk China lebih murah, tambahnya, tapi
bagi masyarakat yang sudah mengetahui kualitas
produk lokal, mereka lebih memilih produk buatan
pengusaha kecil-menengah Bali.
Menyinggung upaya perluasan pasar ekspor
dimasa mendatang, PT Bali Alus tampaknya telah
memprogramkan keikutsertaan pada pameran
internasional di luar negeri. Sebagai gambaran,
pada bulan April 2014 mendatang, Kadek Eka
Citrawati berencana mengikuti pameran kosmetika
internasional di Bologna, Italia. Pameran ini sudah
diikuti untuk yang kedua kalinya sejak tahun 2013
yang lalu. Sebelum mengakhiri bincang-bincangnya
bersama majalah Kina, ia menyebut telah melakukan
terobosan baru dalam bentuk
memproduksi
kosmetik yang ramah lingkungan. Sabun misalnya,
air buangan sabun bisa dimanfaatkan ulang untuk
keperluan lainnya. Ini bisa menjadi daya tarik
pasar sekaligus daya saing produk kami dimasa
mendatang, baik di pasar dalam negeri maupun
ekspor ujar Kadek Eka Citrawati.
Pengusaha kosmetik lainnya yang juga masih
anggota Perkosmi Bali adalah, PT Bali Sari, yang
berdiri sejak tahun 2008. Menurut keterangan
Ni Kadek Dani Erawati, salah seorang pimpinan
perusahaan, pemberlakuan pasar tunggal Asean
pada tahun 2015, di satu sisi memang mengakibatkan
tingkat persaingan yang semakin tajam di pasar
lokal. Tapi disisi lain, pasar tunggal Asean juga
memberi peluang bagi produksi nasional, termasuk
produk herbal dan kosmetik untuk melakukan
kerjasama investasi, memberi peluang lebih besar
untuk memasuki pasar negara-negara Asean.

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

15

Aktualita

Perkosmi of Bali Ready to compete

in Asean Single Market 2015

One encouraging thing


is that the Association
of Indonesian Cosmetics
Producers (Perkosmi) of
Bali and its 11 members
that are mostly small and
medium scale manufacturers
of cosmetics products have
been prepared to face the
implementation of ASEAN
single market in 2015.

16

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

he readiness of Perkosmi Bali, among


others, is shown by a variety of steps
carried out in the last three years. One of
them is an effort to improve the product
competitiveness, in terms of quality, price and aftersales service. This efforts is done by providing the
guidance for production technique and packaging
by inviting experts from domestic as well as from
foreign countries. In addition, Perkosmi Bali has also
actively disseminated government policies related to
herbal and cosmetics products to 11 (eleven) members
that are mostly located in Denpasar, Bali.
According to Ida Ayu Putu Surya Esti Penida,
Vice Manager of PT Arjuna Yoga Sakti, the ability
of small and medium scale cosmetics producers in Bali
province has been already much better. The increase
of production capacity among members of Perkosmi

Bali has become an impotant asset to face the more


intense competition during the enactment of Asean
Single Market in 2015. In terms of the production
of herbal soaps and scrubs, for examples, most of the
producers have utilized local raw materials namely
spices planted by farmers. On the other hand, she
also did not dismiss the fact that the majority of
cosmetics raw materials still have to be imported from
abroad. Similarly, most of high-tech machineries and
equipments have also to be imported.
With respect to local markets, Bali in particular
and elsewhere in Indonesia, she admitted that they are
very encouraging. It is characterized by the increase
of sales turnover enjoyed by cosmetics producers in
Bali. Most of the cosmetics manufacturers in Bali
have their sales agents in major cities in Indonesia,
so that they know the trend of their own sales. The

Aktualita
Answering the question of whether the overall
average sales turnover has increased by 10 to 15 % per
year, she said.
By seeing such market conditions, the product
marketing of Perkosmi members in Bali and the
surrounding area has run smoothly. She said that
the products of PT Arjuna Yoga Sakti itself, such
as soaps, body butter, body scrub, and so on, have
not experinced the competition, though the type
of products are the same but the recipes are really
different. The sales turnover of PT Arjuna Yoga
Sakti that amounted at Rp. 1.2 billion in 2012
increased to Rp 1,224 billion in 2013. For the year
2014, the sales turnover is expected to rise by 7-10%,
said Ida with full of proud.
The increasing sales turnover by 7-10 % will be
very possible. It is due to the fact that the products of
PT Arjuna Yoga Sakti have entered the global market
since 2008. The export activity to Germany, Japan
and Poland has been carried out since 2008. Going
forward, added Ida, eventhough has been successfully
penetrating the export market, she still expects the
government supports to help expanding the export
market to other countries through exhibitions abroad.
At the same time, the training for human resources
to increase product quality as well as production
capacity is also expected from the government.
The optimistic tone related to the readiness to
compete when the implementation of ASEAN single
market in 2015 was also expressed by Kadek Eka
Citrawati, an architectural engineer graduated from
the University of Udayana. She -the Directur of PT.
Bali Alus- admitted that the herbal and cosmetics
products from Bali are not inferior in quality compared
to similar herbal products from Asean member
countries. The abundant availability of natural
resources as raw materials is a major factor for local
products to be able to compete with similar products
imported, including from Asean region. Similarly,
the availability of competent human resources could
improve the local product competitiveness, and it is
expected to be ready to compete in ASEAN single
market, explained Kadek Eka Citrawati to Kina
magazine in her office recently.
She added that the entry of foreign similar
products including from ASEAN member countries,
does not need to worry about, because since a few
years ago the product of PT Bali Alus such as body
mist, body scrub, and others has penetrated foreign
markets of Singapore, Japan and Germany.
Although her companys products have entered
the export markets, but for this woman, it does
not make her feels satisfied. The effort to increase
knowledge related to the improvement of natural
product quality was carried out by taking courses
in Dutch. Even, after returning from Netherland,
together with her employees she obtained additional
knowledges from the Dutch experts who visited Bali
with the Dutch government sponsorship. In addition,
before obtaining additional knowledges from
Netherlands experts, PT Bali Alus was also received
expert assistance from France.

product of PT. Bali Alus is addressed for export


consumption, she explained that a half or 50% of the
product is for the export markets while the remaining
50% is to meet the local market. She admitted that the
market potential for herbal and cosmetics products in
domestic market, including Bali is quite encouraging.
A sizeable local market opportunities coupled with
affordable prices has led to the increase of our sales
turnover from year to year, said Kadek with a face
full of cheerful.
Seeing the promising domestic market in the
future, and in accordance with the implementation
of ASEAN single market in 2015, she asked fellow
members of Perkosmi Bali to further improve their
competitiveness, as well as packaging quality.
She acknowledged that in terms of packaging, in
addition to be hygienic, it must be able to encourage
people to buy so that it needs to be coped together.
Furthermore, other important aspects to be addressed
are the implementation plan of ISO 9001-2008, the
implementation of good manufacturing processes,
and the implementation of quality control.
She further explained that trade competition
occuring in local market of Bali recently, is not
between fellow members of Perkosmi Bali, but it
comes from imported products as well as expatriates
opening a similar business in Bali. These expatriates
opening the same business generally has not been
supported with legal aspects such as business permits.
They have marketed their products to the luxury
hotels in Bali and the surrounding areas by exploiting
their similarities in citizenship. The products of
expatriates enter easily to the hotels. In contrats,
the products of small and medium entrepreneurs of
Bali are very difficult to be marketed in luxury hotels
owned by foreigners, said Kadek. Meanwhile, the
competitor of imported products mainly comes from

China. She said that herbal and cosmetic products


from China have a slightly cheaper price than local
products, but their quality is not as good as local
products. Although the Chinese products are cheaper
in price, she added, but for the people who have
already known the quality of local products, they
prefer to buy the products produced by small and
medium scale of businesses of Bali.
Concerning to the expansion of export market in
the future, PT. Bali Alus appears to have a plan to
be participants in international exhibitions abroad.
As an illustration, in April 2014, Kadek plans to
participate in international cosmetics exhibition in
Bologna, Italy. This exhibition will be the second
time for her, following her first participation in
2013 last year. Before closing the interview with
Kina magazine, she mentioned that she has made
a breakthrough in the form of producing cosmetics
products that are environmentally friendly. The soap,
for example, its wastewater can be reused for other
purposes. It could be market attractiveness as well as
product competitiveness of our products in the future,
both in domestic and export markets, explained
Kadek.
Another cosmetic producer who is also the
members of the Bali Perkosmi, is PT. Bali Sari which
was founded in 2008. According to Ni Kadek Dani
Erawati, one of the managers of the company, the
implementation of ASEAN single market in 2015, on
one hand will lead to increasingly sharp competition
in the local market. But on the other hand, ASEAN
single market will also provide opportunities for
national products, including herbal and cosmetics
products to establish investment cooperation, provide
more opportunities to enter the market of Asean
countries, and so on.

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

17

Made in Indonesia

Szava Kosmetik

Produk Kosmetik Sesuai Karakteristik Kulit Indonesia


Pada tahun 2015 nanti, Indonesia
bersama dengan negara-negara
ASEAN lainnya akan menerapkan
Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA/AEC). Dengan adanya MEA,
Indonesia tidak bisa menutup diri
bagi masuknya produk impor dari
negara-negara di kawasan itu.

egiatan ekspor-impor produk antar negara


ASEAN akan menjadi lebih mudah. Bahkan,
untuk produk kosmetik, kemudahan
peredaran produk kosmetik antar negara
ASEAN sudah lebih maju beberapa tahun. Jika tidak
bisa diantisipasi, jumlah penduduk Indonesia yang
cukup besar menjadi salah satu pendorong bagi
membanjirnya produk impor.
Terlebih saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia
terus mengalami peningkatan yang berdampak pada
meningkatnya pola konsumsi masyarakat Indonesia.
Untuk mencegah membanjirnya produk impor,
tentunya dibutuhkan produk-produk lokal yang
memiliki daya saing tinggi sehingga bisa menghadapi
produk impor.
Soal daya saing ini, PT Varmed Nutraceutical
meyakini produk kosmetik yang dibuatnya mampu
menandingi produk impor dalam merebut pasar lokal
maupun internasional. Melalui produknya yang Szava
kosmetik, perusahaan berusaha mengembangkan
pasarnya di dalam maupun luar negeri.
Kami optimis mampu bersaing dengan
produk dari negara-negara ASEAN lainnya karena
produk kosmetik kami memiliki kelebihan tersendiri
dibandingkan produk impor, ujar Agus Susilo, direktur
perusahaan kosmetik itu.
Menurutnya,
produk
Szava
kosmetik
dikembangkan oleh beberapa spesialis kosmetik dari
berbagai disiplin ilmu dan di bawah kendali dokter.

18

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

Selain itu, semua produk Szava kosmetik dibuat


sesuai dengan karakteristik kulit Asia dan Indonesia
khususnya, katanya.
Agar bisa menghasilkan produk yang sesuai
dengan kulit orang Indonesia, perusahaan terlebih
dulu melakukan riset dan pengujian di laboratorium.
Kegiatan ini dilakukan beberapa tahun dan baru pada
awal 2013, Szava kosmetik dipasarkan kepada publik.
Agus menyatakan, semua produk Szava kosmetik
telah diformulasi dan telah lulus uji klinis serta
penelitian intensif dan perbaikan dari uji mikrobiologi
yang sangat canggih dan aman.
Dalam kegiatan produksi, perusahaan juga lebih
mengutamakan bahan baku dari dalam negeri.
Menurut Agus, sekitar 55 % bahan baku pembuatan
Szava komsetik berasal dari dalam negeri. Sedangkan
45 % lainnya masih diimpor dari luar negeri.
Bahan baku yang diimpor itu sebagian besar
disebabkan belum ada produsen di dalam negeri yang
memproduksinya, paparnya.
Saat ini, perusahaan baru memproduksi beberapa

jenis kosmetik seperti vitamin C serum, pemutih tubuh


dan sabun anti jerawat. Ke depan, jenis kosmetik yang
akan diproduksi akan meningkat jumlahnya.
Untuk memasarkan produk Szava kosmetik ke
konsumen, perusahaan selama ini lebih memilih
penjualan lewat dunia maya atau internet. Lewat
dunia maya, saat ini agen-agen Szava kosmetik sudah
menjangkau hampir seluruh provinsi di Indonesia.
Seiring dengan perluasan pasar, mulai tahun
2014 ini kami akan menyasar pasar tradisional dengan
membuka sejumlah toko atau outlet kosmetik di
sejumlah kota, seperti Jakarta dan Bandung, ujar
Agus Susilo.
Dia yakin dengan pemasaran yang lebih gencar
serta kualitas produk yang memiliki daya saing tinggi,
produk Szava kosmetik akan mampu memenangi
persaingan di pasar lokal dan bisa menembus pasar
internasional.
Saat ini saja, banyak pembeli asing dari beberapa
negara yang sudah menjadi pelanggan kami, katanya
optimistis.

Made in Indonesia

The Cosmetics Products Comply for


Indonesian Skin Characteristics

hrough its products named Szava Cosmetics,


the company seeks to develop its market at
home and abroad.
We are optimistic to be able to compete
with products from other ASEAN countries because our
cosmetic products haveour own superiority compared
to those of imported products, said Agus Susilo, the
Director of the company.
According to him, Szava cosmetic product have
been developed by some cosmetic specialists from various
disciplines and under the control of the doctor. In
addition, all of Szava products are made by considering
the skin characteristics of Asian people, and Indonesia
in particular, he said.
In order to produce the products that comply with
the skin of Indonesian people, the company first did
some researches and tests in the laboratory. This activity
was conducted several years and in early 2013, Szava
cosmetics started to market its product to the public.
Agus stated, all of Szava products have been
formulated and have passed clinical tests and intensive
research and improvement from microbiological tests
that are highly sophisticated and secure.
In terms of production process, the company also
priorities domestic raw materials. According to Agus,
about 55% of raw materials are obtained from local

In terms of the competitiveness


problem, PT Varmed Nutraceutical
is confident that its cosmetic
products are able to compete with
imported products in local and
international markets.

sources. While the remaining 45 % are imported from


abroad.
The raw materials that are imported largely due
to the absence of domestic manufacturers that produce
them, he argued.
Currently, the company produces only several types
of cosmetics such as vitamin C serum, body whitening
and anti- acne soaps. Looking ahead, the type of
cosmetics procucts that will be produced will, of course
increase in number.
To market Szava cosmetic products to consumers,
the company so far has prefered to sell the products
through cyberspace or the internet. Through the
cyberspace, today Szava cosmetic agents has reached
almost all provinces in Indonesia.
Along with the expansion of the market, starting
in 2014 we will be targeting the traditional market by
opening a number of stores or cosmetic outlets in some
cities, such as Jakarta and Bandung, said Agus Susilo.
He believes by the more intense marketing efforts
and product quality having high competitiveness, Szava
cosmetic products will be able to win the competition in
the local market and can penetrate the international
market.
Currently, many foreign buyers from several
countries have become our customers, he said
optimistically.

informasi | information
Szava
Jl. Tebet Mas Indah 2, Blok C No 6 Tebet, Jakarta Selatan
Telp: 021 7111 3874, SMS: 081383717779
Email: info@szavacosmetics.com
https://www.facebook.com/szavacosmetic
Website: http://www.szavacosmetics.com/
Twitter: https://twitter.com/SzavaCosmetic

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

19

Made in Indonesia

Best Lady
Pionir Industri Bulu Mata Imitasi
The Pioneer of Faux Eyelash Industry

Karena kualitas produk bulu mata yang dihasilkan


sangat memuaskan, pesanan terhadap produk
tersebut terus meningkat sehingga Budi memutuskan
untuk menfokuskan usaha Best Lady pada produksi
bulu mata imitasi.
Dalam memproduksi bulu mata imitasi, bahan
baku utama yang dibutuhkan adalah benang bulu
mata dan rambut, bisa berupa rambut manusia
atau rambut sintetis. Bahan baku ini sebagian besar
diperoleh dari dalam negeri. Bahan baku itu diolah
melalui beberapa proses sehingga menjadi bulu mata
imitasi, ujarnya.
Proses pertama yang dilakukan dalam membuat
bulu mata imitasi adalah mensortir rambut, terutama
rambut manusia. Hanya rambut yang kuat dan tebal
saja yang dipilih. Rambut yang sudah disortir itu
kemudian diberikan obat khusus untuk menghilangkan
kuman serta diluruskan.
Setelah itu, rambut-rambut tersebut dipotong

Kota Purbalingga di Jawa Tengah


sudah lama dikenal sebagai kota
produsen bulu mata imitasi.
Produk-produk bulu mata
imitasi dari kota tersebut tidak
hanya beredar di dalam negeri,
tetapi juga menjangkau pasar
internasional.
The city of Purbalingga, Central
Java, has long been known as a city
of faux eyelashes manufacturer. The
product offaux eyelashes from this
city has not only circulated in the
country, but also has reached out to
international market.

20

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

etenaran Purbalingga sebagai produsen bulu


mata imitasi tidak bisa dilepaskan dengan
keberadaan Best Lady, salah satu pionir
industri bulu mata imitasi di kota tersebut.
Best Lady didirikan oleh Budi Wibowo pada tahun
1989. Perusahaan ini didirikan untuk melanjutkan
usaha orang tua saya di bidang itu yang telah tutup,
ujar Budi.
Dengan merekrut kembali 70 karyawan yang dulu
pernah bekerja di perusahaan ayahnya, Budi memulai
kegiatannya dengan memproduksi rambut imitasi
(wig).Namun tak lama kemudian, banyak pemesanan
bulu mata imitasi dari berbagai konsumen yang datang
ke Best Lady.
Karena permintaan bulu mata imitasi begitu
besar dan produsen produk tersebut masih sedikit,
maka kami memutuskan untuk memproduksi bulu
mata imitasi juga guna memenuhi kebutuhan pasar,
ujar Budi. Bulu mata imitasi yang diproduksinya diberi
merek Jolly, singkatan dari kata ojo lali atau jangan
lupa.

Made in Indonesia
sesuai panjang bulu mata yang akan diproduksi lalu
dirangkai dengan benang khusus. Maksimal panjang
bulu mata yang diproduksi Best Lady adalah 15 mm.
Langkah terakhir adalah menyisir bulu mata
imitasi yang sudah jadi itu dengan sisir khusus agar
berbentuk lentik. Setelah itu, produk dikemas dalam
kemasan khusus dan siap diedarkan, kata Budi
Dengan proses produksi yang baik, produk bulu
mata imitasi Best Lady banyak disukai konsumen.
Menurut Budi, produk bulu mata imitasinya memiliki
sejumlah keunggulan, seperti produk lebih natural
sehingga konsumen serasa tidak memakai bulu mata
imitasi.
Saat ini, setiap hari Best Lady mampu
memproduksi minimal 6.000 lusin bulu mata imitasi
dan koleksinya sekitar 3000 model. Model yang
diproduksi disesuaikan dengan permintaan pasar,
kata Budi.
Untuk memenuhi pesanan pembeli, Budi juga
menjalin kemitraan dengan masyarakat di sekitarnya
di wilayah Purbalingga hingga wilayah Banjarnegara,
Wonogiri, Magelang dan Purworejo. Jumlah mitra
sudah mencapai 155 unit yang menyerap tenaga kerja
7 20 orang setiap unitnya.
Agar kualitas produk yang dihasilkan mitra
memenuhi standar, Budi membekali ketrampilan
pada mitranya antara lain dengan menjalani pelatihan
terlebih dahulu di perusahaannya. Dalam menjalankan
pelatihan itu, segala kebutuhan akomodasi peserta
ditanggung oleh Best Lady.
Setelah menjalani pelatihan dan dinilai memiliki
kemampuan yang baik, para mitra itu diberikan mesin
dan peralatan serta bahan baku untuk memproduksi
bulu mata imitasi yang kemudian dibeli oleh Best
Lady untuk dipasarkan ke berbagai daerah, seperti
Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Medan. Selain itu,
perusahaan juga secara rutin mengirim pesanan dari
pihak pembeli asing.

he popularity of Purbalingga as
a producer faux eyelashes can not be
separated from the existence of the Best
Lady Company, one of the pioneers of
faux eyelashes industry in the city.
Best Lady was established by Budi Wibowo in
1989. The company was established to continue my
parents business in this industry that was already
closed, said Budi.
By recruiting back 70 workers, the former
employees of his fathers company, Budi started
running his business by producing imitation hair
(wig). Soon after, however, there were many orders of
faux eyelashes coming from a variety of consumersto
Best Lady.
By considering the high demand of faux
eyelashes and also the limited number of
manufacturers producing faux eyelashes, so we
decided to produce faux eyelashes to meet the market
demand, said Budi. The faux eyelashes that are
produced then is given Jolly brand, an abbreviation
of the word ojolali, meaning do not forget.
Due to the quality of the product are very
satisfactory, the order of these products continues to
increase and Budi decided Best Lady to focus on the
production ofeyelashes.
In producing faux eyelashes, the main raw
materials required are thread of eyelashes and hair,it
can be real human hairs or synthetic. The raw
material is mostly obtained from local sources. The
raw material is processed through several steps to be
the final product of faux eyelashes, he said.
The first step of producing faux eyelashes is the
sorting process of hairs, particularly human hair
material. Only the strong and thick hairs are selected.
The selected hairsare then given a specificchemical
material to straighten and eliminate the germs.
The following step, the hairs are cut according to
the length eyelashes that will be produced and then
assembled by using special thread. The maximum
length of faux eyelashes produced by Best Lady is 15
mm .

The final step is the combing process aiming to


make the final product of faux eyelashes to be shaped
tapering with special combs. Finally, the product is
packaged and ready to be marketed, said Budi.
With a well production process, Best Lady
products are much favored by consumers. According
to Budi, faux eyelash product has a number of
advantages, such as much more natural so that
consumers seem not wearing faux eyelashes.
Today, the production capacity of Best Lady is
more than 6,000 dozen of faux eyelashes per day,
with 3000 collection of models. The model being
produced is tailored to market demand, said Budi.
To meet the buyers order, Budi has also
established partnerships with the communities in the
surrounding areas in Purbalingga, even with those
in Banjarnegara, Solo, Magelang and Purworejo.
The number of partners have reached 155 units that
absorb workers about 7-20 people per unit.
In order to meet the standard quality of the
product received from partners, Budi provides
skills assistance to the partners such as conducts
appropriate training in advanve held in Best Lady. In
carrying out the training, all the accommodation of
participants arecovered by Best Lady.
After undergoing training and considered
to having good skills, the partners are given the
machinery and equipment as well as raw materials
to produce faux eyelashes which are then purchased
by Best Lady to be marketed to many areas, such
as Jakarta, Bandung, Yogyakarta and Medan. In
addition, the company regularly also serves the orders
from foreign buyers.

informasi | information
Best Lady
Jalan Bhayangkara Blok J Nomor 19/20 Perum Wirasana
Indah, Purbalingga, Jawa Tengah
Tel : 0281 6599476, 0281 6599533 Fax : 0281 6599616
Mobile : 08122998998

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

21

Made in Indonesia

PT Industri Jamu Borobudur


Menuju Industri Obat Herbal yang Handal
Towards The Reliable Herbal Medicine Industry
Industri jamu merupakan salah
satu industri yang paling tua
di Indonesia serta tumbuh dan
berkembang dari akar budaya asli
Indonesia.
The herbal industry is one of the
oldest industries in Indonesia that
has grown and developed from
indigenous Indonesian cultural
roots.

idak hanya itu, industri jamu juga memiliki


struktur industri yang cukup kuat karena
ditopang oleh ketersediaan sumber bahan
baku berupa rempah-rempah, tanaman obat
dan sumber plasma nutfah lainnya.
Dengan sejarah budaya dan perkembangan
industri jamu nasional yang cukup panjang, maka
sudah selayaknya jika Indonesia menjadi negara yang
paling terkemuka di dunia dalam pengembangan
industri jamu dan obat herbal. Perkembangan ke arah
itu kini sudah mulai tampak. Sejumlah perusahaan

22

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

jamu Indonesia pun kini telah berkembang menjadi


perusahaan jamu dan obat herbal terkemuka di dunia.
Salah satunya adalah PT Industri Jamu Borobudur
yang berlokasi di Semarang, Jawa Tengah.
PT Industri Jamu Borobudur didirikan pada tahun
1979 oleh Rahmat Sarwono yang kini menjabat sebagai
direktur utama perusahaan. Industri jamu yang sudah
cukup modern ini pada awalnya merupakan industri
jamu rumahan (home industry), namun dengan modal
utama keuletan dan kerja keras pemilik perusahaan ini
mampu mengembangkan usahanya menjadi sebuah
perusahaan jamu yang handal, modern dan produknya
banyak dikonsumsi masyarakat. Perusahaan yang kini
menjadi salah satu dari lima perusahaan jamu terbesar
di Indonesia ini mampu menghasilkan produk jamu
Borobudur yang kini banyak beredar di pasar domestik
maupun ekspor.
Joko Kawiyanto, farmasis PT Industri Jamu
Borobudur mengatakan perusahaan jamu yang satu
ini kini memiliki lebih dari 60 jenis produk jamu yang
sudah dipasarkan baik di dalam maupun luar negeri.
Secara umum produk jamu Borobudur dikelompokkan
dalam tiga kelimpok utama, yaitu Kapsul, Pil dan
Krim. Beberapa produk unggulan Jamu Borobudur

diantaranya dari kelompok kapsul seperti Emkapsul


untuk terlambat bulan; dari kelompok pil Antara lain
Darsi untuk membersihkan darah kotor, Sendi untuk
pegal linu, Mastin (produk terbaru) yang terbuat dari
kulit manggis sebagai antioksidan untuk memelihara
tubuh dan kesehatan kulit; sedangkan produk krim
antara lain Sendi krim.
Jamu Borobudur dibuat dari bahan baku herbal
yang 100% alami. Sekitar 90% dari bahan baku itu
diperoleh dari dalam negeri sendiri, hanya sekitar 10%
saja yang masih harus diimpor karena memang betulbetul belum tersedia di dalam negeri seperti jinten
hitam yang masih diimpor dari Turki, dan Sena (sejenis
bahan pelangsing) yang masih diimpor dari India.
Beberapa fasilitas produksi yang dimiliki Jamu
Borobudur diantaranya Borobudur Extraction Centre
yang berfungsi memproduksi ekstrak-ekstrak herbal
yang terstandard. Fasilitas yang didirikan pada
tahun 2005 ini telah mendapatkan sertifikasi Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dari
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Fasilitas produksi lainnya yang dimiliki
Jamu Borobudur adalah fasilitas penelitian dan
pengembangan (R&D), fasilitas pengendalian mutu

