yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah
pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak
adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah diamati.
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi
pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut
sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan
menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3. Titrasi argentometri tidak hanya dapat
digunakan untuk menentukan ion halide akan tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan
merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO43- dan ion
arsenat AsO43-.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran
dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+
dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) -> AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan
indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan indicator ini ion
perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat
diamati. Inikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator adsorbsi. Berdasarkan jenis
indicator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas Argentometri
dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain menggunakan jenis indicator diatas maka kita
juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen.
Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara analit
dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva titrasi argentometri yang
memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan
dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak
sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara
asam lemah dengan basa kuat.
METODE MOHR
Mohr mengembangkan titrasi argentometri untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam
suasana netral. Kalium kromat digunakan dalam titrasi argentometri dalam menentukan ion klorida,
bromide, dan sianida. Larutan standar yang dipergunakan adalah perak nitrat (AgNO3). Prinsip
penentuan ion Cl dengan titrasi argentometri adalah AgNO3 akan bereaksi dengan ion Cl
membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Bila semua Cl- sudah habis bereaksi dengan Ag+
dari AgNO3,, maka kelebihan sedikit Ag+ akan bereaksi dengan CrO42- dari indikator K2CrO4 yang
ditambahkan, ini berarti titik akhir titrasi telah dicapai, yaitu bila terbentuk warna merah bata dari
endapan Ag2CrO4.
Reaksi :
Reaksi titrasi: Ag+ + Cl- à AgX(s) [putih]
Reaksi indikator: 2Ag+ + CrO42- à Ag2CrO4(s) [merah bata]
Tingkat keasaman (pH) larutan yang mengandung NaCl berpengaruh pada titrasi. Titrasi dengan
metode Mohr dilakukan pada pH 8. Jika pH terlalu asam (pH < 6), sebagian indikator K2CrO4 akan
berbentuk HCrO4-, sehingga larutan AgNO3lebih banyak yang dibutuhkan untuk membentuk
endapan Ag2CrO4. Pada pH basa (pH > 8), sebagian Ag+ akan diendapkan menjadi perak karbonat
atau perak hidroksida, sehingga larutan AgNO3 sebagai penitrasi lebih banyak yang dibutuhkan.
METODA VOLHARD (KOMPLEKS BERWARNA)
Pada metode ini, sejumlah volume larutan standar AgNO3 ditambahkan secara berlebih ke dalam
larutan yang mengandung ion halida (X-). Sisa larutan standar AgNO3 yang tidak bereaksi dengan
Cl- dititrasi dengan larutan standar tiosianat ( KSCN atau NH4SCN ) menggunakan indikator besi (III)
(Fe3+). Reaksinya adalah sebagai berikut :
METODE FAJANS
Metode ini menggunakan indikator adsorbsi. Indikator adsorbsi merupakan pewarna, seperti
diklorofluorescein yang berada dalam keadaan bermuatan negative dalam larutan titrasi akan
teradsorbsi sebagai counter ion pada permukaan endapan yang bermuatan positif. Dengan
terserapnya ini maka warna indicator akan berubah dimana warna diklorofluorescein menjadi
berwarna merah muda.
http://sudarmanyoman86.blogspot.co.id/
4. Metode Leibig
Pada metode ini, titik akhir titrasi tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi
ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat
ditambahkankepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada
penggojogan akan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan
larut.
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu
maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang
berada pada larutannya.
2. Sifat alami pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik seperti
alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat
dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat. Setiap pelarut memiliki
kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat yang
berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion
sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi
kecil jika kita larutkan dalam larutan NH4OH dibanding dengan kita melarutkannya
dalam air, hal ini disebabkan dalam larutan NH4OH sudah terdapat ion sejenis yaitu
OH- sehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan terlarut. Efek ini
biasanya dipakai untuk mencuci endapan dalam metode gravimetri.
4. Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh
pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya.
Misalnya endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+
akan bergabung dengan I- membentuk HI.
5. Pengaruh hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan
konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami
hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut.
