Anda di halaman 1dari 34

DEFINISI

Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam yang
tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah
pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit,
tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah diamati.
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi
pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut
sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya)
dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3. Titrasi argentometri tidak hanya
dapat digunakan untuk menentukan ion halide akan tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan
merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO43- dan
ion arsenat AsO43-.Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah
larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan
NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam
yang tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) -> AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan
indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan indicator
ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi
dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator adsorbsi.
Berdasarkan jenis indicator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri dapat
dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain menggunakan
jenis indicator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk
menentukan titik ekuivalen.
Ket ajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara
analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva titrasi
argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan,
akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai
sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam
kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat.
METODE-METODE TITRASI ARGENTOMETRI
1. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalamsuasana netral
dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai
indikator.Titrasi ini harus dilangsungkan dalam suasana netral atau sedikit alkali lemah, dengan
pH 6,5-9,karena pada suasana asam akan terjadi reaksi pembentukan senyawa dikromat .
2. Metode Volhard

metode Volhard dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromida, dan iodida dalam
suasana asam. Caranya dengan menambahkan larutan baku perak nitrat berlebihan, kemudian
kelebihan larutan baku perak nitrat dititrasi kembali dengan larutan baku tiosianat. Indikator
yang digunakan adalah besi (III) nitrat atau besi (III) ammonium sulfat .
3. Metode Fajans
Pada metoda ini digunakan indikator adsorpsi, yang mana pada titik ekivalen, indikator
teradsorpsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna terhadap larutan,
tetapi pada permukaan endapan.ada titrasi argentometri dengan metode Fajans, Jika AgNO3
ditambahkan pada larutan NaCl yang mengandung flourescein maka titik akhir titrasi akan
diamati dengan perubahan warna dari kuning cerah ke merah muda. Warna endapan yang terlihat
akan tampak berwarna sedangkan larutannya tampak tidak berwarna hal ini disebabkan adanya
indikator adsorbsi yang teradsorb pada permukaan endapan AgCl. Warna dari endapan akan
termodifikasi saat indikator teradsorbsi pada permukaan endapan. Reaksi adsorbsi ini dapat
dilihat dengan contoh indikator yang bermuatan negatif seperti flouroscein.
4. Metode Leibig
Pada metode ini, titik akhir titrasi tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan
dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkankepada larutan alkali
sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojogan akan larut kembali karena
terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut.

Kompleksometri merupakan metode analisis kuantitatif, yaitu metode titrasi atau pengukuran
kadar logam dengan menggunakan senyawa kompleks. Titrasi ini berdasarkan reaksi antara
logam dengan ligan untuk membentuk senyawa kompleks antara logam dengan ligan (peghelat).
Pada kompleksometri, hanya unsur atau senyawa nonlogam yang memberikan pasangan elektron
bebas kepada unsur logam, jadi ikatan yang terbentuk pada titrasi ini adalah ikatan ionik.
Senyawa kompleks terbentuk karena adanya anion yang konsentrasinya melebihi sneyawa
garam. Contoh dari senyawa kompleks tersebut adalah [FeCl6]-4.
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan
pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi.
Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam,
sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral
(Basset, 1994).

Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion
kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan
mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi
komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi
kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat,
disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).
Senyawa kompleks memiliki sifat khas tertentu, yaitu :
Menaikan kelarutan
Larut dalam air, dan
Memiliki warna
Struktur EDTAe(thylene diamine tetra acetic acid)

Didalam kehidupan sehari-hari, senyawa kompleks memang dibutuhkan, contohnya saja


hemoglobin (hem=Besi) yaitu senyawa kompleks yang diselubungi globulin sehingga berwarna
merah. Dan sebenarnya mekanisme obat di dalam tubuh itu mirip dengan mekanisme
pembentukan senyawa kompleks dimana obat yang memiliki elektron bebas bisa memberikan
bahkan berikatan dengan reseptor yang terdapat di dalamnya.

Metode-metode titrasi kompleksometri :


1. Titrasi Langsung
Titrasi ini dapat dilakukan terhadap sedikitnya 25 kation dengan menggunakan indikator logam.
Pereaksi pembentukan kompleks, seperti sitrat dan tartrat, sering ditambahkan untuk pencegahan
endapan hidroksida logam. Buffer NH3-NH4Cl dengan pH 9 sampai 10 sering digunakan untuk
logam yang membentuk kompleks dengan amoniak.

2. Titrasi Kembali
Titrasi ini digunakan apabila reaksi antara kation dengan EDTAlambat atau apabila indicator
yang sesuai tidak ada. EDTA berlebih ditambahkan berlebih dan yang bersisa dititrasi dengan
larutan standar Mg dengan menggunakan calmagnite sebagai indicator. Kompleks Mg-EDTA
mempunyai stabilitas relative rendah dan kation yang ditentukan tidak digantikan dengan
magnesium. Cara ini dapat juga untuk menentukan logam dalam endapan, seperti Pb di dalam
PbSO4 dan Ca dalam CaSO4.
3. Titrasi Subtitusi
Titrasi ini berguna bila tidak ada indicator yang sesuai untuk ion logam yang ditentukan. Sebuah
larutan berlebih yang mengandung kompleks Mg-EDTA ditambahkan dan ion logam, misalnya
M2+, menggantikan magnesium dari kompleks EDTA yang relative lemah itu.
4. Titrasi Tidak Langsung
Titrasi ini beberapa jenis telah dilaporkan, antara lain penentuan sulfat dengan menambahkan
larutan baku barium berlebihan dan menitrasi kelebihan tersebut dengan EDTA. Juga pospat
sudah ditentukan setelah pengendapan sebagai MgNH4PO4 yang tidak terlalu sukar larut lalu
menitrasi kelebihan Mg.
5. Titrasi alkalimetri
Dengan menambahkan larutan Na2H2Y berlebihan kepada larutan analat yang bereaksi netral.
Ion hydrogen yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku basa.

Indikator Logam
Indikator logam adalah suatu indikator terdiri dari suatu zat yang umumnya senyawa organic
yang dengan satu atau beberapa ion logam dapat membentuk senyawa kompleks yang warnanya
berlainan dengan warna indikatornya dalam keadaan bebas. Warna indicator asam basa akan
tergantung, pada pH larutannya, sedangkan warna indicator logam sampai batas tertentu
bergantung pada pM.
Beberapa macam indicator logam yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Eriochrome Black T
Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -10 senyawa ini
berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu sendiri
berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12. Umumnya titrasi
dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol
Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana alkali.

Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi dalam
suasana asam.
c. Biru Hidroksi Naftol
Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 12 13 dan menjadi
biru jernih jika terjadi kelebihan edetat.
d. Murexid
e. Calmagnite
f. Arsenazo I
g. NAS
h. Pyrocatechol Violet
i. Calcon

DEFINISI
Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium permanganat, yang
merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi
atau redoks. Kalium permanganat telah digunakan sebagai pengoksida secara meluas lebih dari
100 tahun. Reagensia ini mudah diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikator kecuali bila
digunakan larutan yang sangat encer.
Permanganometri merupakan titrasi redoks menggunakan larutan standar Kalium permanganat.
Reaksi redoks ini dapat berlangsung dalam suasana asam maupun dalam suasana basa. Dalam
suasana asam, kalium permanganat akan tereduksi menjadi Mn2+ dengan persamaan reaksi :
MnO4- + 8 H+ + 5 e Mn2+ + 4 H2O
Berdasarkan jumlah ellektron yang ditangkap perubahan bilangan oksidasinya, maka berat
ekivalen Dengan demikian berat ekivalennya seperlima dari berat molekulnya atau 31,606.
Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi karena penambahan asam sulfat, dan asam sulfat cukup
baik karena tidak bereaksi dengan permanganat.
Larutan permanganat berwarna ungu, jika titrasi dilakukan untuk larutan yang tidak berwarna,
indikator tidak diperlukan. Namun jika larutan permangant yang kita pergunakan encer, maka
penambahanindikator dapat dilakukan. Beberapa indikator yang dapat dipergunakan seperti
feroin, asam N-fenil antranilat.
Analisa dengan cara titrasi redoks telah banyak dimanfaatkan, seperti dalam analisis vitamin C
(asam askorbat). Dalam analisis ini teknik iodimetri dipergunakan. Pertama-tama, sampel
ditimbang seberat 400 mg kemudian dilarutkan kedalam air yang sudah terbebas dari gas
carbondioksida (CO2), selanjutnya larutan ini diasamkan dengan penambahan asam sulfat encer
sebanyak 10 mL. Titrasi dengan iodine, untuk mengetahui titik akhir titrasi gunakan larutan kanji
atau amilosa.