Made in Indonesia

(Quality Control), fasilitas pengawasan mutu (Quality


Assurance), fasilitas penggilingan dan fasilitas
pengemasan produk.
Fasilitas ekstraksi mengolah bahan baku
sedemikian rupa hingga menjadi konsentrat.
Konsentrat yang dihasilkan dari fasilitas ekstraksi
umumnya digunakan sebagai bahan baku utama untuk
pembuatan jamu dalam bentuk kapsul. Sementara itu,
fasilitas penggilingan menghasilkan bahan baku untuk
pembuatan jamu dalam bentuk pil. Fasilitas ekstraksi
dan fasilitas penggilingan memiliki kapasitas produksi
mencapai 50 ton per bulan.
Sekitar 80% produk jamu Borobudur dipasarkan
di dalam negeri, dan sisanya 20% diekspor ke berbagai
negara seperti ke Rusia, Malaysia, Singapura, Hong
Kong, Jepang dan beberapa negara Eropa. Ekspor
ke Rusia dilakukan secara reguler sejak tahun 1995
dengan volume rata-rata 1 juta botol per tahun. Produk
yang diekspor ke Rusia adalah Keling, jamu untuk
menghancurkan batu ginjal dan untuk kesehatan
ginjal. Produk tersebut diekspor tanpa label/merek
karena di Rusia produk tersebut diregistrasi lagi dan
diberi merek oleh perusahaan pengimpor.
Beberapa produk jamu Borobudur yang kini sudah
banyak dikenal konsumen diantaranya Emkapsul
untuk terlambat bulan, Sendi kapsul untuk pegal linu,
Sendi krim untuk pegal linu tapi dalam sediaan krim
(obat gosok), Darsi (dalam sediaan kapsul dan pil)
untuk darah kotor dan jerawat, Mastin (salah satu
produk yang sedang popular dewasa ini diedarkan
sejak tahun 2007) antioksidan terbuat dari kulit
manggis untuk perawatan kulit.
Beberapa produk jamu produksi Jamu Borobudur
seperti Mastin, Bilon, Tulak, Niran, dan Kenis kini
sudah mendapatkan pengakuan dan sertifikasi dari
BPOM sebagai obat herbal terstandar. Kelima produk
tersebut satu tingkat di atas produk jamu karena sudah
lolos uji praklinis.

urthermore, the herbal industry also has


a strong industrial structure supported by
the availability of raw materials in the
form of spices, medicinal plants and other
germplasm sources.
With a long history of culture and development
of national herbal industry, Indonesia is rightly to
become the leading country in the development of
herbal medicine in the world. The progress to that
direction has already started to appear. A number of
Indonesian herbal companies have now grown into
leading herbal medicine companies in the world. One
of them is PT. Industri Jamu Borobudur located in
Semarang, Central Java.
PT. Industri Jamu Borobudur was established
in 1979 by Rahmat Sarwono who is now in charge
as president of the company. This quite modern
herbal or Jamu producer formerly was a herbal
home industry, but with tenacity and hard work of
the owner, this company has been able to expand its
business into a reliable and modern herbal medicine
company and its products have been widely consumed
by the public. The company that is now as one of the
five largest herbal companies in Indonesian produces
jamu and herbal medicine with Jamu Borobudur
brand circulating in both domestic and export markets.
Joko Kawiyanto, a pharmacist of PT. Industri
Jamu Borobudur said that the company produces more
than 60 herbal products marketed in both domestic
and abroad. In general, Borobudur herbal products are
grouped into three main categories, namely capsules,
pills and cream. Some of Borobudur superior products
are as follows: in the capssule category is Emkapsul
for late menstrual period, in the pills category are
Darsi for cleaning up dirty blood, Sendi for rheumatic
pains, Mastin (the newest product) made of the skin of
mangosteen as antioxidants for the healthy body and
skin care, and in the cream category is Sendi Krim

(cream for joints).


Borobudur herbal is made of fully 100% natural
herbs raw material. About 90 % of the required
raw materials are obtained domestically, and only
about 10 % are still to be imported because of their
unavailability in home country such as black cumin
that is still imported from Turkey, and Sena (a kind
of slimming ingredients) that is still imported from
India.
There are some production facilities owned by the
company, one of them is Borobudur Extraction Centre
that functions to producing standardized herbal
extracts. This facility established in 2005 has gained
certification of The Good Practice for Trasditional
Medicine Manufacturing Process from Food and
Drug Supervisory Agency (BPOM).
Facilities are Research and Development (R &
D), Quality Control, Quality Assurance, Milling and
Product Packaging.
The extraction facility processes raw materials in
such a way to be concentrate. Concentrate produced by
the extraction facility is mainly used as the main raw
material for producing herbal medicine in capsules
form. Meanwhile, the milling facility produces raw
material for manufacturing herbal medicine in pills
form. The extraction and milling facilities each has a
production capacity of 50 tons per month.
Approximately 80% of Borobudur herbal products
is circulated in domestic market, and the remaining
20 % is exported to various countries such as Russia,
Malaysia, Singapore, Hong Kong, Japan and several
European countries. The exports to Russia has been
conducted regularly since 1995 with an average
volume of 1 million bottles per year. The product
exported to Russia is Keling, a herbal medicine to
break kidney stones as well as kidney healthy care. The
product exported is without a label/brand because the
product will be registered in Russia with the certain
brand by the importing company.
Some of Borobudur herbal products that have
been widely known among consumers are Emkapsul
for late menstruate period, Sendi capsule for stiff joints
or rheumatic, Sendi cream for stiff joints or rheumatic
but in cream form (liniment), Darsi (in capsule and
pill) for dirty blood and acne, Mastin (one of current
popular products marketed since 2007) that is made of
the skin of mangosteen as antioxidants for skin care.
The Borobudur herbal products such as Mastin,
Babylon, Tulak, Niran, and Kenis have now
gained recognition and certification from BPOM as
standardized herbal medicines. These five products are
one level above the herbal medicinal products due to
their passing from preclinical tests.

informasi | information
PT Industri Jamu Borobudur
Jl. Madukoro Blok A No. 26, Semarang 50141, Jawa Tengah
Telp. +62-24-7606888, Fax. +62-24-7605553
email: office@borobudurherbal.com.

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

23

Made in Indonesia

Tas Dowa
PRODUKSI LOKAL, KUALITAS GLOBAL

Siapa takut ? Itulah jawaban awal yang dilontarkan Delia Murwihartini, pemilik
usaha tas rajut wanita Dowa ketika reporter Majalah KINA menanyakan kesiapan
bersaing dengan produk sejenis asal impor saat diberlakukannya pasar bebas
Asean pada tahun 2015 mendatang.

alu, menjawab pertanyaan selanjutnya


mengapa tidak takut? Dengan nada optimis
Delia Murwihartini mengaku ada beberapa
hal yang membuat dirinya dan karyawan PT
Dowa Hanandy Utama, produsen tas rajut bermerek
Dowa, Yogyakarta, begitu percaya diri menatap
pasar masa depan yang penuh persaingan. Tidak
saja persaingan impor produk sejenis di pasar lokal,
tetapi juga persaingan di pasar global termasuk pasar
negara anggota Asean.
Pertama, lanjut Delia Murwihartini, perusahaan
yang dipimpinnya sudah memiliki pengalaman di
pasar global. Hal tersebut dibuktikannya sejak tahun
1989 sampai sekarang, tas dowa sudah memasuki
pasar Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa.
Artinya, lanjut Delia, tas rajut Dowa yang dihasilkannya
sudah bisa diterima masyarakat global terutama di
Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Ketiga,
tambahnya, kualitas bahan baku dan jahitan yang
terbilang prima dan keempat, desain tas rajut
Dowa dari tahun ke tahun selalu mengikuti
trend pasar global, dengan mengacu pada
Italia sebagai negara produsen tas wanita
terkenal di dunia. Kelima, sumber daya
manusia yang dipunyai PT Dowa Hanandy
Utama, cukup banyak dan memiliki kompetensi
dibidangnya. Dewasa ini tercatat sekitar 700
orang yang bekerja sebagai tenaga perajut,
penjahit, dan sebagainya, hingga tim kreatif yang
bertugas memperoduksi desain dan warna yang
sedang laku di pasar lokal maupun pasar global.
Jumlah tersebut belum termasuk 1000 orang
mitra kerja di luar kota Yogyakarta, seperti Bantul,
Kulonprogo, Jember, Bali, Temanggung, dan Garut.
Mitra kerja tersebut dimanfaatkan ketika konsumen

24

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

memesan dalam jumlah yang sangat banyak, ujar


Delia Murwihartini, dengan wajah penuh sumringah.
Dengan pertimbangan seperti itu, tambahnya,
kemampuan produksi dan kualitas produk tas Dowa
kian bertambah baik. Dia menambahkan, pada tahun
2008, produksi tas Dowa masih 30-an jenis. Tetapi
pada tahun 2013 ini,
produksinya sudah
jauh
meningkat
menjadi 100-an
jenis
dengan
kapasitas
produksi
per
bulan
mencapai
5 0 . 0 0 0
piece.

Meski sudah
dirasakan
mampu
bersaing

dengan produk sejenis asal impor, namun kami tetap


melakukan pengembangan produk dari tahun ke
tahun, ungkap Delia Murwihartini kepada reporter
majalah KINA ketika ditemui ditempat kerjanya,
Godean, Yogyakarta, belum lama ini.
Menjawab pertanyaan latar belakang mengapa
memilih tas wanita sebagai ladang bisnisnya, Delia
Murwihartini (52) jebolan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Gajah Mada tahun 1986,
mengatakan bahwa peluang usaha tas rajut wanita
di Yogyakarta masih cukup terbuka. Sebab, bisnis tas
wanita di Yogyakarta pada umumnya menggunakan
bahan baku kulit dan bahan penunjang lainnya dari
tumbuh-tumbuhan. Di samping itu, tambahnya,
tas wanita bisa dikatakan merupakan suatu
kebutuhan bagi kaum wanita di Indonesia maupun
mancanegara. Demikian pula, ketersediaan bahan
baku lokal dalam jumlah yang besar, didukung oleh
banyaknya pengrajin yang memiliki skil. Kesemuanya
itu menjadi latar belakang mengapa saya memilih
ladang bisnis tas rajut wanita. Satu hal
yang paling mendasar mengapa memilih
lahan bisnis ini adalah, sejak duduk di
bangku kuliah dulu saya bercita-cita ingin
membuka lapangan kerja bagi masyarakat
kota Yogyakarta dan sekitarnya, ujar Delia
Murwihartini.
Potensi masyarakat yang berketerampilan
dan cukup bisa diandalkan, namun belum
dimanfaatkan secara optimal perlu dicarikan
solusinya dengan menyalurkan kemampuan
mereka dalam berproduksi, kata Delia
Murwihartini, melengkapi jawaban yang ia
kemukakan sebelumnya.

Made in Indonesia

THE LOCAL PRODUCT WITH GLOBAL QUALITY


Who is scared? That is the early answer
said by Delia Murwihartini, women the
business owners of Dowa knitting bag
when KINA magazine reporters asking
the readiness to compete with similar
products imported when Asean Free
Trade in 2015 will apply soon.

hen, when being asked the next question of why


she is not scared? With the optimism tone she
admitted that there are some reasons causing
her and PT Dowa Hanandy, manufacturer of
knitting bag with Dowa brand, Yogyakarta, feel so confident
to face the very tight market competition in the future. Very
intense competition will be not amongst similar products
imported in the local market, but also competition in global
markets including the markets of Asean member countries.
First, she further explained, her company has already
experienced in the global market. It has been demonstrated
since 1989 that Dowa bag has entered the U.S. market and
some European countries, meaning that the products of
Dowa have already been acceptable globally, especially in
the United States and European countries.
She added, the quality of raw materials and stitching is
excelent and fourth, the design of Dowa knitting bag always
follows global market trennd, with reference to Italy as the
most famous country producing ladies handbag in the world.
Fifth, PT Dowa Hanandy Utama employes lots of workers
with high competence in this field. Nowadays there are about
700 people working as knitters, tailors, and so forth, and also
a creative team that produce the designs and
colors that are desirable in local market
as well as globally. Those amount
of workers does not include 1,000
people as partners outside
Yogyakarta, such as Bantul,
Kulon Progo, Jember, Bali,

Waterford, and Garut. The partners are required when


orders exceed in house production capacity, said Delia
Murwihartini, with a face full of happy.
With such considerations, she added, the production
capability and product quality of Dowa hanbag has
continously increased. She further explained that in 2008,
Dowas products amounted only about 30 types. But in
2013, the products increased significantly, up to 100 types
with the production capacity of 50,000 pieces per month.
Eventhough we have felt able to compete with similar
products imported, but we have kept carrying out product
development from year to year, said her to Kina reporters at
her work place, in Godean, Yogyakarta, recently.
Answering the question about the reason of choosing
women handbags as her business fileld, Delia Murwihartini,
the 52 year-old woman graduated from the Faculty of Social
and Political Sciences, Gadjah Mada University in 1986,
said that the business opportunities of women knitting
handbags in Yogyakarta knitting is still widely open since
women handbags are the essential need for for women in
Indonesia and as well as globally. The woman hanbag itself
uses leather raw material and other supporting materials
from vegetation. In addition, the abundant availability of
local raw materials that are supported by large number of
skill craftsmen will be one of jey success factor in woman
handbag industry. All of them are the considerations of
why I choose woman knitting handbag business. One of the
most fundamental reason of choosing this business field is
that since studying in my college I had a dream to open up
jobs for the people of Yogyakarta city and the surrounding,
said Delia Murwihartini.
The potential of people having skills and dependable,
but have not been optimally empowered needs to find the
solution by exploiting their skills in production, said Delia
Murwihartini, completing the answer she said earlier.

informasi | information
Tas Dowa
Jalan Godean Km. 7 Sidomoyo Yogyakarta, Indonesia
Tel : (62) 274 6497555 Fax : (62) 274 6497373
SMS : (62) 81 125 8821
www.dowa@dowabag.com

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

25

Made in Indonesia

Kenes Yogya
Mengembangkan Usaha Lewat Promosi
Develops The Business Through Promotion

KenesYogya yang memproduksi


khusus pakaian anak-anak bisa
digolongkan ke dalam usaha
yang cukup berkembang di pasar
lokal maupun mancanegara.

enggolongan usaha seperti itu memang


cukup beralasan, mengingat usaha yang
baru berdiri pada Nopember 2010 itu, saat
ini sudah cukup dikenal masyarakat kota
Yogyakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia,
seperti Jakarta dan Bali. Di Yogyakarta sendiri,
Kenes Yogya, memiliki beberapa outlet yang ramai
dikunjungi pembeli. Demikian pula Jakarta dan Bali,
Kenes Yogya hadir ditengah-tengah masyarakat di
kedua kota besar tersebut.
Menjawab pertanyaan latar belakang memilih

26

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

bisnis pakaian anak-anak, Herlina Dyah Wijayanti


yang akrab dipanggil Nina, mengungkapkan beberapa
alasan. Pertama, lanjut Nina, ia sangat menyukai
dunia anak-anak. Kedua, bisnis pakaian anakanak di pasar Yogyakarta belum banyak diminati
produsen atau pedagang lainnya. Sebagai ilustrasi,
tambah Nina, bisnis pakaian orang dewasa cukup
banyak digeluti orang di pasar Yogyakarta. Bisnis
pakaian orang dewasa ini lebih ketat persaingannya
ketimbang pakaian anak-anak, ujar Nina ketika
ditemui reporter majalah KINA di Show-roomnya di
jalan Laksda Adi Sucipto nomor 59 Yogyakarta, belum
lama ini. Alasan ketiga, keinginannya untuk memberi
lapangan kerja bagi masyarakat diseputar tempat
tinggalnya, Gang Satria, Muja-Muju, Umbulharjo,
Yogyakarta yang sudah mempunyai keterampilan
dibidang jahit menjahit.
Dengan pertimbangan tersebut, ibu dua anak
ini yang juga jebolan Fakultas Hukum Universitas
Gajah Mada Tahun 1999, berketetapan hati untuk

membuka usaha pakaian jadi, khususnya pakaian


anak-anak, pada Nopember tahun 2010. Lebih jauh
Nina sang pemilik usaha mengisahkan, sebelum
membuka bisnis pakaian anak-anak ini, ia bekerja
pada salah satu hotel terkenal berbintang lima yang
ada di kota Yogyakarta. Mengingat keinginannya
yang cukup besar untuk membuka usaha sendiri, saya
mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai staf hotel
yang membidangi masalah hukum, ujarnya kepada
majalah KINA.
Ketika memulai usaha, lanjut Nina, produksi
Kenes Yogya masih sangat terbatas, baik jenis
maupun jumlahnya. Namun, berkat ketekunan, kerja
keras dan kesungguhan untuk mengembangkan
Kenes Yogya, usaha yang ditekuninya itu secara
bertahap menunjukan kemajuan yang cukup berarti.
Kemajuan tersebut ditandai oleh keberhasilannya
dalam membuka pasar baru, lewat penciptaan jenis
dan jumlah produksi yang semakin banyak.
Membuka pasar baru bagi produk Kenes Yogya
diawali dari cabang pemasaran di Bali. Ketika itu,
wisatawan asal Australia menyambangi outlet Kenes
Yogya. Setelah beberapa saat memperhatikan produk
Kenes Yogya, wisatawan itu pun langsung membeli
pakaian dalam berbagai jenis, tutur Nina dengan
wajah sumringah. Yang lebih menggembirakan lagi,
tambah Nina, pembeli asal Australia itu sampai saat
ini menjadi pelanggan tetap Kenes Yogya. Usaha
lain yang ditempuh sang pemilik Kenes Yogya untuk
memperluas pasar baik di dalam maupun di luar
negeri diwujudkan dalam bentuk aktifitas mengikuti
pameran. Tercatat pameran di dalam negeri yang
pernah diikutinya yakni Inacraft pada tahun 2012 dan
Indonesia Fashion Week pada tahun 2012 dan 2013.
Dalam pada itu, pameran bertaraf internasional di
Thailand, juga tidak luput dari perhatian Nina. Pada
tahun 2013 ini, Kenes Yogya tampil pada pameran di
Australia, ungkap Nina penuh bangga.
Menyinggung persoalan desain, Nina mengaku
banyak melakukan percobaan sendiri dengan
memodifikasi desain yang diperolehnya lewat internet.
Desain Kenes Yogya tidak mencontoh begitu saja

Made in Indonesia
desain yang ada di internet ataupun majalah, tetapi
memadukannya dengan karya sendiri. Tidak jarang
desain karya sendiri justru banyak diminati konsumen,
ujar Nina. Ia menambahkan, dalam sebulan Kenes
Yogya bisa menghasilkan sedikitnya 15 desain baru
yang diperoleh lewat pengembangan inovasi dirinya
bersama karyawan yang membidangi urusan desain.
Ketika ditanyakan siapa saja pesaing produk
sejenis asal luar negeri di pasar Yogyakarta, Nina
menyebut China. Menurut pengamatannya, produk
sejenis asal China bisa ditemui dengan mudah di
pasar-pasar Yogyakarta dan daerah sekitarnya.
Meski begitu, saya tidak terlalu mengkhawatirkan
kehadiran produk China di pasar lokal, mengingat
kualitas, bahan baku dan desain Kenes Yogya
lebih bagus ketimbang produk China, ujar Nina.
Selain persaingan pasar, Kenes Yogya juga masih
dihadapkan pada masalah sulitnya mencari tenaga
penjahit. Pasalnya, calon tenaga kerja yang ada lebih
menyukai bekerja sebagai sales promotion girl atau
menjadi pelayan toko di pusat perbelanjaan di kota
Yogyakarta.

KenesYogya which specializes in


producing childrens clothing can
be classified into a well-developed
business both in local and foreign
markets.

t is quite reasonable, considering the company


established up in November 2010 has now
been been well recognized by the public
of Yogyakarta and other major cities in
Indonesia such as Jakarta and Bali. In Yogyakarta
itself, KenesYogyahas own several outlets that are
crowded with shoppers. As in Jakarta and Bali,
Kenes Yogya presents amongst the people in these big
cities permanently or temporary.
Answering the questions about the reason
of choosing the business of childrens clothing,
HerlinaDyahWijaya who is fondly called Nina,
revealed several reasons. First, she liked the world
of children. Second, childrens clothing business in
Yogyakarta market has not attracted manufacturers
or traders yet. As an illustration, added Nina,
adults clothing business has attracted a lot of
business players in Yogyakarta. Adults clothing
businesshas faced more competitors than that of
childrens clothing, Nina said when was met by
reportersof Kina Magazine ather showroom on Jln
LaksdaAdisuciptoNo, 58 Yogyakarta, recently. The
third reason is the desire to provide the jobs for people
around her residence, Gang Satria, Muja - Muju,
Umbulharjo,Yogyakarta that have already hadthe
skills in sewing.
With those considerations, the mother of two
children who also graduated from the Faculty of
Law, University of Gajah Madain 1999 has been
committed to runapparelbusiness, in particular for

childrens clothing, in November 2010. Nina further


told, before opening the childrens clothing business,
she worked in one of the famous five-star hotel in
Yogyakarta . Due to my strong desire to run my own
business, I decided to resign from my previous job as
a hotel staff responsible in legal issues, she explained
to Kina magazine.
Open up new markets for the products of
Kenes Yogya was started from Marketing branch
in Bali. At that time, an Australian tourist visited
KenesYogya outlet. After a few moments noticed the
products, she immediately bought clothes in various
types, said Nina with a happy face. Even more
surprisingly, added Nina, until now she has been a
regular customer of KenesYogya. Another effort taken
by the owner of KenesYogya to expand the market
both at home and abroad is carried out through
the participation in exhibitions. The exhibitionsin
which Kenes Yogya participated are the Inacraft
in 2012 and Indonesia Fashion Week in 2012 and
2013. Meanwhile the international exhibition in
Thailand did not go unnoticed by Nina. In 2013, the
KenesYogya appeared on the exhibition in Australia,
Nina said proudly.
As far as the problems of design is concerned,
Nina admitted that she has carried out so many
experiments by modifying the design obtained from
the Internet. The designof KenesYogyadoes not
just imitate the existing designs on the internet or
magazines, but she combinesthrm with her own

work. Often her own design is even more attractive


to customers, said Nina. She added, in a month
KenesYogya produces at least 15 new designs drawn
through the innovation process carried out by her
together with the employees who are responsible for
the design.
When asked who are the competitors with similar
products from abroad in Yogyakarta market, Nina
mentioned China. According to her observations, the
similar products from China can be found easily in
Yogtakarta and the surrounding areas. Even so, I
am not too worried about the presence of Chinese
products in the local market, considering the quality,
materials and design of KenesYogyaare better than
Chinese products said Nina. In addition to market
competition, KenesYogya also faces the problem in
term of seeking the tailors. The reason is the existing
labor candidates preferto work as sales promotion
girls or shop assistants in the shopping center in
Yogyakarta.

informasi | information
Kenes Jogja
Gang Satria UH 2/1112 RT.30 RW.10 Mujamuju
Umbulharjo Yogyakarta 55165
Telp.0274-373572
Fax.0274-379112

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

27

Made in Indonesia

Pia Legong
Laris Karena Idealis
Pia Legong kini menjadi
fenomenal. Tidak hanya terkenal
karena rasanya, tetapi juga
proses mendapatkannya. Pembeli
diharuskan antri bahkan pesan
jauh hari agar bisa membawa
oleh-oleh panganan asal Bali
tersebut.

ia Legong merupakan panganan tradisional


yang sedang fenomenal di Pulau Dewata.
Nama Legong sendiri diambil dari sebuah
tarian Bali, yang bermakna pada keluwesan
gerak penarinya. Dari sekian banyak merek kue pia
yang dijual, Pia Legong kini paling banyak diburu para
pelancong karena rasanya legit dan gurih. Setidaknya
itu yang kerap diungkapkan para pelanggannya. Pia
Legong memiliki varian rasa, antara lain rasa cokelat,
keju, dan kacang hijau.
Uniknya, pelanggan hanya boleh membeli dua
kotak Pia Legong per orang. Maka itu disarankan,
sebaiknya pelanggan memesan dari jauh hari melalui
telepon atau email sehingga tidak perlu ikut antrian
dan dipastikan membawa Pia Legong sesuai jumlah
atau rasa yang diinginkan, karena si pelayan tidak
akan memenuhi permintaan pelanggan yang pesan
untuk esok hari melainkan minimal tiga hari kemudian.
Hentje pemilik usaha pia ini menceritakan, modal