______________________________________________________________________
___________________
Sedapat mungkin buret yang digunakan pada titrasi ini adalah buret yang berwarna
gelap, sehingga dapat meminimalisir masuknya cahaya kedalam buret. hal ini bertujuan
agar perak tidak teroksidasi. Perak yang telah teroksidasi ditunjukkan dengan timbulnya
garis-garis berwarna hitam pada dinding buret. sebenarnya buret yang tidak berwarna
pun dapat digunakan untuk titrasi ini, hanyasaja kemungkinan perak untuk teroksidasi
ini relatif tinggi. melapisi dinding buret dengan alumunium foil adalah cara yang dapat
digunakan, akan tetapi kendala dalam pembacaan skala pada buret dapat dijumpai,
aletrnatif yang lain adalah melakukan titrasi didalam ruangan yang gelap. semoga
bermanfaat yaaaa! C U
https://muthiaura.wordpress.com/2012/04/24/titrasi-argentometri/
praktikum 2
https://id.wikipedia.org/wiki/Asidi-alkalimetri
Prinsip
Asam bertemu basa, kemudian menggunakan indicator fenoftalin (PP) maka titik akhir
titrasinya (TAT) akan berwarna merah muda.
Reaksi
HX + LOH à LX + H2O
1. Bahan
2. HCl
3. NaOH
4. Asam Oksalat
5. Indicator PP
6. Alat
7. Buret
8. Statif
9. Erlenmeyer
10. Pipet volume
11. Corong
12. Dasar Teori
Titrasi adalah proses mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik
ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen pereaksi-
pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya
merupakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikiometri. Hal ini diatasi dengan
pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat
diketahui.
Indikator yaitu suatu senyawa (organik) yang akan berubah warnanya pada rentang pH
tertentu. Indikator merupakan asam lemah atau basa lemah yang memiliki warna cukup
tajam, hanya dengan beberapa tetes, indikator dapat digunakan untuk menetapkan titik
ekivalen dalam titrasi asam basa ataupun untuk menentukan tingkat keasaman larutan.
Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti,
dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).
Larutan baku dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk
membakukan larutan standar misalnya arsen trioksida pada pembakuan larutaniodium.
2. Baku sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh baku primer, dan
kemudian digunakan untuk membakukan larutan standar, misalnya larutan natrium
tiosulfat pada pembakuan larutan iodium.
Langkah Kerja
Asidimetri
Alkalimetri
1. Mengambil NaOH 0,1 N 10,00 ml kemudian dimasukkan ke dalam Erlrnmeyer.
Tambahkan 3 tetes indicator PP, maka warna larutan akan berubah menjadi merah
muda.
2. Memasang buret, kemudian mengisi buret dengan Asam Oksalat
3. Melakukan titrasi, sampai warna larutan berubah menjadi tidak berwarna.
4. Data dan Perhitungan
5. HCl 0,1N 10,00 ml
6. Volume NaOH hasil titrasi adalah 10,2 ml
V1.N1=V2.N2
10,2.N1 = 10 . 0,1
V1.N1=V2.N2
10,2.N1 = 10 . 0,1
Pembahasan
Prinsip titrasi asidi alkalimetri adalah penetapan kadar secara kuantitatif terhadap suatu
senyawa dengan cara mereaksikannya dengan suatu larutan baku yang sudah
diketahui konsentrasinya dengan tepat. Dalam percobaan ini, sampel yang dianalisis
adalah NaOH dan Asam Oksalat yang kadarnya dapat ditentukan melalui metode titrasi
dengan larutan baku HCl untuk NaOH dan NaOH untuk asam oksalat.
Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan Penentuan Asam Oksalat dan NaOH dengan Titrasi
Asidi-Alkalimetri maka praktikan dapat menarik kesimpulan yaitu :
1. Reaksi yang ada pada titrasi ini adalah reaksi netralisasi yaitu reaksi antara asam
dengan basa untuk mencapai titik ekivalen.
2. Pada titrasi asam lemah dengan basa kuat indikator yang sesuai adalah
phenolphthalein.
3. Metode titrasi asidi-alkalimetri dapat digunakan untuk menentukan kadar zat yang
bersifat asam ataupun basa dalam sampel.
4. Larutan baku yang digunakan dalam titrasi asidi-alkalimetri adalah asam kuat ataupun
basa kuat yang telah diketahui konsentrasinya secara tepat.