Permanganat adalah oksidator, dalam titrasi bereaksi dengan cepat, namun beberapa pereaksi
membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi, seperti
pada proses penetapan kadar asam oksalat. Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada
titik akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2 . Hal
yang perlu dilakukan untuk menghilangkan endapan tersebut adalah pemanasan yang berguna
untuk menghancurkan substansi yang dapat direduksi dan penyaringan melalui asbestos atau
gelas yang disinter untuk menghilangkan MnO2.

Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan
permanganometri seperti: (1) ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan
sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga
terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil
titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada:
Larutan pentiter KMnO4 pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang
lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada
titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan
berwarna merah rosa.
Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian
KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah
dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+. MnO4- + 3Mn2+ +
2H2O 5MnO2 + 4H+
Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian
KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah
dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang
kemudian terurai menjadi air. H2C2O4 + O2 H2O2 + 2CO2

A.PENGERTIAN TITRASI REDOKS


Titrasi redoks itu melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titrant dan analit.Titrasi redoks
banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang bersifat sebagai
oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan sulfite dalam
minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan
menggunakan kalium dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat
dengan menggunakan permanganate, penentuan besi(II) dengan serium(IV), dan sebagainya.
Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan reaksi redoks
memegang peran penting, selain itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat oksidator
dan reduktor juga sangat berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu
maka perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah.
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan mebuat kurva titrasi antara
potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan indicator. Dengan
memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator sering kali
yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai indicator
contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol dengan kalium
dikromat.
Beberapa titrasi redoks menggunakan amilum sebagai indicator, khususnya titrasi redoks yang
melibatkan iodine. Indikator yang lain yang bersifat reduktor/oksidator lemah juga sering
dipakai untuk titrasi redoks jika kedua indicator diatas tidak dapat diaplikasikan, misalnya
ferroin, metilen, blue, dan nitroferoin.
Contoh titrasi redoks yang terkenal adalah iodimetri, iodometri, permanganometri
menggunakan titrant kalium permanganat untuk penentuan Fe2+ dan oksalat, Kalium dikromat
dipakai untuk titran penentuan Besi(II) dan Cu(I) dalam CuCl. Bromat dipakai sebagai titrant
untuk penentuan fenol, dan iodida (sebagai I2 yang dititrasi dengan tiosulfat), dan Cerium(IV)
yang bisa dipakai untuk titrant titrasi redoks penentuan ferosianida dan nitrit.
Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya, diantaranya :
Permanganometri
Cerimetri
Iodimetri, iodometri, iodatometri
Bromometri, bromatometri
Nitrimetri

B. MACAM-MACAM TITRASI REDOKS


Dikenal berbagai macam titrasi redoks yaitu permanganometri, dikromatrometri, serimetri,
iodo-iodimetri dan bromatometri. Permanganometri adalah titrasi redoks yang menggunakan
KMnO4 (oksidator kuat) sebagai titran. Dalam permanganometri tidak dipeerlukan indikator ,
karena titran bertindak sebagai indikator (auto indikator). Kalium permanganat bukan larutan
baku primer, maka larutan KMnO4 harus distandarisasi, antara lain dengan arsen(III) oksida
(As2O3) dan Natrium oksalat (Na2C2O4). Permanganometri dapat digunakan untuk penentuan
kadar besi, kalsium dan hidrogen peroksida. Pada penentuan besi, pada bijih besi mula-mula
dilarutkan dalam asam klorida, kemudian semua besi direduksi menjadi Fe2+, baru dititrasi
secara permanganometri. Sedangkan pada penetapan kalsium, mula-mula .kalsium diendapkan
sebagai kalsium oksalat kemudian endapan dilarutkan dan oksalatnya dititrasi dengan
permanganat. Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat
sebagai oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah dari
permanganat. Kalium dikromat merupakan standar primer. Penggunaan utama dikromatometri
adalah untuk penentuan besi(II) dalam asam klorida. Titrasi dengan iodium ada dua macam
yaitu iodimetri (secara langsung), dan iodometri (cara tidak langsung). Dalam iodimetri iodin
digunakan sebagai oksidator, sedangkan dalam iodometri ion iodida digunakan sebagai
reduktor. Baik dalam iodometri ataupun iodimetri penentuan titik akhir titrasi didasarkan
adanya I2 yang bebas. Dalam iodometri digunakan larutan tiosulfat untuk mentitrasi iodium
yang dibebaskan. Larutan natrium tiosulfat merupakan standar sekunder dan dapat
distandarisasi dengan kalium dikromat atau kalium iodidat. Dalam suatu titrasi, bila larutan
titran dibuat dari zat yang kemurniannya tidak pasti, perlu dilakukan pembakuan. Untuk
pembakuan tersebut digunakan zat baku yang disebut larutan baku primer, yaitu larutan yang
konsentrasinya dapat diketahui dengan cara penimbangan zat secara seksama yang digunakan
untuk standarisasi suatu larutan karena zatnya relatif stabil. Selain itu, pembakuan juga bisa
dilakukan dengan menggunakan larutan baku sekunder, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat
diketahui dengan cara dibakukan oleh larutan baku primer, karena sifatnya yang labil, mudah
terurai, dan higroskopis (Khopkar, 1990).
Syarat-syarat larutan baku primer yaitu :
Mudah diperoleh dalam bentuk murni
Mudah dikeringkan
Stabil
Memiliki massa molar yang besar
Reaksi dengan zat yang dibakukan harus stoikiometri sehingga dicapai dasr
perhitungan ( Day & Underwood , 2002 ).
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium
tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. larutan tidak
boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan
standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Tembaga murni
dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat ( Day & Underwood, 2002 )
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk zat anorganik maupun
organik.
Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi redoks dapat
menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir satu titrasi. Selain itu cara
sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan indikator.

Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi redoks, maka
dikenal beberapa jenis titrimetri redoks seperti iodometri, iodimetri danm permanganometri.
1. Iodimetri dan Iodometri
Teknik ini dikembangkan berdasarkan reaksi redoks dari senyawa iodine dengan natrium
tiosulfat. Oksidasi dari senyawa iodine ditunjukkan oleh reaksi dibawah ini :
I2 + 2 e 2 I- Eo = + 0,535 volt
Sifat khas iodine cukup menarik berwarna biru didalam larutan amilosa dan berwarna
merah pada larutan amilopektin. Dengan dasar reaksi diatas reaksi redoks dapat diikuti
dengan menggunaka indikator amilosa atau amilopektin.
Analisa dengan menggunakan iodine secara langsung disebut dengan titrasi iodimetri.
Namun titrasi juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan larutan iodida, dimana
larutan tersebut diubah menjadi iodine, dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan
natrium tiosulfat, titrasi tidak iodine secara tidak langsung disebut dengan iodometri.
Dalam titrasi ini digunakan indikator amilosa, amilopektin, indikator carbon
tetraklorida juga digunakan yang berwarna ungu jika mengandung iodin
2. Permengantometri
Permanganometri merupakan titrasi redoks menggunakan larutan standar Kalium
permanganat. Reaksi redoks ini dapat berlangsung dalam suasana asam maupun dalam
suasana basa. Dalam suasana asam, kalium permanganat akan tereduksi menjadi Mn2+
dengan persamaan reaksi :
MnO4- + 8 H+ + 5 e Mn2+ + 4 H2O
Berdasarkan jumlah ellektron yang ditangkap perubahan bilangan oksidasinya, maka
berat ekivalen Dengan demikian berat ekivalennya seperlima dari berat molekulnya atau
31,606.
Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi karena penambahan asam sulfat, dan asam
sulfat cukup baik karena tidak bereaksi dengan permanganat.
Larutan permanganat berwarna ungu, jika titrasi dilakukan untuk larutan yang tidak
berwarna, indikator tidak diperlukan. Namun jika larutan permangant yang kita
pergunakan encer, maka penambahanindikator dapat dilakukan. Beberapa indikator
yang dapat dipergunakan seperti feroin, asam N-fenil antranilat.
Analisa dengan cara titrasi redoks telah banyak dimanfaatkan, seperti dalam analisis vitamin C
(asam askorbat). Dalam analisis ini teknik iodimetri dipergunakan. Pertama-tama, sampel
ditimbang seberat 400 mg kemudian dilarutkan kedalam air yang sudah terbebas dari gas
carbondioksida (CO2), selanjutnya larutan ini diasamkan dengan penambahan asam sulfat
encer sebanyak 10 mL. Titrasi dengan iodine, untuk mengetahui titik akhir titrasi gunakan
larutan kanji atau amilosa.
C. PRINSIP TITRASI REDOKS
Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan penangkapan
dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang dilepaskan
oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator. Ada
dua cara untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu metode bilangan oksidasi
dan metode setengah reaksi (metode ion elektron). Hubungan reaksi redoks dan
perubahan energi adalah sebagai berikut: Reaksi redoks melibatkan perpindahan
elektron; Arus listrik adalah perpindahan elektron; Reaksi redoks dapat menghasilkan
arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat menghasilkan reaksi redoks, contoh

sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis adalah sel elektrokimia. Persamaan
elektrokimia yang berguna dalam perhitungan potensial sel adalah persamaan Nernst.
Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetri bila memenuhi syarat. Titrasi
redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau
sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran.
D.Kurva Titrasi Redoks
Sebelum kita belajar untuk menggambar kurva titrasi redoks maka kita harus
mempelajari terlebih dahulu bagaimana mencari konstanta kesetimbangan reaksi redoks.
Konstanta tersebut dapat dipakai untuk mencari konsentrasi spesies yang terlibat dalam
reaksi redoks pada saat titik equivalent terjadi. Potensial sel akan benilai nol pada
saat kesetimbangan tercapai atau dengan kata lain penjumlahan potensial setengah
reaksi reduksi dan setengah reaksi oksidasi akan sama dengan nol, dengan demikian
persamaan Nernst untuk keduanya dapat disamakan.
Persamaan Nernst untuk reaksi aOks + ne -> bRed dapat dinyatakan sebagai berikut:
E = Eo 2.3026RT/nF log [red]b/[Oks]a
Pada 25 C nilai 2.3026RT/F adalah 0.05916/n sehingga persamaan diatas dapat ditulis
lagi menjadi:
E = Eo 0.05916/n log [red]b/[Oks]a
Pada saat reaksi redoks mencapai kesetimbangan maka nila Ered akan sama dengan
nilai Eoks. Sedangkan hubungan antara energi bebas dengan konstanta
kesetimbangannya adalah sebagai berikut
?Go = -RT ln K atau ?Go=-nFEo
-RT ln K = -nFE
Eo = RT/nF ln K
Secara umum potensial larutan pada titik ekuivalen dapat dicari dengan persamaan
berikut :
E = (n1Eo1 + n2Eo2) / n1+n2
Dengan syarat reaksi tidak melibatkan ion poliatomik seperti CrO42- dan tidak
melibatkan ion hydrogen. Indeks 1 untuk setengah reaksi oksidasi dan 2 untuk setengah
reaksi reduksi. Kurva titrasi dibuat dengan mengeplotkan potensial larutan terhadap
volume larutan titrant yang ditambahkan (modifikasi alat dapat dilihat pada gambar)
dimana 1 merupakan elektroda untuk mengukur potensial atau dapat berupa pH meter,
dan 2 merupakan alat untuk tempat titrant. Setelah titrant ditambahkan maka larutan
diaduk dengan stir magnetic agar reaksi berjalan merata dan cepat. Berikut kurva titrasi
antara larutan Besi(II)amonium sulfat dengan 0.02 M kalium permanganat (analit
dibuat dari 95 mL Besi(II)amonium sulfat kira-kira 0.02 M ditambah dengan 5 mL asam
sulfat pekat.

KOMPLEKSOMETRI
A. PEMBAHASAN
Kompleksometri adalah suatu cara untuk penetapan kadar zat zat (kation) yang dapat
membentuk senyawa kompleks dengan suatu komplekson. Prinsipnya adalah pembentukan senyawa
kompleks antara ion logam dengan EDTA.
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara
kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan
dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA).(Khopkar,
1990).
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksireaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut
kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu
pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
(Khopkar, 1990)
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan
pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang
dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah
anion atau molekul netral. (Basset, 1994)
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion
kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar

terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di
atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut
penggunaan EDTA. (Khopkar, 1990)
Titrasi kompleksometri atau kelatometri adalah suatu jenis titrasi dimana reaksi antara bahan
yang dianalisis dan titrat akan membentuk suatu kompleks senyawa. Kompleks senyawa ini dsebut kelat
dan terjadi akibat titran dan titrat yang saling mengkompleks. Kelat yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari
dua komonen yang membentuk ligan dan tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati. Kelat
yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komponen yang membentuk ligan dan tergantung pada titran
serta titrat yang hendak diamati.
Dalam larutan dengan pH tertentu sebagaian besar kation atau logam dapat bereaksi dengan
KOMPLEKSON yang kemudian membentuk ion kompleks. contoh :
Ag+ [Ag(CN)2]
Cu2+ [Cu(NH)]
Jika diperhatikan contoh contoh kompleks, terlihat bahwa suatu kompleks selalu terjadi dari
sebuah ion logam yang dinamakan ion negatif atau molekul. Sedangkan yang dinamakan Ligand (dari kata
latin ligare = mengikat) . Jumlah ligand ini berbeda-beda dari dua sampai delapan. Jumlah ikatan dengan
ligand itu disebut bilangan koordinasi yang biasanya merupkan bilangan genap terutama bernilai 4 atau 6.
Ion logam univalen biasanya mempunyai bilangan koordinasi dua.
Muatan sebuah kompleks dapat positif, negatif atau nol. Muatan tersebut merupakan jumlah
muatan inti dan semua ligand yang diikatnya. Ligand yang mempunyai satu atom donor pasangan elektron
(missal I dan CN) monodentat atau unidentat, sedang Ligand yang mempunyai atom donor lebih dari stu
disebut poli- atau muktidentat, bidentat kalau punya dua donor, terdentat bila 3, kuadridentat, pentedentat,
heksadentat, dst.
Bila mislanya ion Zn berkompleks dengan ligand etilendiamin (dua molekul ligand perion Zn
karena bilangan koordinasi Zn mencapai 4), maka terbentuk ikatan ikatan yang mempunyai bentuk cincin
atau lingkaran (ring). Lingkaran demikian lingkaran kelat (chelat ring) dari kata yunani chele yang berarti
cakar. Jenis Ligan :
1.
2.

Unidentat, yaitu ligan yang mempunyai 1 gugus donor pasangan elektron. Contoh : NH3, CN.
Bidentat, yaitu ligan yang mempunyai 2 gugus donor pasangan elektron.
Contoh : Etilendiamin

3.

Polidentat, yaitu ligan yang mempunyai banyak gugus donor pasangan elektron. Contoh : asam
etilendiamintetraasetat (EDTA).
Kompleks yang berisi lingkaran kelat dinamakan kelat (chelate) dan ligand yang bersangkutan
disebut suatu pembentuk kelat (pengkelat, chelating agent).
Pada tahun 1945 SCHWARRENAACH menemukan asam amino polikarboksilat dan garam
garamnya ternyata adalah komplekson yang sangat baik. Komplekson yang terpenting dalam titrimetri
adalah EDTA, singkatan dari Ethylenadiaminetetraacetic acid, dengan rumus molekul :
HOOCCH2

CH2COOH
N CH2 CH2 N

HOOCCH2

CH2COOH

EDTA ialah suatu ligand yang heksadentat (mempunyai enam buah atom donor pasangan
elecron), yaitu melalui kedua atom N dan keempat atom O (dari OH). Karena asam diatas sukar larut
dalam air, maka digunakan garam natriumnya, yaitu : Natrium tetra asetat.
HOOCCH2

CH2COONa
N CH2 CH2 N

NaCOOCH2

Nama lainnya : - Tri ion


Complekson
Squesterine
Dinatrium etilen diamin tetra acetat

CH2COOH

- Chelaton III
- NaEDTA
- Titriplex III

B. TITRASI KOMPLEKS DENGAN EDTA


Kelatometri dalam perkembangan analisis kimia sempat mengalami kemunduran karena
kelemahan-kelemahannya serta karena adanya cara-cara baru yang lebih baik. Akan tetapi hal ini
diperbaiki dengan berkembangnya penelitian-penelitian tentang pengkelat polidentat. Perhatian baru

terhadap kompleksiometri ini diawali oleh Schawazenbach tahun 1954, ia menyadari bahwa potensi
pengkelat dalam analisis volumetrik sangat baik. Ahli kimia asal Swiss in mengkhususkan perhatiannya
pada penggunaan asam-asam aminopolikarboksilat, salah satunya Ethylenediaminetetraacetic acid
(EDTA).
Untuk praktisnya, EDTA ditulis dengan H 4Y dan garam natriumnya NaHY atau anionya (HY)=
. Pada penggunaan EDTA sebagai titran akan membentuk 4 atau 6 atom yang terikat secara koordinasi
dengan kation logam. Tidak tergantung dari valensi kation, H 4Y selalu membentuk kompleks dengan
perbandingan 1 : 1. Kestabilan senyawa komplek dengan EDTA, berbeda antara satu logam dengan logam
yang lain.
Faktor-faktor yang mempbuat EDTA ampuh sebagai pereaksi titrimetri antara lain:
1.
2.

Selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ion logam.