28

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

awalnya membuka usaha didapat dari sang bunda


dengan alasan untuk menikah.Saat itu, saya minta
uang sebanyak Rp 150 juta, yang alasannya Rp. 100
juta untuk menikah dan Rp. 50 juta untuk buka usaha,
tetapi yang saya lakukan sebaliknya yaitu Rp. 100 juta
untuk modal usaha. Saat itu, saya langsung sewa ruko
selama dua tahun yang harga sewanya Rp 40 juta per
tahun, dan 20 juta sisanya digunakan untuk membeli
bahan kue dan peralatannya. Jadi, pada Agustus
2006 itu, saya menentukan dua moment penting,
yaitu menjalani hidup baru bersama isteri saya dan
menjalani bisnis baru membuat kue pia. Semuanya
dari nol, katanya menegaskan.
Memang tidak semulus yang dibayangkannya, ia
katakan, awalnya membuat kue pia didapat dari resep
sang bunda, kemudian diutak-atik sendiri dengan
mengubah komposisi bahan dan cara pembuatannya
hingga menemukan formula yang tepat. Kini ia piawai
membuat kue pia. Mungkin inilah yang disebut buah
jatuh tak jauh dari pohonnya. Pepatah lama yang
mengatakan bahwa talenta anak tak beda jauh dari
orangtuanya.
Ada pengalaman pahit ketika saya memulai
bisnis kue pia ini, pada saat pertama kali menitip
penjualan ke supermarket besar di Nusa Dua, Bali.
Saat itu, saya ingat, saya titip kue pada hari kamis
dan diajak ketemuan oleh seorang manajer pada
hari
sabtu-nya
untuk evaluasi kue
pia saya. Orang
itu mengatakan,
kalau kue pia
saya terlalu besar,
mahal, dan nggak
enak. Saat itulah
saya merasa down

mendengarnya, katanya mengenang. Pernyataan


seorang manajer supermarket tersebut, ia jadikan
cambuk sebagai motivasi dirinya untuk lebih baik lagi
dalam membuat dan mengemas pia bikinannya.
Ia menegaskan, Pia Legong merupakan usaha
yang dirintis melalui jerih payah, usaha, dan kerja
keras yang dibuat sendiri oleh pemiliknya setiap hari
secara handmade (buatan tangan) dan dalam kondisi
fresh from the oven. Karena itulah jumlah produksi Pia
Legong sangat terbatas. Setiap hari, saya bangun
pukul 03.00 pagi untuk meracik adonan pia hingga
2 jam. Kemudian, pukul 05.00 saat karyawan saya
sudah bangun, mereka melanjutkan untuk mengolah
adonan saya hingga matang. Setelah itu, pukul 07.00
mulai packing dan jam 09.00 sudah siap dijual. Itulah
yang saya lakukan setiap hari bersama isteri dan
beberapa karyawan, tuturnya. Saat ini, Pia Legong
diproduksi sebanyak 500 kotak atau 4000 pia setiap
hari, karena 1 kotak diisi dengan 8 pia.
Mungkin itu yang mengakibatkan terjadinya
antrian dan dibatasinya jumlah pembelian, dimana
jumlah pesanan yang kian banyak tidak sebanding
dengan jumlah produksi yang terbatas karena
masih dibuat sendiri oleh pemiliknya. Antrian dan
pembatasan itu terjadi mengalir saja, bukan sebuah
strategi bisnis. Sebenarnya, kalau tidak dibatasi,
orang bisa saja beli langsung 100 kotak dan jualan di
depan ruko. Saya tahu, di luar ruko banyak para calo
yang dibayar untuk ikut antrian. Makanya saya siasati
dengan pasangtulisan besar di depan ruko bahwa Pia
Legongtidak buka cabang, hal itu untuk menjamin
kualitas, rasa, dan masa kadaluarsa, katanya seraya
tertawa.
Hentje termasuk seorang idealis dan kreatif. Ia
selalu berupaya untuk melakukan inovasi bisnisnya.
Dimulai dari menemukan formula untuk adonan
pia andalannya hingga penciptaan
design kemasan
yang
saat
ini
telah
banyak ditiru.
Saya sendiri

Made in Indonesia
yang membuat design kotak Pia Legong, termasuk
pemilihan gradasi warnanya. Saat itu saya sering
keluar masuk percetakan untuk mencari warna
yang sesuai keinginan saya. Prosesnya itu sampai
6 bulan. Selain itu, foto model penari yang ada di
kotak merupakan hasil foto saya dari camera poket.
Penarinya orang asli Ubud. Semua sudah saya
daftarkan hak kekayaan intelektualnya. Makanya
ketika banyak orang yang meniru, saya sangat
kecewa karena mereka tidak bisa menghargai karya
orang lain, tetapi saya sedikit bangga karena menjadi
trendsetter, ungkapnya.
Dalam upaya menyiasati meningkatnya
permintaan, ia sempat menaikkan harga Pia Legong
dari Rp. 50 ribu menjadi Rp. 70 ribu per kotak, yang
harapannya dapat mengurangi jumlah pemesanan.
Namun sebaliknya, permintaan malah tambah
banyak. Bahkan, Hentje mengatakan, pelanggannya
ada yang sudah pesan untuk bulan Juni 2014.
Itu artinya saya didoakan oleh pelanggan bisa
umur panjang sampai Juni 2014, katanya sambil
tersenyum. Ia menambahkan, fenomenal Pia Legong
terjadi hanya dari mulut ke mulut pelanggan, bukan
dari promosi besar yang dilakukannya.
Hentje meyakini, seiring dengan banyaknya
kompetitor, jika Pia Legong masih tercipta dari
buah tangannya akan tetap berdiri tegak karena
memiliki daya saing yang tinggi. Karena jiwa saya
sudah menyatu dalam adonan pia yang saya buat
selama ini, tegasnya. Ia pun merelakan, Pia Legong
hanya akan menjadi legenda pada suatu saat karena
pemiliknya telah meninggal dunia. Obsesi saya
saat ini adalah membuat yayasan sosial yang dapat
menampung banyak orang karena saya ingin berbagi
rezeki kepada mereka,mengingat masa lalu sayayang
pahit, pungkasnya seraya menutup perbincangan
dengan kami. Semoga kisah Hentje tersebut menjadi
inspirasi yang positif bagi Anda.

To be bestseller because
of Idealistic
Pia Legong has now been a
phenomenal. Not only for its
yummytaste, butalso the process
to get it. The buyers are required
to queueto buy it, even they have
to order far in advance to bring a
typical bali comestible as a gift.

ia Legong is a phenomenal traditional


comestible in Bali island. The name
Legong itself is taken from a Balinese
dance, meaning the flexibility of motion
of the dancers. Of many brands of pia comestibles
which are marketed, Pia Legong is the most widely
hunted by travelers because of its sweet and savory
taste, as oftenly expressed by customers. Pia Legong

has many flavor variants, including chocolate, cheese,


and green beans.
Interestingly, for the customersin queueingmay
buy Pia Legong only for two boxes per person. Thus,
it is suggested that customers are better to order more
than three days in advance by phone or email so
that they dont need to queue to buy the appropriate
amount of Pia Legong with desired flavors.
He further explained that the initial capital
was obtained from his mother with the reason to get
married. At that time, I asked my mother for money
as much as Rp 150 million, in which Rp. 100 million
for married and the remaining Rp. 50 million to open
a new business. But what I did was in the opposite,
Rp. 100 million for the initial venture capital. At
that time, I immediately rented a shop for two years
with the rent price of Rp. 40 million per year, and the
ramaining Rp. 20 million was used to purchase the
cake raw materials and required equipments. Thus,
in August 2006, I decided two very important things,
namely starting a new family life with my wife and
starting to run a new business of making and selling
pia cake. Everything started from the scratch, he
stressed .
It was not as easy as expected, he said. At first,
he made pia cakesby using her mother recipes, then
he experimented to modify the composition of the
materials and the production process until he found
the best formula. Now he has been already competent
in making pia cakes. Perhaps it is what so called
the fruit falls not far from the tree, as the hereditary
proverb that the childrens talents are not much
different with their parents.
There was a bitter experience when I started
running this business as I firstly entrsuted my pia
cake for sale to a large supermarket in Nusa Dua,
Bali. At that time, I still remembered, I put my pia
cake on Thursday and I was invited by a manager to
meet on Saturday to evaluate the progress of my pia
cake. The manager said that my pia cake was too big,
expensive, and the taste was awful. I really felt down
to hear it,he recalled. That statement on his pia cake
was made as a whip to motivatehim to be better in
making and packing his pia cake.
He stresses that Pia Legong is a business that was
pioneered through hard work, efforts, and produced
by himselfas the owner(a handmade product) and in
fresh condition from the oven. That is why the product
of Pia Legong are limited in quantities. Every day,
I wake up at 3:00 in the morning to prepare the
dough of pia for about 2 hours. Then, at 05.00 as the
employee awake, they continue to process the dough
of pia until finished. After that, starting at 07.00 they
start packaging process, and at 09.00 the Pia Legong
will be ready for sale. That is what I do every day
with my wife and employees,he said. Currently, Pia
Legong producesabout 500 boxes or 4000 piece of pia
cake per day, because one box contains 8 piece of pia.
It could be that this condition results the queue
for customers so that the number of buyers should be
deliberately limited since the amount of orders might

not comparable with the production capacity. The


queueing and restricted orders happens naturally, it
is not an intended business strategy. Actually, if not
deliberately limited, one could buy 100 boxes and
selling them directly in front of the shop. I know
there are many brokers outside the shop who are
paid to join the queue. Therefore, I made trade off
by installing a large board in front of my shophouse
with announcement that Pia Legong does not open
any branches, to ensure quality, flavor, and expired
time of the product,he said while laughing.
Hentje is an idealistic and creative person. He
always strives to innovate his business. He started
the innovation process from the finding of the very
reliable formula for the dough of pia to the creation
of packaging design that has been widely imitated.
I makedesign of Pia Legong box by myself, including
the selection of color combination. At that time I often
went out printing shopsto looking for the appropriate
color as I want. The process took up to 6 months. In
addition, the photo of dancer model in the box is the
result of my photos from the pocket camera, and the
dancer model is a native girl of Ubud. I have already
registered my products to get intellectual property
rights. Therefore when others have imitated my
products, I feel very disappointed since they could not
appreciate the work of others, but I feel a little proud
for being a trendsetter,he said.
In order to anticipate the increasing demand,
he ever raised the price of Pia Legong from Rp.
50 thousand to Rp. 70 thousand per box, in the
hope to reduce the number of orders. But on the
contrary, instead of decrease, the demand even grows
significantly. Hence, he said that there are customers
who order for the delivery of June 2014. It might
meanthey pray for me to having a long life, at least
up to June 2014, he said with smile. He added,
instead of doing a big promotion, the popularity of
Pia Legong has been obtained simply from word of
mouth of customers.
Hentje also believe, along with the increase
number of competitors, as long as Pia Legong is
produced from his hands it will remain standing
upright due to its high competitiveness. Because my
soul has been already united in the dough of pia that
I have made so far, he said. He also asquiesce, Pia
Legong wouldeventually bea legend at some pointas
its owner pass away. My current obsession is making
a charitable foundation that can accommodate a
lot of people because I want to share sustenance to
them, considering my past of bitterness,he ended
the explanation while closing the interview with us.
Hopefully the story of Hentje would become a positive
inspiration for the readers.

informasi | information
Pia Legong
Jl. By Pass Ngurah Rai, Ruko Kuta Megah 15/LKuta-Bali
Telp.0361-7898777
email: info@pialegong.com
website: www.pialegong.com

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

29

Se8
Made in Indonesia

engok saja cerita sukses keripik singkong


asal Bandung bermerk Maicih yang konon
beromzet Rp 4 miliar sebulan. Tak heran
bermunculan
sentra-sentra
produksi
potongan singkong tipis yang digoreng renyah ini di
berbagai wilayah Indonesia, terutama di pulauJawa.
Suhardi Rahmaan (43) juga pernah mendengar
bahwa orang yang berbisnis keripik singkong
bisa menghasilkan pendapatan miliaran rupiah
setiap bulan. Namun CEO CV Pantimberitu tak
pernah berpikir untuk mencobanya. Diatetap focus
menggeluti usahanya yakni mengelola Restoran
Ayam Kampung, Bebek, & Burung di Jl Gubernur
Hasan Bastari, Jakabaring Sport City, Palembang,
Sumatera Selatan.
Namun, semua itu berubah ketika pada suatu
hari seorang perempuan parubaya mendatanginya.
Wanita itu mengaku sebagai ibu dari tiga orang anak

30

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

yatim yang rutin disantuninya setiap bulan. Setelah


memperkenalkan diri, sang ibu lantas meminjam
uang sebesar Rp 500 ribu untuk keperluan hidupnya.
Mungkin ibu itu berpikir saya ini orang kaya
karena sering menyantuni anak yatim, makanya dia
meminjam duit ke saya. Padahal saya kalau sedekah
cumaRp 10 ribu - Rp 20 ribu. Tetapi, setelah berdiskusi
dengan istri, kami lalu meminjamkan uang tersebut,
ucap Suhardi.
Tiga hari kemudian, alih-alih membayar uang
yang dipinjamnya, wanita tersebut meminta
pekerjaan ke Suhardi untuk membayar hutang.
Suhardi menolak karena khawatir tidak mampu
membayar gajinya. Saat itu, kondisi keuangannya
masih belum stabil.
Wanita tersebut lalu menawarkan keahliannya
yaitu membuat keripik singkong olahan dalam
kemasan siap jual. Asalkan disiapkan semua

Membidik Laba
Keripik Singkong
Pelaku usaha kudapan keripik
singkong tak terhitung banyak nya
di negeri ini. Selain telah menjadi
camilan favorit di masyarakat, para
pelaku Industri Kecil dan Menengah
(IKM) tertarik dengan laba yang
diperoleh dari berjualan keripik
singkong.
peralatannya, dia sanggup membuat keripik
singkong tersebut, kata Suhardi.
Setelah alat produksi dan bahan baku siap, tepat
tanggal 10 Januari 2010 Suhardi mulai berproduksi di
sisa lahan sebesar 68 meter persegi yang terletak
di belakang restorannya.
Dia juga mengkreasi
keripik singkong dalam berbagai varian rasa seperti
barbekyu, keju, manis strawberry, manis jeruk, dan
lainnya.
Di bulan pertama Suhardi bisa menjual 150
kilogram keripik singkong, hanya dengan satu orang
karyawan. Lama-kelamaan usahanya berkembang.
Keripik singkong bermerk Se8 (baca: Selapan) saat
ini dapat terjual hingga 1.000 kg setiap bulannya.
Kata Suhardi, kini usahanya dapat meraup omzet
Rp 45 juta per bulan dan mempekerjakan karyawan
sebanyak delapan orang. Tenaga kerjanya diambil
dari warga sekitar rumah. Ini supaya orang-orang di
kampungsaya, Selapan, bisa bekerja dan mendapat
penghasilan, imbuhnya.
Supaya bisnis camilannya kian berkibar, bapak
tiga anak itu rajin mengikuti berbagai pelatihan usaha
seperti kursus wirausaha, seminar, dan kelas khusus
yang memberi edukasi cara memasarkan produk.
Salah satu bank BUMN terbesar pernah memberikan
workshop Wirausaha Mandiri kepadanya lantaran
Keripik Se8 terpilih sebagai salah satu 20 IKM
terbaik dalam ajang tersebut dan berhak mendapat
pendampingan usaha selama enam bulan.
Suhardi bilang, Sriwijaya Exhibition yang
diadakan di Plasa Pameran Kemenperin, Jakarta,
awal April 2013, merupakan kali pertama dia ikut
serta dalam pameran yang menggelar produk-produk
unggulan daerah Sumatera Selatan. Kedepan, saya
akan sering ikut pameran seperti ini, ujarnya.
Ditambahkan,
keikutsertaannya
dalam
pameran merupakan peran dari Dinas Perindustrian
Perdagangan (Disperindag) Kota Palembang yang
ingin mengangkat produk keripik singkong asal Bumi
Sriwijaya agar dapat bertaji di daerah lain. Citacita saya bahkan masuk ke pasar internasional,
tegasnya.
Berkat Disperindag Kota Palembang pula, kata
dia lagi, pada pertengahan Maret tahun ini keripik
singkong buatannya mendapat rekomendasi untuk
mengisi kebutuhan camilan di hotel-hotel yang
ada di Palembang. Saat ini keripik merek Se8 baru
memasok keripik untuk dua hotel di Palembang yaitu

Made in Indonesia
Hotel Sintesa Peninsula dan Duta Hotel.
Suhardi menilai kinerja pemerintah daerah
dalam pembinaan IKM di Palembang cukup baik.
Sayang, bantuan dan pembinaan yang diberikan oleh
pemerintah kurang dimanfaatkan secara maksimal.
Dia mencontohkan, ada beberapa IKM yang
menerima bantuan peralatan produksi namun tidak
digunakan secara maksimal. Kalau ternyata alat itu
menganggur, lebih baik pemerintah menarik bantuan
tersebut untuk diberikan ke IKM lain, ujarnya.
Ada juga IKM yang enggan menggunakan
peralatan produksi bantuan pemerintah karena
kecanggihan alat tersebut. Kata dia, sayang alat
sebagus ini kalau kotor dan dipakai untuk produksi,
ucapnya sambil menutup pembicaraan dengan
tersenyum.

ust see the success stories of cassava chips from


Bandung with Maicih brand, which has sales
more than Rp 4 billion a month. Not surprising
that so many production centers of thin slices
of fried crispy cassava have emerged in various parts of
Indonesia , particularly in Java.
Suhardi Rahman (43) has also understood that
one running cassava chips business could generate
billions of dollars of income in a month. But the CEO
of CV Pantimber has never thought to try. He has
consistently focused his efforts to manage the Kampung
Chicken, Duck & Bird Restaurant in Jl Gubernur
Hasan Bastari, Jakabaring Sport City, Palembang,
South Sumatra.
However, all things changed when a middle-aged
woman visited him. The woman introduced herself as
a mother of three orphaned children routinely given
donationsevery month. After introducing herself,

Targetting Profits of Cassava Chips


Business players of cassava chips
snack are innumerable in this
country. In addition to becoming
a favorite snack in the community
, many Small and Medium
Enterprises ( SMEs ) are interested
in the profits derived from selling
cassava chips.

this woman then borrowed Rp 500 thousand for the


purposes of her life.
Maybe she thinks that I am a rich man since
I often give donations to orphan so she borrowed
the money to me. Whereas I give alms only Rp 10
thousand - Rp 20 thousand for a month. However,
after discussing with my wife, then we agreed to lend
the money, said Suhardi.
Three days later, instead of repaying the debts, the
woman asked for the work to Suhardi to pay debts.
Suhardi refused for the reason of not be able to pay
the salary since his financial condition was in trouble.
The woman then offered her skills of making
processed cassava chips in packs ready for sale. As all
the equipments are prepared she promises to be able to
make the cassava chips, said Suhardi.
As production equipments and raw materials were
well prepared, starting on January 10, 2010 Suhardi
began to produce the cassava chips in the rest of his 68
square meters land located behind his restaurant. He
also adds creations in various flavors such as barbecue,
cheese, strawberry, orange, and others.
In the first month Suhardi was able to sell 150
kilograms of cassava chips, with only one employee.
Over time his business has grown. The Cassava chips

with Se8 brand (read : Selapan) is now able to sell


up to 1,000 kg per month.
Suhardi said, now his business can reach a
turnover of Rp 45 million per month and employs 8
workers. The workersare recruited from people around
the house to help them getting the job and earning the
income, he added.
In order to push the rapid growing of his business,
the father of three children regularly attends various
business training such as entrepreneurship, seminars,
and special classes that educate how to market the
product. One of the biggest state-owned banks ever
provided self- entrepreneurial workshops since Se8
chips was selected as one of the 20 best SMEs in that
event and was entitled to receive business assistance for
six months.
He said, Sriwijaya Exhibition held by the
Ministry of Industryat Exhibition Plaza on early
April 2013 in Jakarta is the first time he participated in
the exhibition which promoted superior products from
South Sumatra region. Going forward, I would like
to oftenly participate in exhibitions, he said.
He added, his participation in the exhibition was
due the support of the Industry and Trade Agency
of Palembang city aiming to uplift cassava chips
products produced by the people of Sriwijaya area to be
competitive in other regions. Even my mission is able
to compete in international market, he explained.
Thanks Disperindag Palembang anyway , he said
again, in mid-March of this year homemade cassava
chips got a recommendation to fill the need for a snack
at the existing hotels in Palembang. When the chips
brand new SE8 supplying chips for two hotels in
Palembang, namely Synthesis Peninsula Hotel and
Ambassador Hotel.
Suhardi assess the performance of local
governments in the development of SMEs in
Palembang pretty good. Unfortunately, the help and
guidance provided by the government is not fully
utilized.
He pointed out, there are some SMEs that receive
aid equipment production but not used to its full
potential. If it turns out that the tools are unemployed,
the government is better withdraw such assistance to be
given to other SMEs, he said.
There are also SMEs are reluctant to use
government aid production equipment because of the
sophistication of the tool. He said, unfortunately this
good tool if dirty and used for production he said,
closing the conversation with a smile.

informasi | information
CV PANTIMBER
Jl. Gubernur Hasan Bastari No. 3295, Jakabaring Sport
City, Palembang, Sumatera Selatan 30251
Telp: (0711) 519 000
Email: suhardirahmaan@yahoo.co.id

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

31

Made in Indonesia

Radio Kayu Magno


Produk Lokal yang Menembus Pasar Internasional
The Local Product Penetrating International Markets

adio Magno dikenal unik karena seluruh


bodinya terbuat dari kayu sehingga
dinamakan radio kayu Magno. Yang
membanggakan, radio tersebut merupakan
hasil karya seorang putra Indonesia.
Adalah Singgih Susilo Kartono, pria setengah
baya asal Temanggung, Jawa Tengah, yang bersama
dengan sejumlah pekerjanya memproduksi radio
Magno tersebut.
Menurut Singgih, ketertarikannya untuk terjun ke
industri radio kayu tak terlepas dari tugas akhir yang
dibuatnya ketika kuliah di Institut Teknologi Bandung
(ITB) di tahun 1997. Ketika itu, desain radio kayu
yang menjadi tugas akhir kuliahnya ini memenangi
Internasioal Design Resauce Award 1997 di Seattle,
Amerika Serikat.
Ketika itu radio yang saya buat masih prototype.
Komponen radio berasal dari radio yang sudah jadi,
ujarnya.
Setelah lulus kuliah dan sempat bekerja di sebuah
perusahaan, akhirnya pada tahun 2005 Singgih benarbenar merealisasikan desain yang pernah dibuatnya
di masa kuliah itu menjadi produk nyata berupa radio
kayu dengan nama Magno.
Singgih memilih menggunakan kayu sebagai bodi
radio karena suara yang dihasilkan dari radio dengan
bodi terbuat dari kayu jauh lebih baik dibandingkan
suara yang dihasilkan radio dengan bodi yang terbuat
dari bahan non kayu.
Sebelum melakukan produksi, Singgih terlebih
dulu melakukan persiapan secara matang. Misalnya,
dia sadar agar produksinya bisa berjalan lancar,
pasokan bahan baku harus diutamakan, Karena itu
dia menjalin kemitraan dengan sebuah perusahaan
radio terkenal di dalam negeri untuk mendapatkan
pasokan komponen radio. Sedangkan untuk bodinya,
dia mendapatkan pasokan kayu dari sejumlah
pemasok di dalam negeri.
Adapun kayu yang saya gunakan untuk bodi radio
adalah kayu pinus, mahoni, sengon, dan sonokeling,
yang diperolah dari dalam negeri, paparnya.
Dalam memproduksi radio kayu, langkah pertama

32

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

yang dilakukannya adalah membuat desain. Desain


dibuat dengan memasukkan unsur filosofi yang bisa
membuat pemilik radio memiliki hubungan personal
dengan radio tersebut.
Setelah desain dibuat, barulah dia menetapkan
jenis kayu serta mengolahnya menjadi bodi radio
tersebut. Kayu-kayu itu antara lain mengalami proses
pemilihan, pemotongan dan pengeringan serta
penghalusan dan pengecatan.
Kayu yang kami gunakan haruslah memiliki
kepadatan yang cukup serta tingkat kekeringan yang
sedang, tidak terlalu kering atau basah, kata pria
setengah baya ini.
Setidaknya ada empat
tipe radio kayu Magno
yang diproduksinya, yakni
tipe mikro, tipe igono,
tipe kubu dan tipe rekto.
Setiap tipe dibuat dengan
bentuk dan jenis kayu yang
berbeda. Radio-radio itu
dijualnya dengan kisaran
harga Rp750 ribu hingga
Rp2 juta per unit.
Melalui
bengkel
kerjanya yang dinamakan
Piranti Work, yang terletak
di kawasan Temanggung,
Jawa
Tengah,
setiap
bulan
Singgih
mampu
memproduksi minimal 300
radio kayu Magno berbagai
tipe.
Karena kreatifitas dan
keunikan produknya, masyarakat
internasional banyak menyukai
radio kayu Magno. Permintaan
yang datang dari mancanegara
cukup besar sehingga membuat Singgih lebih banyak
mengekspor produknya ketimbang menjualnya di
pasar dalam negeri.
Dia memperkirakan sekitar 95 % produknya

dijual ke luar negeri dan hanya 5% yang dipasarkan di


dalam negeri.
Sejumlah penghargaan internsional juga telah
diraih radio kayu Magno, misalnya menjadi pemenang
Good Design Award 2008 di Jepang untuk kategori
Innovation/Pioneering & Experimental Design dan
pada 19 Maret 2009 memenangkan Brit Insurance
Design Award 2009 untuk kategori produk .
Selain itu, radio kayu Magno juga masuk nominasi
untuk Grand Awards untuk Desain for Asia Award
yang digelar di Hongkong.

Made in Indonesia

agno Radio is recognized as a


unique product since all of the
body is made of wood so that it is
called Magno wooden radio. It is
proudly because this radio is the work of Indonesian
people.
Singgih Susilo Kartono a middle-aged man
from Temanggung, Central Java with a number of
workers has successfully produced the Magno radio.
According to Singgih, the interest to run a
business in wooden radio industry can not be
separated from his final project when he studied at the
Institute of Technology Bandung (ITB ) in 1997. At
that time, his wooden radio design as the final project
in the college won the International Design Resauce
Award 1997 in Seattle, USA.
At that time, the wooden radio that I made was
still a prototype. The components of radio was taken
from the existing radio, he said.
After graduating from ITB and having
experienced working at a company, finally in 2005
he decided to realize his radio design made in the past

into the real products called Magno wooden radio.