5. Pada titrasi asam lemah dan basa kuat, pH larutan akan terus meningkat seiring
dengan bertambahnya volume larutan dari basa kuat.
https://titikindrawatianalis.wordpress.com/2015/03/04/laporan-asidi-alkalimetri/
ASIDI ALKALIMETRI
PENDAHULUAN
Salah satu cara dalam penentuan kadar larutan asam basa adalah dengan melalui proses titrasi
asidi-alkalimetri. Cara ini cukup menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitian dan
ketepatannya juga cukup tinggi.
Titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri adalah
titrasi dengan menggunakan larutan standar asam untuk menentukan basa. Asam-asam yang biasanya
dipergunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat. Sedangkan alkalimetri merupakan
kebalikan dari asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan larutan standar basa untuk menentukan asam.
Pada percobaan ini adalah penentuan kadar dengan metode asidi-alkalimetri menggunakan
indikator phenopthalein dan metil jingga, hal ini dilakukan karena jika meggunakan indikator yang lain,
adanya kemungkinan trayek pH-nya jauh dari titik ekuivalen.
DASAR TEORI
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air
yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam )
dengan penerima proton (basa).
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang
bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar
senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa.
a. Asam dan basa
Ada 3 pengertian mengenai apa yang disebut asam dan apa yang disebut basa :
1. Menurut Arrhenius ,
Asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air akan terurai menjadi ion hydrogen (H-) dan
anion, sedangkan basa adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion
hidroksida (OH-) dan kation. Teori Arrhenius hanya berlaku untuk senyawa anorganik dalam
pelarut air.
2. Untuk dapat berlaku dalam segala pelarut, maka Bronsted pada tahun 1923 memberikan batasan
yaitu : asam adalah senyawa yang cenderung melepaskan proton sedangkan basa adalah senyawa
yang cenderung menangkap proton.
A→H+B
Asam → proton + basa konjugatnya
3. Batasan lain diberikan oleh Lewis pada tahun 1938 yang menyatakan bahwa asam adalah
akseptor (penerima ) pasangan electron sedangkan basa adalah donor (pemberi ) pasangan
electron. Dengan batasan ini maka konsep mengenai asam-basa berubah sama sekali yaitu :
senyawa asam itu tidak harus mengandung hydrogen. Menurut Lewis reaksi berikut adalah
reaksi asam basa :
NH3 + BF3 → H3N:BF3
Secara skematis ketiga teori di atas dapat digambarkan dalam skema berikut :
Prinsip titrasi :
Reaksi netralisasi
Reaksi umum :
Alkalimetri
Zat uji bersifat asam lemah + larutan baku basa → garam +air
Contoh :
CH3COOH + NAOH → CH3COONA (garam) + H20 (air )
Asidimetri
Zat uji bersifat basa lemah + larutan baku asam → garam + air
Contoh :
NH4OH + HCL → NH4CL + H20
LARUTAN BAKU
Larutan baku adalah larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui konsentrasinya. Terdapat 2
macam larutan baku, yaitu:
1. Larutan baku primer
Adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode gravimetri. Nilai
konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi
tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu.
Contoh: NaCl, asam oksalat, asam benzoat.
Larutan standar primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diperoleh dengan cara
menimbang.
Titrasi asam basa disebut juga titrasi netralisasi asam basa, dimana jumlah asam yang mengandung 1
mol H+ akan selalu bereaksi secara sempurna dengan jumlah basa yang mengandung 1 mol OH-. Titik
dalam titrasi dimana jumlah asam dan basa berada dalam jumlah yang sama dan disebut titik ekivalen.
Penentuan konsentrasi larutan asam melalui perhitungan volume titrasi larutan basa dan garam dari
asam lemah dengan larutan baku asam disebut asidimetri.
Dalam hal ini jumlah asam yang tepat ekivalen ditentukan dengan jumlah basa yang ada. Penentuan
konsentrasi larutan basa melalui perhitungan volume titrasi larutan asam dan garam dari basa lemah
dengan larutan baku basa disebut alkalimetri. Disini jumlah basa yang tepat ekivalen secara kimia
ditentukan dengan jumlah asam yang ada.
.