Kestabilannya dalam membentuk kelat sangat konstan sehingga reaksi berjalan

3.
4.
5.

dengan logam alkali)


Dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam telah dikembangkan indikatornya secara khusus
Mudah diperoleh bahan baku primernya
digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun sebagai bahan untuk standardisasi.

sempurna (kecuali

Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion
logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi
protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti
CuHY. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan
menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut. (Harjadi, 1993).
Pada setiap reaksi pembentukan kompleks selalu terjadi ion H +. EDTA selalu mengalami
pengionan bertahap. melepaskan ion hidrogen. Satu per satu dengan konstan, kesetimbangan masingmasing :
HY H + HY
HY H + HY
HY H + HY
HY H + Y

K = 1,02 x 10
K = 2,14 x 10
K = 6,92 x 10
K = 5,50 x 10

pK = 2,0
pK = 2,7
pK = 6,2
pK = 10,3

Pengaruh pH :
1.

Suasan terlalu asam


Proton yang dibebaskan pada reaksi yang terjadi dapat mempengaruhi pH, dimana jika H+ yang
dilepaskan terlalu tinggi, maka hal tersebut dapat terdisosiasi sehingga kesetimbangan pembentukkan

kompleks dapat bergeser ke kiri, karena terganggu oleh suasana system titrasi yang terlalu asam.
Pencegahan : sistem titrasi perlu didapar untuk mempertahankan pH yang diinginkan.
2.

Suasana terlalu basa


Bila pH system titrasi terlalu basa, maka kemungkinan akan terbentuk endapan hidroksida dari logam yang
bereaksi. Jika pH terlalu basa, maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke kanan, sehingga pada
suasana basa yang banyak akan terbentuk endapan.
Berdasarkan selalu terbentuknya H+ pada pembentukan ion kompleks dan melihat harga pK
maka pembentukan kompleks akan lebih baik dan lebih stabil dalam larutan alkalis. Pada umumnya
kompleks EDTA dengan kation valensi 2 stabil dalam larutan yang sedikit asam atau alkalis. kompleks
EDTA dengan logam valensi 3 dan 4 stabil dalam larutan dengan pH =1-3. Logam logam bervalensi 2
misalnya Cu, Pb, atau Ni dapat stabil pada pH = 3 sehingga dapat dititrasi secara selektif walaupun
tercampur dengan logam logam alkali tanah. Co stabil dalam larutan HCl pekat.
Kesimpulan : pada titrasi kompleksometri diperlukan penambahan bufer pada pH dimana
kompleks itu stabil, dan perubahan warnanya jelas. Stabilitas dari kompleks di tentukan oleh harga Ks =
konstante stability. Yang menybabkan perubahan harga Ks :
1. Kenaikan suhu, karena menyebabkan kenaikan ionisasi kompleks.
2. Ion yang tidak memberi ion sejenis dengan kompleks.
Yang menyebabkan kenaikan harga Ks adalah adanya alkohol, sebab alkohol mendesak ionisasi
kompleks.

C. MENENTUKAN TITIK AKHIR TITRASI


Untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator ion logam atau metal indikator atau
metal ion indikator, yaitu zat warna yang bersifat sebagai komplekson, sehingga dapat membentuk
kompleks dengan ion logam yang mempunyai warna yang berbeda dengan warna indicator itu sendiri.

D. INDIKATOR

Indikator dalam titrasi kompleksometri tidak berubah karena perubahan pH, tidak juga karena
daya oksidasi titrat berubah, akan tetapi karena perubahan pM (M adalah khelat logam). (Roth 1988).
Syarat-syarat indikator logam, yaitu:
1.

Reaksi warnanya harus sensitif, dengan kepekaan yang besar terhadap logam.

2.

Perubahan warna pada titik ekivalen tajam

3.

Perbedaan warna dari indikator bebas dengan indikator kompleks harus mempunyai kestabilan yang
efektif dimana pH titrasi tidak boleh tidak teroksidasi dan tereduksi.

4.

Kestabilan kompleks logam indikator harus cukup.

5.

Ikatan senyawa logam EDTA harus lebih kuat dari pada logam-logam indikator. Artinya ikatan logam
logam Indikator logamnya harus dapat direbut oleh EDTA.
Beberapa indikator yang paling banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri.

1.

Eriochrom Black-T (EBT)

Didunakan pada daerah pH 7 11. Suatu kelemahan dari EBT bahwa larutannya tidak stabil, bila disimpan
akan terjadi peruraian secara lambat,sehingga setelah janka waktu tertentu indikator tidak berfungsi lagi.
Suatu kesulitan yang dialami indikator metalokromik adalah pembentukan kelat dengan logam yang tidak
reversibel atau terlalu kuat. Bila hal ini terjadi maka tidak dapat terjadi perubahan warna dan indikator
kehilangan fungsinya. Kejadian ini disebut blocking indikator.

Mengalami blocking dengan Fe.

Merupakan asam lemah, tidak stabil dalam air karena senyawa organik ini merupakan gugus sulfonat yang
mudah terdisosiasi sempurna dalam air dan mempunyai 2 gugus fenol yang terdisosiasi lambat dalam air.
Penggunaan : Penentuan kadar Ca, Mg, Cd, Zn, Mn, Hg.
2.

Murexide
Merupakan indikator yang sering digunakan untuk titrasi Ca2+, pada pH=12.

3.

Jingga Xylenol
Kompleks dengan logam memberikan warna merah.

4.

Calmagite
Dapat digunakan sebagai pengganti EBT, karena calmagite lebih stabil, daerah terjadinya pada pH 8,112,4 dan warna indikator bebasnya biru. Mengalami blocking dengan Cu, Ni, Fe, dan Al.

5.

Arzenazo
Digunakan untuk Ca maupun Mg, juga baik untuk titrasi Pb(IV) dengan EDTA. Keuntungan menggunakan
indikator ini adalah :

Tidak mengalami blocking oleh Cu(II) dan Fe(III) dalam jumlah kecil.

Bereaksi cepat sehingga terjadinya perubahan warna juga lebih cepat.

6.

NAS
Digunakan pada daerah pH 3-9. Dalam larutan yang sangat asam NAS berwarna merah violet pada pH 3,5
keatas berwarna merah jingga. Penggunaan NAS cukup luas dan dianjurkan untuk titrasi Cu, Co(II), Cd, Ni,
Zn, Al dengan EDTA.

7.

Calcon
Calcon merupakan garam natrium dari Eriochrome Blue Black R, yang disebut juga Pontachrome Blue
Black R. Molekul indikator berwarna hijau dan hanya terdapat dalam larutan asam kuat. Pada pH 7 sampai
10 berwarna merah, kemudian biru sampai pH 13,5 dan diatasnya jingga. Kelat Calcon dengan logam
berwarna merah dan ternyata sangat cocok untuk titrasi Ca pada pH 12,5 13 tanpa terganggu oleh Mg.
Perubahan warna dari merah menjadi biru. Dengan indikator ini maka dapat ditentukan kesadahan air yang
disebabkan oleh Ca saja tidak termasuk kesadahan oleh Mg.

8.

Tiron

9.

Violet cathecol

10. Fast sulphon black F


11. Varjamin blue B

12. Bromopirogalol merah


13. Timolftalekson
Beberapa indikator logam sering menglami penguraian apabila dilarutkan dalam air. Sehingga
stabilitas di dalam larutan rendah sekali. Oleh karena itu, dalam prakteknya sering dibuat pengenceran
dengan NaCl atau KNO3 dengan perbandingan 1:500.

E. CARA CARA TITRASI DENGAN EDTA


1. Cara titrasi langsung (Direct titration)
Larutan yang mengandung ion logam yang ditetapkan ditambah dengan larutan bufer (dapar)
sehingga didapat pH tertentu (misalnya pH=10 dengan Amonia), kemudian dititrasi dengan larutan standar
NaEDTA dengan indikator logam. Untuk mencegah terjadinya endapan logam hidroksida atau garam
basanya ditambahkan complexing agent (bahan pembentuk kompleks pembantu) misalnya : sitrat, tartrat
atau tri etanol amine. Pada titik akhir titrasi dapat ditunjukan dengan perubahan warna dari indikator logam
yang bebas (EBT) yaitu dari larutan yang berwarna merah anggur menjadi biru. Selain itu juga dapat
ditetapkan secara amperometrik, spektrofotometri atau potensiometrik. Cara ini dapat untuk menentukan
garam-garam dari Ca, Mg, Zn, Pb, dan Pb.

2. Titrasi kembali (Back titration = Recidual titration)


Beberapa kation tidak dapat dititrasi secara langsung, antara lain disebabkan karena :

Kation yang mengendap sebagai hidroksida dengan logam pada pH yang ditentukan untuk titrasi
Pembentukan kompleks sangat lambat
Tidak adanya indikator yang sesuai.
Pada cara ini larutan standar EDTA berlebihan dengan bufer yang tepat ditambahkan kedalam larutan yang
diselidiki. Larutan dipanaskan beberapa menit, setelah dingin kelebihan stndar kation yang sesuai misalnya
MgCl, ZnCl atau Pb(NO).