He chooses to use wood as the body material of
the radio because the sound produced by the radio
with a body made of wood is much better than the
sound produced by a radio with a body made of other
materials.
Before carrying out the production process,
the carefully preparation is taken into account. For
example, he fully understands that supply of raw
materials should be prioritized to make sure that the
production process will run smoothly. Therefore he
has established a partnership arrangement with a
leading radio company in the country to get a supply
of the radio components. As for the body, he has been
supplied by a number of local suppliers.
The woods I use for the body of radio are pine
wood, mahogany, sengon, and rosewood, which can
be easily obtained locally he said.
In producing wooden radio, the first step to do is
creating design. The design is made by incorporating
the elements of philosophy leading the owner of radio
to have personal relationship with the radio.
Once the design is created, then type of wood is
choosen and the wood is further processed to
be the body of radio. The wood processing
is started from selecting, cutting
and drying and then smoothing
and painting.
The wood we use must
contain sufficient density and
moderate drought level, not too
dry or wet, said the middle-aged
man, Singgih.
There are at least four types of
Magno wooden radio that are produced, i.e
micro type, igono type, kubu type and recto
type. Each type is made with the different
model as well as different type of wood.
These Radios are sold at a price range from
Rp750 thousand to Rp 2 million per unit.
Through his workshop named Piranti
Work located in Temanggung, Central Java,

in a month Singgih is able to produce at least 300


units of Magno wooden radio for various types.
Because the product is very creative and unique,
so many foreign customers favor Magno wooden
radio. The demand coming from foreign countries
has significantly high so that the products are mostly
exported and only small portion that are sold in
domestic market.
He estimates that about 95 % of the products are
exported and only 5 % are marketed locally.
A number of international awards have also
been received by Magno wooden radio, such as, to
be the winner of the Good Design Award 2008 in
Japan for the category of Innovation/Pioneering &
Experimental Design and also on March 19, 2009 it
won the Brit Insurance Design Award 2009 for the
Product category.
In addition, the Magno wooden radio was also
nominated for the Grand Awards for Design for Asia
Award held in Hong Kong.

informasi | information
Radio Kayu Magno
Krajan I RT 02/07 DesaKandangan, Temanggung, Jawa
Tengah, Indonesia, 56281
Fax/Telepon : 62 293 4900895 Handphone : 081328701214
Email :info@magno-design.com

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

33

Made in Indonesia

Sentra Produksi Gerabah

di Pulau Lombok

Kerajinan gerabah asal Banyumulek tetap memesona. Berkat kerja


keras semua pihak dalam mengembangkan desain dan meningkatkan
kualitas, produk gerabah dari pulau Lombok digemari pencinta seni di
mancanegara.

angan perempuan berusia sekitar 30 tahun


itu sedang sibuk membentuk tanah liat
menjadi adonan berbentuk bola. Dia lantas
memipihkan adonan, mencetaknya, dan
mengeringkan di bawah sinar matahari. Semua
itu dilakukannya tanpa bicara sepatah kata pun.
Ini salah satu perajin kami. Dia penyandang tuna
rungu, kata Ketua Yayasan Kesejahteraan Sosial dan
Pemberdayaan Perempuan Al Mubarok, Hajah Nurul
Aini, memperkenalkan salah satu perajin gerabah di
Desa Banyumulek, Kecamatan Kediri, Lombok Barat,
Nusa Tenggara Barat (NTB).
Desa Banyumulek merupakan sentra pembuatan
gerabah khas Lombok. Semua berkat sentuhan
tangan Nurul yang aktif melakukan pembinaan
kaum perempuan untuk meningkatkan taraf hidup
perekonomian masyarakat setempat.
Belakangan, setelah kerajinan gerabah terbukti
dapat menjadi penyokong perekonomian keluarga,
para pria di daerah tersebut ikut-ikutan menggeluti
bisnis yang cukup gurih ini. Banyak laki-laki yang alih
profesi menjadi perajin gerabah, imbuhnya.
Tak pelak, sebagian halaman depan rumah
penduduk Banyumulek rata-rata diubah menjadi
ruang kerja untuk menghasilkan produk gerabah
dengan beragam bentuk, ukuran dan motif etnik, yang
memiliki ciri khas budaya lokal.
Membuat kaum lelaki mau mengerjakan gerabah
bukanlah pekerjaan mudah. Pasalnya, di awal 90-an,
pria enggan melakukan kerajinan gerabah karena
dianggap hal itu adalah pekerjaan perempuan. Para
pria takut dibilang banci, kata wanita pemilik gerai
seni di wilayah Kemang, Jakarta, itu sambil tersenyum.
Perjuangannya selama hampir satu dekade dalam
mengubah pemikiran itu akhirnya membuahkan hasil.
Dengan pendekatan dan pendampingan secara
personal, para lelaki kini tak lagi mencibir pekerjaan
itu. Boleh jadi, perubahan cara pandang tersebut juga
lantaran kerajinan gerabah dapat membuat dapur
tetap mengebul.
Untuk menjaga mutu produk, Nurul tak bosan
mengingatkan perajin agar mengerjakan produk
berdaya saing tinggi. Untung saja, dia tidak sendirian.
Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag)

34

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

Provinsi NTB kerap memberi bantuan pembinaan dan


pelatihan kepada sekitar 5.000 perajin setempat. Tim
ahli dari luar negeri pun didatangkan supaya desain
gerabah tidak monoton.
Hasilnya cukup memuaskan. Kualitas gerabah
Banyumulek dapat diandalkan karena punya
kandungan pasir kuarsa dan kaolin yang cukup tinggi.
Selain itu produk gerabah sudah dapat mengikuti
selera konsumen luar negeri, dan dilengkapi dengan
sertifikat non toxic sehingga aman dipakai sebagai
tempat menyajikan makanan.
Kerjasama dengan Disperindag tak hanya dalam
membuat produk gerabah Banyumulek berseni dan
berdaya saing tinggi melalui program pemberdayaan,
pelatihan, dan pendidikan bagi perajin. Kami juga
bekerjasama dalam hal pemasaran, baik untuk
kebutuhan dalam negeri maupun ekspor, ujarnya.
Peran Sektor Pariwisata
Menurut mantan istri Kepala Desa Banyumulek
itu, tingginya jumlah wisatawan yang berkunjung ke
NTB turut berkontribusi dalam mendongkrak kerajinan
tangan asal Banyumulek. Memang, gerabah Lombok
sempat dikira produk dari daerah Bali. Setelah para
turis menyambangi sentra produksinya, barulah
mereka paham bahwa sebenarnya kerajinan gerabah
itu berasal dari Lombok.
Akhirnya mereka langsung pesan kesini. Produk
gerabah dari daerah ini sudah dikirim ke kota-kota
besar di Indonesia seperti Jakarta, Medan, Surabaya,
termasuk ke berbagai wilayah Bali.
Untuk luar negeri, pembeli asal Amerika Serikat,
Spanyol, Jepang, dan Korea yang yang paling sering
meminta dikirimi barang, jelasnya.
Nurul menjelaskan, hasil kerajinan gerabah juga
dipajang di Pasar Seni Banyumulek yang berdiri pada
tahun 1997 dengan dukungan dari Pemerintah dan
Dinas terkait. Di lokasi tersebut pengunjung juga bisa
menyaksikan langsung proses pembuatan gerabah
Lombok sekaligus diperkenankan untuk belajar
membuatnya.
Produk-produk yang terpampang di Pasar Seni
diantaranya wadah buah, teko, asbak, tempat lilin,
hiasan dinding dan berbagai bentuk lainnya. Untuk
harga kisarannya Rp 12 ribu - Rp 300 ribu. Yang paling

diminati pengunjung adalah tempat minum tradisional


yang dipatok seharga Rp 70 ribu sampai Rp 100 ribu per
set, tergantung ukurannya.
Sentra kerajinan gerabah Banyumulek juga
memiliki situs gerabahlombok.com supaya tetap
dapat menjalin hubungan dengan pelanggan dan
calon pembeli dari luar negeri. Di situs tersebut peminat
gerabah bisa berkomunikasi dan melakukan transaksi
lewat internet.

Made in Indonesia

The Pottery
Production Center
in Lombok Island
Banyumulek pottery remains
fascinating. Due to the hard work of
all parties in developing the design
and improving the product quality,
the pottery products of Lombok
Island are fancied by International
art lovers.

he hand of a approximately 30 years old


woman are was busy to shape the clay into
a ball-shaped dough. She then flattens the
dough, moulds it, and dries it up under
the sun. All of activities is done without saying even
a word. She is one of our artisans. She is a deaf,
said The Chairman of the Foundation for Social
Welfare and Womens Empowerment Al Mubarok,
Hajah Nurul Aini, while introducing a potter of
Banyumulek, Kediri Sub District, West Lombok,
West Nusa Tenggara (NTB).

Banyumulek is a center for producing Lombok


pottery. It can not be separated from the help of Nurul,
in which she has actively conducted the training for
women to improve economic standard of living of local
community.
Later, after the pottery has proved to be a proponent
of family economy, the men in that region has also
taken part in pottery business that is quite passionate.
Many men have been already over the profession to
become potters, she added.
Inevitably, part of the front yard of Banyumulek
people mosly is converted to be a workspace to produce
pottery with a variety of shapes, sizes and ethnic motifs
containing the characteristic of local culture.
To persuade a man to be a potter is not an easy
work. In the early 90s, a man was still reluctant to
be a potter because it is considered as womens work.
Being a potter could make him felt embarrased since
he could be assumed as a sissy, said the woman who
owns an art store in Kemang, Jakarta, with smiling.
The struggle for nearly a decade to change this
perspective was finally paid off. With a personal
approach and mentoring, the man is no longer sneer
that job. Perhaps, such a shift in perspective was also
because pottery can significantly support their family
economic.
To maintain the product quality, Nurul continously
reminds the artisans to produce competitive products.
Fortunately, she is not alone. The Trade and Industry
Agency of NTB has often provided supports through
coaching training to approximately 5,000 local
artisans. A team of design experts from abroad has
been so that the designs of pottery design are not
monotonous.
The results have been quite satisfactory. The
Quality of Banyumulek pottery is reliable since it has
quite high quartz sand and kaolin content. In addition,
the pottery products have been able to follow the tastes
of foreign consumers, and equipped with a certificate
of non-toxic so that it is safe to use as a plate for serving
foods.
The cooperation with the Department of Industry
and Trade is not only for producing Banyumulek
pottery products with artful and highly competitive

through the program of empowerment, training and


education for the artisans. We also conduct partnership
in marketing, both for domestic market and export,
she added.
The Role of Tourism Sector
According to the former wife of Banyumulek
Village Head, the high number of tourists visiting the
NTB have contributed to boosting the Banyumulek
handicrafts. Indeed, Banyumulek pottery was ever
thought to be the product of Bali. After the tourists
visiting the production center, then they are convinced
that its really pottery from Lombok.
Thereafter, they make the order directly to
Lombok. The Banyumulek pottery has been delivered
to major cities in Indonesia such as Jakarta, Medan,
Surabaya, including to various regions in Bali Island.
For overseas buyers, the consumers from the United
States, Spain, Japan, and Korea are the most frequent
buyers ordering to be delivered Lombok pottery, she
explained.
She explained, the products are also displayed
at Banyumulek Art Market, which was established
in 1997 with the support from the Government and
related Agencies. At this place visitors can also watch
the process of producing the pottery and are allowed
to try making pottery by themselves.
The products displayd at the Art Market including
plate for fruit, teapots, ashtrays, candle holders, wall
hangings and others. In terms of price, They are sold at
price range from Rp. 12 thousand to Rp 300 thousand.
The most desirable product is traditional drink cans
that cost at Rp 70 thousand to Rp 100 thousand per
set, depending on the size.
Banyumulek pottery centers also has its own
website, named www.gerabahlombok.com to keep
communication with customers and prospective buyers
from abroad. Through this website, the prospective
buyers of pottery can communicate and conduct
transactions via the Internet.

informasi | information
Sentra Produksi Gerabah
Desa Banyumulek, Kec.Kediri. Lombok Barat - NTB.

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

35

Made in Indonesia

Cendera Mata Primitive


dari Tanah Sasak

Wilayah Rungkang Jangkuk menjadi


sentra pengrajin cukli di Lombok,
Nusa Tenggara Barat. Produk
cukli dari daerah tersebut telah
menembus pasar mancanegara.

ombok Primitive. Begitulah para wisatawan,


baik lokal maupun mancanegara menyebut
kerajinan cukli asal Lombok, Nusa Tenggara
Barat. Cukli merupakan kerajinan dengan
desain tradisional yang terbuat dari kayu dan kulit
kerang mutiara. Bentuknya bermacam-macam, dari
furnitur, bingkai foto, cermin, kotak haji, topeng kayu,
hiasan dinding, hingga papan catur.
Pusat kerajinan cukli terletak di wilayah
Rungkang Jangkuk, Kelurahan Sayang-Sayang,
sekitar empat kilometer dari pusat Kota Mataram
menuju ke arah timur. Di sepanjang jalan bertebaran
art shop milik penduduk, salah satunya Rara Art &
Antique Shop, milik Ahmad Fauzi.
Di ruangan berukuran sekitar enam meter kali 10
meter persegi, terdapat berbagai produk kerajinan
khas Lombok tersebut. Soal harga, satu set sofa
lengkap dipatok Rp 7-21 juta, peti kotak kayu dihargai
Rp 900 ribu-1,25 juta, sepasang topeng tradisional
Rp 250 ribu, dan satu set papan catur Rp 1,3 juta.
Satu set meja makan harganya Rp 12,5 juta
sudah termasuk ongkos kirim ke pulau Jawa,
termasuk Jakarta, ujar Rara Febrianti (20), putri
kandung Ahmad Fauzi yang saat itu sedang
menggantikan tugas ayahnya.
Menurutnya, aneka produk kerajinan cukli yang

36

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

terkesan antik dan tradisional memang banyak


disukai konsumen, khususnya para turis luar negeri
seperti Turki, Arab Saudi, Jepang, Korea, dan Spanyol.
Tak ayal, para turis asing itu datang ke gerai dan
membeli kerajinan cukli untuk dibawa pulang ke
negaranya.
Dulu turis asal Australia juga sering datang
kesini. Tapi sekarang sudah tidak ada karena
peraturan tentang produk kayu semakin ketat di
negara mereka. Daripada kena masalah di bandara
gara-gara gelang kayu cukli, kata mereka lebih baik
tidak beli, ujarnya.
Di samping ruang pajang Rara Artshop terdapat
tempat produksi kerajinan cukli berukuran tiga kali
sembilan meter persegi. Ada sekitar empat orang
lelaki bertubuh tegap memahat kayu mahoni
berkualitas tinggi untuk dijadikan furnitur.
Kami punya pengrajin sebanyak 27 orang,
sembilan lelaki dan sisanya perempuan. Kebetulan
para pengrajin perempuan kalau hari Minggu
semuanya libur, ujar Sri Muawanah, adik kandung
dari pemilik yang menemani keponakannya menjaga
gerai.
Bahan baku kayu, menurutnya, melimpah di
daerah Nusa Tenggara Barat. Ada pemasok kayu jati
dan mahoni yang rutin menyediakan kebutuhan para

pengrajin di wilayah tersebut. Namun untuk bahan


baku kerang cukli mesti didatangkan dari luar daerah
seperti Sulawesi atau Flores.
Minimnya pasokan kerang disebabkan makin
banyak orang yang berburu kerang. Harga kerang
cukli utuh bisa mencapai Rp 50 ribu per buah,
ujarnya.
Ditambahkannya, lebih dari 1.000 orang perajin
cukli di Sayang Sayang memiliki tantangan yang
sama yakni kekurangan pasokan kerang cukli. Di saat
pesanan sedang membludak, tantangan ini cukup
mengganggu kelancaran usaha. Pemerintah sudah
turun tangan membantu persoalan ini, imbuhnya.
Rara menambahkan, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kota Mataram telah memberikan
bimbingan kepada perajin terutama dalam hal
kualitas, motif dan manajemen, sehingga produk
kerajinan cukli tetap diminati oleh masyarakat luar
negeri.
Kami semua ini pengrajin secara turun temurun.
Kalau soal desain kadang tidak sesuai dengan
keinginan konsumen luar negeri, makanya Dinas
Perindag memberikan bimbingan kepada para
pengrajin disini, ujarnya.
Di Kota Mataram banyak terdapat sentra
kerajinan yang dilakukan secara turun temurun
seperti sentra kerajinan perak di Kamasan, emas dan
mutiara di Sekarbela sementara sentra kerajinan
tahu dan tempe di Kekalik.
Sentra-sentra kerajinan tersebut banyak
dikunjungi pembeli terutama para wisatawan baik
asing maupun domestik yang datang berbelanja
untuk cendera mata.
berugak (tempat duduk khas Sasak), pintu,
jendela, kontak antik ataupun benda lainnya. Ketika
barang-barang zaman dahulu sulit ditemui di wilayah
Nusa Tenggara Barat, mereka ramai-ramai beralih
usaha menjadi pengrajin cukli.
Ternyata kerajinan cukli tersebut menyedot
perhatian para wisatawan asing yang datang ke
Tanah Sasak. Wisatawan menilai kerajinan cukli ini
memberikan kesan tradisional bagaikan ukiran suku
Aborigin, Australia. Dari situlah julukan Lombok
Primitive melekat pada kerajinan cukli.

Made in Indonesia

The Primitive souvenirs of Sasak


The region of Rungkang Jangkuk has become the center of cukli
artisans in Lombok, West Nusa Tenggara. The Cukli product has
penetrated International market.

ombok Primitive. That is the tourists, both


local and foreign have named Cukli artisans
of Lombok, West Nusa Tenggara. The Cukli
is a craft with a traditional design made of
wood and pearl shells. The kinds of products vary, such
as in the form of furniture, picture frames, mirrors, Hajj
boxes, wooden masks, wall hangings, chess board, and
others.
The Cukli craft center is located in Rungkang
Jangkuk, Sayang-Sayang Village, about four kilometers
from Mataram city center to the east. Lots of art shops
are found along the road, and one of them is Rara Art &
Antique Shop which is owned by Ahmad Fauzi.
At a room with the size of 6 x 10 m2, there are a
variety of craft products typical of Lombok. In terms
of price, a set of complete sofa is priced at about Rp.
7-21 million, a wooden box crate at Rp 900 thousand to
Rp. 1,25 million, a pair of traditional masks at Rp 250
thousand, and a set of chessboard at Rp. 1.3 million.
A set of dining table is priced at Rp. 12.5 million
including delivery cost to Java and also Jakarta, said
Rara Febrianti (20) the daughter of Ahmad Fauzi, who
at that time replacing his father task.
She admitted that she does not know the amount of
sales turnover of her father s business. Eventhough, she
said his father has always delivered cukli craft products to
various regions in Indonesia such as Jakarta, Bandung,
Medan, and Surabaya every week. Event his father has
also supplied the product to overseas markets, such as
Turkey, Saudi Arabian, Korea, and Spain.
According to Rara, various cukli handicrafts
assumed to be antique and traditional are much
preferred by consumers, especially overseas tourists such

as Turkey, Saudi Arabian, Korea, and Spain. Not


surprising, so many foreign tourists have come to the art
shop and bought cukli crafts to be taken home to their
country.
In the past Australian tourists often came here. But
now there is no one to do so since the rules about the
use of timber products are increasingly stringent in their
country. Rather than they get into trouble at the airport
becouse of using cukli wooden bracelet, they said it is
better not to buy, she said.
In addition to display space for the products,
Artshop Rara also owns a space for cukli production
process with the size of 3 x 9 m2. There were four strong
well-built men carving the high quality of mahogany to
make furniture.
We have 27 craftsmen, nine are men and the rest
are women. All women artisans are off on Sunday,
said Sri Muawanah, the aunt of Rara.
The woods raw material, according to her, are
abundant in West Nusa Tenggara. There are suppliers
of teak and mahogany that regularly supply to craftsmen
in that region. But for raw material of cukli shells must
be bought from outside the region such as Flores or
Sulawesi.
The limited supply of shells is caused by more and
more people hunting scallops. The price of complete
cukli shells could reach Rp 50 thousand per piece, she
said.
She also explained that more 1.000 cukli artisans
in Sayang Sayang have faced the same challenges that
is the shortage supply of cukli shells. When the order is
booming, this challenge could interfere the smoothness
of the business. The government has intervened to help
overcoming this problem, she added.

She added, the Industry and Trade Agency of the


City of Mataram has provided assistance to the artisans,
especially in terms of quality, design and management
so that the products remain to be favored by foreign
customers.
We are all hereditarily artisans. In terms of design
sometimes it is not in line with the needs of foreign
consumers, so the Industry and Trade Agency has
provided assistance to the craftsmen here, she said.
In Mataram city there are hereditarily craft centers
such as silver craft center in Kamasan, gold and pearls
craft center in Sekarbela, and tofu and tempeh craft
center in Kekalik.
Those craft centers are visited by many shoppers,
especially tourists both foreign and domestic who come
to shop for souvenirs.
The residents Rungkang Jangkuk originally were
formerly antiques goods traders such as kris, jars, ceramic,
berugak (typical Sasak seats, door, window, antique
boxes and others. Due to the more and more dificulty to
find in antique goods in West Nusa Tenggara, the crowd
have rushed to over the profession to be cukli artisans.
Evidently cukli craft has attracted foreign tourists
attention coming to Sasak. The tourists have argued
that cukli craft has given a traditional impression as
Aboriginal carvings, in Australia. From that reason, the
predicate of Lombok Primitive has sticked to the cukli
craft.

informasi | information
Pusat Kerajinan Cukli
Rungkang Jangkuk, Kel.Sayang-Sayang. Mataram Lombok NTB.

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

37

Made in Indonesia

Quick

TRAKTOR TANGAN

LAHIR DARI BENGKEL KECIL DI YOGYKARTA

Karya besar seseorang dalam menciptakan suatu produk tidak


selamanya lahir dari laboratorium atau bengkel besar yang sarat
dengan peralatan berteknologi canggih.

etapi, karya besar itu sendiri bisa saja lahir


dari bengkel kecil sekalipun yang tergolong
sederhana dan dengan menggunakan peralatan
yang sederhana pula.
Adalah traktor tangan Quick yang saat ini
sudah begitu dikenal dan dimanfaatkan banyak petani
di Indonesia ternyata lahir dari sebuah bengkel kecil di
wilayah Yogyakarta. Berkat kepiawaiannya, Kirjo Hadi
Suseno, seorang pria Tionghoa, sejak tahun 1950-an
hingga tahun 1970-an, berhasil meletakkan sekaligus
memajukan industri alat-alat pertanian di Indonesia.

38

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

Karena kemahirannya dalam membuat alat mekanisasi


pertanian, Kirjo Hadi Suseno, dikenal sebagai pelopor
mekanisasi pertanian di Indonesia melalui usaha yang
dikembangkannya sejak 1953, CV Karya Hidup Sentosa.
Bahkan, ia disebut-sebut sebagai seorang yang pertama
kali membuat traktor tangan di tanah air. Berkat
jasa-jasanya yang begitu besar di bidang mekanisasi
pertanian, Kirjo Hadi Suseno berhasil memperoleh
penghargaan pemerintah Satya Lencana Pembangunan
pada tahun 1976.
Kecintaan yang sangat besar kepada kaum petani di

Indonesia, dibuktikannya dengan menghasilkan alat-alat


pertanian yang banyak dibutuhkan petani di pedesaan.
Waktu itu, Cv Karya Hidup Sentosa yang didirikannya
pada tahun 1953, khusus melayani pesanan membuat
alat-alat pertanian. Mulai dari pompa air, penggilingan
padi sampai penggilingan kopi.
Kondisi pasar seperti itu, mendorong Cv Karya
Hidup Sentosa melakukan pembenahan diberbagai
bidang. Dari sisi produk misalnya, untuk mendukung
peningkatan kualitas produk, pembenahan fasilitas
produksi mendapat perhatian yang cukup besar dari
pimpinan Cv Karya Hidup Sentosa. Bukan hanya itu,
dalam upaya peningkatan fasilitas produk, gudang,
pola produksi hingga finishing terus diperbaiki. Tidak
ketinggalan pula penambahan kapasitas produksi agar
bisa memenuhi kebutuhan pasar.
Menurut penuturan Hendro Wijayanto, Presiden
Direktur Cv Karya Hidup Sentosa yang juga putra
almarhum Kirjo Hadi Suseno, pembenahan secara
menyeluruh tidak saja pada aspek produk tetapi
juga aspek pemasaran, akuntansi dan HRD. KHS
memproduksi dan menawarkan produknya ke pasar
tanpa menunggu pesanan terlebih dahulu. Terkait
kebijakan itulah, KHS pun berpromosi langsung kepada
para petani lewat demo di depan petani di sawah, ujar
Hendro Wijayanto kepada reporter majalah KINA ketika
berbincang-bincang di ruang kerjanya, Jalan Magelang
Nomor 144 Yogyakarta, belum lama ini.
Berbicara soal kemungkinan banyaknya pesaing
asal luar negeri terkait penerapan Pasar Tunggal Asean
pada tahun 2015, Hendro mengaku siap bersaing dengan
produk sejenis asal impor seperti China dan Thailand.
Kesiapan untuk menghadapi persaingan yang semakin
tajam di pasar tunggal Asean 2015, antara lain ditandai
lewat penerapan Integrated 4P Strategy and Know
Your Custiomer. Caranya, tambah Hendro Wijayanto,
KHS selalu integrated antara product, price, place dan
promotion. Sementara itu, dari sisi product, KHS terus
memperkuat diri dengan cara meningkatkankualitas
produk dan fasilitas produksi yang lebih moderen. Salah
satu buktinya adalah, KHS berhasil mengexport exhaust
manifold untuk mesin diesel Kubota ke Jepang.
Strategi yang diterapkan dalam meningkatkan
persaingan ditujukan agar KHS mampu memproduksi
barang dengan kualitas prima dan cocok dengan
petani Indonesia. Kami sadar, para pesaing traktor
tangan merupakan perusahaan multinasional sehingga
menuntut Cv Karya Hidup Sentosa harus selalu
mengembangkan daya saing, ujar Hendro Wijayanto
kepada reporter majalah KINA. Peningkatan daya saing
dari sisi harga, tambah Hendro Wijayanto, ditandai oleh
penjualan traktor tangan dengan harga yang terjangkau
petani dan dengan kualitas produk yang terjamin.
Berkat upaya perkuatan tesebut, produk KHS terus
menyebar ke berbagai daerah di Indonesia,dengan
didukung lebih kurang 450 distributorseperti Jawa
Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan,yang mensupport
pelayan purna jual produk KHS. Bahkan, produk KHS
sudah memasuki pasar ekspor ke beberapa negara
seperti Amerika Selatan, Jepang dan negara-negara di
benua Afrika.
Pemasaran di dalam negeri yang kian meluas
memang
sangat
memungkinkan,
mengingat
kualitas produk yang prima dan dengan harga yang
terjangkau petani yang dihasilkan Cv Karya Hidup
Sentosa. Kesemuanya itu terwujud antara lain karena
pemanfaatan mesin/peralatan yang tergolong moderen

Made in Indonesia
yang mampu berproduksi dalam jumlah besar, ungkap
Hendro Wijayanto. Ia menambahkan, dewasa ini Cv
Karya Hidup Sentosa memiliki kapasitas produksi
terpasang mencapai 82.000 unit per tahun.
Melihat potensi pasar di dalam negeri yang semakin
besar dimasa depan, dan persaingan produk sejenis
asal impor, khususnya Thailand dan China, Cv Karya
Hidup Sentosa sudah merancang perluasan usaha di
tahun 2014. Di atas tanah seluas 35 hektar di daerah
Kulonprogo, Yogyakarta, saat ini tengah dibangun
fasilitas pebrik untuk memproduksi tidak hanya traktor
tangan, tetapi juga produk lainnya seperti komponen
otomotif.

