Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

MANAJEMEN ISK ANAK TERKINI

Pembimbing :
dr. Agus Fitrianto, Sp.A

Disusun Oleh:
Muthia Kamal Putri
G4A015173

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2016

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan serta disetujui referat dengan judul :


MANAJEMEN ISK ANAK TERKINI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian


kepanitraan klinik dokter muda SMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh:
Muthia Kamal Putri
G4A015173

Purwokerto,

Juli 2016

Mengetahui,
Dokter Pembimbing,

dr. Agus Fitrianto, Sp.A

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Tujuan ............................................................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A Definisi.........................................................................................................................
B Epidemiologi................................................................................................................
C Etiologi.........................................................................................................................
D Klasifikasi.....................................................................................................................
E Faktor Risko.................................................................................................................
F Patogenesis...................................................................................................................
G Penegakan Diagnosis....................................................................................................
H Diagnosis Banding........................................................................................................
I Penatalaksanaan............................................................................................................
III. KESIMPULAN .................................................................................................
IV. DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang relatif sering ditemukan pada
bayi dan anak-anak serta ditandai dengan jumlah bakteri yang bermakna dalam urin.
Prevalensi kejadian ISK pada anak tergolong tinggi dan menempati urutan kedua
penyakit infeksi yang paling sering terjadi setelah infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA).1.
Gejala klinis ISK bervariasi tergantung kepada usia, intensitas reaksi inflamasi
dan lokasi infeksi pada saluran kemih. Demam tanpa sebab yang jelas pada anak usia
2 bulan hingga 2 tahun sekitar 5 persennya disebabkan oleh ISK dan prevalensi ISK
anak perempuan pada usia dini terjadi dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak
laki-laki.2 Prevalensi pada anak perempuan berkisar 3-5% dan pada laki-laki sekitar
1%.3 Anak berusia 2 bulan hingga 2 tahun yang menderita ISK perlu mendapat
perhatian khusus karena gejala klinis yang tidak khas, cara mendapatkan sampel urin
yang invasif, dan mempunyai risiko terbesar untuk terjadinya kerusakan ginjal.2
Pada anak usia pra sekolah perbandingan prevalensi ISK pada anak laki-laki
dan perempuan masing-masing adalah 0,04% - 0,2% dan 0,7% - 1,9%. Rasio ini tidak
berubah sampai usia sekolah dimana anak perempuan 3-4 kali lebih banyak menderita
ISK daripada anak laki-laki.16

Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang, serta dipastikan dengan biakan urin kuantitatif.2 Standar
pemeriksaan untuk mendiagnosis ISK adalah dengan kultur urin. Karena

dalam proses kultur dibutuhkan waktu setidaknya 48 jam untuk mendapatkan


hasilnya oleh karena itu, pemeriksaan mikroskopis urin juga sering dibutuhkan untuk
membantu membuat diagnosis awal ISK. Spesimen urin penderita ISK akan
menunjukkan temuan positif pada dipstick untuk nitrit, esterase leukosit, atau darah.3
Dipstick test memiliki sensitivitas hampir 85-90%. Pemeriksaan mikroskopis
urin dapat mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, dan sel epitel. Selain itu
evaluasi diagnostik pada anak yang menderita ISK sudah banyak mengalami
kemajuan, ditambah dengan adanya metode-metode yang tidak invasif seperti
ultrasonografi, pencitraan radioisotop, MRI, dan lain-lain merupakan alat yang sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis.3
ISK perlu mendapat perhatian para dokter maupun orangtua karena berbagai
alasan, antara lain ISK sering menjadi tanda adanya kelainan pada ginjal dan saluran
kemih yang serius seperti refluks vesiko-ureter (RVU) atau uropati obstruktif, ISK
adalah salah satu penyebab utama gagal ginjal terminal dan ISK menyebabkan juga
gejala yang tidak menyenangkan bagi pasien.4
Infeksi berulang sering terjadi pada penderita rentan, atau terjadi karena adanya
kelainan anatomik atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan adanya stasis
urin atau refluks.
Komplikasi ISK akut pada anak jarang terjadi, namun pada bayi dapat
berkembang smenjadi infeksi sistemik. Komplikasi jangka panjang ISK adalah
keadaan yang parut ginjal dimana terjadi hipertensi dan gagal ginjal kronik.7 Deteksi