3. Titrasi subtitusi
Cara ini digunakan untuk penetapan kadar :
Kation yang tidak dapat bereaksi dengan indikator logam
Kation yang membentuk kompleks EDTA yang kurang stabil dari pada kompleks EDTA dengan logamlogam lain, misalnya : Ca dan Mg.
Banyaknya Mg yang bebas setara dengan dengan kation yang ada dan dapat dititrasi dengan
standat EDTA dengan indikator yang sesuai. Ca, Pb dan raksa dapat ditetepkan dengan cara ini dengan
menggunakan indikator EBT dengan hasil yang memuaskan.

4. Titrasi alkalimetri
Bila larutan EDTA ditambah larutan kation, disamping terbentuk kompleks juga terbentuk ion H .
Ion H+ yang dilepaskan kemudian dititrasi dengan larutan estndar alkali dengan indikator asam basa yang
sesuai atau secara potensiometrik. Larutan logam yang ditetapkan dengan metoda ini sebelum dititrasi
harus dalam suasana netral terhadap indikator yang digunakan. Dapat juga larutan KI ditambahkan
kedalam larutan EDTA dan Iodium yang bebas dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat.

5. Cara penggeseran (Displacement Titration)


Cara ini baik untuk kalium yang membentuk kelat EDTA yang lebih kuat dari Mg EDTA atau Zn
EDTA. Dalam cara ini, larutan kation diberi larutan baku kelat Mg- atau Zn-EDTA. Ion Mg 2+ yang
terbebaskan itu ditentukan jumlahnya dengan menitrasinya dengan EDTA. Teknik ini berguna jika tidak
terdapat indikator yang baik untuk kation yang dianalisa tersebut.

F. TITRASI CAMPURAN KATION

EDTA adalah pelarut yang yang sangat tidak selektif, sebab EDTA membentuk kompleks
dengan hampIr semua logam yang bervalensi 2, 3, dan 4. Sehingga kotoran logam juga ikut ditetapkan
bersama dengan logam yang ditetapkan kadarnya.
Untuk menaikan selektifitasnya, maka pada penetapan campuran kation, digunakan cara-cara
sebagai berikut :

1. Dengan pengaturan pH larutan


Dasrnya adalah perbedaan stabilitas dari kompleks EDTA dalam larutan Yang berlainan pH-nya.
Misalnya :

Bi dan Th dapat dititrasi dalam larutan asam pada pH = 2-3 dengan indikator pirokatekol violeta tau xilenol
jingga. Untuk titrasi Bi dengan EDTA, pH dijadikan = 2, dengan demikian logam-logam lain tidak akan
mengganggu, karena pada pH=2 logam lain tidak dapat membentuk kompleks dengan EDTA.

Fe3+ dapat dititrasi dalam larutan asam pada pH=3 dengan indikator variamin biru, logam-logam divalen
tidak menggangu titrasi ini.

Campuran Ca dan Mg dapat ditetapkan dalam larutan alkali kuat dengan indikator Mureksid atau Calcon
yang lebih bereaksi dengan Ca. Ca bila direaksi pada pH=3 tidak akan terganggu oleh adanya Zn 2+

2. Dengan masking agent atau dimasking agent


Masking atau penutup adalah suatu proses diamana suatu zat dapat dirubah sedemikian rupa
sehingga tidak dapat lagi ikut dalam suatu reaksi. Dimasking adalah suatu peristiwa dimana zat yang
dimasking dikembalikan dalam keadaan semula. Beberapa kation dalam campuran sering dimasking
sehingga dapt lagi bereaksi dengan EDTA atau indicator.

Sebagai masking yang terkenal adalah ion CN yang memberi kompleks sianida yang stabil dengan kation
Cd, Zn, Mg2+, Cu, Ni, Ag atau Pt. Kompleks sianida dengan Zn dapat dimasking dengan larutan formal
dehida, asam asetat, atau kloral hidrat.

Penambahan thioglycolat akan bereaksi dengan Hg dan Cu hingga tidak dapat membentuk kompleks
lagi dengan EDTA. Jadi Zn bila tercampur dengan Hg dan Cu dapat dititrasi secara kompleksometri.

NHF dapat menutup (masking Ca, Hg dan Al) hingga Zn dalam campuran dengan Ca, Hg, dan Al setelah
ditambah dengan NHF dapat dititrasi dengan EDTA tanpa terganggu oleh Ca, Hg dan Al.

G. LARUTAN STANDARD EDTA


Baik asam bebas H4Y mauoun garam dinatrium dihidrat NaHY-2HO, dapat diperoleh
dengan mutu pereaksi. H4Y dapat digunakan sebagai larutan standar primer setelah pengeringan selama
beberapa jam pada 130-145c lalu dilarutkan dalam basa sesedikitmungkin sampai larut sempurna. Lebih
baik digunakan garam dinatrium EDTA, karena :

Kelarutanya dalam air lebih besar

Tidak higroskopis

Stabil
Untuk larutan stndar sekunder karena tidak murni mengandung 2HO garam dihidrat.
NaEDTA dalam keadaan atmosfer biasa mengandung 0,3% kelembaban ekstra. Tanpa
pengeringan lebih lanjut, garam ini dapat digunakan dengan koreksi untuk kelebihan air tersebut untuk
membuat larutan baku, kecuali untuk analisa yang perlu teramat teliti. Maka bila perlu, kristalnya
dikeringkan menjadi dihidrat murni dengan pemanasan sampai 80C. Selama 4 hari dalam lingkungan
dengan kelembaban relatif 50%. Pemanasan lebih dari 80C dapat menyebabkan dehidrasi (kehilangan air
kristal) dengan pemanasan pada 120C dalam oven vakum selama satu malam menghabiskan garam
hidrat. Anhidrat ini tidak cocok untuk vahan baku primer (bbp) karena higroskopis. Konsentrasi larutan
NaEDTA yang bisa digunakan adalah:

0,1 M mengandung 37,224 g/l

0,05 M mengandung 18,612 g/l

0,01 M mengandung 3,7224 g/l


Air digunakan untuk melarutkan, harus air bebas ion (demineralised water) untuk menghindari
kation yang dapat memblock indikator yang digunakan kemudian. Sebaiknya larutan EDTA disimpan dalam
botol gelas, terjadi pelarutan ion-ion dari gelas yang bereaksi dengan EDTA dan dapt menurunkan
konsentrasi EDTA samapi 1% setelah penyimpanan 1 bulan. Larutan EDTA dapat distandarisasi dengan
larutan ZnCl atau ZnSO, MgCl, MgSO atau MnCl.

PERMANGANOMETRI
A. PEMBAHASAN
Prinsip dari metode Permanganometri adalah reaksi reduksi oksidasi. Reaksi-reaksi yang terjadi
meliputi perubahan bilangan oksidasi atau perpindahan elektron-elektron dari zat zat yang bereaksi.
Permanganometri adalah penetapan kadar suatu reduktor dengan jalan dioksodasi dengan larutan standar
KMnO4 dalam lingkungan asam sulfat (H2SO4 2N). Reaksi :
2KMnO4

10FeSO4

8H2SO4

K2SO4

2MnSO4

5Fe2(SO4)2

8H2O
Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks. Dalam reaksi ini, ion MnO 4
bertindak sebagai oksidator. Ion MnO 4 akan berubah menjadi ion Mn 2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi
ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sample.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium permanganat
mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah

digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat
memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini
digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi.
Satu tetes 0,1 N permanat memberikan warna merah muda yang jelas pada volumen dari larutan
yang biasa dipergunakan dalam titrasi. Warna ini dipergunakan untuk mengidentifikasi kelebihan reagen
tersebut. Permanganat menjalani beragam reaksi kimia, karena mangan dapat hadir dalam kondisi-kondisi
oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7. Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir titrasi cukup
untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejulah MnO 2.
Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat. Permanganometri juga bisa
digunakan untuk menentukan kadar belerang, nitrit, fosfit, dan sebagainya. Cara titrasi permanganometri
ini banyak digunakan dalam menganalisa zat-zat organik.
Kalium permanganat merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam lemah, netral
atau basa lemah. Titrasi harus dilakukan dalam larutan yang bersifat asam kuat karena reaksi tersebut
tidak terjadi bolak-balik, sedangkan potensial elktroda sangat bergantung pada pH. Pereaksi kalium
permanganat bukan merupakan larutan baku primer dan karenanya perlu dibakukan terlebih dahulu.
Titrasi dilakukan dalam lingkungan asam, sebab untuk menjaga supaya konsentrasi hidrogen ion
(H) tetap selama titrasi berlangsung karena dalam lingkungan netral atau basa sebagian dari KMnO4
diubah menjadi MnO4 sehingga larutan berwarna coklat yang akan menyukarkan pengamatan pada titik
akhir titrasi. Sebagai asam umumnya digunakana H 2SO4 encer tidak dapat digunakan HCl, HBr, HI, atau
HNO3, sebab:
1.

HCl, HBr, HI akan dioksidsi sendiri oleh KMnO 4.