Quick Hand
Tractor Born From
A Small Workshop
In Yogyakarta
The great work of one in creating a
product is not always born from a
large laboratory or workshop with
fully high-tech equipment.

t could be, however, born even from a simple


small workshop with relatively simple
equipment as well.
Hand tractor with Quick brand which
has now already been well known and used by
so many farmers in Indonesia was initially born
from a small workshop in Yogyakarta. Due to
his expertise, Kirjo Hadi Suseno, a Chinese man,
within the 1950s to the 1970s, had successfully

pioneered and developed the agricultural


equipment industry in Indonesia. Because of his
expertise in making agriculture mechanization
tools, Kirjo Suseno Hadi, known as a pioneer of
agricultural mechanization in Indonesia through
the business developed since 1953, CvKarya
Hidup Sentosa.In fact, he was recoqnized as the
one who first made a hand tractor in the country.
Due to his great contribution in agricultural
mechanization, Kirjo Hadi Suseno was given
Government Award Medal for Development,
Satya Lencana Pembangunan in 1976.
His enormous love to the farmers in Indonesia
was demonstrated by making farming tools
needed by farmers in the countryside. At that
time, Cv Karya Hidup Sentosa, founded in 1953,
was specifically designated to fulfill the order of
agricultural tools. Starting from producing the
water pump, then he made rice mill and then to
coffe mill.
Such market conditionspushing Cv Karya
Hidup Sentosa to reform in various fields. In
terms of products, for example, to support the
improvement of product quality, improvement
of production facilities has received considerable
attention from the top management of Cv Karya
Hidup Sentosa. Not only that matter, in order
to improve production facility, warehouse,
production process and finishing havecontinued
to be improved. Not to forget is to increase
production capacity in order to meet market needs.
According to Hendro Vitello, the President of
Cv Karya Hidup Sentosa that is also the son of the
late of Kirjo Suseno Hadi, the overall improvement
is not only in the aspect of the product but also
aspects of marketing, accounting and HR. KHS
manufactures and sellsthe products to market

without waiting for orders in advance. Related to


that policy, KHS promotes its products directly to
farmers through demos in front of the farmers in
the fields, said Vitello Hendro, KINA magazine
reporter when interviewing in his office, No. 144
Jalan Magelang, Yogyakarta, recently.
Talking about the possibilities of number of
competitors from foreign countries related to the
implementation of the Asean Single Market in
2015, Hendro admitted to be ready to compete
with similar products imported, such as from
China and Thailand. The readiness to cope the
increasingly intense competition in the Asean
single market in 2015, among others, is marked by
the implementation of Integrated 4P Strategy and
Know Your Customers. The means, added Hendro
Vitello, KHS has always integrated among the
product, price, place and promotion. Meanwhile,
in terms of products, KHS continues to strengthen
itself by improving the quality of products and
modernizing the production facilities.One evident
is that KHS has exported exhaust manifolds for
Kubota diesel engines to the Japanese.
The strategy implementation to increase the
competitiveness is designed that KHS will be able
to produce excellent quality of products and fit with
the characteristic of Indonesian farmers. We fully
understand the competitors of hand tractorsare
multinational companiesso that Cv KHS should
contiously develop its competitiveness, said
him to Kina magazine reporter. The increase of
competitiveness in terms of price, added him is
marked by affordable sale prices according to
farmers with high product quality.
Due to strengthening efforts, KHS products
has continued to expand to various regions in
Indonesia, with the support of approximately
450 distributors such as in East Java, West Java,
South Sulawesi, that serve after-sales services of
KHS products.Even, KHS products have entered
the export market to some countries such as South
America, Japan and other countries in African
continent.
Expanding domestic market is highly
possible, considering the excellent products
quality at an affordable price by the farmers.
It happened, partly because KHS has utilized
modern machineries/equipments to produce
large quantities of products, said him. He added
that currently KHS has an installed production
capacity reaching 82,000 units per year.
By considering the domestic market potential
will be bigger in the future, and the competition
toward similar imported products, particularly
from Thailand and China, KHS has designed the
expansion of the business in 2014. On the land
area of 35 hectares in Kulon Progo, Yogyakarta,
the factory designed to produce not only
hand tractors, but also other products such as
automotive components is being built.

informasi | information
CV. Karya Hidup Sentosa
Jl. Magelang Yogyakarta 55241
Telp.0274-512095
Fax.0274-563523

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

39

Made in Indonesia

Viar

Sepeda Motor dan


Kendaraan Roda Tiga

Seperti dialami produk sepeda motor buatan China dan Korea, produk
sepeda motor nasional merek asli Indonesia umumnya tidak mampu
bersaing dengan produk sepeda motor Jepang.

roduk-produk sepeda motor nasional itu


hingga saat ini belum mampu banyak
berkiprah di pasar lokal yang didominasi
produk sepeda motor merek Jepang. Namun
demikian masih ada perusahaan sepeda motor lokal
yang mampu bertahan di pasar dengan menciptakan
terobosan produk yang memang dibutuhkan pasar.
Perusahaan sepeda motor itu bernama PT
Triangle Motorindo, sebuah perusahaan produsen
sepeda motor merek VIAR yang berbasis di Semarang,
Jawa Tengah. Perusahaan ini didirikan pada tahun
2000 oleh tiga serangkai pengusaha, yaitu Joni,
Sutjipto Atmojo, dan Husni Wijaya.
Heru Sugiantoro, R&D manager PT Triangle
Motorindo mengatakan perusahaan kini memiliki
dua line perakitan (assembling) sepeda motor dan
dua line perakitan mesin dengan total kapasitas
produksi 30.000 unit sepeda motor per bulan. Kendati
demikian mengingat kondisi pasar sepeda motor kini
sedang lesu, maka rata-rata produksi sepeda motor
VIAR dewasa ini hanya mencapai 3.000 unit per bulan
untuk semua tipe. Selain memproduksi sepeda motor,
perusahaan juga kini memproduksi kendaraan roda
tiga merek VIAR tipe Karya yang dimodifikasi untuk
menjawab kebutuhan dunia usaha dengan produksi
rata-rata 3.000 unit per bulan.
Untuk memenuhi kebutuhan komponen sepeda
motor, PT Triangle Motorindo hingga saat ini masih
mengimpor 40% komponen sepeda motornya dalam

40

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

bentuk terurai (CKD) dari China, sedangkan sisanya


60% sudah bisa dipasok dari dalam negeri.
Untuk produksi kendaraan tiga roda VIAR Karya,
perusahaan masih mengimpor 60% komponen dari
China, sedangkan 40% lainnya sudah bisa dipasok
sejumlah vendor dari dalam negeri. Produk sepeda
motor tiga roda sudah diproduksi sejak tahun 2009.
Awalnya hanya diproduksi 200 unit per bulan, namun
mengingat permintaannya terus meningkat produksi
terus dinaikkan hingga mencapai 3.000 unit per
bulan. Hingga saat ini PT Triangle Motorindo sudah
berhasil menjual lebih dari 70.000 unit kendaraan
tiga roda Viar.
Khusus untuk mesin, beberapa komponen
yang masih harus diimpor dari China diantaranya
connecting rod, camp shaft, dan crump case.
Sementara itu, beberapa komponen sepeda motor
yang masih diimpor diantaranya gardan, sasis, tangki
dll. Sedangkan beberapa komponen yang sudah
dipasok dari dalam negeri diantaranya accu, ban,
gasket, oil seal, chain tensioner, wearharness, kanvas
kopeling, komponen kopeling, spool, manipol, engine
mounting, knalpot, sasis dll.
Untuk sasis kendaraan tiga roda Viar, perusahaan
selalu menyiapkan iron stock sasis impor dari
China sebanyak 4.000 unit setiap bulannya untuk
kebutuhan produksi 4.000 unit kendaraan tiga
roda Viar. Hal ini dimaksudkan agar apabila terjadi
peningkatan permintaan secara mendadak,

perusahaan dapat segera melayaninya. Sebab, kalau


harus mendadak impor sasis, tidak akan terkejar
mengingat kegiatan impor membutuhkan waktu
setidaknya 35 hari.
Perusahaan masih menghadapi beberapa
kendala dalam pengembangan industri sepeda
motor nasional, khususnya akibat kebijakan tarif
Bea Masuk (BM) pemerintah yang sampai kini belum
harmonis. Sebagaimana diketahui sekitar 70% bahan
baku untuk produksi sepeda motor adalah besi dan
aluminium. Namun sayangnya kegiatan produksi
komponen sepeda motor yang terbuat dari besi
dan aluminium di dalam negeri hingga kini masih
belum bisa kompetitif karena kebijakan tarif yang
tidak harmonis itu. Sebab, impor bahan baku logam
berupa besi dan aluminium seperti besi pipa, besi
lembaran dan lain-lain terkena tarif BM sebesar 40%,
sedangkan impor komponen sepeda motor dari besi
dan aluminium terkena tarif BM hanya 5%.
Kebijakan tarif BM logam dan komponen dari
logam yang tidak harmonis ini mengakibatkan
industri komponen sepeda motor di dalam negeri
menjadi tidak kompetitif sehingga industri perakitan
sepeda motor nasional lebih ekonomis menggunakan
komponen impor ketimbang mempergunakan
komponen buatan dalam negeri karena harganya
menjadi lebih mahal.
Pemasaran sepeda motor roda dua dan roda tiga
Viar dilakukan ke seluruh Indonesia dan PT Tiangle
Motorindo kini sudah memiliki 647 dealer resmi di
seluruh provinsi di tanah air kecuali di Papua yang
sampai saat ini belum ada dealer resmi. Ke-647 dealer
resmi itu menjalankan tiga fungsi utama yaitu sales,
service dan sparepart.
Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam industry
sepeda motor Viar mencapai sekitar 2.600 orang atau
lebih yang terdiri dari 620 orang karyawan langsung
yang ada di PT Traiangle Motorindo dan sekitar 2000
orang karyawan dealer resmi. Belu lagi karyawan
tidak langsung yang bekerja di perusahaan vendor
lokal pemasok komponen Viar yang kini jumlahnya
mencapai sekitar 20 perusahaan.
Kini PT Triangle Motorindo memproduksi 14 tipe
kendaraan sepeda motor Viar, yaitu tiga tipe sepeda
motor bebek 100 cc, tiga tipe sepeda motor matic 125
dan 200 cc, dua tipe sepeda motor sport 150 dan 200
cc, dua tipe sepeda motor trail 150 cc dan empat tipe
kendaraan tiga roda Karya 150 dan 200 cc.
Perusahaan memberikan garansi untuk mesin
kendaraan tiga roda Karya selema 1 tahun atau untuk
jarak pemakaian 10.000 km, sedangkan untuk seluruh
tipe sepeda motor garansi mesinnya selama 3 tahun
(bebas km).

Made in Indonesia

The Motorcycles and Three-Wheel


Vehicles of Viar
As experienced by motorcycle products made in China and Korea, the
domestic product of motorcycles with Indonesian brand at large do not able
to compete with the Japanese brand motorcycle products.

o date the domestic product of motorcycles


have not been able to take part in local market
amongst the domination of Japanese brand
motorcycle products. However there are still
few local motorcycle companies that remain to survive
in the market by producing breakthrough products that
are really needed by market.
One of them is PT. Triangle Motorindo, a
motorcycle manufacturer with VIAR brand based in
Semarang, Central Java. The company was established
in the year 2000 by entrepreneur triad, namely Joni,
Sutjipto Atmojo, and Husni Wijaya.
Heru Sugiantoro, R & D manager of PT Triangle
Motorindo explained that the company now has twomotorcycle assembly lines and two engine assembly
lines with total production capacity of 30,000 units of
motorcycles per month. However due to the sluggish
condition of motorcycle market, the average of
production has decreased and accounted only 3,000
units per month for all type. In addition to producing
motorcycles, the company also produces VIAR brand
product of three-wheel motorcycle with Karya type,
which is designed to meet the need of the business
with an average production of 3,000 units per month.
To meet the requirement of motorcycle components,
about 40% of components have still to be imported in
the form of decomposes (CKD) from China, while the
remaining 60% can be supplied domestically.
For the production of VIAR three-wheel vehicles of

Karya type, the company has to import about 60% of


components from China, while the remaining 40% can
be supplied form a number of local vendors. The threewheel motorcycle products have been manufactured
since 2009. At first, only about 200 units per month
were produced, but given the demand has continously
increased then the production capacity has continued to
be increased up to 3,000 units per month. Until now PT.
Triangle Motorindo has already sold more than 70,000
units of VIAR three-wheel motorcycle.
In terms of engines, some spareparts are still to
be imported from China such as connecting rods,
camp shaft, and crump case. While, some motorcycle
components are still to be imported, such as axle, chassis,
tanks etc.. Meanwhile some components that can be
supplied from local sources are batteries, tires, gaskets,
oil seals, chain tensioner, wearharness, canvas clutch,
clutch parts, spool, manifol, engine mounting, exhaust,
chassis etc.
For the three- wheel chassis, the company always
keeps a stock of about 4,000 units per month which are
imported from China for the production of 4,000 units
of three-wheel vehicles. This is to anticipate the sudden
increase in demand in order the company does not face
any problem to meet the demand, since normally it takes
at least 35 days to undertake import activity.
The company still faces several obstacles in the
development of national motorcycle industry, especially
due to government policy on import duty tariff (BM)

that has not been harmonious yet. As we have already


known that about 70 % of raw materials for producing
motorcycles are iron and aluminum. Unfortunately, the
production activity of motorcycle components made
of iron and aluminum in local market has not been
competitive due to tariff policy that are not harmonious.
In this case, the import of metal raw material in the
form of iron and aluminum such as iron pipes, iron
sheets and others are subject to import duty of 40%,
while the imports of motorcycle compenents made of
iron and aluminum are subject to only 5 % import duty.
This policy disharmony regarding to the import
duty tariff on metal raw material and components
made of metal has resulted motorcycle components
industry in home country is not competitive so that
national motorcycle assembly industry becomes more
economical when using imported components rather
than using domestic-made components that are more
expensive.
The VIAR two-wheel and three-wheel motorcycles
have been marketed to all parts of Indonesia and
PT. Tiangle Motorindo now has have 647 authorized
dealers throughout the country except in the province of
Papua. These 647 authorized dealers undertake three
main functions, that are sales, service and spare parts.
The number of workers employed in VIAR
motorcycle industry are about 2,600 workers consisting
of 620 workers belong to PT. Traiangle Motorindo
and approximately 2000 workers belong to authorized
dealers. Not to mention, those of indirect workers
working in Viar local vendors or suppliers which now
amounts to about 20 companies.
Now PT. Triangle Motorindo produces 14 types
of Viar motorcycles, ie three types of bebek motorcycle
100 cc, three types of matic motorcycle 125 and 200
cc, two types of sport motorcycle 150 and 200 cc, two
types of trail motorcycle 150 cc and four type of Karya
three- wheel motorcycle 150 and 200 cc.
The Company provides guarantees to Karya threewheel motorcycle engines for a year period or 10,000
miles for distance use, whereas for all other types of
motorcycle engine it provides guarantee for 3 years (at
free miles).

informasi | information
PT.Triangle Motorindo
Jl. Danau Agung Selatan, Blok O III No. 38, Sunter Jaya,
Jakarta Utara 14350
Telp. 021-6583 2202 (Hunting), 65302078 (Hunting)
Fax. : (021) 6583 2157
Email : marketing@viarmotor.com

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

41

Made in Indonesia

Barokah Knalpot
Pemasok Knalpot Motor dan Mobil
The Exhaust Supplier for Motorcycle and Car
Laju pertumbuhan produksi kendaraan bermotor di dalam negeri
setiap tahun begitu pesat. Kondisi ini tentunya memerlukan
dukungan berupa ketersediaan spare part, seperti knalpot.

alah satu produsen knalpot yang memberikan


kontribusi cukup besar bagi pemenuhan
kebutuhan knalpot
di dalam negeri
adalah Barokah Knalpot. Industri kecil dan
menengah (IKM) yang berlokasi di Purbalingga, Jawa
Tengah ini secara rutin memasok knalpot motor dan
mobil ke berbagai daerah di Indonesia.
Menurut Rifangi, pemilik UD Barokah Knalpot,
kegiatan produksi knalpot motor dan mobil sudah
dirintisnya sejak tahun 1990 melalui usaha penyediaan
bahan baku knalpot dan baru pada tahun 2000
kegiatan produksi knalpot motor dan mobil dijalankan
dengan serius.
Kegiatan produksi dirintisnya dari bawah, yakni
dari mulai memproduksi knalpot dalam jumlah
puluhan unit per bulan hingga kini produksinya
mencapai ribuan unit knalpot setiap bulannya.
Rifangi mengatakan, saat ini dalam sebulan
pihaknya mampu memproduksi knalpot sebanyak
7.000 unit dan hampir sebagian besar dikirim ke luar
kota. Dalam satu bulan Barokah Knalpot mampu
secara rutin mengirim ke Surabaya sekitar 4.000 ribu
knalpot. Sedang sekitar 3.000 knalpot lain untuk
memenuhi pasaran Jakarta, Yogyakarta dan Solo.
Dari produksi rata-rata 7.000 knalpot itu,
sebanyak 2.000 buah diantara berupa knalpot
berbahan baku stainless. Kiriman rutin dan terbesar
kami ke Surabaya. Setiap dua minggu sekali kami harus
mengirim 2.000 knalpot berbagai macam baik mobil

42

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

maupun motor, jelas Ripangi.


Adapun knalpot yang dikirim ke daerah-daerah
itu dilabel dengan sejumlah merek yang disesuaikan
dengan permintaan pemesan atau konsumen.
Dalam menjalankan kegiatan produksinya,
Rifangi mengaku tidak mengalami kesulitan dalam
mendapatkan bahan bahan baku berupa plat stainless
dan drum galvanis. Hal ini dikarenakan Barokah
Knalpot telah memiliki jaringan bisnis yang luas
dengan pihak pemasok bahan baku yang seluruhnya
berasal dari dalam negeri.
Untuk bahan baku berupa drum bekas dan drum
galvanis didatangkan dari Jakarta dan Semarang.
Sedang untuk bahan baku stainles steel didatangkan
dari Surabaya. Harga satu drum bekas galvanis Rp
150 ribu, sedang drum biasa hanya Rp 70 ribu per
buah. Sementara harga plat stainles Rp 26.500 per
kilogramnya. Bahan baku ada yang memasok sendiri.
Jadi kami tinggal mengolah saja disini, katanya.
Kegiatan produksi knalpot dilakukan dengan
menggunakan tenaga manusia dan mesin. Selain
itu, Barokah Knalpot juga mendapatkan bantuan
teknologi dari Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang ada
di Purbalingga.
Keberadaan UPT sangat membantu kami karena
lembaga itu memberikan bantuan teknologi dalam
pembuatan knalpot, seperti bagaimana memproduksi
knalpot yang sesuai standar nasional, papar Rifangi.
Dalam memproduksi knalpot motor dan mobil,

Barokah Knalpot menerapkan sistem kerja dan


pengawasan yang ketat terhadap produk yang akan
dilempar ke pasar. Hal ini diperlukan guna menjamin
kualitas knalpot yang diproduksinya.
Dengan sistem kerja yang tertata baik, produk
knalpot yang diproduksi Barokah Knalpot jarang
mendapatkan keluhan dari konsumen. Dari ribuan
knalpot yang kami produksi, paling hanya satu atau
dua knalpot saja yang bermasalah, ucap Rifangi.
Bahkan dia menjamin kualitas produknya tidak
kalah dengan produk knalpot yang dibuat oleh industri
besar atau asing. Kami mampu memberikan jaminan
kalau knalpot yang kami produksi mampu berfungsi
dengan baik selama 10 tahun, ujarnya.

Made in Indonesia

ne
of
exhaust
manufacturer
significantly contributing to serve the
needs of domestic exhaust is Barokah.
This company categorized as Small
and medium industry (SME) located in Purbalingga,
Central Java regularly supplies exhaust for motorcycle
and car to various regions in Indonesia.
According Rifangi, the owner of UD Barokah
Exhaust, the production activity of motorcycle and
car exhaust has been pioneered since 1990, starting
as supplier of exhaust raw materials; and in 2000 the
production of exhaust was started to be carried out
seriously.
The production activities was started from zero,

ie from producing exhaust only in tens of units per


month until reaching thousands of units per month.
According to Rifangi, currently in a month he has been
able to produce about 7,000 units of exhaust and most
of them are sent out of town. In a month Barokah
Exhaust delivers approximately 4,000 thousand units
of exhaust to Surabaya regularly. The remaining
3,000 units are marketed to meet the demand of
exhaust in Jakarta, Yogyakarta and Solo.
Of the amout of 7,000 units, about 2,000 units
are made from stainless steel material. Our regular
biggest market is Surabaya. Every two weeks we have
to deliver 2,000 units of exhaust with various models
for both cars and motorcycles, said Ripangi.

The exhausts delivered to regions are labeled


with a number of brands following to the request of
customers.
In the course of production process, Rifangi
admitted that there is no difficulty in obtaining the
raw materials such as steel plate and galvanized
drums. This is due to the fact that Barokah Exhaust
has already had an extensive business network with the
suppliers of raw materials and all of them are locally.
For raw materials such as galvanized drums
and used drums, they are brought from Jakarta and
Semarang. As for stainless steel raw materials, it is
shipped from Surabaya. The price of a used galvanized
drum is about Rp 150 thousand, while for a regular
drums is only Rp 70 thousand. Meanwhile the price
of stainless plate is about of Rp 26,500 per kilogram.

The rate of growth in motor


vehicle production in the
country each year is so rapidly.
This condition requires support
of spare parts availability, such
as exhausts.
They supply the raw materials to us by themselves,
so we just process in our whorkshop, he said.
The production process is carried out by the
combination of machines and manual. In addition,
we also get the technology assistance from the Unit of
Technical Services UPT) operating in Purbalingga.
The existence of UPT has been very beneficial
since it has given technological assistance in exhaust
manufacturing process, such as how to produce exhaust
in accordance with national standards, said Rifangi.
In producing motorcycle and automobile exhaust,
Barokah Exhaust has implemented strict working
system and control over the products that are ready
to market. It is necessary to ensure the quality of the
exhaust being produced.
With a well-organized of work system, the products
of Barokah Exhaust are rarely to get complaints from
consumers. Of the thousands of exhausts we already
produced, only one or two of exhausts are problematic,
said Rifangi.
Even, he guarantees that the product quality of
Barokah Exhaust is not inferior compared to those
produced by large companies or imported products.
We give assurance that our exhaust will be able to
well function for 10 years, he explained.

informasi | information
Barokah Knalpot
Kembaran Kulon RT 04/01, Purbalingga, Jawa Tengah
Telepon: 0281 893308

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

43

Made in Indonesia

Kuroma Engineering

Upayakan Jaga Keseimbangan Produksi Dan Potensi Sdm


Maintains The Balance of Production and The Potential of Human Resources
Sebagai perusahaan Indonesia, yang menerapkan teknologi produksi
mesin industri, khususnya untuk pengemasan botol, pouch (kemasan
plastic isi ulang berdiri), kemasan kantong, dan saset, salah satu tantangan
yang dihadapi Kuroma Engineering, adalah bagaimana menyesuaikan
kemampuan produksi diseimbangkan dengan kemampuan sumber daya
manusia pekerjanya, mengingat sifat industrinya yang terus dikembangkan
mengikuti tuntutan teknologi dari para perusahaan pemakainya (end user).

al tersebut diungkapkan oleh Direktur


Kuroma Engineering, Fatkurokhman di
pabriknya, Sidoarjo, Jawa Timur.Selama ini
kebanyakan para mitra atau perusahaan
yang menjadi pembeli produk mereka, utamanya
adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri
makanan dan minuman dan mencapai 60% dari
seluruh pangsa pasar. Selain itu pembeli mesinmesinnya adalah perusahaan konsumen yang
bergerak di bidang industri kimia dan minyak natural
(alami) dan mencapai 25%, sisanya 15% adalah
perusahaan yang terutama bergerak di bidang industri
farmasi dan kosmetika. Untuk pengerjaan permintaan
mulai dari konstruksi dan perencanaan sampai mesin
tersebut siap digunakan, dibutuhkan waktu antara 6
bulan s/d 1 tahun.
Menurut Fatkurokhman, perusahaan menggarap
jasa perekayasaan (engineering) mesin mulai dari
desain inovasi, teknik manufaktur dan perakitan
mesin, sampai mesin tersebut siap digunakan dan
jaminan (layanan) purna jualnya. Jenis produk mesin
yang dihasilkan, bisa saja jenis mesin tunggal, jenis line
produksi lengkap, sampai jenis mesin lengkap untuk
satu pabrik pengolahan produksi termasuk juga unit
produksi, pengemasan, sampai pengolahan limbah.
Pada unit mesin pengisian produksi, dapat mengisi
benda cair termasuk jenis produksi air minum, minyak,
sirup, kecap, saus, produk kimia, serta obat-obatan.
Demikian juga produk bubuk seperti talk, gula pasir,
pupuk, dan granula. Jenis pengerjaan mesin yang
termudah adalah untuk pembuatan unit mesin satuan
seperti untuk pengisi botol, pembuatan label, atau

44

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

produksi tutup botol. Sedang produksi yang tersulit


adalah dalam pengerjaan mesin rekayasan baru untuk
proses penangananan produksi (handling process).
Saat ini jenis mesin yang paling diminati konsumen
adalah adalah untuk proses akhir (pengemasan).
40% Bahan Baku Mesin Dipenuhi dari Dalam
Negeri (Lokal)
Perusahaan yang setiap tahunnya mampu
memproduksi antara 70 sd 200 unit mesin (bergantung
jenis mesinnya) ini, mengandalkan aneka bahan baku
produksi mesin, mulai dari stainless steel, nilon, carbon
steel, aluminium, dan Teflon. Dapat dikatakan sekitar
40% bahan baku mulai besi, termasuk besi siku dan
sebagian jenis pipa dapat dipenuhi dari dalam negeri.
Untuk memenuhi standard produk pangan yang aman
(food grade), ada juga jenis baja tertentu yang musti
diimpor, termasuk motor, valve, gear box, dan dinamo,
serta sistem kontrol yang belum ada di Indonesia. Ada
juga tuntutan lisensi mesin yang harus dipenuhi dari
negara tetangga Malaysia, bahkan dari RRT.
Memenuhi tuntutan presisi dan persyaratan
standard perusahaan mitra yang kebanyakan
perusahaan multinasional, maka alih teknologinya
disesuaikan permintaan mereka. Ada yang
teknologinya mengacu pada standard Jerman, ada
juga teknologi Taiwan, RRT, bahkan Jepang. Salah
satu mitra kami juga misalnya, perusahaan terintegrasi
dalam hal pengisian dan pengemasan botol yang
dikenal di Jerman dengan nama Krones AG.
Sesuaipermintaan,mulaidaridesain,sampaimesin
tersebut siap digunakan dalam proses produksinya,

maka perusahaan juga mengadopsi produksi mesin


yang dihasilkannya pada standard Jepang (Japan
Industrial Standard), Internasional Standard
Organization (ISO), dan juga DIN (Deutsches Institut
fur Normung). Pada intinya perusahaan senantiasa
menyesuaikan diri dengan kemampuan yang ingin
dicapai pada level (tingkatan tertentu), sehingga SDM
kami mampu mengembangkan sistem pembelajaran.
Upaya ini pada akhirnya mampu meningkatkan
loyalitas karyawan terhadap perusahaan.
Adapun harga mesin yang kami jual juga
tergantung jenisnya, dan bervariasi mulai dari Rp 1 juta
s.d Rp 4 miliar. Jenis mesin yang harganya Rp 1 juta per
unit tersebut, adalah untuk jenis mesin satuan yakni
jenis produksi mesin tutup botol saja, atau jenis mesin
untuk pengisi saja, atau juga mesin untuk melabelisasi
kemasan. Sementara yang harga satu paket mesin
berkisar antar Rp 1 miliar sd Rp 4 miliar, biasanya
dikenakan pada jenis lengkap (full line), dari mulai
awal produksi, sampai mesin untuk kemasan dan juga
label, ucap Fatkurokhman.
Saat ini perusahaan yang mempekerjakan sekitar
80 karyawan ini, tengah merencanakan penambahan
investasi yang akan dilakukan antara tahun 2017
2020, bagi pengembangan fabrikasi di sekitar daerah
Sidoarjo. Diperkirakan lahan yang diperlukan hanya
1 ha, dengan pertimbangan lahan tersebut sudah
mampu mencakup seluruh aktivitas yang diperlukan.