STANDARISASI
Asidimetri adalah salah satu teknik titrasi yang yang menggunakan asam sebagai titran. Asam
yang sering dipakai dalam analisis asidimetri adalah HCl. Asam ini harus distandardisasi dengan
larutan baku primer. Larutan baku primer yang sering digunakan untuk standardisasi HCl adalah
larutan boraks. HCl harus distandardisasi karena larutan ini mudah menguap dan mudah bereaksi
dengan senyawa lain di udara
Asam klorida (HCl) merupakan asam kuat yang berbentuk cair dan biasanya mempunyai kadar 39,1 %
dan density 1,2 g/ml. HCl digunakan pada titrasi netralisasi, yaitu suatu proses yang tidak mengakibatkan
terjadinya perubahan, baik perubahan valensi maupun terbentuknya endapan dan atau terjadinya suatu
senyawa kompleks dari zat-zat yang saling bereaksi.
Larutan standar HCl biasanya dinyatakan dengan besaran normal, yaitu larutan 1 N (1 N) adalah
larutan yang mengandung 1 grek suatu zat tertentu dalam volume 2 liter. Untuk 1 grek HCl adalah
banyaknya mol asam tersebut yang dapat melepaskan 1 gram ion H+.
Pembuata larutan standar dari zat yang berbentuk cair sering disebut cara pengenceran, yaitu dari zat
cair yang lebih pekat menjadi lebih cair.cara ini dapat dilakukukan pada cairan yang telah diketahui
normalitasnya. Apabila suatu larutan standar dibuat dari zat cair yang telah diketahui normalitasnya,
maka untuk menentukan banyaknya volume yang akan diencerkan digunakan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
Tetapi bila larutan tersebut dibuat baru suatu zat cair yang tidak/belum diketahui normalitasnya,
maka untuk menetukan banyaknya volume yang akan diencerkan digunakan rumus :
Vx = N x V x BM
10 x n x K x L
dengan : Vx = volume
n = valensi
K = kadar
L = density
N = normalitas larutan yang akan dibuat
BM = berat molekul zat cair tersebut
V = volume zat cair yang akan dibuat
Boraks digunakan sebagai bahan baku dalam penetapan normalitas HCl karena mudah diperoleh
dalam keadaan murni, cukup stabil, dan memiliki berat ekuivalen yang tinggi. Reaksi yang terjadi adalah :
Na2B4O7 + 7H2O 2NaOH + 4H3BO3
2NaOH + 2HCl 2NaCl + 2H2O
Alkalimetri adalah titrasi yang menggunakan basa sebagai titran. Basa yang sering dipakai dalam
analisis alkalimetri adalah NaOH. Larutan baku primer yang sering digunakan untuk standardisasi NaOH
adalah larutan asam oksalat. NaOH perlu distandardisasi karena senyawa ini bersifat higroskopis
sehingga mudah mengikat air dan bereaksi dengan CO2 di udara
Larutan baku primer adalah H2C2O4. 2H2O (asam oksalat) adalah zat padat , halus, putih, larut
baik dalam air. Asam oksalat adalah asam divalent dan pada titrasinya selalu sampai terbentuk garam
normalnya. .berat ekivalen asam oksalat adalah 63. Larutan baku sekunder adalah larutan baku yang
konsentrasinya harus ditentukan dengan cara titrasi terhadap larutan baku primer.
Larutan NaOH tergolong dalam larutan baku sekunder yang bersifat basa. Natrium hidroksida
(NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida
membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Natrium hidroksida murni berbentuk
putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. NaOH bersifat
lembab cair dan secara spontan menyerap karbondioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air
dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. NaOH juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun
kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. NaOH tidak larut dalam dietil
eter dan pelarut non polar lainnya.
Pembuata larutan standar dari zat yang berbentuk cair sering disebut cara pengenceran, yaitu dari
zat cair yang lebih pekat menjadi lebih cair.cara ini dapat dilakukukan pada cairan yang telah diketahui
normalitasnya. Apabila suatu larutan standar dibuat dari zat cair yang telah diketahui normalitasnya,
maka untuk menentukan banyaknya volume yang akan diencerkan digunakan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
Tetapi bila larutan tersebut dibuat baru suatu zat cair yang tidak/belum diketahui normalitasnya,
maka untuk menetukan banyaknya volume yang akan diencerkan digunakan rumus :
Vx = N x V x BM
10 x n x K x L
dengan : Vx = volume
n = valensi
K = kadar
L = density
N = normalitas larutan yang akan dibuat
BM = berat molekul zat cair tersebut
V = volume zat cair yang akan dibuat
INDIKATOR
Berdasarkan sifat asam dan basa, larutan dibedakan menjadi tiga golongan yaitu : bersifat asam, basa,
dan netral. Sifat larutan tersebut dapat ditunjukkan dengan menggunakan indikator asam-basa, yaitu zat-
zat warna yang menghasilkan warna berbeda dalam larutan asam dan basa. Cara menentukan senyawa
bersifat asam, basa atau netral dapat menggunakan kertas lakmus, larutan indikator atau larutan alami.