2.

HNO3 sendiri bersifat sebagai oksidator .


Reaksi ini berjalan lambat dalam keadaan asam, tapi cepat dalam keadaan netral. Kelebihan
sedikit dari permanganate yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya
pengendapan sejumlah MnO 2. Bagaimanapun juga, mengingat reaksinya berjalan lambat, MnO 2 tidak
diendapkan secara normal pada titik akhir titrasi-titrasi permanganate.
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan permanganate. Mangan
oksida mengkatalisis dekomposisi larutan permanganate. Jejak-jejak dari MnO 2 yang semula ada dalam
permanganate, atau berbentuk akibat reaksi antara permanganate dengan jejak-jejak dari agen-agen
pereduksi di dalam air, mengarah pada dekomposisi. Tindakan-tindakan ini biasanya berupa larutan Kristalkristalnya, pemanasan untuk menghancurkan substansi-substansi yang dapat direduksi, dan penyaringan

melalui asbestos atau gelas yang disinter (filter-filter non pereduksi) untuk menghilangkan MnO 2. Biasanya
sebelum disaring dipanaskan terlebih dahulu selama 15-30 menit, jika tidak dipanaskan, sebagai
alternative larutan didiamkan dalam suhu ruang selama 2-3 hari. Larutan tersebut kemudian
distandardisasi, dan jika disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan, konsentrasinya tidak akan banyak
berubah selama beberapa bulan. Larutan kalium permanganate harus disimpan dalam tempat yang bersih,
berbahan kaca dengan warna gelap yang sebelumnya telah dibersihkan dengan larutan pembersih
kemudian dibilas dengan deionised water.

B. INDIKATOR
Dalam titrasi permanganometri tidak diperlukan indikator, karena larutan standar KMnO 4.sudah
berfungsi sebagai indikator sendiri (auto indikator) yaitu MnO 4 bewarna merah violet setelah dereduksi
menjadi Mn yang tidak berwarna dan didalam jumlah yang sedikit mennyebabakan jambon pucat.
Aplikasi lain KMnO4 adalah sebagai reagen untuk mensintesis senyawa organik dalam jumlah
signifikan dibutuhkan untuk sintesis asam askorbat, kloramfenikol, sakarin, asam isonikotinat dan asam
pirazionik.

C. LARUTAN STANDARD
Dalam suatu titrasi bila larutan titran dibuat dari zat yang kemurniannya tidak pasti, perlu
dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan tersebut digunakan zat baku yang disebut larutan baku primer.
Larutan standar primer adalah larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung dari hasil
penimbangan. Contohnya K2Cr2O4, As2O3 dan sebagainya. Adapun syaratsyarat larutan standar primer
adalah :
1.

Mudah diperoleh dalam bentuk murni

2.

Mempunyai kemurnian tinggi

3.

Mempunyai rumus molekul yang pasti

4.

Tidak mengalami perubahan saat penimbangan

5.

Mempunyai berat ekivalen yang tinggi jadi kesalahan penimbangan dapat diabaikan.

Standard-standar primer yang digunakan untuk permanganat, antara lain adalah:

1. Arsen (III) Oksida


Senyawa As2O3 adalah standard primer yang sangat baik untuk larutan larutan-larutan
permanganat. Senyawa ini stabil nonhigroskopik, dan tersedia dengan tingkat kemurnian yang tinggi.
Oksida ini dilarutkan dalam Natrium hidroksida, dan larutan kemudian diasamkan dengan asam klorida dan
titrasi dengan permanganat :
5HAsO2

2MnO4

6H

2H2O

2Mn

5HAsO

(Asam yang diproduksi dengan melarutkan As2O3 berperilakau sebagai sebuah asam lemah monoprotik.
Kita akan menulis rumusnya sebagai HAsO 2 dan bukan H2AsO3 .) reaksi ini berjalan lambat pada suhu
ruangan terkecuali sebuah katalis ditambahkan. Kalium iodida, KI, kalium iodidat, KIO, dan iodin
monoklorida, ICl, telah dipergunakan sebagai katalis.

2. Natrium Oksalat
Senyawa ini, Na2C2O4, juga merupakan standard primer yang baik untuk permanganat dalam
larutan asam. Senyawa ini dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian yang tinggi, stabil saat pengeringan,
dan non higroskopik. Reaksinya dengan permangat agak rumit, dan meskipun banyak penyelidikan telah
dilakukan, mekanisme tepatnya tidak pernah jelas. Reaksi berjalan lambat dalam suhu ruangan, sehingga
larutan biasanya dipanaskan sampai 60C. Bahkan pada suhu yang lebih tinggi reaksinya mulai dengan
lambat, namun kecepatannya meningkat ketika ion manganII terbentuk. ManganII bertindak sebagai
katalis, dan reaksinya disebut autokatalik, karena katalisnya diproduksi didalam reaksi ion sendiri. Ion
tersebut dapat memberikan efek katelitinya dengan cara bereaksi cepat denagan permanganat untuk
membentuk mangan berkondisi oksidasi menengah (+3 atau +4), dimana pada gilirannya secara cepat
mengoksidasi ion oksalat, kembali ke kondisi divalen.

Persamaan utnuk reaksi antara oksalat dan

permanganate adalah :
5C2O42- + 2MnO4- + 16H+

2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

Hal ini digunakan untuk analisis Fe (II), H 2C2O4, Ca dan banyak senyawa lain. Selama beberapa
tahun analisis-analisis prosedur yang disarankan oleh McBride 1, yang mengharuskan seluruh titrasi
berlangsung perlahan pada suhu yang lebih tinggi dengan pengadukan yang kuat. Belakangan, Fowler dan
Bright2 menyelidiki secara menyeluruh reaksinya dan menganjurkan agar hampir semua permanganate
ditambahkan secara tepat ke larutan yang diasamkan pada suhu ruangan. Setelah reaksinya selesai,
larutan tersebut dipanaskan sampai 60C dan titrasi diselesaikan pada suhu ini. Prosedur ini
mengeliminasi kesalahan apa pun yang disebabkan oelh pembentukan hydrogen peroksida.

3. Besi
Kawat besi dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat dijadikan sebagai sebuah standar primer.
Unsur ini larut dalam asam klorida encer, dan semua besiIII yang diproduksi selama proses pelarutan
reduksi yang menjadi besiII. Jika larutannya kemudian dititrasi dengan permanganat, cukup banyak ion
klorida yang dioksidasi selain besiII. Oksidasi dari ion klorida oleh permanganatberjalan lambat pada suhu
ruangan. Namun demikian, dengan kehadiran besi, oksidasi akan berjalan lebih cepat. Mesipun besi II
adalah agen pereduksi yang lebih kuat daripada ion klorida, ion yang belakangan ini teroksidasi secara
bersamaan dengan besi. Kesulitan semacam ini tidak ditemukan di dalam oksidasi dari As 2O3 ataupun
Na2C2O4 dalam larutan asam klorida.
Sebuah larutan dari mangan (II) sulfat, asam sulfat dan asam fosfat, disebut larutan pencegah,
atau larutan Zimmermann-Reinhardt, dapat ditambahkan ke dalam larutan asam klorida dari besi sebelum
dititrasi dengan permanganate. Asam fosfat menurunkan konsentrasi dari ion besi (III)dengan membentuk
sebuah kompleks, membantu memaksa reaksi berjalan sampai selesai, dan juga menghilangkan warna
kuning yang ditunjukkan oleh besi (III) dalam media klorida. Kompleks fosfat ini tidak berwarna, dan titik
akhirnya lebih jelas.
Larutan standar sekunder adalah larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan cara
pembakuan. Contohnya NaOH, HCl, AgNO3, KMnO4.
Dalam titrasi permanganometri KMnO4 tidak dapat dipakai sebagai larutan standar primer, sebab
:
1.

Tidak dapat diperoleh dalam keadaan murni bebas dari MnO 2

2.

Aquadeest yang digunakan untuk melarukan biasanya mengandung bahan-bahan reduktor yang akan
mereduksi KMnO4 menjadi MnO2. Adanya MnO2 merupakan katalisator pada penguraian KMnO 4 sendiri.

D. PENENTUAN-PENENTUAN DENGAN PERMANGANAT


1. Penentuan-penentuan dengan Permanganat
Penentuan besi dalam bijih-bijih besi adalah salah satu aplikasi terpenting dari titrasi-titrasi
permanganate. Asam terbaik untuk melerutkan bijih-bijh besi adalah asm klorida, dan Timah (II) klorida
sering ditambahkan untuk membantu proses pelarutan.
Sebelum titrasi dengan permanganate setiap besi (III) harus direduksi menjadi besi (II). Reduksi ini
dapat dilakukan dengan reduktor jones atau timah (II) klorida. Reduktor jones lebuh disarankan jika asam
yang tersedia adalah sulfat, mengingat tidak ada klorida yang masuk.
Timah (II) klorida biasanya dipergunakan untuk mereduksi besi dalam sampel-sampel yang telah
dilarutkan dalam asam klorida. Larutan pencegah Zimmermann-Reinhardt lalu ditambahkan jika titrasi akan
dilakukan dengan permanganate.

