Polisi tidur atau disebut juga sebagai Alat Pembatas Kecepatan adalah bagian jalan
yang ditinggikan berupa tambahan aspal atau semen yang dipasang melintang di jalan untuk
pertanda memperlambat laju/kecepatan kendaraan. Untuk meningkatkan keselamatan dan
kesehatan bagi pengguna jalan ketingginya diatur dan apabila melalui jalan yang akan
dilengkapi dengan rambu-rambu pemberitahuan terlebih dahulu mengenai adanya polisi tidur,
khususnya pada malam hari, maka polisi tidur dilengkapi dengan marka jalan dengan garis
serong berwarna putih atau kuning yang kontras sebagai pertanda.
Akan tetapi polisi tidur yang umumnya ada di Indonesia lebih banyak yang
bertentangan dengan disain polisi tidur yang diatur berdasarkan Keputusan Menteri
Perhubungan No 3 Tahun 1994 dan hal yang demikian ini bahkan dapat membahayakan
keamanan dan kesehatan para pemakai jalan tersebut
harus
diatur
agar
tidak
tubuh
membuat
bagian
stres
atas
akan
signifikan
pada
disc
perhitungan (
atau
dengan
(moments at the
L5/S1 disc) = 0 ) atau pengangkatan beban dengan berat beban tubuh bagian atas (M load-to-torso
= Wload* h + Wtorso*b} yang dapat menyebabkan adanya risiko cedera
[2]
Pemakai Jalan, di mana sudut kemiringan adalah 15% dan tinggi maksimum tidak lebih dari
120 mm.
Penampang
Dari beberapa penjelasan diatas, Disini saya akan menganalisis masih banyak kesalahan
pembuatan polisi tidur di daeran pemukiman watu gong dan sekitarnya:
Penempatan polisi tidur
Alat pembatas kecepatan ditempatkan pada:
Jalan di lingkungan pemukiman
Jalan lokal yang mempunyai kelas jalan IIIC
Pada jalan-jalan yang sedang dilakukan pekerjaan konstruksi
Penempatan dilakukan pada posisi melintang tegak lurus dengan jalur lalu lintas. Bila
dilakukan pengulangan penempatan alat pembatas kecepatan ini harus disesuaikan dengan
kajian manajemen dan rekayasa lalu lintas.
Perlengkapan pelengkap polisi tidur
Pada foto diatas terlihat tidak adanya keterangan rambu peringatan polisi tidur.
Kenyataanya di dalam gang itu terdapat polisi tidur yang tidak sesuai setandart
yang memberikan tidak kenyamanan pada kendaraan yang melaluinya.
Dari foto diatas yang di ambil di jalan watu gong dan sekitarnya terlihat banyak polisi tidur
yang tidak terlihat dari jarak jauh karena tersamar oleh aspal, atau jalan yang lain.dan tidak di
perjelas dengan menggunakan warna terang atau dengan mengecatnya.Itu menyebabkan kita
kaget jiga mendadak terdapat jendulan/polisi tidur tersebut.
Dari foto yang diambil di sektar jalan watu gong tidak adanya standart pembuatan yang
sesuai dengan undang-undang yang telah di terapkan. Masyarakan lebih mengandalan ilmu
kasaran dari pada memahami ketentuan yang ada di undang-undang yang telah di atur oleh
pemerintah. Padahal ilmu itu sangat penting jika di terapkan pada jalan yang akan di bangun
polisi tidur. Akan bisa memberikan menguntungkan masyarakan dan menguntungkan
pengguna jalan.
Undang-undang tentang polisi tidur
Pengaturan tentang polisi tidur atau tanggul jalan tidak ditemukan secara khusus dalam
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU
LLAJ).Akan tetapi, kita dapat menemukan pengaturannya dalam peraturan perundangundangan di bawahnya, yakni peraturan daerah (perda). Keberadaan polisi tidur ini dijamin
pada pasal 25 ayat (1) soal perlengkapan jalan huruf e perihal alat pengendali dan pengaman
penggunajalan. Dikatakan selanjutnya pada pasal 27 ayat (2) bahwa ketentuan mengenai
pemasangan perlengkapan jalan pada jalan lingkungan tertentu diatur dalam peraturan
daerah. Pembuatan polisi tidur ini haruslah melalui ijin dari pihak yang berwenang. Aturan
larangan tersebut terdapat pada pasal 28 ayat (1)setiap orang dilarang melakukan perbuatan
yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan. Kemudian pada ayat (2)
kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi untuk membuat pengemudi kendaraan
bermotor mengurangi kecepatan kendaraannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa peninggian sebagian badan jalan yang
melintang terhadap sumbu jalan dengan lebar, tinggi dan kelandaian tertentu. Sanksi Pidana
Pasal 275
terhadap Pelanggaran dalam Pembuatan Polisi Tidur
Ketentuan pidana bagi yang melanggar Pasal 28 ayat (1) dan (2) diancam hukuman
pidana sebagaimana diterangkan dengan rinci
gangguan fungsi
dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah).