Made in Indonesia
As an Indonesian company applying the production technology of industrial
machineries, particularly for bottle packaging, pouch (plastic packaging
of standing refill), packing bags and sachets, one of the challenges faced
by Kuroma Engineering, is how to adjust the production capability to be
balanced with the capability of human resources involved, given the nature
of the industry that is continously developed to follow the demand of
technology coming from end users

t was revealed by the Director of Kuroma


Engineering, Fatkurokhman in his factory ,
Sidoarjo , East Java.
So far, the partners or the consumers are
mostly companies engaging in the food and beverage
industry that reaches 60 % of the market share. In
addition, other buyers are those from chemical
industry and natural oils reaching 25 %, and the
remaining 15 % are companies mainly engaging
in pharmaceutical and cosmetics industries. To
accomplish the order starting from construction and
planning until the machine is ready for operation, it
takes between 6 months to 1 year.
According to Fatkurokhman, the company
carries out engineering services of machines ranging
from innovation design, manufacturing techniques
and machinery assembling, up to the machine is
ready to use and after-sales services. The types
of machine produced could be single engine type,
complete production line, complete machineries for
production process of a company, including units
of production, packaging, and also waste treatment.
In the unit of filling machines production, it
produces machines that can fill liquid materials such
as for drinking water production, oil, syrup, ketchup,
sauce, chemical products, and pharmaceuticals.
Likewise, there are machines for powder products
such as talc powder, sugar, fertilizer, and granules.
The easiest product to be made is the manufacturing

of a single machine unit such as bottle filler,


labeling, or the production of bottle caps. Whereas
the most difficult one is the production of a new
engineering machine for handling production
process. Today, the types of machine that are mostly
favored by consumers is the machine for final process
(packaging).
40% of Raw Materials Met by Local Sources
The company producing about 70 to 200 units
of machines (depending the types of machines)
annually relies on raw materials such as stainless
steel, nylon, carbon steel, aluminum , and Teflon.
It is estimated that about 40 % of raw materials
such as iron, including elbow-shaped iron and some
types of pipe can be obtained locally. To meet the
product standards of safe food products (food grade),
there is certain types of steel that must be imported,
including motors, valves, gear box, and dynamo,
as well as the control system that does not exist
in Indonesia yet. There is also demand of machine
licenses that has to be met from neighboring country,
Malaysia , and even from China.
To meet the demand of precision and standards
requirements of partner companies that are mostly
the multinational companies, the transfer of
technology is tailored to their requests. Some refer
to the Germany standard technology, others refer to
Taiwan technology, China, even Japan. One of our

partners is, for example, the integrated companies in


filling and packaging bottles that is well-recognized
in Germany called Krones AG.
According to request, from design until the
productofmachineisreadytooperateintheproduction
process, the company also adopts the machinery
product manufactured in accordance with Japanese
standard (Japan Industrial Standard), International
Standard Organization (ISO), and DIN (Deutsches
Institut fr Normung). In essence, the company will
adjust to the target level of capability to be achieved,
so that our human resources are able to develop the
learning system. These efforts in turn can improve
employee loyalty to the company.
in terms of sale price, it depends on the types,
and varies ranging from Rp 1 million to Rp 4
billion. The machine that costs Rp 1 million per
unit is the type of single machine that is the type
of machine for bottle caps, or for filler only, or also
for package labellling. While the sale price of the
machines ranging between Rp 1 billion up to Rp. 4
billion are usually charged for the type of complete
machines (full line), from the early production
process, until the packaging and labeling processes
, said Fatkurokhman.
Currently
the
company
employing
approximately 80 workers is planning to add
investment for the year of 2017-2020 to develop
the production capacity in Sidoarjo region. It is
estimated that the land required is only 1 ha, with
consideration that the area of land will be able to
cover all the required activities.

informasi | information
Kuroma Engineering
Jl. Raya Kletek km.7 Dsn. Bogem Ds. Kebonagung
Sukodono - Sidoarjo Jawa Timur - Indonesia
Telp : 6231- 883 2419 Fax : 6231- 883 2418

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

45

Teknologi

BALAI DIKLAT INDUSTRI SURABAYA


Posisikan Diri Secara Spesifik Pada Industri Garmen
Sejalan dengan reposisi Pusat Diklat Industri sebagai tuntutan untuk
mengimplementasi kebutuhan Master Plan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia) MP3EI dan akselerasi industrialisasi,
tahun ini Balai Diklat Industri Regional V Surabaya, memposisikan diri
secara spesifik pada bidang industri garmen.

elain itu seperti dituturkan Kepala Balai


Diklat Industri Regional V Surabaya,
Husainy, dua sub bidang industri lainnya
yakni elektronika dan telematika juga
tetap digarap, tetapi masih diperlukan kajian, sesuai
dengan kebutuhan dan serapan dunia usaha.
Khusus yang terkait dengan bidang industri
garmen, BDI Surabaya telah menyusun berbagai
program pendidikan dan latihan (diklat) antara lain
operator mesin industri garmen berbasis kompetensi;
juga mengadakan program Diploma 1 Teknik Tekstil
Spesialisasi Teknologi Pemintalan bekerjasama
dengan Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil dan API
Jatim. Untuk penyelenggaraan diklat operator
mesin jahit (garmen) ini, dilakukan guna memenuhi
permintaan kebutuhan pegawai baru perusahaan
garmen yang berlokasi di Probolinggo (Jatim), serta
Solo dan Sragen (Jateng).
Diklat yang berlangsung selama 20 hari
tahun 2014, dan dilakukan secara cuma-cuma ini,
bekerjasama dengan tiga perusahaan tekstil yaitu
PT Pan Brothers - Sragen, Tbk.; PT Dan Liris Solo;
serta CV Riva Garment di Probolinggo. Tingginya
kebutuhan tenaga kerja terampil di masing-masing
perusahaan, khususnya garmen menuntut lahirnya
sumber daya manusia berbasis kompetensi dan
berdaya saing di tahun 2015. Itu sebabnya BDI
berupaya membangun SDM industri yang kompeten

46

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

dan profesional, termasuk menyediakan tenaga


kerja terampil, ahli madya, dan sesuai kebutuhan
sektor industri. Para peserta diklat di sini akan
dilatih dengan sistem manajemen industri untuk
Pegawai Negeri Sipil (PNS) berbasis kompetensi
dan bertaraf internasional, papar Husainy. Selain
itu mereka dibekali juga dengan sistem produksi
produk manufaktur yang baik (Good Manufacturing
Practices-GMP).
Dirinya mengakui tidak mudah untuk melatih
para pekerja ini. Karena di satu sisi kebutuhan SDM
berkualitas di bidang industri yang tinggi, seperti PT
Pan Brothers butuh 400 karyawan, serta PT Dan Liris
yang butuh sekitar 500 karyawan, sedangkan dalam
satu kali penyelenggaran diklat, tenaga yang tersedia
hanya 100 atau 200 orang saja. Belum lagi kalau
nantinya sudah diterima bekerja di perusahaan,
kadang-kadang pendapatan para karyawan ini, tidak
sesuai dengan harapan mereka secara subyektif.
Mengapa sering tidak match (cocok) antara
harapan pendapatan para karyawan yang baru
lulus diklat ini, sedangkan ketika masuk kerja,
mereka sudah harus menyesuaikan dengan budaya
perusahaan, seperti perusahaan menargetkan
jumlah produksi garmen yang harus diselesaikan
produksinya. Sementara di lain sisi Asosiasi
Pertekstilan Indonesia (API) sebagai lembaga
mitra juga belum memberikan desain pelatihan,

seperti apa kualifikasi tenaga kerja yang diinginkan


perusahaan, paparnya.
Mulai Januari 2014 ini, API Jawa Timur
bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
menyelenggarakan program D1 teknologi tekstil.
Proses belajar mengajar yang dilakukan di Balai Diklat
Industri Regional V ini, diharapkan menghasilkan
tenaga lulusan yang mampu melaksanakan proses
pemintalan, penenunan, serta perajutan, termasuk
juga mampu mengevaluasi mutu dan hasil produksi
setiap tahapan proses produksi dimaksud. Mereka
yang menempuh program yang dibatasi hanya untuk
30 orang saja, akan belajar dengan pakar teknologi
tekstil menggunakan mesin-mesin canggih langsung
pada industri.
Selain di bidang garmen, ada juga
penyelenggaraan diklat batik yang hanya berlangsung
selama 12 hari dan ditujukan bagi 30 tenaga,
bertujuan melahirkan wirausaha baru di bidang
industri kecil dan menengah, dan diselenggarakan
dalam konsep Tenaga Penyuluh Lapangan (TPL).
Menyesuaikan dengan konsep ecogreen dan eco
fashion, maka sistem pewarnaan yang digunakan
dalam pelatihan ini adalah penggunaan pewarna
alam, dan untuk tenaga pelatihnya, bekerjasama
dengan sejumlah sentra batik yang ada di wilayah
Jawa. Salah satu sumber bahan pewarna batiknya
adalah daun mangrove (enceng gondok).
Sejumlah diklat yang sudah mampu digarap BDI
Surabaya antara lain meliputi diklat sistem industri
yang ditujukan bagi para aparatur perindustrian;
diklat teknis mencakup diklat ketrampilan teknis
yang ditujukan bagi pelaku dunia usaha, mencakup
diklat teknis pengolahan makanan dan minuman
(sari buah dan keripik apel); diklat teknis kerajinan
batik; diklat GMP; diklat desain produk dan
kemasan; serta diklat desain batik. BDI Surabaya
juga menyelenggarakan diklat yang memanfaatkan
komputer sebagai alat bantu, seperti diklat
komputer perkantoran; desain produk dan kemasan;
perpajakan bagi IKM; aplikasi perkantoran berbasis
open source; pemasaran melalui internet; serta social
networking (jejaring sosial).
Khusus yang terkait dengan manajemen,
penyelenggaraan diklat dilakukan guna mengasah
kemampuan manajeria para pelaku IKM yang meliputi
manajemen pemasaran, sistem manajemen mutu,
industri berwawasan lingkungan, ISO 9001:2008,
manajemen perubahan, serta manajemen industri.
Diklat lainnya adalah mengenai kewirausahaan, dan
juga khusus kewirausahaan bidang industri sepatu,
pengembangan profesi penyuluh, serta pola kerja
dan kreativitas kerja.

Teknologi

Surabaya Industrial Training Center


Specifically Positions In Garment Industry
In line with the repositioning of the Industrial Training Center to
actively implement the Master Plan for the Acceleration and Expansion
of Indonesian Economic Development ) - MP3EI and the acceleration
of industrialization, this year the Industrial Training Center, Region V
Surabaya, positions itself specifically in garment industry sector.

oreover as explained by Husainy,


Chief of Industrial Training Center
Region V Surabaya, two other
sub-sectors namely electronics and
telematics also remain to be developed, but the further
study is still needed by considering the needs and the
absorption capacity of the business.
Related to the garment industry , BDI Surabaya
has established various educational and training
programs such as: competency-based of garment
machine industries operator, Diploma I of Textile
Engineering specializing in Textile Spinning in
collaboration with the College of Textile Technology
and API, East of Java. The education and training

program for garment machine operators are carried out


to meet the demand of workers in garment companies
operating in Probolinggo (East of Java), as well as Solo
and Sragen (Central of Java).
The training which will last for 20 days in 2014,
and conducted for free, will be run in collaboration with
three textile companies, namely PT Pan Brothers Tbk
- Sragen, PT Dan Liris - Solo, and CV Riva Garment
- Probolinggo. The high demand for skilled workers in
each company, especially in garment industry requires
the availability of competitive and competency-based
human resources in 2015. Thats why the BDI seeks
to develop the competent and professional industrial
human resources, including providing a skilled
workforces, experts and relevant with the demand of
industry sector. The participants of the training will be
trained by implementing industry management system
used for civil servants (PNS), competency-based, and
international standard said Husainy. In addition
they are also equipped with the production system of
manufacturing goods (Good Manufacturing Practices
- GMP).
He admitted that it is not easy to train the
workers. In one hand, the demand for qualified human
resources in the industry is very high, such as PT Pan
Brothers and PT Dan Liris that require about 400 and
500 employees respectively. On the other hand, within
one training session, the class is only available for
100 to 200 people. Not to mention when the trained-

workers have already been accepted to work in the


company, sometimes the income being received are not
as expected.
Why the earnings expectation of the graduate
training new employees is often not in line with the
reality in the workplace, as when they come to work,
they have had to adapt to the corporate culture, such
as the company have targeted the volume of products
of garment to be achieved. Meanwhile, on the other
side the Indonesian Textile Association (API) that
represents as a partner institution has not provided
the training design yet, such as what qualifications of
workers required by the companies, he said .
Starting in January 2014, the API of East Java
in cooperation with the College of Textile Technology
has conducted D1 program for textile technology. The
process of learning held in the Industrial Training
Center Region V is expected to produce the graduates
that are capable in carrying out the process of spinning,
weaving, and knitting, as well as being able to evaluate
the quality and output of each stage of the production
process. The program that accomodates only for 30
people will learn with textile technology experts by
using advanced machines in the industry.
In addition to the garment sector, there is also
training for batik which takes for 12 days and
accomodates for 30 people, aiming to produce new
entrepreneurs in small and medium industries, and
held in the concept of Field Instructor Workers (TPL).
Conforming with the concept of Ecogreen and eco
fashion, the staining system used in this training is
natural dyes, and the trainers involved are supported
by a number of centers of batik in Java. One source
of the batik dyes is mangrove leaves (water hyacinth).
A number of trainings conducted by BDI
Surabaya are, for examples, the training of industrial
system intended for the employees of industrial
agencies; technical training for business players
consisting of technical training for food and beverage
processing (juice and apple chips); technical training
for batik craft; GMP training; training for product
design and packaging, as well as training of batik
design. BDI Surabaya also organizes trainings that
utilize the computer as a tool, such as office computer
training; product design and packaging; taxation for
SMEs; office applications based on open source; online
marketing, as well as social networking.
Related to the management, the training process
is carried out to upgrading the managerial skills of
SMEs players which include marketing management,
quality management systems, environmental industry,
ISO 9001:2008, change management, and industrial
management. Other trainings are entrepreneurship,
entrepreneurship specific for shoe industry; instructor
profession development, as well as work patterns and
creativity.

informasi | information
Balai Diklat Industri Surabaya
Jl. Gayung Kebon Sari Dalam No. 12, Surabaya
Telp/Fax : 031-8292002

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

47

Teknologi

Balai Pengembangan Industri


Persepatuan Indonesia (BPIPI)

Upt Kemenperin Siap Jadi Mitra Satra Technology Centre, Inggris


Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) unit pelaksana
teknis di lingkungan Kementerian Perindustrian yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal IKM, mencanangkan akhir tahun ini
atau awal tahun depan menjadi associate partner (mitra kerja) Satra Technology
Centre, lembaga riset internasional berbasis di Inggris.

pelatihan desain alas kaki, pelatihan CAD/CAM/,


manajemen IKM alas kaki, grading pola sepatu, lean
manufaktur, shoelast, produk kulit, serta pelatihan
teknologi produksi alas kaki.

enurut Kepala BPIPI Ratna Utarianingrum


saat menjelaskan hal tersebut di
kantornya di Sidoarjo, Jawa Timur,
setelah menjadi associate partner, BPIPI
akan menjadi lembaga akreditasi internasional,
setelah lembaga tersebut sebelumnya memperoleh
akreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Bila nantinya sudah menjadi associate partner,
maka produk sepatu yang akan diekspor ke Eropa,
nantinya bisa memperoleh sertifikasi dari BPIPI yang
nantinya sudah diakreditasi untuk uji laboratorium
secara internasional. Selain bisa meningkatkan posisi
tawar BPIPI di tingkat internasional, karena lembaga
ini satu-satunya di wilayah Asia Tenggara, juga pada
akhirnya menggiring BPIPI yang akan menjadikan
produk sepatu Indonesia menjadi produk unggulan
kelas dunia, jelasnya.
Itu sebabnya audit yang spesifik juga diperlukan
terkait dengan pengujian faktor SDM nya. Salah satu
keunggulan SDM BPIPI di antaranya sudah ada para
instruktur yang mampu menguasai desain alas kaki,
CAD/CAM, pola sepatu, grading pola alas kaki, jahit
upper, analis pengujian alas kaki, teknisi shoe last,

48

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

teknisi bottom & out sole, teknisi mesin & peralatan;


serta teknisi mesin alas kaki.
Kegiatan Unggulan
Secara umum berdasar sebaran industri kecil
dan mikro alas kaki di seluruh Indonesia, 82% berada
di dua provinsi yaitu Jawa Barat (Jabar) dan Jawa
Timur (Jatim), di mana konsentrasi industrinya
untuk wilayah Jawa Barat berada di Bogor, Bandung,
dan Tasikmalaya. Sedangkan untuk Provinsi Jatim
terkonsentrasi di Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto,
Jombang, dan Magetan. Sejalan dengan hal tersebut,
salah satu kegiatan unggulan BPIPI tahun ini adalah
mengadakan kegiatan pendampingan kelompok
usaha bersama (KUB) di Trenggalek dan Jombang
yang ditujukan bagi KUB dengan anggotanya sekitar
30 orang.
Hal
tersebut
sejalan
dengan
upaya
menumbuhkan Wirausaha Baru (WUB). UPT BPIPI
sudah lama mengadakan pelatihan IKM, di mana
sampai tahun 2012 lulusannya sudah mencapai
7.320 orang. 65% dari para alumninya sekitar 70%
berasal dari IKM alas kaki, dan 30% dari industri skala
menengah dan besar. Materi pelatihan mencakup

Potensi Daya Saing


Ratna menambahkan, menghadapi persaingan
di tingkat ASEAN dengan akan diberlakukannya
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Desember 2015,
sebenarnya produk alas kaki Indonesia berbahan
baku kulit sudah mampu bersaing. Karena dengan
potensi bahan baku kulit 606 juta sqf dan laju
pertumbuhan 341 juta sqf per tahun, dan tingkat
pemenuhan kapasitas pabrik kulit mencapai 75%,
sebenarnya Indonesia berpotensi menguasai lebih
besar dari yang sekarang ini baru mencapai 3,3
persen total produksi alas kaki dunia.
Untuk produk berbahan baku kulit sebenarnya
daya saing produk Indonesia cukup bagus, tetapi
kalau untuk produk sintetis, Indonesia masih
mengandalkan kekuatan impor. Selain itu belum
banyak merek (brand) sepatu Indonesia yang
mampu menguasai pasar dunia. Karena itu salah
satu sasaran jangka panjang road map industri alas
kaki nasional adalah menjadikan merek nasional
mendominasi pasar domestik dan regional. Dengan
demikian kontribusi (peranannya) akan semakin
berarti dalam perekonomian nasional, jelasnya.
Menghadapi tantangan ke depan, BPIPI juga
melakukan sejumlah upaya peningkatan struktur
industri persepatuan dan juga peran lembaga riset
(research & development) sebagai fasilitator pelaku
usaha dalam pengembangan teknologi, desain,
mutu produk dan kemampuan SDM. Itu sebabnya
BPIPI sebagai lembaga unit pelayanan teknis (UPT)
membenahi dari sisi manajemen, efisiensi proses
produksi, mutu, dan desain produk persepatuan
nasional melaluii lima misi utama yaitu pelatihan,
konsultasi, R&D, akses pasar, laboratorium uji produk
& sertifikasi.

Teknologi

Indonesia Foodwear Industry


Development Centre
The UPT of The Ministry of Industry Ready To Be A Partner of
Satra Technology Centre-UK
The Center of Indonesian Footwear Industry Development (BPIPI), a
technical services unit (UPT) of the Ministry of Industry under the responsible
of the Director General of SMEs, declared that the end of this year or early
next year it will become an associate partner of Satra Technology Centre, an
international research institute based in the UK
lean manufacturing, shoelast, leather products, and
also footwear production technology.

ccording to the Chief of BPIPI Ratna


Utarianingrum when explaining it in
his office in Sidoarjo, East Java, as to be
an associate partner, BPIPI will be an
international accreditation agency, following BPPI
that has obtained accreditation from the National
Accreditation Committee.
As BPIPI would have become an associate
partner, then the shoes product to be exported to
Europe will be certified by BPIPI wihch it would have
been internationally accredited to conduct laboratory
testing. In addition to improving the bargaining
position of BPIPI at international level, since BPIPI
is the only agency in Southeast Asia region, ultimately
it will lead the BPIPI to be able to promote Indonesian
shoes to become a world-class product, she explained.
That is why the specif audit is also required in
associated with the human resources competence. One
of the supremacy of human resources of BPIPI is
there are instructors who have been able to master the
footwear design, CAD/CAM, shoe design, footwear
design grading, sewing the upper, footwear testing
analysts, shoelast technicians, bottom and out sole

technicians, machine technician and equipments, and


also as footwear machinery technician.
Leading Activities
In general, based on the distribution of small
and micro scale of footwear business in Indonesia,
82% opf them are domiciled in two provinces, West
Java and East Java, in which the concentration
of the industry in West Java region are found in
Bogor, Bandung and Tasikmalaya. As for East Java
region, they are concentrated in Pasuruan, Sidoarjo,
Mojokerto, Jombang, and Magetan. In line with this
condition, one of the main activity of BPIP in the year
is conducting mentoring activities to business groups
of SMEs (KUB) in Trenggalek and Jombang for 30
members.
This activity is in line with the efforts to create New
Entrepreneurs (WUB). UPT of BPIPI has long held
training for SMEs, in which until 2012 the graduates
had reached 7,320 people. 75% of the alumni comes
from footwear SMEs, and the remaining 30% from
medium and large scale enterprises. The training
materials include footwear design, CAD/CAM,
SMEs footwear management, shoe design grading,

The Competitiveness
She added that to face the competition in the
ASEAN level following the implementation of the
ASEAN Economic Community (AEC) in December
2015, actually the Indonesias leather-based footwear
products has been able to compete. Supported by the
potential of leather raw materials of about 606 million
square feet and 341 million square feet of growth
rate per year, and the level of fulfillment of factory
capacity for leather reaches 75 %, in fact Indonesia has
the potency to take control market more than today,
reaching only 3.3 percent of total world production of
footwear.
For leather-based products the competitiveness
of Indonesian products is actualy quite good, but for
synthetic products, Indonesia still relies on import. In
addition, there are not many Indonesian brands for
shoes that are able to control the world market yet.
Therefore, one goal of long-term road map for national
footwear industry is to make the national brands
dominate the domestic and regional markets. Thereby
it is expected that the contribution of shoes industry
will be more significant in the national economy, she
explained.
Facing the challenges ahead, BPIPI has also
carried out a number of efforts to increase the Footwear
industry structure and also the role of research
institutions (research & development) as a business
player facilitator in technology development, design,
product quality and human resources capabilities. That
is why BPIPI as technical services unit (UPT) deals
with the managerial improvement, the efficiency of
the production process, quality, and national footwear
product design through five primary mission consisting
of training, consulting, R & D, market access, product
testing laboratory and certification.

informasi | information
Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia
(BPIPI)
Komplek Pasar Wisata Kedensari
Tanggulangin, Sidoarjo. Jatim
Telp/Fax : 031-8855149

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

49

Teknologi

BALAI BESAR KULIT, KARET DAN PLASTIK


SIAPKAN IKM MEMASUKI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015.
Pasar Tunggal Asean tahun 2015 dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi,
tepatnya dua tahun mendatang, bakal diberlakukan.

emberlakuan Pasar Tunggal Asean 2015


yang sudah disepakati para pemimpin
negara anggota Asean, bertujuan untuk
menciptakan pasar tunggal dan kesatuan
basis produksi dimana terjadi free-flow atas
barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal,
di samping penghapusan tarif bagi perdagangan
antar negara Asean. Pasar Tunggal Asean pada
hakekatnya merupakan sarana sekaligus wahana
yang memungkinkan terjadinya perluasan pasar bagi
pelaku ekonomi di masing-masing negara anggota
Asean. Demikian pula, memungkinkan terjadinya
kerjasama investasi, joint venture, dan sebagainya,
yang apabila bisa dimanfaatkan dengan baik, tidak
menutup kemungkinan terjadinya pengembangan
usaha para pelaku bisnis di masing-masing negara
Asean.
Dari sisa waktu yang terbilang singkat ini,
pertanyaannya adalah apakah pebisnis nasional
termasuk IKM telah mempersiapkan diri guna
memanfaatkan peluang yang tersedia di masingmasing negara Asean? Bagi pebisnis yang terbukti
mampu bersaing di pasar global, maka pasar
tunggal Asean bukanlah sesuatu yang terlalu
mengkhawatirkan. Setidaknya, iklim, aturan main,
karakter pasar, dsb, disuatu negara telah cukup
dikenal. Nah sebaliknya, bagi pebisnis termasuk
IKM yang daya saingnya masih perlu ditingkatkan,
maka sisa waktu dua tahun ini, merupakan
kancah candradimuka bagi penguatan sekaligus
peningkatan kemampuan pelaku bisnis nasional

50

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

terutama industri kecil dan menengah atau IKM.