Misal, lakmus merah dan biru. Berikut pengelompokkan jenis indikator asam–basa dalam larutan yang
bersifat asam, basa dan netral. Lihat tabel 2.5 di bawah ini.
Lakmus
Lakmus digunakan sebagai indikator asam-basa, sebab lakmus memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
1. Lakmus dapat berubah warna dengan cepat saat bereaksi dengan asam ataupun basa.
2. Lakmus sukar bereaksi dengan oksigen dalam udara sehingga dapat tahan lama.
3. Lakmus mudah diserap oleh kertas, sehingga digunakan dalam bentuk lakmus kertas. Lakmus adalah
sejenis zat yang diperoleh dari jenis lumut kerak.
Lakmus adalah asam lemah. Lakmus memiliki molekul yang sungguh rumit yang akan kita sederhanakan
menjadi HLit. "H" adalah proton yang dapat diberikan kepada yang lain. "Lit" adalah molekul asam lemah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa akan terjadi kesetimbangan ketika asam ini dilarutkan dalam air.
Pengambilan versi yang disederhanakan kesetimbangan ini:
Lakmus yang tidak terionisasi adalah merah, ketika terionisasi adalah biru.
Sekarang gunakan Prinsip Le Chatelier untuk menemukan apa yang terjadi jika anda menambahkan ion
hidroksida atau beberapa ion hidrogen yang lebih banyak pada kesetimbangan ini.
Alasan untuk membubuhkan tanda kutip disekitar kata "netral" adalah bahwa tidak terdapat alasan yang
tepat kenapa kedua konsentrasi menjadi sebanding pada pH 7. Untuk lakmus, terjadi perbandingan
warna mendekati 50 / 50 pada saat pH 7 – hal itulah yang menjadi alasan kenapa lakmus banyak
digunakan untuk pengujian asam dan basa. Seperti yang akan anda lihat pada bagian berikutnya, hal itu
tidak benar untuk indikator yang lain.
Fenolftalein
Fenolftalein adalah senyawa kimia dengan rumus C20H14O4 dan sering ditulis sebagai "Hin"
atau "phph" dalam notasi steno. Sering digunakan dalam titrasi, ternyata tidak berwarna dalam larutan
asam dan merah muda dalam solusi dasar. Jika konsentrasi indikator sangat kuat, dapat
munculungu. Dalam solusi sangat dasar, warna pink fenolftalein yang mengalami reaksi memudar agak
lambat dan menjadi tidak berwarna lagi.
Reaksi memudar agak lambat yang menghasilkan InOH3-ion tak berwarna kadang-kadang digunakan di
kelas untuk studi kinetika reaksi.
Fenolftalein tidak larut dalam air dan biasanya dilarutkan dalam alkohol untuk digunakan dalam
percobaan. Itu sendiri merupakan asam lemah, yang dapat kehilangan ion H + dalam
larutan. Molekulfenolftalein tidak berwarna. Namun, ion fenolftalein adalah pink. Ketika basa ditambahkan
kefenolftalein, molekul ion ⇌ kesetimbangan bergeser ke kanan, menyebabkan ionisasi lebih sebagaiion
H + dihapus. Hal ini diprediksi oleh prinsip Le Chatelier.