2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap
orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan
jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2).
1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang
Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki,
dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00
(dua ratus lima puluh ribu rupiah).
2) Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu
Linta s, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sehingga tidak berfungsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).4 Dengan adanya peru musan sanksi pidana yang
tersebut
akan dapat lebih memberikan pilihan untuk menjatuhkan pidana pokok yang
ditetapkan. Karena polisi tidur ini digunakan untuk me nertibkan pengguna jalan, maka dari
itu syarat-syarat dalam pembuatan polisi tidur haruslah benar - benar diperhatikan sehingga
tidak menyebabkan kecelaka an bagi pengguna jalan.
Polisi tidur ini terutama banyak dijumpai di jalan jalan lingkungan pemukiman atau
perumahan. Istilah lain yang digunakan bagi polisi tidur ataupun gundukan yaitu alat
pembatas kecepatan. Alat pembatas kecepatan adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang
berfungsi untuk membuat pengemudi kendaraan bermotor mengurangi kecepatan
kendaraannya. Kelengkapan tambahan dapat berupa peninggian sebagian badan jalan yang
melintang terhadap sumbu jalan dengan lebar, tinggi, dan kelandaian tertentu.
penjabaran syarat untuk membuat alat pembatas kecepatan. Peraturan mengenai hal
tersebut terdapat di dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 3 Tahun 1994
Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan. Pada dasarnya pembuatan alat
pembatas kecepatan dibutuhkan ijin dari pejabat yang berwenang (contohnya Kepala
Daerah). Alat pembatas kecepatan juga hanya boleh dibuat pada tempat-tempat tertentu saja,
seperti :
a.Jalan di lingkungan pemukiman
b. Jalan lokal yang mempunyai kelas jalan III
c. Pada jalan-jalan yang sedang dilakukan pekerjaan konstruksi
Di dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan angkutan jalan
perihal pengelompokan Jalan. Pengertian Jalan Kelas III adalah jalan arteri, kolektor, lokal,
dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu)
milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu
terberat 88 (delapan) ton.
Syarat pembuatan alat pembatas kecepatan :
-
Penempatan alat pembatas kecepatan dilakukan pada posisi melintang tegak lurus
kecepatan di depannya.
Bentuk penampang melintang alat pembatas kecepatan menyerupai trapesium dan
bagian yang menonjol di atas badan jalan maksimum 12 cm. Penampang tersebut di
kedua sisi miringnya mempunyai kelandaian yang sama maksimum 15%. Lebar
mendatar bagian atas), proporsional dengan bagian menonjol di atas badan jalan dan
minimum 15 cm.
Alat Pembatas kecepatan dapat dibuat dengan menggunakan bahan yang sesuai
dengan bahan dari badan jalan, karet, atau bahan lainnya yang mempunyai pengaruh
Kesimpulan
1. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum tidaklah
dengan jelas diatur mengenai definisi mengenai polisi tidur dan dalam UU
tersebut maksud dari polisi tidur sendiri hanya merupakan gambaran umum.
2. Dalam pembuatan polisi tidur ini haruslah memperoleh ijin dalam proses
pembuatannya dan harus sesuai dengan at uran-aturan yang sudah ditetapkan
dalam UU. Apabila tidak sesuai sudah ada peraturan mengenai sanksi pidana
penjara dan pidana denda bagi yang melanggar.
3. Saran
Perlu adanya suatu aturan yang lebih mengkhusus lagi untuk mengatur mengenai
polisi tidur kedala m peraturan perundang -undangan agar tidak ada kesewenang kewenangan dalam pembuatan polisi tidur sehingga dapat menekan angka
kecelakaan.