dan penanggulangan dini dari ISK tersebut sangat dibutuhkan karena adanya
komplikasi jangka panjang yang merugikan jika anak dengan ISK tidak segera
diobati.3
Penanganan Infeksi saluran kemih (ISK) pada anak yang dilakukan lebih awal
dan tepat dapat mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut. Sampai saat ini
masih belum ada keseragaman dalam penanganan ISK pada anak, dan beberapa hal
yang masih menjadi kontroversi. Beberapa protokol penanganan ISK telah dibuat
berdasarkan hasil penelitian multisenter berupa uji klinis dan meta-analisis, meskipun
terdapat beberapa perbedaan, tetapi protokol-protokol penanganan ini saling
melengkapi.7
B. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dari ISK pada anak.
2. Menjelaskan faktor risiko dan gambaran mengenai mekanisme terjadinya ISK
pada anak.
3. Menjelaskan tentang manajemen dan tatalaksana ISK terkini pada anak.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan suatu infeksi yang melibatkan ginjal,
ureter, vesika urinaria, ataupun uretra.8 ISK adalah istilah umum yang menunjukkan
adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih.17 Bakteri yang terdapat dalam
urin disebut dengan bakteriuria. Bakteriuria dikatakan bermakna (significant
bacteriuria) jika sampel urin yang diambil melalui metode mid stream, kateterisasi
urin, dan urine collector menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari
105 colony forming unit (cfu/ml) pada sediaan urin. Apabila sampel urin diambil
dengan metode aspirasi pubik, maka sampel tersebut dinilai bermakna jika ditemukan
bakteri dalam jumlah berapapun pada sediaan urin.7,8
B. Epidemiologi
Epidemiologi ISK pada anak bervariasi dan dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya adalah usia, jenis kelamin, sampel populasi, metode pengumpulan urin,
kriteria diagnosis dan kultur.9 Prevalensi ISK pada bayi baru lahir kurang bulan
sekitar 2,9% sedangkan pada bayi cukup bulan sekitar 0,7%. Anak dengan demam
berumur kurang dari 2 tahun, memiliki prevalensi ISK sebesar 3 - 5%. ISK lebih
sering terjadi pada anak usia prasekolah yaitu sekitar 1 - 3% dibandingkan dengan
usia sekolah sekitar 0,7 - 2,3%. Risiko ISK pada anak sebelum pubertas memiliki
persentase prevalensi sebesar 3 - 5%. pada anak perempuan dan 1-2% pada anak
laki.4,9

C. Etiologi
Urin normal bersifat steril. ISK pada umumnya disebabkan oleh bakteri gram
negatif jenis enterokokus, namun virus dan jamur dapat pula menyebabkan ISK. 3
Escherichia coli merupakan penyebab ISK tersering pada anak baik pada ISK
simtomatik maupun ISK asimtomatik yaitu sebesar 85% kasus. Selain itu,
mikroorganisme penyebab infeksi saluran kemih (uropatogen) yang sering ditemui
pada ISK anak antara lain adalah Klebsiella, Proteus, Enterobacter, Citrobacter,
Staphylococcus saprophyticus.10

D. Klasifikasi
ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi, dan
kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK asimtomatik
dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi ISK atas dan
ISK bawah, dan berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK
simpleks dan ISK kompleks.6
ISK asimtomatik merupakan bakteriuria bermakna tanpa gejala, sedangkan
ISK simtomatik merupakan bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinis.
Sekitar 10 - 30% ISK dikatakan non spesifik apabila sulit digolongkan ke dalam
pielonefritis atau sistitis baik berdasarkan gejala klinik maupun pemeriksaan
penunjang.11

Berikut merupakan klasifikasi ISK berdasarkan lokasi infeksi8:


Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas
ISK atas merupakan infeksi pada parenkim ginjal dan ureter, yang biasa
dikenal sebagai pielonefritis.3 Pielonefritis terdiri dari pielonefritis akut dan
pielonefritis kronik Pielonefritis akut (PNA) adalah proses inflamasi parenkim ginjal
yang disebabkan infeksi bakteri sedangkan pielonefritis kronik (PNK) akibat lanjut
dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah
ISK bawah adalah infeksi yang terjadi pada vesika urinaria (sistitis) dan uretra
(urethritis).3 Presentasi klinis ISK bawah dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Pada
perempuan,terdapat dua jenis ISK bawah yaitu sistitis dan sindrom uretra akut
(SUA).
Sistitis adalah infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna,
sedangkan Sindrom Uretra Akut (SUA) adalah infeksi sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril). SUA sering pula disebut sebagai sistitis bakterialis.
Penelitian terkini menunjukan bahwa SUA seringkali disebabkan mikroorganisme
anaerob. Pada pria, terdapat empat jenis ISK bawah yaitu
epidimidis, dan uretritis

sistitis, prostatitis,

Batas antara atas dan bawah adalah ISK adalah vesicoureteric junction. Risiko
terjadinya parut ginjal sangat bermakna pada pielonefritis dan tidak pada sistitis,
sehingga pemeriksaan fisik, pemberian antibiotik, dan lama terapi keduanya
berbeda.12
ISK berdasarkan komplikasinya dibagi menjadi ISK simpleks dan ISK
kompleks. ISK simpleks/ sederhana/ uncomplicated UTI adalah infeksi pada saluran
kemih tanpa lesi anatomis maupun fungsional saluran kemih seperti sumbatan muara
uretra, refluks vesikoureter, urolithiasis, parut ginjal, buli-buli neurogenik, 4
sedangkan ISK kompleks/ complicated UTI adalah infeksi pada saluran kemih
dengan kelainan struktur atau fungsi pada saluran kemih13.
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) membedakan
ISK menjadi ISK atipikal dan ISK berulang. Kriteria ISK atipikal adalah keadaan
pasien yang sakit berat, diuresis sedikit, terdapat massa abdomen atau kandung
kemih, peningkatan kreatinin darah, septikemia, tidak memberikan respon terhadap
antibiotik dalam 48 jam, serta disebabkan oleh bakteri non Escherichia coli. ISK
berulang adalah ISK dengan dua kali atau lebih episode pielonefritis akut atau ISK
atas, atau satu episode pielonefritis akut atau ISK atas disertai satu atau lebih episode
sistitis atau ISK bawah, atau tiga atau lebih episode sistitis atau ISK bawah.14
D. Faktor Risiko
Upaya yang harus dilakukan untuk mengidentifikasi faktor risiko pada
anak yang didiagnosis ISK antara lain adalah anomali anatomi, disfungsi
berkemih, dan konstipasi. Anak yang menerima antibiotik spektrum luas seperti
10

amoxicillin dapat mengganggu kondisi fisiologis gastrointestinal (GI) dan flora


periurethral, hal tersebut akan meningkatkan risiko untuk ISK. Hal ini disebabkan
antibiotik tersebut mengganggu pertahanan alami saluran kemih dalam
menghadapi kolonisasi oleh bakteri patogen.6
Faktor anomali anatomi sebagai faktor risiko terjadinya ISK antara lain
adalah refluks vesiko-ureter dan refluks intrarenal, obstruksi saluran kemih,
corpus alienum dalam kateter urin, duplikasi collecting system, ureterokel, dan
divertikulum kandung kemih.3
Lamanya inkubasi urin dalam kandung kemih akibat beberapa hal
merupakan salah satu faktor terjadinya ISK. Inkubasi urin ini bisa terjadi akibat
anak memiliki disfungsi berkemih atau anak memilih untuk menahan pipisnya.
Faktor lainnya seperti konstipasi, kelainan neurogenik atau kelainan anatomi
kandung kemih juga dapat menyebabkan disfungsi berkemih.15
Sirkumsisi adalah salah satu faktor protektif terhadap ISK terpenting pada
anak laki-laki sehingga menjadikan anak laki-laki yang belum disirkumsisi
sebagai faktor risiko terjadinya ISK.16
E. Patogenesis
Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urin bebas dari
mikroorganisme

atau

steril.