Untuk mewujudkan perkuatan atau peningkatan
kemampuan IKM, tentu saja bukan hanya tanggung
jawab para pebisnis saja, tetapi juga semua unsur
pemerintah terkait seperti halnya Kementerian
Perindustrian beserta semua Unit Kerja Balai Besar
Litbang Industri. Salah satu Balai Besar Litbang yang
berperan cukup besar dalam mengembangkan IKM di
kota Yogyakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia,
adalah Balai Besar Litbang Industri Kulit, Karet dan
Plastik yang beralamat di Jalan Sokonandi Nomor 9
Yogyakarta.
Menurut pengakuan Ramlan Subagyo, Kepala
Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP)
Yogyakarta, lembaga yang dipimpinnya ini bertugas
melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan,
standardisasi, kalibrasi serta pengembangan
kompetensi di bidang industri kulit, karet dan
plastic. Visi lembaga ini yaitu menjadi pusat inovasi
teknolgi dan pelayanan di bidang kulit, karet dan
plastik yang profesional, terpercaya dan diakui di
tingkat nasional maupun internasional. Dalam
melaksanakan tugasnya, BBKKP membuka diri dan
siap bekerjasama dengan dunia industri, lembaga
litbang, pemerintah daerah, perguruan tinggi,
lembaga swadaya masyarakat, dan pihak terkait
lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri.
Tugas BBKKP salah satunya adalah meningkatkan
kemampuan produksi terutama IKM Kulit, Karet dan
Plastik, tidak saja di Yogyakarta tetapi juga diseluruh
Indonesia dalam rangka perluasan pasar sekaligus

daya saing, tutur Ramlan Subagyo, kepada reporter


majalah KINA ketika ditemui di ruang kantornya,
BBKKP Yogyakarta.
Untuk meningkatkan kemampuan IKM tadi,
BBKKP telah dan akan terus menawarkan pelatihan
proses penyamakan kulit termasuk finishing kulit,
teknoligi pengolahan air limbah penyamakan kulit,
teknologi pembuatan sepatu, teknologi pembuatan
barang kulit, pelatihan pengujian produk kulit dan
barang kulit, pelatihan kalibrasi dan pengujian.
Sementara itu, pelatihan teknis karet, antara lain
meliputi pembuatan spare-part sepeda motor,
pembuatan ban vulkanisir, kompounding karet dan
teknologi cetak barang karet. Sedangkan pelatihan
teknis plastik, diantaranya adalah, pembuatan
interior dan cenderamata dari plastic serta injection
moulding. Satu hal yang cukup membanggakan
buat BBKKP, tambah Ramlan Subagyo, adalah
keberhasilan lembaga ini meraih sertifikat sistim
manajemen mutu ISO-9001, ISO-14001 dan ISO170025.
Terkait peningkatan mutu, lewat lembaga
indenpenden di lingkungan BBKKP, saat ini lembaga
tersebut telah memperoleh beberapa akreditasi
dari Komite Akreditasi Nasional atau KAN yaitu
ISO-9001, ISO-14001, dan ISO 17025. Lembaga
sertifikasi yang ada di lingkungan BBKKP meliputi
(1) Lembaga Sertikasi Sistim Mutu Yogya Quality
Assurance (YOQA) dengan jumlah pelanggan
mencapai 117 perusahaan. Lalu (2), Lembaga
Sertifikasi Sistim Manajemen Lingkungan BBKKP,
Yogya Environtment Certification Assurance (JECA)
yang melaksanakan kegiatan sertifikasi ISO-14001,
memiliki pelanggan sebanyak 15 perusahaan dan
(3) Jogja Product Assurance (JPA) memberikan
layanan sertifikasi produk kulit, karet dan plastic,
dengan tujuan memberikan kepastian mutu produk
dengan mengacu pada standar nasional. Sampai
Desember 2012 jumlah pelanggan JPA mencapai 58
perusahaan.
Meski kondisi saat ini sudah terbilang maju,
namun sejalan dengan perkembangan yang
sangat pesat dewasa ini, BBKKP terus berupaya
meningkatkan kemampuan IKM, terutama dari aspek
penguasaan teknologi, penumbuhan wirausaha
baru melalui pembentukan incubator bisnis serta
peningkatan komptensi. Dalam hal peningkatan
penguasaan teknologi misalnya, khususnya teknolgi
penyamakan kulit, lanjut Ramlan Subagyo, belum
lama ini BBKKP memperoleh bantuan tenaga
ahli dari Italia. Tenaga ahli tersebut memberikan
pelatihan teknologi terbaru di bidang penyamakan
kulit kepada 40 pengrajin/pengusaha kulit selama
14 hari.

Teknologi

Center Hall of Leather, Rubber and Plastic


Preparing SMEs to Enter Asean Single Market 2015

Asean Single Market 2015 will no longer apply, exactly the next year.

he implementation of the
Asean Single Market in 2015
which has been agreed by the
leaders of ASEAN member
countries aims to create a single market
and unify the production base where there
will be free-flow of goods, services, factors
of production, capital investment and,
in addition to the elimination of tariffs
on trade between ASEAN countries.
Asean Single Market is essentially a tool
and vehicle allowing the expansionof the
market among the economic actors in each
ASEAN member countries. Furthermore,
it allows for investment cooperation, joint
ventures, and so on;and when optimally
exploited it would be a great opportunity
to the business development among
business players in their respective ASEAN countries.
Of the remaining time that is fairly short,
the question is whether national business players
have already prepared to take advantage of the
opportunities available in their respective ASEAN
countries? For those who have proved themselves to
be able to compete in the global market, the ASEAN
single market is not something that needs to be feared.
At least, business environment, the rules of the
games, the market characteristic, etc. in each country
has already been well-understood. On the contrary,
for those in which their competitiveness needs to be
significantly improved, then the remaining time will
be an arena of candradimuka or struggling arena to
strengthen and upgrade the competence and capability
of the national business players, especially small and
medium industries or SMEs.
To strengthen and upgradethe SMEs, of course
it is not only the responsibility of the business player,
but also all related government institutionssuch as
the Ministry of Industry including all Work Unitsof
Center Hall for Industrial Research and Development.
One of the Center Hall for Research and Development
contributing significat role in developing SMEs in
Yogyakarta and other cities in Indonesia is Center
Hall for Industrial R&D in Leather, Rubber and
Plastics which is located at Jalan Sokonandi No. 9
Yogyakarta.
According to Ramlan Subagyo, Head of Center
Hall of Leather, Rubber and Plastics (BBKKP)
Yogyakarta, his institution conducts the research,
development, standardization, calibration and
upgrading competence in the field of leather, rubber
and plastic industries. Its vision is to be the center
of innovation and technology and giving services in

the field of leather, rubber and plastic professionally,


reliable and recognized at national and international
levels. In performing its duties, BBKKP opens up and is
ready to collaborate with industry, R & D institutions,
local governments, universities, non-governmental
organizations, and other parties, both domestic and
foreign countries. One of BBKKP mission is to
increase the production capability, especially SMEs
in Leather, Rubber and Plastic sectors, not only
those in Yogyakarta but also throughout Indonesia
in pursuing market expansion as well as increasing
competitiveness, explained Ramlan Subagyo toKINA
magazine reporters at BBKKP officein Yogyakarta.
To improve the competence of SMEs, BBKKP
has continued to offer training in leather tannery,
including leather finishing, tannery wastewater
treatment technology, shoe-making technology,
leather product technology, leather and leather
products testing, training for calibration and testing.
Meanwhile, technical training for rubber, among
othersaremotorcycle spare parts manufacturing, retread
tires manufacturing, rubber compounding and rubber
printingtechnology. Whereas the technical training for
plastic are interior and souvenirs made of plastics and
molding injection. One thing that is quite encouraging
to BBKKP, he added, is the success of BBKKP in
receiving the certificate of the quality management
system ISO - 9001, ISO - 14001 and ISO - 170 025.
He added, in terms of quality improvement
through the independent agency under the auspices of
BBKKP, currently it has obtained several accreditations
from the National Accreditation Committee such
as ISO - 9001, ISO - 14001, and ISO 17025. The
Certification agencies registered in BBKKP include (1)
Yogya Quality Assurance (YOQA) with the number

of subscribers has reached 117 companies. Then (2)


Yogya Environtment Certification Assurance (JECA)
conducting the process of ISO - 14001 certification,
with the number of subcribers as many as 15 companies
and (3) Jogja Product Assurance (JPA) providing the
sertification services for leather product, rubber and
plastic, with the aim to giving quality assurance of
products with reference to the national standards. Up to
December 2012 the number of subscribers has reached
58 companies JPA.
Although the current condition has been fairly
advanced, but by considering the rapid development
of the business environment today, BBKKP has been
committed to continuously improve the competence
of SMEs, especially in terms of the technology
mastery, the growth of new entrepreneurs through the
establishment of business incubators and competence
improvement. In terms of increasing technology
mastery, for example, in tannery technology, he added,
recently BBKKP obtained donation experts from Italy.
These experts had given the training about the latest
technology in the field of tannery technology to 40
artisans/entrepreneurs in leather industry for 14 days.

informasi | information
Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP)
Jl. Sukonandi No. 9, Yogyakarta
Telp. 0274-563939, 512929
Fax. 0274-563655

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

51

opini

Charles Saerang

Hadapi MEA, Industri Jamu Punya


Daya Saing Tinggi

lobalisasi memang tidak terhindarkan


lagi dalam kegiatan ekonomi. Berbagai
perjanjian atau kerja sama di bidang industri
dan perdagangan baik yang bersifat bilateral
maupun multilateral yang dilakukan pemerintah
Indonesia dengan negara lain, telah menjadikan produk
asing bisa lebih mudah masuk ke pasar dalam negeri.
Isu terbaru tentang globalisasi pasar adalah penerapan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pasar bebas ini
akan diberlakukan secara serempak di negara-negara
ASEAN pada tahun 2015 nanti.
Dengan pemberlakuan MEA, produk-produk
dari negara-negara ASEAN tidak akan mengalami
hambatan untuk mengalir ke pasar Indonesia. Begitu
juga sebaliknya, dengan adanya MEAproduk Indonesia
dengan mudah memasuki pasar negara-negara ASEAN
lainnya.
Intinya, penerapan MEA dapat memberikan
ancaman berupa membanjirnya produk asing ke
pasar dalam negeri dan adanya peluang bagi produk
Indonesia untuk bisa memasuki pasar negara-negara
ASEAN lainnya.
Agar penerapan MEA bisa memberikan dampak
positif bagi industri di dalam negeri tentunya diperlukan
kesiapan dari industri di dalam negeri. Seperti yang
dilakukan pada industri jamu dan obat tradisional.
Ketua Umum GP Jamu, Charles Saerang, menilai
industri jamu dan obat tradisional Indonesia memiliki
peluang besar untuk memenangkan persaingan
dengan industri serupa di negara-negara ASEAN karena
industri jamu dan obat tradisional Indonesia memiliki
sejumlah keunggulan.
Daya saing industri jamu Indonesia bisa di atas
industri negara-negara ASEAN lainnya. Banyak faktor
yang bisa meningkatkan daya saing industri jamu dan
obat tradisional kita, ujar pria yang juga menjabat
sebagai Presiden Direktur PT Njonja Meneer itu.
Adapun faktor-faktor yang menjadi pemicu
peningkatan daya saing industri jamu dan obat
tradisional Indonesia adalah kekayaan bahan baku
lokal yang belum digali dan dimanfaatkan. Diperkirakan
ada sekitar 30.000 jenis tanaman obat di Indonesia
yang bisa dijadikan bahan baku pembuatan jamu dan
obat tradisional. Dari jumlah tanaman obat itu, baru
350 jenis yang telah digunakan secara teratur oleh
industri jamu.
Tren gaya hidup masyarakat saat ini yang back
to nature atau kembali ke alam juga memberikan
keuntungan bagi industri jamu dan obat tradisional
lokal karena sebagian besar produk lokal memiliki basis

52

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

bahan baku yang bersifat alami.


Daya saing industri jamu dan obat tradisional
Indonesia juga mengalami peningkatan dengan
banyaknya industri yang melakukan inovasi produk.
Misalnya saja menjual jamu bubuk dalam bentuk
kapsul ekstrak atau minuman siap saji.
Selain itu, ungkap Charles Saerang, produk jamu
juga saat ini banyak digunakan untuk pelengkap
industri kosmetik dan spa. Dengan meningkatnya pasar
kosmetik dan spa, maka kebutuhan produk jamu juga
akan melonjak. Saat ini usaha spa berkembang pesat
di Indonesia, dimana jumlahnya mencapai sekitar 900
ribu unit usaha, terutama berlokasi di Jakarta dan Bali.
Charles Saerang memperkirakan pasar produk
jamu dan obat tradisional di dalam negeri maupun
luar negeri akan terus mengalami peningkatan.
Diperkirakan pada tahun 2015 nanti potensi penjualan
jamu dan obat trdisional di pasar dalam negeri akan
mencapai Rp 20 triliun . Sedangkan potensi ekspornya
di tahun 2015 diperkirakan senilai Rp 16 triliun.
Untuk bisa memanfaatkan potensi pasar lokal dan
ekspor itu, selain memanfaatkan keunggulan yang
ada itu , industri jamu dan obat tradisional juga harus
didukung oleh upaya untuk mengatasi kelemahankelemahan yang masih terjadi pada industri tersebut.
Beberapa kelemahan yang masih harus diatasi itu
antara lain adalah standarisasi kualitas bahan dan
produk yang tidak sama. Masih ada produk jamu dan
obat tradisional di dalam negeri yang kualitas bahan
dan produknya tidak sama satu dengan yang lainnya.
Tertinggalnya fasilitas produksi jika dibandingkan
dengan negara lain juga menjadi salah satu kelemahan
Indonesia. Kelemahan di sektor fasilitas produksi
ini sebagian besar terjadi pada industri kecil dan
menengah (IKM).
Menurut Charles Saerang, kelemahan lainnya
adalah belum maksimalnya kegiatan penelitian atau
inovasi produk yang dilakukan industri di dalam negeri
sehingga varian produknya belum begitu banyak.
Selain dari sisi industri itu sendiri, hambatan bagi
penguasaan pasar lokal dan peningkatan ekspor
industri jamu dan obat tradisional dalam negeri juga
datang dari sisi eksternal. Misalnya saja gencarnya
iklan herbal dan klinik asing di berbagai media yang
terkadang menyesatkan, regulsi jamu yang masih
membelenggu sebagian industri serta produk MLM
luar negeri yaang mudah masuk ke pasar Indonesia
tanpa melalui persyaratan ketat yang ditetapkan
pemerintah.
Agar industri jamu dan obat tradisional di

dalam negeri bisa meningkatkan daya saing dan


mengatasi berbagai kelemahan dan hambatan yang
ada sehingga dapat memenangi persaingan pasar
pasca diberlakukannya MEA 2015, Charles Saerang
mengatakan diperlukan peran atau dukungan
pemerintah terhadap industri tersebut.
Adapun peran dan dukungan pemerintah yang
diharapkan industri jamu dan obat tradisional di
dalam negeri adalah disajikannya minuman jamu
atau kesehatan pada acara-acara di kementerian
atau lembaga negara atau menjadikan minumn jamu
sebagai suguhan untuk tamu selain teh dan kopi.
Industri jamu juga mengharapkan adanya
pembinaan terkait dengan pembinaan sarana industri,
juga pembinaan kepada masyarakat konsumen agar
tidak mengkonsumsi jamu ilegal dan jamu bahan kimia
obat (BKO).
GP jamu juga mengharapkan adanya kebijakan
yang memasukkan jamu sebagai salah satu pilar
industri masa depan yang dipilih oleh Kementerian
Perindustrian, ujar Charles Saerang.
Industri jamu, ungkapnya sebaiknya dimasukkan
sebagai salah satu industri agro dengan tujuan untuk
peningkatan penyerapan tenaga kerja, peningkatan
volume dan nilai ekspor, peningkatan sumbangan
pertumbuhan nilai tambah dan penyebaran
pembangunan di Indonesia secara merata.
Saat ini industri jamu telah memberikan menyerap
tenaga kerja hampir mencapai 15 juta orang. Dari
jumlah itu, 3 juta diantaranya terserap di industri jamu
untuk obat dan 12 juta lainnya terserap di industri jamu
yang telah berkembang ke arah makanan, minuman,
suplemen, kosmetik dan sebagainya.

opini

Penjualan Industri Jamu


dari Tahun ke Tahun
Tahun 2006
Tahun 2007
Tahun 2008
Tahun 2009
Tahun 2010
Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013

Rp 5 triliun
Rp 6 triliun
Rp 7,2 triliun
Rp 8,5 triliun
Rp 10 triliun
Rp 11 triliun
Rp 12 triliun
Rp 14 triliun

Sumber : Kementerian Perindustrian

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

53

opini

Charles Saerang
Facing AEC, Herbal
Industry is Highly
Competitive

The globalization is not inevitable and bound


to happen in economic activity. Various
agreements or cooperations in industry and
trade both bilateral and multilateral carried
out by the Indonesian government with other
countries havecaused foreign products can
more easily enter to domestic market. The
latest issue concerning market globalization
is the implementation of ASEAN Economic
Community (AEC). It will take in place
simultaneously in ASEAN countries in 2015.

54

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

opini

ith the implementation of AEC, the


products from ASEAN countries
will not face the barriers to flow into
Indonesia market. And vice versa,
in the presence of AEC the Indonesian products can
easily penetrate the market of ASEAN countries.
In essence, the implementation of AEC can
either threaten the domestic products due to the
flood of foreign products or open the opportunities
for Indonesian products to easily enter the market in
other ASEAN countries.
In order the implementation of AEC can lead to a
positive impact on domestic industry, the readiness of
domestic industry is an imperative, as what that has
already been done by Jamu (herbs) and traditional
medicine industries.
The chairman of GP Jamu, Charles Saerang,
has assessed that Jamu and traditional medicine
industries of Indonesia have a great opportunity
to win the competition with similar industries in
ASEAN countries since Jamu and traditional
medicine industries of Indonesia have a number of
superiorities.
The competitiveness of Indonesian Jamu
industry could be higher compared to those of other
ASEAN countries. Many factors can increase the
competitiveness of Jamu and traditional medicine
industries, said the man who is also in charghe as
the President Director of PT. Nyonya Meneer.
The main factor that can be the trigger to the
increase of the competitiveness of Indonesian jamu
and traditional medicine industries is the richness of
local raw materials that have not been explored and
exploited yet. It is estimated there are about 30,000
species of medicinal plants in Indonesia that can
be used as raw materials for producing Indonesian
jamu and traditional medicine. Of the number of
medicinal plants, only about 350 species that have
been used regularly by the jamu and traditional
medicine producers.

The lifestyle trends of todays society towards


back to nature providesan opportunity for local
producers of jamu (herbs) and traditional medicine
because most of the local products have natural raw
materials base.
The competitiveness of Indonesian Jamu and
traditional medicine products have also increased by
the high number of companies carrying out product
innovation. For example, by selling jamu (herb)
powder in the form of extract capsules or fast drinks.
In addition, said Charles Saerang, jamu (herb)
products are now widely used to complement the
cosmeticsand spa industries. With the growing market
of cosmetics and spa, of course the needs for jamu
products will also soar. Currently the spa business has
grown rapidly in Indonesia, amounted to about 900
thousand business units, which are mostly located in
Jakarta and Bali.
He estimated that the market of jamu (herbs)
and traditional medicine products both in domestic
and abroad will continue to grow. It is estimated that
in 2015 the potential of sales of jamu and trditional
medicine products in domestic market could reach
Rp. 20 trillion. While the export potential in 2015 is
estimated at Rp. 16 trillion.
In order to exploit the potential of both local
and export market, in addition to exploit the existing
superiorities, the jamu and traditional medicine
industries should also be supported by the efforts to
overcome the existing weaknesses.
Some weaknesses that still need to be addressed,
among others, is the standardization ofthe quality of
materials and products that are not the same. There
are still so many products of jamu and traditional
medicine in domestic market in which the quality of
materials and products are not the same with each
other.
The backwardness of production facilities
compared to those of other countries is also one of the
weaknesses of Indonesian industries. The weakness

in production facilities is mostly experienced by small


and medium enterprises (SMEs).
According to him, another weakness is the
limited activities of research and product innovation
in domestic industries so that the product variation
are still limited.
Apart from the industry itself, the barriers to
dominating local market and increasing the export
of domestic jamu and traditional medicine products
also come from the external side. For istances, the
incessant advertising offoreign herbs and clinics
in various media that are often misleading, the
regulation of jamu (herbs) that is still fetter for some
industries, and also foreign MLM products that are
easily enter to domestic market without going through
the rigorous requirements set by the government.
In order to improve the competitiveness of jamu
and traditional medicine industries in the country
and also to overcome the weaknesses and constraints
so that they can win the market competition after the
enactment of AEC in 2015, Charles Saerang said
that the role and supports from government to these
industies are urgently required.
The expected government role and supports in
domestic market is, for example, by presenting jamu
products or health drinks at every eventheld by the
ministries or state agencies or makingjamu products
as complement of tea and coffee.
The jamu industry also requires the development
related to industrial facilities improvement, and also
education to consumers for not consuming illegal
jamu and jamu with medicinal chemicals.
GP jamu also expectsthe policies that
incorporates jamu (herbs) and traditional medicine
products as one of the future pillar industries selected
by the Ministry of Industry, explain Charles
Saerang.
Jamu (herbs) industry, he further said, should
be included as one of the agro industries with the
objective to the increase of employment, the increase
of volume and value of the exports, the increase in
the contribution of value added growth and the more
equitable spread of development in Indonesia.
Nowadays jamu (herbs) industry has provided
the employment of 15 million people. Of that total,
3 million of them are absorbed in jamu industry for
drugs and 12 million for jamu industry related to
food, beverages, supplements, cosmetics and so on.