2. Penentuan agen-agen pereduksi lainnya


Banyak agen pereduksi selain besi (II) dapat ditentukan melalui titrasi langsung dengan
permanganate dalam larutan asam. Diantaranya adalah: Antimon (III) , Arsenik (III), Bromin, Titanium (III),
Tungsten (III), Uranium (IV), Vanadium (IV).

3. Penentuan tidak langsung dari agen-agen pereduksi


Sebuah standar KMnO4 dapat pula dipergunakan secara tidak langsung dalam penentuan agenagen pengoksidasi, khususnya oksida-oksida yang lebih tinggi dari metal-metal seperti timbale dan
mangan. Oksida-oksida semacam ini sulit untuk dilarutkan dalam asam-asam atau basa-basa tanpa
mereduksi metal ke kondisi oksidasi yang lebih rendah. Adalah tidak praktis untuk mentitrasi substansisubstansi ini secara langsung, karena reaksi dari zat padat dengan suatu agen pereduksi adalah lambat.
Maka sampel direaksikan dengan suatu agen pereduksi berlebih dan dipanaskan untuk menyelesaikan
reasi. Kemudian kelebihan agen pereduksi ini dititrasi dengan permanganate standar. Beragam agen
reduksi dapat dipergunakan, seperti As2O3 dan Na2C2O4.

ARGENTOMETRI
A. PEMBAHASAN
Prinsip dari argentometri adalah reaksi pembentukan endapan (preciptate = presipitat) Titrasi
pengendapan = Presipitumetri. Reaksi yang terjadi pada titrasi tipe ini adalah reaksi-reaksi dimana
terbentuk senyawa yang tidak larut. Meskipun reaksi-reaksi dimana terbentuk senyawa yang tidak mudah
larut banyak sekali, tetapi yang dapat digunakan dalam analisa sedikit sekali. reaksi-reaksi tersebut harus
memenui syarat-syarat :
1.
2.

Endapan yang terbentuk praktis tidak larut


Proses terbentuknya endapan harus cepat (terbentuknya larutan lewat jenuh harus tidak berpengaruh

3.
4.

pada proses terbentuknya endapan).


Hasil titrasi tidak boleh dipengaruhi oleh proses adsorbs dan kopresipitasi.
Titik ekivalen dari titrasi harus dapat ditentukan.
Darititrasi tipe ini yang terpenting adalah pemakaian larutan AgNO 3 sebagai larutan standar untuk
penetapan garam-garam halogen dan cianida, yang merupakan salah satu bagian dari analisa volumetri

yang disebut argentometri. Disini penting sekali peranan kelarutan, hasil kali kelarutan dan pengendapan
bertingkat. Argentometri adalah penetapan suatu zat dalam larutan berdasarkan presipitasi dengan larutan
AgNO3. Perak nitrat dapat dijadikan sebagai larutan stndar primer apabila larutanya proanalisis.
Salah satu permasalahan titrasi pengendapan adalah menemukan indikator yang cocok. dalam
titrasi-titrasi yang meliabatkan garam-garam perak ada tiga indikator yang telah sukses dikembangkan
selama ini. Metode Mohr menggunakan ion kromat untuk mengendapkan Ag 2CrO4. Metode Volhard
menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk kompleks yang berwarba dengan tiosianat SCN . Dan metoda
Fajans menggunakan indikator indikator adsorbsi.
Dalam berapa kasus, terutama dalam titrasi dari larutan encer tingkat reaksinya terlalau lambat
untuk kenyamanan sebuah titrasi. Ketika mendekati titik ekivalen dan titran ditambahnkan secara perlahan,
penjenuhan yang luar biasa tidak terjadi dan pengendapan menjadi amat lambat. Kesulitan lainya adalah
bahwa komosisi dari endapan pada umumnya tidak diketahui karena efek-efek pengendapan pengiring.
Meskipun efek ini dapat diminimalisasi atau sebagian terkoreksi melalui proses-proses seperti menyimpan
pengendap cukup lama, hal ini biasanya tidak mungkin terjadi dalam sebuah titrasi langsung. T.a.t dapat
ditentukan dengan cara :
1.
2.
3.
4.

Terbentuknya endapan yang berwarna (cara Mohr)


Terbentuknya senyawa berwarna yang larut (cara Volhard)
Menggunakan indicator absrobsi (cara Fajans)
Timbulnya kekeruhan (cara Leibig-Gay lusac)

B. KURVA TITRASI
Pada kurva ini larutan standar AgNO3 yang ditambah sebagai absis, sedangkan ordinatnya pAg
atau pX (X = anion yang diendapkan oleh Ag). Disini sebgai titran adalah AgNO 3 dan yang dititrasi adalah
NaCl. Koordinat kordinat dapat dilakukan sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Awal titrasi
Sebelum titik akhir titrasi
Pada titik ekivalen
Lewat titik ekivalen
Maka dapat diketahui bahwa bentuk kurva tittrasi tergantung dari :

1.
2.
3.
4.

Ksp endapan
Konsentrasi larutan yang dititrasi dan titrat
Macamnya endapan (yang dimdksud adalah : apakah jumlah kation dan anionnya sama atau berbeda.
Adsorbsi juga menentukan bentuk kurva titrasi (cara fajans)

C. PEMBENTUKAN DARI SEBUAH ENDAPAN BERWARNA :


METODE MOHR
Cara ini digunakan oleh mohr (1856) pada penetapan garam clorida atau bromida dengan larutan
standar AgNO3, yang kemudian dikenal denagn titrasi argentometri cara Mohr.
Pada cara ini larutan klorida atau bromida dititarasi dengan larutan standar AgNO 3,
menggunakan sedikit larutan K2CrO4 sebagai indikator. Pada akhir titrasi ion CrO 4= akan bereaksi dengan
ion Ag membentuk endapan Ag2CrO4 berwarna coklat merah. Endapan coklat merah ini baru akan
terjadibila hampir seluruh ion Cl yang ada dalam larutan telah diendapan sebagai AgCl. Hal ini disebabkan
karena Ksp Ag2CrO4 < Ksp AgCl (makin kecil nilai Ksp nya maka elektrolititnya makin suksr larut dalam air).
Prinsip titrasi metoda mohr adalah pengendapan bertingkat yaitu setelah semua diendapkan
sebagai AgCl kemudian kelebihan 1 tetes AgNO 3 akan mengendap sebagai Ag2CrO4.
Pada titrasi ini suasana larutan harus netral atau basa lemah (pH tidak kurang dari 7 atau tidak
lebih dari 10,5). Sebab, jika terlalu asam maka :
1.
2.

Endapan AgNO3 akan larut sehingga titik akhir titrasi tidak tampak
Kepekaan indikator dapat berkurang dengan adanya ion H sehingga CrO4= bereaksi dengan H
Jika terlalu basa maka AgOH akan mengendap sebelum Ag 2CrO4 dan akan bereaksi dengan AgNO3
membentuk endapan hitam.
Penuruna ion kromat mengharuskan kita untuk menambahkan sejumlah besar ion perak untuk
menghasilkan pada pengendapan dari perak kromat dan akhirnya mengalah pada galat yang besar.
Secara umum dikromat cukup dapat larut.
Clorida dan bromida dapat di tenteukan dengan metode Mohr, akan tetapi Iodida dan tiosianat
tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena endapan perak Iodida atau perak tiosianat mengadsorbsi
ion chromat, seheingga memberikan t.a.t yang tidak jelas. Perhitungan : mgrek garam halogenida = mgrek
AgNO3.
Perak tidak dapat dititrasi secara langsung dengan klorida menggunakan indicator kromat. Perak
kromat mengendap sekilas, terurai kembali secara lambat saat dekat dengan titik ekivalen. Bagaimanapun
juga, orang dapat menabahkan larutan klorida standard berlebih kemudian melakukan titrasi mundur
dengan menggunakan indicator kromat.

D. PEMBENTUKAN KOMPLEKS BERWARNA : METODE VOLHARD


Cara ini mula-mula dugunakan oleh Volhard (1878) untuk :
1.

Penetapan perak dalam suasana asam nitrat, dengan larutan estndar KCNS atau NH 4CNS.

2.