Infeksi

saluran

kemih

terjadi

pada

saatmikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembangbiak dalam


media urin. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui 4 cara, yaitu 17,18:
1. Ascending
2. Hematogen

11

3. Limfogen
4. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen
sebagai akibat dari pemakaian instrumen.

Sebagian besar mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara


ascending. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari
flora normal usus dan hidup secara komensal di introitus vagina, prepusium penis,
kulit perineum, dan sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih
melalui uretra prostat vas deferens testis (pada pria) buli-buli ureter dan
sampai ke ginjal.
Dua jalur utama terjadinya ISK antara lain adalah hematogen dan
ascending, namun mekanisme ascending merupakan mekanisme yang paling
paling sering terjadi.14
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh
yang rendah, karena menderita sesuatu penyakit kronis, atau pada pasien yang
mendapatkan pengobatan imunosupresif . 18,19
Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya fokus infeksi di tempat
lain, misalnya infeksi S. aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran
hematogen dari fokus infeksi di tulang, kulit, endotel, atau tempat lain. M.
Tuberculosis, Salmonella, pseudomonas, Candida, dan Proteus sp termasuk jenis
bakteri dan jamur yang dapat menyebar secara hematogen. 18,19

12

Walaupun jarang terjadi, penyebaran hematogen ini dapat mengakibatkan


infeksi ginjal yang berat, misal infeksi Staphylococcus dapat menimbulkan abses
pada ginjal.18

Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui 4 tahapan, yaitu18:

Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina


Masuknya mikroorganisme ke dalam vesika urinaria
Multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih
Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.

Gambar 2.1 Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih. (1)
kolonisasi kuman di sekitar uretra, (2) masuknya bakteri melaui
uretra ke vesika urinaria , (3) penempelan bakteri pada dinding bulibuli, (4)masuknya bakeri melaui ureter ke ginjal (Purnomo, 2003)
ISK

terjadi

karena

adanya

gangguan

keseimbangan

antara

mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran


13

kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena


pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent yang
meningkat. 18

Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam


saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah pertahanan
lokal dari host peranan sistem kekebalan tubuh yang terdiri dari imunitas selular
dan humoral. 18
Berikut ini merupakan pertahanan lokal tubuh terhadap infeksi: 18
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mekanisme pengosongan urin yang teratur dari buli-buli


gerakanperistaltik ureter (wash out mechanism)
Derajat keasaman (pH) urin
Osmolaritas urin yang cukup tinggi
Estrogen pada wanita usia produktif
Panjang uretra pada pria
Adanya zat anti bakterial pada kelenjar prostat atau PAF (prostatic

antibacterial factor) yang terdiri dari unsur Zn uromukoid (protein tammHorsfall) berperan dalam menghambat penempelan bakteri pada urotelium.
Pertahanan lokal sistem saluran kemih yang paling baik adalah mekanisme wash
out urin, yaitu aliran urin yang mampu membersihkan kuman-kuman yang ada di
dalam urin. 18
Gangguan dari sistem ini akan mengakibatkan bakteri mudah sekali untuk
bereplikasi dan menempel pada urotelium. Aliran urin adekuat dan mampu
menjamin mekanisme wash out adalah jika jumlah urin cukup dan tidak ada
hambatan didalam saluran kemih. Oleh karena itu kebiasaan jarang minum dan
14

gagal ginjal menghasilkan urin yang tidak adekuat, sehingga memudahkan


terjadinya infeksi saluran kemih oleh bakteri. 18
Keadaan lain yang dapat mempengaruhi aliran urin dan menghalangi
mekanisme wash out adalah adanya stagnansi atau stasis urin dimana miksi yang
tidak teratur atau sering menahan kencing, obstruksi saluran kemih, dan adanya
kantung-kantung pada saluran kemih yang tidak dapat mengalir dengan baik
misalnya pada divertikula, serta adanya dilatasi atau refluk sistem urinaria. Selain
itu, faktor lainnya adalah didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang
dipakai sebagai tempat persembunyian bakteri. 18
Bakteri dilengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat di
permukaannya. Pili berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui reseptor
yang ada dipermukaan urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya terdapat 2 jenis
bakteri yang mempunyai virulensi berbeda, yaitu:18
Tipe pili 1, banyak menimbulkan infeksi pada sistitis.
Tipe pili P, yang sering menimbulkan infeksi berat pielonefritis akut.
Selain itu beberapa bakteri mempunyai sifat dapat membentuk antigen,
menghasilkan toksin (hemolisin), dan menghasilkan enzim urease yang dapat
merubah suasana urin menjadi basa. 18