The sales figure of Jamu (herbs)


Industry for the last 8 years
Year 2006
Year 2007
Year 2008
Year 2009
Year 2010
Year 2011
Year 2012
Year 2013

Rp 5 trillion
Rp 6 trillion
Rp 7.2 trillion
Rp 8.5 trillion
Rp 10 trillion
Rp 11 trillion
Rp 12 trillion
Rp 14 trillion

Source: Ministry of Industry

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

55

Apa & Siapa

PT Santinilestari Energi
Indonesia (SEI)
Capaian Tkdn Tinggi, Pengusaha Harap Dukungan
Keberpihakan Pemda dan Kabupaten/Kota

Dengan capaian Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) berkisar


antara 48,3% sd 62,08%, wajar apabila pengusaha mengharapkan
dukungan keberpihakan dari pemerintah daerah dan kabupaten kota.

ebab jika tidak demikian, seperti yang sudah


kerap terjadi, produsen dalam negeri akan
berputus asa dan tidak ingin memproduksi
barang, malah cenderung menjadi importir
saja, kendati era perdagangan bebas sudah dimulai.
Saat MAJALAH KINA mengadakan perbincangan
dengan produsen perlengkapan panel pengadaan
energi bertenaga surya, PT Santinilestari Energi
Indonesia (SEI) dan distributor pengadaan panel
paket perangkat tenaga listrik yang mengandalkan
energi surya Berkat Energi Sollusindo (BES) di
Surabaya, terungkap banyaknya aparat daerah
yang belum menunjukkan keberpihakannya kepada
pengusaha dalam negeri.
Seperti dikemukakan Direktur PT SEI Sandy

56

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

Hartono Ang, kalau pemerintah tidak melindungi


para produsen produk dalam negeri, maka kekayaan
Indonesia tidak akan ada artinya lagi, jelas
pengusaha yang industrinya bergerak dalam produksi
Penerangan Jalan Umum (PJU) ini. Padahal baik
karena produsennya masih sedikit, dan produksinya
terbatas, maka dalam setahun perusahaan hanya
dapat menghasilkan 20 ribu unit PJU. Sedangkan
permintaannya sendiri dapat melonjak sampai 50 ribu
unit setahun.Dengan keterbatasan lahan ini, maka
tahun depan perusahaan akan menambah lahan lagi
seluas 3 s/d 5 ha, untuk pabrik perakitan solar panel,
baterei lithium panel,dan communication gateway.
Memang diakui masih ada sejumlah produk yang
masih diimpor seperti plastik injeksi, PCB, alat kontrol,

Apa & Siapa


IC, transistor, dan lampu LED, sehingga untuk itu harus
diimpor dari Korsel, Singapura, dan Jepang. Namun
demikian untuk pengadaan penerangan jalan umum
(PJU), solar street light, UPS home, serta Sehen
Lamp Dome ini, kira-kira sudah mampu mengantungi
Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal
40%, jelas Sandy. Dengan luas Indonesia seperti ini,
potensi penggunaan listrik tenaga surya masih besar,
karena masih ada lebih dari 20 juta daerah yang
penduduknya belum memperoleh aliran listrik.
Sesungguhnya Indonesia itu sangat kaya dan
sumber daya alamnya juga berlimpah.Sehingga
kalaupun kekayaan tersebut ibaratnya dikorupsi
sampai tujuh turunan, tetap saja kekayaan sumber
daya alam itu masih ada, apalagi bagi provinsi-provinsi
di luar Jawa yang potensinya belum banyak digarap.
Di tingkat pemerintah pusat seperti dari Kementerian
Perindustrian, Kementerian Negara BUMN, sampai
PLN, bahkan Kantor Menko Kesejahteraan Rakyat,
sudah paham bagaimana produksi perusahaan kami.
Selain menunjukkan keberpihakan terhadap produk
dalam negeri, sejumlah pengadaan sudah mampu
kami garap.
Guna menekan penggunaan bahan baku fosil,
PT Santini Energi Indonesia, perusahaan lokalyang
bergerak dalam industri manufaktur energi
terbarukan, mengembangkan produk di bidang
pembangkit energi listrik dengan menggunakan
energi matahari.
Saat ini perusahaan yang didirikan pada Januari
2012 ini memproduksi peralatan elektrik, khususnya
controller board, panel modul, penghematan energi
lampu TL 10W - 12 DC, Pembangkit Listrik Tenaga
Surya (solar power) dan PJU (Penerangan Jalan
Umum). Selain itu perusahaan ini juga memproduksi
charge regulator yang berfungsi mengatur proses
(charging) dan pemakaian baterei (discharging)
selain charge regulator/controller yang bisa menjaga
baterei supaya tdk mudah rusak, karena charge

regulator/controller berfungsi memutus arus baterei


jika pengisian baterei sudah terisi penuh dan juga
memutus beban/lampu jika baterei sudah habis.
Ada juga yang dinamakan communication
gateway berfungsi sebagai komunikasi data untuk
mengetahui kondisi lampu, baterei, controller dan PV
Modules/ solar panel, sehingga data akhirnya masuk
melalui HP dan juga internet.Untuk mendorong
penggunaan pengggunaan produk dalam negeri,
Santini telah menangani proyek pemerintah
dan kontraktor, termasuk dari kalangan peritel.
Sebagian proyek-proyek pemerintah terutama PLTS
(Solar Home System) juga bertujuan mendorong
penggunaan perumahan produk-produk dalam
negeri.
Produk-produk Santini memiliki Tingkat
Kandungan Dalam Negeri cukup tinggi dan proyekproyek yang ditangani antara lain adalah bentuk
kemitraan dengan Kementerian ESDM, PNPM,
Kemenhub, Kemenkes, dan Kemendikbud.
Semua perangkat PLTS dan PJU didukung
controller super canggih, karena dapat mendeteksi
kondisi peralatan dan baterei, serta dilengkapi dng
volt meter digital. Semua produk sudah dinyatakan
lulus uji laboratorium B2TE-BPPT dan TKDN serta
Kemenperin. Berbagai proyek yang sudah ditangani
antara lain seperti pengadaan UPS Home di NTB,
pengadaan dn pemasangan lampu PJU Babat,
Tuban, Tuban, Jatim, PJU di Sragen, Jateng dan PJU
di Lumajang dan Nganjuk Jatim, proyek PLTS di Dili,
Timor Leste.
Pentingnya Pemahaman Penggunaan Produk
Dalam Negeri
Masalah yang terjadi justru di tingkat pemerintah
daerah, karena belum tingginya pemahaman,
pentingnya menggunakan produksi dalam negeri.
Apalagi untuk penggunaan produk di dalam negeri,
belum banyak yang menggarap. Padahal berdasarkan

ketentuan kendati produk-produk sejenis harganya


lebih mahal sekitar 10%, tetapi produk tersebut
sudah mengantongi sejumlah standard seperti BPPT
TKDN. Bahkan produknya tidak hanya digunakan oleh
PLN dan tingkat kementerian seperti tersebut di atas
saja, melainkan juga sudah mulai digunakan di negara
tetangga Timor Leste dan tahun depan akan mulai
diekspor ke Papua New Guinea.
Sementara itu Direktur PT BES Gita Sasmita
mengemukakan, salah satu kelebihan produk yang
dihasilkannya dibanding dengan produk impor,
adalah tingkat efisiensi dalam pemanfaatan energi
dengan tingkat nyala terang yang mencapai 5 s.d 40
watt untuk PJU, produknya dijamin menyala lebih dari
10 tahun. Beda dengan produk impor, dengan hasil
energi yang tidak efisien karena memerlukan watt
lebih besar, juga mereka tidak mapu menyediakan
layanan purna jual. Padahal alat ini dirancang di
lokasi yang memang letaknya jauh dari stasiun
pengisian bahan bakar, sehingga harus mampu energi
menyimpan energi dalam waktu relatif lama.
Sebelumnya di dalam Instruksi Presiden Nomor
2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam
Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
secara tegas mengamanatkan bahwa instansi
pemerintah wajib memaksimalkan penggunaan hasil
produksi dalam negeri dalam pengadaan barang/
jasa yang dibiayai oleh APBN/APBD, terutama untuk
produk yang nilai capaian tingkat kandungan dalam
negerinya telah mencapai minimum 25% atau 40%
termasuk Bobot Manfaat Perusahaan (BMP).
Sebagai implementasi Inpres tersebut, Menteri
Perindustrian mengeluarkan Peraturan Menteri
Nomor 49/M-IND/PER/05/2009 tentang Pedoman
Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Melalui Inpres dan
Peraturan Menteri tersebut, pemerintah akan menjadi
pionir dalam optimalisasi penggunaan produk dalam
negeri yang nantinya diharapkan akan diikuti oleh
masyarakat luas.

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

57

Apa & Siapa

PT Santinilestari Energi
Indonesia (SEI)
High Acievement of Local Content, Employers
Expect Partiality Supports From Local Government

With the achievement of local


content ranged from 48.3 % to
62.08 %, it is reasonable the
employers expect partiality
supports from local government.

58

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

nless, as has often happened, the


domestic producers would be hopeless,
and instead of manufacturing the
products they will prefer to be importers
despite the free trade era has begun.
AsKina magazine held discussions with the
producer of panel equipment of solar power supply,
PT. Santinilestari Energi Indonesia (SEI) and the
distributor of surya power supply equipment, Berkat
Energi Sollusindo (BES) in Surabaya, there were
revealed that so many local government officials have
not shown their partiality to domestic entrepreneurs.
As explained by the Director of PT. SEI -the
company engaging in the production of street lighting

(PJU) - if the government does not protect the domestic


producers, the Indonesian wealth will be meaningless.
Due to the limited number of producers and also the
limited production capacity, within a year the company
can only produce 20 thousand units of PJU (street
lightings). Whereas from the demand side, it can soar
up to 50 thousand units of PJU a year. With its limited
land area, then the next year the company will expand
its land area by 3 to 5 ha, for a solar panel assembly
line, lithium panels, and communication gateways.
Admittedly, there are a number of products that
are to be imported such as plastic injection, PCB,
control devices, ICs, transistors, and LED lights.
These products are to be imported from South Korea,

Apa & Siapa


Singapore, and Japan. Yet, for the production of street
lighting (PJU), solar street light, home UPS, as well
as Sehen Dome Lamp, roughly they have achieved
the Level of Domestic Component (LDC) at least
40%,explained Sandy. With a very wide area of
Indonesia, the potential use of solar power supply is
extremely great, because there are still more than 20
million people not benefiting of electricity.
It can not be denied that Indonesia is very rich
with its abundant natural resources. Provided there
was the corruption towards Indonesian wealth for
even seven generations, the wealth of natural resources
would not run out, in particular for provinces outside
of Java in which the resources potential has not been
exploited yet. At the level of the central government
such as the Ministry of Industry, Ministry of State
Enterprises, State Power Company (PLN), even
the Office of the Coordinating Minister for Peoples
Welfare, have already understood in terms of the
product of our company. In addition to showing the
partiality towards domestic product, a number of
their procurements have already been successfully
accomplished by us.
In order to minimize the use of fossil raw materials,
PT. Santini Energi Indonesia, a local company
engaged in renewable energy manufacturing industry,
has been developing products in the field of electrical
energy supply by using solar energy.
Today, the company established in January 2012
produces electrical equipment, especially the controller
board, module panels, energy saving fluorescent lamp
10-12 W DC, Solar Power Supply and PJU (street
lighting). In addition, the company also manufactures
charge regulator which controls the process of charging
and the use of batteries (discharging) including the
charge regulator/controller that is able to keep the
battery not easily damaged, because the charge
regulator/controller functions to disconnectbattery
current when the battery is fully charged and also
disconnects the load/lamp when the battery has run
out.
There is also so-called communication gateway
functioning as data communication to determine the
condition of the lights, batteries, controllers and PV
Modules/solar panels, so that the data finally enter
through HP and also internet. To encourage the use
of domestic products, Santini has handled government
projects and contractors, including retailers. Some
of government projects, in particular Solar Home
System are aimed to encourage residential project to
use domestic products.
The Santini products have considerably high level
of local content and the projects that were undertaken
, among others, in the form of partnership with the
Ministry of Energy and Mineral Resources, PNPM,
Ministry of Transportation, Ministry of Health, and
Ministry of Education and Culture.
All devices of Solar Home System (PLTS)and
Street Lighting (PJU)are supported by sophisticated
controllers, since it can detect the condition of
equipments and batteries, and also equipped with

digital volt meter. All products have passed from


the laboratory test B2TE-BPPT, DLC and also the
Ministry of Industry. Various projects that have been
addressed, among others, the procurement of UPS
Home in NTB, procurement and installation of
Street Lighting (PJU) in Babat, Tuban East Java,
PJU in Sragen Central Java and PJU in Lumajang
and Nganjuk East Java, Solar Home System (PLTS)
project in Dili East Timor.
The Importance Of The Use of Domestic Product
Understanding
The problem often occurs at the local government
level, due to limited understanding about the importance
of using domestic products. The fact that there are not
many implementing the use of domestic products.
Whilebased on the provisions eventhough theprice of
similar products are 10% more expensive, but Santini
products have acquired a number of standards such
as BPPTDLC. Even the products are not only used
by PLN and ministerial level as mentioned above, but
has also begun to be used in neighboring East Timor,
and next year will be exported to Papua New Guinea.
Meanwhile, the Director PT. BES Gita Sasmita
Gita pointed out, one of the product advantages
compared to the imported products, is the level of
efficiency in the utilization of energy with a bright

flame level reaching 5 to 40 watts for street lighting


(PJU), and the products are guaranteed to light for
more than 10 years. Difference with imported products
that result inefficient energy because of a larger wattage
usage, and also they do not provide after-sales service.
Whereas this equipment is designed in a location that
is far away from the fueling station, so that it must be
able to store energy in a relatively long period.
According to the Presidential Instruction Number
2/2009 in respect to the Use of Domestic Products in the
Procurement of Goods/Services, it expressly mandates
that government agencies are required to maximize
the use of domestic products in the procurement of
goods/services that are financed by the state budget/
local government budget, in particular for products
having the level of local content more than 25 % or
40 % including the Company Benefit Weight (Bobot
Manfaat Perusashaan).
As the implementation of this Presidential
Instruction, the Minister of Industry issued a Ministerial
Regulation No. 49/M-IND/PER/05/2009 on
the Guidelines for the Use of Domestic Products in
the Procurement of Goods/Services. Through these
policies, the government will be a pioneer in the
optimization of the use of domestic products which
in turn is expected to be followed by the public.

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

59

Tokoh

N
Martha

Tilaar

Motor Perubahan Industri Kecantikan Indonesia

Dalam catatan sejarahnya, bangsa Indonesia beberapa kali


mengalami perubahan atau dalam bahasa kerennya disebut
revolusi, salah satunya yang paling populer adalah revolusi
kemerdekaan.

60

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

amun masih ada perubahan lainnya yang walaupun


skalanya terkesan lebih kecil namun maknanya cukup
besar bagi bangsa Indonesia. Itulah perubahan atau
revolusi industri perawatan kecantikan yang antara lain
dimotori oleh Dr. (HC) Martha Tilaar, wanita pengusaha kelahiran
Kebumen, Jawa Tengah 77 tahun silam, pendiri dan komisaris utama
Martha Tilaar Group.
Sayangnya perubahan tersebut nyaris luput dari perhatian
bangsa kita sehingga banyak orang yang tidak mengetahui akan
perubahan besar yang terjadi dalam industri perawatan kecantikan
di tanah air. Padahal perubahan tersebut telah memberikan makna
yang besar bagi bangsa Indonesia karena mampu membawa dampak
sosial ekonomi yang cukup luas khususnya berupa penyerapan tenaga
kerja, konsumsi domestik, substitusi impor dan peningkatan ekspor.
Martha, demikian dia biasa dipanggil, layak mendapatkan
apresiasi sebagai salah satu motor perubahan di industri kecantikan
Indonesia karena telah berhasil mengubah kondisi industri perawatan
kecantikan Indonesia ke arah yang lebih baik dan maju. Dan yang
tidak kalah pentingnya, dia mampu mengubah citra dan persepsi
masyarakat terhadap industri kecantikan nasional.
Melalui kerja kerasnya yang pantang menyerah dan
konsistensinya di industri perawatan kecantikan yang telah dirintis
sejak dekade tahun 1960-an, Martha mampu mengembangkan
bisnisnya dari sebuah salon kecantikan tradisional berbasis herbal di

Tokoh
garasi mobil rumah orang tuanya di kawasan Menteng,
Jakarta menjadi sebuah kelompok usaha modern yang
mempekerjakan lebih dari 4.500 orang tenaga kerja.
Cikal bakal bisnis perawatan kecantikan Martha
sebetulnya telah ia rintis ketika mendampingi
sang suami Henry Alexis Rudlof Tilaar menempuh
pendidikan di negeri Paman Sam, AS pada tahun 19641969 atas beasiswa dari US-AID. Ketika itu Martha
yang seorang guru (lulusan IKIP Jakarta tahun 1963)
sempat membuka usaha kecil-kecilan di bidang jasa
penitipan anak di AS pada tahun 1966-1967. Dana yang
terkumpul dari jerih payahnya itu kemudian digunakan
Martha untuk menempuh pendidikan kecantikan di
Academy of Beauty Culture-Bloomington Indiana. Usai
menempuh pendidikan kecantikan, Martha sempat
bekerja di sebuah salon kecantikan di AS hingga
akhirnya pada tahun 1969 Martha bersama suami
kembali ke Indonesia.
Sejak awal menjalankan usaha salon kecantikan
pada tahun 1970, Martha telah menggunakan produk
perawatan wajah buatan (racikan) sendiri yang
berbasis herbal seperti masker, bedak dingin dan lainlain. Ternyata salon kecantikan Martha yang berlisensi
salon kecantikan AS itu banyak diminati kalangan
pelanggan, khususnya para ekspatriat yang bekerja di
berbagai kedutaan besar asing di Jakarta.
Berkat promosi gratis dari mulut ke mulut di
kalangan ekspatriat, bisnis salon kecantikan Martha
terus berkembang, jumlahnya pun terus bertambah.
Sebagai pengusaha berlatar pendidikan guru, Martha
yang dikaruniai empat orang anak berusaha memenuhi
kebutuhan tenaga kerja untuk salon kecantikannya
dengan cara mendidik sendiri para calon tenaga
kerjanya. Pada tahun 1976 Martha secara resmi
mendirikan sekolah Puspita Martha School of Beauty
yang melahirkan tenaga-tenaga terampil di bidang
perawatan kecantikan yang profesional dan handal.
Seiring makin berkembangnya bisnis salon
kecantikan, Marthapun pada tahun 1977 mulai
berupaya membuat produk perawatan kecantikannya
secara modern dengan mendirikan PT Martina Berto.
Walaupun kegiatan produksi masih dilakukan
secara makloon (toll manufacturing) di pabrik milik
perusahaan lain, pada tahun 1977 itu pula PT Martina
Berto untuk pertama kalinya meluncurkan merek Sari
Ayu untuk produk kecantikan dan jamu modernnya.
Baru pada tahun 1981 PT Martina Berto berhasil
mendirikan pabrik sendiri di kawasan industri
Pulogadung disusul dengan pembanguan pabrik
kedua di kawasan industri yang sama pada tahun
1983. Perusahaan pun terus memperkenalkan merek
barunya ke pasar antara lain Cempaka, Jamu Martina,
Pesona, Biokos Martha Tilaar, Caring Colours Martha
Tilaar, dan Belia Martha Tilaar.
Selama dekade 1990-an, PT Martina Berto terus
berkembang dan aktif melakukan akuisisi sejumlah
perusahaan termasuk mengakuisisi saham Kalbe
Group pada tahun 1999 sehingga perusahaan tersebut
sepenuhnya berada di bawah kendali manajemen
Martha Tilaar Group. Hal ini menandai pencapaian
perusahaan yang luar biasa di tengah-tengah

parahnya dampak krisis ekonomi dimana banyak


perusahaan bangkrut atau mengurangi skala usaha
dan memangkas jumlah tenaga kerja secara besarbesaran. Justru di tahun 1999 itu PT Martina Berto
membukukan kenaikan penjualan hingga 400%.
Kunci keberhasilan dari bisnis kami adalah karena
kami senantiasa menjalankan pesan orang tua kami
untuk selalu disiplin, jujur, inovatif, tekun dan ulet
atau disingkat DJITU. Dengan filosofi DJITU ini kami
berhasil melalui berbagai rintangan dan kendala yang
ada, tutur Martha ketika ditemui majalah KINA di
kantornya.
Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia Martha
bersama Martha Tilaar Groupnya tidak lupa berbagi
kesuksesan dengan para pekerja di sekitar kawasan
industri yang terkena PHK dengan memberikan
pendidikan dan pelatihan gratis di bidang perawatan
kecantikan. Sejumlah alumnusnya ada yang berhasil
menjadi pengusaha salon kecantikan dan spa yang
cukup dikenal di masyarakat konsumen. Kegiatan
serupa juga dilakukan terhadap mantan karyawan
hotel di Bali pasca peristiwa Bom Bali yang sempat
menghancurkan sendi-sendi bisnis perhotelan dan
pariwisata di sana serta kepada TKI di sejumlah negara.
Sebelumnya, pada 1996 PT Martina Berto juga
berhasil menjadi perusahaan kosmetik pertama di
Indonesia yang meraih sertifikat manajemen mutu
ISO 9001. Selanjutnya pada tahun 2000 perusahaan
juga berhasil meraih sertifikat manajemen lingkungan
ISO 14001. Selanjutnya pada kurun waktu 20012009 perusahaan berhasil menambahkan merekmerek baru di segmen pasar berbeda, diantaranya
Professional Artist Cosmetics (PAC), Dewi Sri Spa,
Jamu Garden dan sebagainya.

Dua peristiwa penting mewarnai perjalanan


Martha Tilaar Group pada tahun 2011, yaitu dimulainya
perdagangan saham PT Martina Berto di Bursa
Efek Indonesia (BEI) sehingga perusahaan menjadi
perusahaan terbuka (listed) dan terpilihnya Martha
Tilaar Group menjadi salah satu perusahaan (dari 55
perusahaan dunia) anggota Global Compact Lead
PBB di Davos, Switzerland. PBB memilih Martha Tilaar
Group karena peranannya membantu pemerintah
mengatasi masalah ketenagakerjaan, kemanusiaan,
lingkungan dan gerakan anti korupsi di Indonesia.
Martha yang juga aktif di sejumlah organisasi sosial
kemasyarakatan dan lingkungan telah ditunjuk Sekjen
PBB Ban Ki-Moon untuk menjadi board member of
United Nations Global Compact.
Berbagai penghargaan dari dalam dan luar negeri
diterima Martha Tilaar Group atas berbagai prestasi,
kinerja dan sumbangsihnya bagi masyarakat dan
lingkungan. Kelompok usaha ini kini meliputi sejumlah
perusahaan, yaitu PT Martina Berto Tbk, PT Cedefindo
(strategi pemasaran dan produksi), PT SAI Indonesia
(distributor produk-produk Martha Tilaar Group), PT
Martha Beauty Gallery (pelayanan konsultasi dan
pendidikan kecantikan, seperti Puspita Martha School
of Beauty), Martha Tilaar Spa, Cipta Busana, Art
and Beauty Martha Tilaar, PT Cantika Puspa Pesona
(manajemen waralaba domestik dan internasional
untuk Martha Tilaar Salon Day Spa, Easter Garden Spa
Martha Tilaar), PT Creative Style (perusahaan agensi
periklanan), PT Kreasi Boga (agensi tenaga kerja), dan
PT Mahligai Citra Bangsa (jasa wedding organizer dan
produksi majalah).

The Engine of Change of The


Indonesian Beauty Industry

Historically, the Indonesian nation has experienced several


times of changes, often called revolutions. The most popular one
is the revolution for independence.

ut there wasanotherrevolution,though
relatively small in scale but it has led a
major influence for Indonesian society.
It was that has happened in the beauty
care industry, among others led by Dr. (HC) Martha
Tilaar, a women entrepreneur born in Kebumen,
Central of Java 77 years ago, the founder and chief
commissioner of Martha Tilaar Group.
Unfortunately this revolution has been neglected
from our attention so that most of people are not
aware of major changes occurring in the beauty care
industry in this country. The change has inevitably
given a great meaning for Indonesia since it has been
able to bring an extensive socio-economic impact,
in particular in the form of employment, domestic

consumption, import substitution and increase of


exports.
Martha, as she is commonly called, deserves
an appreciation as one of the engine of change in
Indonesia due to her contribution to successfully
develop the beauty care industry to being better and
more advanced. And not less important, she has been
able to change the image and public perception of the
national beauty industry.
Through hard work, never give up, and
consistency in the beauty care industry started since
the decade of the 1960s, she has been able to develop
her business from only a traditional herbal-based
beauty salon in the car garage of herparents house
in Menteng, Jakarta to be a modern business group

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

61

Tokoh

employing more than 4,500 workers.


The embryo of her beauty care business has
actually been pioneered when accompanying her
husband Henry Alexis Rudlof Tilaar studying in
the U.S in 1964-1969 with US-AID scholarship. At
that time, she who wasformerly a teacher (Jakartas
Teacher Training Institute graduated in 1963) had
opened a small business for childrendaycare services
in the U.Sin 1966-1967. The money raised from
herbusiness was then used to study the field of beauty
at the Academy of Beauty Culture - Bloomington
Indiana. After finishing her study of beauty, she
worked at a beauty salon in the U.S. until 1969 as
she and her husband returned back to Indonesia.
Since started running a beauty salon business
in 1970, she has used her own concoction of herbal
based facial care products such as masks, cold powder
and others. Evidently, her U.S. licensed beautysalon
had attracted lots of customers, especially expatriates
working in foreign embassies in Jakarta.
Through free promotion by words ofmouth
among expatriates, her beauty salon business has
continued to grow, the number of customers have
also continued to increase. As an entrepreneur with
a teacher background, she that has alrealy have four
children has tried to meet the needs for workforce
by conducting the education and training to worker
candidates by her own. In 1976 she established
the school namely Puspita Martha School of
Beauty which has produced the skilled, reliable,and
professioned workers in the field of beautycare.
Along with the development of her beauty salon
business, in 1977 she started to produce the beauty
care products with modern technology by establishing
PT. Martina Berto. Although the production process
was still carried out by makloon (toll manufacturing)
in other companies, in that year (1977) PT Martina
Berto for the first time launched Sari Ayu brand for
her modern beauty products and herbs (jamu).
Just in 1981 PT. Martina Berto successfully
established its own factory in Pulogadung industrial

62

Karya Indonesia Edisi No. 01 2014

estate, followed by the establishment of its second


factory in the same location in 1983. The companyhas
then continued to introducingits new brands to the
market,such as Cempaka, Martina Herb (Jamu
Martina), Pesona, Biokos Martha Tilaar, Caring
Colours Martha Tilaar, and Belia Martha Tilaar.
During1990s, PT Martina Berto continued to
grow and actively acquiring a number of companies
including PT. Kalbe Group in 1999 so that the
company has been completely under the control of
Martha Tilaar Group management. It indicates the
companys outstanding achievement in the midst
of severe economic crisis while many companies
experienced bankruptcies or reduced the scale of
operations and cut the number of workers on a large
scale. In contrast, in 1999 the PT. Martina Berto
accounted a sales increase of up to 400%.
The key success factor of our business is because
we always implement our parents message for
beingconsistently disciplined (disiplin), honest (jujur),
innovative (inovatif), diligent (tekun) and tenacious
(ulet), abbreviated by DJITU. With DJITU
philosophy we are able to overcome the variety of
obstacles and constraints, explained Martha to
KINA magazine at her office.
When the economic crisis hit Indonesia, together
with Martha Tilaar Group she did not forget to share
her success to the victim of layoffs workers around
the industrial estate by providing the education and
training in the field of beauty care with free of charge.
There are a number of graduates or alumnisuccessfully
becoming well known entrepreneurs inbeauty salons
and spas. The similar activity was also conducted
to former hotels employees in Bali after the Bali
bombings that have destroyed the foundation of
hotel and tourism business and also to a number of
migrant workers in some countries.
Previously, in 1996 PT. Martina Berto also
became the first cosmetics company in Indonesia
obtaining the quality management certificate that
is ISO 9001. Subsequently in 2000 the company

also gained the ISO 14001 for the environmental


management certificate. The following year, in the
period of 2001 to 2009 the company successfully
released several new brands to many different market
segments, including the Professional Artist Cosmetics
(PAC), Dewi Sri Spa, Garden Herbs (Garden Jamu)
and so on.
Two important events colouring the course
of Martha Tilaar Group in 2011 were the
commencement of shares trading of PT. Martina
Berto in the Indonesia Stock Exchange (IDX) so that
the company has become a public company (listed)
and the election of Martha Tilaar Group as one of the
55 companies members of UN Global Compact Lead
in Davos, Switzerland. The UN chose Martha Tilaar
Group for its role to help the government copingthe
problem of employment, humanity, environment
and anti-corruption movement in Indonesia. Martha
that is also active in a number of environmental and
social organizations has been appointed by the UN
Secretary General Ban Ki Moon to become a board
member of the United Nations Global Compact.
Various awards from home country and abroad
has been received by Martha Tilaar Group for various
achievements, performance and contribution to society
and environment. Martha Tilaar group now includes
a number of companies, namely PT. Martina
Berto Tbk, PT. Cedefindo (marketing strategy and
production), PT. SAI Indonesia (distributor of the
products of Martha Tilaar Group), PT. Martha
Beauty Gallery (consulting and educational services
of beauty, such as Martha Puspita School of
Beauty), Martha Tilaar Spa, Cipta Busana, Art and
Beauty Martha Tilaar, PT. Cantika Puspa Pesona
(domestic and international franchise management
for Martha Tilaar Salon Day Spa and Easter Garden
Spa Martha Tilaar), PT. Creative Style (companys
advertising agency), PT.Kreasi Boga (employment
agencies), and PT.Mahligai Citra Bangsa (wedding
organizer services and magazine production).

Tokoh

Kreasi
Batik
Nusantara
issn: 2303204

K E ME NTERIAN P ERIND USTRIAN


w ww.kemenperin.go .id

Anda mungkin juga menyukai