Fenolftalein disintesis oleh kondensasi anhidrida ftalat dengan dua setara fenol dalam
kondisi asam
Fenolftalein digunakan sebagai indikator asam atau basa dimana dalam kontak atau kehadiran asam itu
akan berubah berwarna dan dengan dasar, itu akan berubah menjadi merah muda warna violet. Ini juga
merupakan komponen dalam indikator universal, solusi yang terdiri dari campuran indikator pH (biasanya
fenolftalein, metil merah, bromothymol biru, dan timol biru)
MetilOrange
Metil Orange (Methyl Orange) MO adalah senyawa organik dengan rumus C14H14N3NaO3S
dan biasanya dipakai sebagai indikator dalam titrasi asam basa. Indikator MO ini berubah warna dari
merah pada pH dibawah 3.1 dan menjadi warna kuning pada pH diatas 4.4 jadi warna transisinya
adalah orange. Struktur indikator ini adalah sebagai berikut:
Jingga metil adalah salah satu indikator yang banyak digunakan dalam titrasi. Pada larutan yang bersifat
basa, jingga metil berwarna kuning dan strukturnya adalah:
Pada faktanya, ion hidrogen tertarik pada salah satu ion nitrogen pada ikatan rangkap nitrogen-nitrogen
untuk memberikan struktur yang dapat dituliskan seperti berikut ini:
Metil Merah
Metil Merah (Methyl Red ) adalah senyawa organik yang memiliki rumus kimia C15H15N3O2, senyawa
ini banyak dipakai untuk indikator titrasi asam basa. Indikator ini berwarna merah pada pH dibawah 4.4
dan berwarna kuning diatas 6.2.
Pemilihan indikator untuk titrasi
Harus diingat bahwa titik ekivalen titrasi yang mana yang memiliki campuran dua zat pada perbandingan
yang tepat sama. Dibutuhkan pemilihan indikator yang perubahan warnanya mendekati titik ekivalen.
Indikator yang dipilih bervariasi dari satu titrasi ke titirasi yang lain.
a. Asam kuat vs basa kuat
Diagram berikut menunjukkan kurva pH untuk penambahan asam kuat pada basa kuat. Bagian yang
diarsir pada gambar tersebut adalah rentang pH untuk jingga metil dan fenolftalein.
dapat dilihat bahwa tidak terdapat perubahan indikator pada titik ekivalen.
Akan tetapi, gambar menurun tajam pada titik ekivalen tersebut yang menunjukkan tidak terdapat
perbedaan pada volume asam yang ditambahkan apapun indikator yang anda pilih. Akan tetapi, hal
tersebut berguna pada titrasi untuk memilih kemungkinan warna terbaik melalui penggunaan tiap
indikator.
Jika menggunakan fenolftalein, maka titrasi dilakukan sampai fenolftalein berubah menjadi tak berwarna
(pada pH 8,8) karena itu adalah titik terdekat untuk mendapatkan titik ekivalen.
Dilain pihak, dengan menggunakan metil jingga, titrasi dilakukan sampai bagian pertama kali muncul
warna jingga dalam larutan. Jika larutan berubah menjadi merah, anda mendapatkan titik yang lebih jauh
dari titik ekivalen.
Kali ini adalah sangat jelas bahwa fenolftalein akan lebih tidak berguna. Akan tetapi jingga metil mulai
berubah dari kuning menjadi jingga sangat mendekati titik ekivalen.
Kali ini, jingga metil sia-sia! Akan tetapi, fenolftalein berubah warna dengan tepat pada tempat yang anda
inginkan.
d. lemah vs basa lemah
Kurva berikut adalah untuk kasus dimana asam dan basa keduanya sebanding lemahnya – sebagai
contoh, asam etanoat dan larutan amonia. Pada kasus yang lain, titik ekivalen akan terletak pada pH
yang lain.
Dapat dilihat melihat bahwa kedua indikator tidak dapat digunakan. Fenolftalein akan berakhir
perubahannya sebelum tercapai titik ekivalen, dan jingga metil jauh ke bawah sekali.
Ini memungkinkan untuk menemukan indiaktor yang memulai perubahan warna atau mengakhirinya pada
titik eqivalen, karena pH titik ekivalen berbeda dari kasus yang satu ke kasus yang lain, anda tidak dapat
mengeneralisirnya.
Larutan natrium karbonat dan asam hidroklorida encer
Berikut ini adalah kasus yang menarik. Jika anda menggunakan fenolftalein atau jingga metil, keduanya
akan memberikan hasil titirasi yang benar – akan tetapi harga dengan fenolftalein akan lebih tepat
dibandingkan dengan bagian jingga metil yang lain.
Hal ini terjadi bahwa fenolftalein selesai mengalami perubahan warnanya pada pH yang tepat dengan titik
ekivalen pada saat untuk pertamakalinya natrium hidrogenkarbonat terbentuk.
Perubahan warna jingga metil dengan tepat terjadi pada pH titik ekivalen bagian kedua reaksi.