Penetapan kadar garam-garam halogenida secara titrasi kembali, yaitu garam halogenida dalam larutan
yang bereaksi asam dirtambah dengan larutan standar AgNO 3 berlebihan, kemudian kelebihan larutan
stadrar AgNO3 ditirasi kembali dengan larutan standar NH 4CNS.
Indikator yang digunakan pada cara ini adalah ion Fe 3+, biasanya digunakan ferri nitrat atau ferri
amonium selfat (lebih kurang 40%). Prinsip yang digunakan pada titrasi ini adalah pembentukan senyawa
kompleks yang larut.
Pada penambahan larutan standar CNS pada larutan garam perak akan terjadi endapan AgCNS
putih.
Titrasi harus dilakukan dalam lingkungan asam, sebab dalam suasana netral indikator yang berupa
garam Fe3+ akan terhidrolisa oleh air membentuk Fe(OH) 3 suatu endapan yang berwarna coklat merah,
sehingga titik akhir titrasi sukar diamati yang berupa larutan merah. Jika suasana basa, maka Fe3+ akan
bereaksi dengan OH membentuk Fe(OH)3 suatu endapan coklat merah. Bila suasana asam, maka oleh H +
dari HNO3 kesetimbangan dari hidrolisis tersebut akan didesak kekiri sehingga warna merah dari titk akhir
titrasi (terbentuknya Fe(CNS)3+) mudah diamati.
Untuk mendapatkan hasil yang teliti, pada waktu akan dicapai t.a.t digoyangkan kuat-kuat supaya

ion Ag+ yang diadsobrsi oleh endapan AgCNS dapat bereaksi dengan tiosianat. Perhitungan :
1. mgrek Ag atau garamnya = mgrek NH4CNS
2. mgerk garam halogenida = mgerk AgNO3 = mgerk NH4CNS

E. PENGGUNAAN INDIKATOR ADSORBSI : METODE FANJAS


Cara ini mula-mula ditemuka oleh K. Fajans (1923 1924) berdasarkan sifat dari sistem kolid.
Gunanya untuk penetapan kadar garam-garam halogenida dengan lautan standar AgNO 3. Prinsipnya
adalah adsorbsi indikator oeleh endapan. Suatu endapan mempunyai kecenderungan untuk mengadsorbsi
ion-ionnya sendiri. misalanya endapan AgCl dalam media ion Cl dan ion lain akan mengadsorbsi ion Cl
dan bukan ion lain
Pada titik ekivalen indikator akan diadsorbsi oleh endapan dan selama proses tersebut, terjadi
perubahan dalam indikator yang menghasilkan senyawa yang berlainan warnanya.

Pada titrasi larutan Cl dengan larutan standard AgNO 3, sebelum titik ekivalen endapan AgCl akan
mengadsorbsi ion Cl sehingga ion-ion Cl yang berada sebagai lapisan pertama di sekeliling endapan AgCl
dan lapisa ini akan mengardsobsi ion lain yang muatanya berlawanan. Sebagai lapisan kedua ialah ion-ion
Na+, sehingga eosin berada bebas dalam larutan, warnanya merah muda (ping) berfluor-ecensi kuning
hijau.
Pada saat tercapai titik ekivalen : ion Cl dilapisan pertama berekasi dengan ion Ag +, maka ion Ag+
akan diadsorbsi oleh endapan AgCl dan merupakan lapisan pertama. Sedangkan lapisan kedua adalah ion
NO3.
Setelah tercapai titik ekivalen dan ada kelebihan AgNO 3 1 tetes : Didalam larutan terdapat endapan
AgCl yang mengadsorbsi ion Ag+ berada sebagai lapisan pertama disekeliling endapan AgCl, sehingga
aosin sebagai lapisan kedua akan teradsorbsi oleh Ag +, dan disekeliling endapan AgCl akan berwarna
merah dari Ag-eosin.
Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataan bahwa pada t.a.t indikator
teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna pada larutan, tetapi pada
permukaan endapan. suasana larutan dalam titrasi ini bersifat asam samapai netral, tidak boleh basa.
Perhitungan : mgerk garam halogenida = mgerk AgNO 3.
Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada penggunaan indikator adsorbsi yang tepat adalah :
1.

endapan yang terbentuk harus koloid. Garam-garam netral dalam jumlah besar tidak boleh ada dalam
larutan. larutan tidak boleh terlalu encer sebab endapan yang terbentuk akan sedikit sekali, sehingga

2.
3.

perubahan warna yang terjadi kurang jelas.


Ion indikator harus bermuatan berlawanan dengan muatan ion pereaksi pengendapnya.
Ion indikator tidak boleh diadsorbsi dahulu sebelum suatu senyawa diendapkan dengan sempurna, tetapi
harus segera dapat diadsorbsi setelah titik ekivalen tercapai. ion indikator tidak boleh terlalu kuat
diadsorbsi sebab akan menyebabkan adsorbs indikator terjdi sebelum titik ekivalen.
TABEL INDIKATOR ADSORBSI
Indikaor
Fluorosein
Diklorofluorosein
Eosin
Biru brofenol

Anion yang
dititrasi
Cl , Br -, I- , CNSCl-, Br - , I- , CNSBr -, I- , CNS-

Cl- , I- , CNS

pH

Perubahan warna

78
48
28
38

Kuning merah
Kuning merah
Pink merah
Purpur merah

F. TERBENTUKNYA KEKERUHAN : METODE LIEBIG-GAY LUSAC


1.

Cara ini tidak menggunakan indicator, ada bermacam macam cara, diantaranya adalah :
Dengan terbentuknya kekeruhan, misalnya pada pembentukan CN secara leibig. Cara ini
pertama kali digunakan Leibig (1851) , pada penetapan kadar sianida dengan larutan estndar AgNO 3. Bila
larutan AgNO3 ditambah kepada suatu larutan mengandung sianida (misal KCN), mula mula terjadi
endapan (dari AgCN). Akan tetapi bila larutan dikocok atau diaduk endapan akan larut lagi karena dalam
larutan masih mengandung kelebihan CN , dimana akan membentuk kompleks sianida yang stabil, yang
garam alkilnya larut dalam air. Reaksi : Ag + + 2CN
[Ag(CN)2]

+
2grion CN

1 grat Ag
1 grek KCN
=
2grol KCN
bilareaksi daiatas telah sempurna (artinya semua ion CN sudah membentuk kompleks) maka bila dalam

2.

larutan ini ditambahkan lagi sedikit berlebihan AgNO 3 akan terbentuk endapan lagi dari perak sianida.
Dengan terbentuknya kekeruhan yang sama (cara Gay Lusac). Cl misalnya pada titrasi Cl dengan larutan
standar Ag+, pada titik ekivalen terdapat larutan jenuh AgCl diman [Ag +] = [Cl]. Jika sejumlah kecil Ag+ atau
Cl ditambahkan pada larutan, pada titik ekivalen larutan akan terjadi kekeruhan. Pada titik ekivalen
kekeruhan yang ditimbulkan oleh Ag + akan sama dengan yang ditimbulkan oleh Cl . Adanya kelebihan Cl
maka kekeruhan akibat penambahan Ag+ akan lebih jelas dari da yang ditimbulkan oleh penambahan Cl

dan sebaliknya.
3. Dengan terbentuknya larutan yang jernih. MIsalnya pada penetapan kadar Ag + dengan larutan estndar
Cl selama masih terbentuk kekeruhan pada penambahan larutan standar Cl maka titik ekivalen belum
tercapai. Titrasi dilanjutkan sampai tidak lagi terbentuk kekeruhan.

G. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PENGENDAPAN
1. Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu maka
pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.

2. Sifat alami pelarut


Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik seperti alkohol atau
asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan

campuran antara dua zat. Setiap pelarut memiliki kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatau zat,
begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.

3. Pengaruh ion sejenis


Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion sejenis
dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi kecil jika kita larutkan dalam
larutan NH4OH dibanding dengan kita melarutkannya dalam air, hal ini disebabkan dalam larutan NH4OH
sudah terdapat ion sejenis yaitu OH- sehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan terlarut.
Efek ini biasanya dipakai untuk mencuci endapan dalam metode gravimetri.

4. Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH, hal ini
disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin
larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan I- membentuk HI.

5. Pengaruh hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+
dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini akan
meningkatkan kelarutan garam tersebut.

6. Pengaruh ion kompleks


Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat dengan adanya pembentukan
kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut. Sebagai contoh AgCl akan naik kelarutannya jika
ditambahkan larutan NH3, hal ini disebabkan karena terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl.
Sedapat mungkin buret yang digunakan pada titrasi ini adalah buret yang berwarna gelap, sehingga
dapat meminimalisir masuknya cahaya kedalam buret. hal ini bertujuan agar perak tidak teroksidasi. Perak
yang telah teroksidasi ditunjukkan dengan timbulnya garis-garis berwarna hitam pada dinding buret.
sebenarnya buret yang tidak berwarna pun dapat digunakan untuk titrasi ini, hanyasaja kemungkinan perak
untuk teroksidasi ini relatif tinggi. melapisi dinding buret dengan alumunium foil adalah cara yang dapat
digunakan, akan tetapi kendala dalam pembacaan skala pada buret dapat dijumpai, aletrnatif yang lain
adalah melakukan titrasi didalam ruangan yang gelap.

Anda mungkin juga menyukai