PENETAPAN KADAR
Dalam bidang farmasi, asidi-alkalimetri dapat digunakan untuk menentukan kadar suatu obat
dengan teliti karena dengan titrasi ini, penyimpangan titik ekivalen lebih kecil sehingga lebih mudah untuk
mengetahui titik akhir titrasinya yang ditandai dengan suatu perubahan warna, begitu pula dengan waktu
yang digunakan seefisien mungkin.
Beberapa senyawa yang ditetapkan kadarnya secara asidi dan alkalimetri dalam Farmakope
Indonesia Edisi IV diantaranya adalah:
1. Amfetamin sulfat dan sediaan tabletnya
2. Amonia
3. Asam asetat
4. Asam benzoat
5. Asam klorida
6. Asam salisilat
7. Asam sitrat
8. Asam sulfat
9. Asam tartrat
10. Butil paraben
11. Efedrin dan sediaan tabletnya
12. Etil paraben
13. Eukinin
14. Furosemide
15. Glibenklamide
16. Ketoprofen
17. Kloralhidrat
18. Linesterol
19. Magnesium hidroksida
20. Meprobamat
21. Metil paraben
22. Naproksen
23. Natrium tetraborat
24. Neostigmin metilsulfat
25. Propil paraben
26. Propil tiouracil
27. Sakarin natrium
28. Zink oksida
Contoh penetapan kadar
Larutan asam yang sering digunakan dalam asidi-alkalimetri umumnya dibuat dari asam klorida
dan asam sulfat. Kedua asam ini dapat digunakan pada hampir semua titrasi, akantetapi asam
klorida lebih disukai daripada asam sulfat terutama untuk senyawa-senyawa yang memberikan
endapan asam sulfat seperti barium hidroksida. Asam sulfat lebih disukai untuk titrasi yang
menggunakan pemanasan karena kemungkinan terjadinya penguapan pada pemanasan asam
klorida yang dapat menimbulkan bahaya. Asam nitrat selalu tidak digunakan karena
mengandung asam nitrit yang dapat merusak beberapa indikator.
Untuk larutan baku alkali umumnya digunakan natrium hidroksida, kalium hidroksida, dan
barium hidroksida. Larutanini mudah menyerap karbondioksida dari udara, oleh karena
itukonsentrasinya dapat berubah degan cepat. Dengan demikian larutan baku alkali dibuat
bebas karbonat dan untuk melindungi itu dari pengaruh karbondioksida dari udara maka
penyimpanan dilengkapi degan “soda lime tube”. Semua larutan baku harus sering dibakukan
lagi.
Daftar Pustaka :
Anonim, 1972, Farmakope Indonesia, Edisi II, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Vogel, A.I., 1978, A Text Book of Quantitative Inorganic Analysis, 4 Ed., Longmans, Green and
Co. London, New York, Toronto.
Permanganometri merupakan titrasi redoks yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium
permanganat (KMnO4).[1] Titrasi ini melibatkan dua tahapan, yakni titrasi analit dengan
larutan kalium permanganat dan kemudian standardisasi kalium permanganat dengan
larutan natrium oksalat. Titrasi melibatkan manipulasi volumetrik untuk mempersiapkan larutan
analit.[2]
Bergantung pada bagaimana titrasi dilakukan, ion permanganat dapat direduksi menjadi Mnx, di
mana x adalah +2, +3, +4 and +6. Menggunakan permanganometri dapat mengestimasi secara
kuantitatif kehadiran dari Fe+2, Mn+2, Fe+2 dan Mn+2 ketika keduanya hadir sebagai campuran,
C2O42−, NO2−, H2O2 dan lain sebagainya.
Daftar isi
[sembunyikan]
1Prinsip dasar
2Reaksi
3Galat
4Lihat pula
5Bacaan lebih lanjut
6Referensi
7Pranala luar
Prinsip dasar[sunting | sunting sumber]
Dalam banyak kasus, permanganometri dilakukan dalam larutan yang sangat asam di mana reaksi
berikut terjadi:[3]
(Eo = +1.69 V)
Dan jika larutan memiliki konsentrasi c(NaOH)>1 mol dm−3 reaksi berikut terjadi:
1. ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai
oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam
H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam
oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung
banyaknya ion logam yang bersangkutan.
2. ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah
disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan
baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan
sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
https://id.wikipedia.org/wiki/Permanganometri
http://restiava.blogspot.co.id/2013/09/titrasi-permanganometri_3732.html