F. Penegakan Diagnosis
Gejala klinik ISK pada anak sangat bervariasi, hal ini ditentukan oleh
intensitas reaksi peradangan, letak infeksi (ISK atas dan ISK bawah), dan umur
pasien. Sebagian ISK pada anak merupakan ISK asimtomatik. ISK simptomatik

15

umumnya ditemukan pada anak umur sekolah, terutama anak perempuan dan
biasanya ditemukan pada uji tapis (screening programs). ISK asimtomatik
umumnya tidak berlanjut menjadi pielonefritis dan memiliki prognosis jangka
panjang yang baik . 7
Pada saat ananmesis terdapat riwayat sering ngompol, muntah, diare,
gagal tumbuh, demam dengan penyebab yang tidak jelas dapat terjadi pada anak
dengan ISK. Informasi mengenai bladder control, pola BAK dan pancaran urin
juga penting dalam mendiagnosis ISK. 2
AAP merekomendasikan untuk mempertimbangkan ISK pada anak usia 2
bulan hingga 2 tahun yang mengalami demam tanpa sebab yang jelas. 2
Berdasarkan Mori et al tahun 2007, NICE merekomendasikan dasar-dasar
assesment (dugaan) dan diagnosis berdasarkan review sistematik dan teknik
konsensus yang patognomonis terhadap ISK pada anak.
Berikut ini adalah dasar-dasar assesment dan diagnosis ISK pada anak:20
1) Mempertimbangkan diagnosis ISK pada balita dan anak jika terdapat gejalagejala sebagai berikut:
a. Demam tanpa penyebab yang jelas dengan suhu 38C atau lebih setelah 24 jam
terakhir.
b. Gejala dan tanda ISK, antara lain:

Demam
Gejala yang tidak spesifik, seperti:
Lethargi
Iritabel/cengeng
Malaise
Pertumbuhan terhambat
Muntah
Tidak napsu makan
16

Nyeri perut
Ikterus (bayi)

Gejala spesifik, seperti:


Frekuensi urin
Disuria
Urgensi
Disfungsi berkemih
Kontinensia urin
Sakit pinggang
Hematuria
Urin keruh
Pada bayi sampai satu tahun, gejala klinik dapat berupa demam,

penurunan berat badan, gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, kolik,
muntah, diare, ikterus, dan distensi abdomen. Pada palpasi ginjal anak merasa
kesakitan. Demam yang tinggi dapat disertai kejang.7
Pada umur lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun, dapat terjadi demam yang
tinggi hingga menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan dapat timbul
dehidrasi. Pada anak besar gejala klinik umum biasanya berkurang dan lebih
ringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran kemih berupa polakisuria,
disuria, urgensi, frekuensi, ngompol, sedangkan keluhan sakit perut, sakit
pinggang, atau pireksia lebih jarang ditemukan. 7
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala
saluran cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya masih

17

normal, dapat ditemukan nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel
dan kejang. 21,22
Pada sistitis, demam jarang melebihi 388 C, biasanya ditandai dengan nyeri
pada perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frekuensi, nyeri waktu
berkemih, rasa tidak nyaman suprapubik, urgensi, kesulitan berkemih, retensio
urin, dan enuresis. 21,22

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Menurut Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak, pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis ISK terdiri dari tiga macam
pemeriksaan, yaitu urinalisis, pemeriksaan darah, dan biakan urin. 21,22
a) Pemeriksaan Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase,
protein, dan darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya
bakteriuria, tetapi tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK.
Leukosituria biasanya ditemukan pada anak dengan ISK (80-90%) pada
setiap episode ISK simtomatik tetapi tidak adanya leukosituria tidak
menyingkirkan ISK. Bakteriuria dapat juga terjadi tanpa leukosituria. 23
Leukosituria dengan biakan urin steril perlu dipertimbangkan pada infeksi oleh
kuman Proteus sp., Klamidia sp., dan Ureaplasma urealitikum. 23,24 Pemeriksaan
dengan stik urin dapat mendeteksi adanya leukosit esterase, enzim yang terdapat

18

di dalam lekosit neutrofil, yang menggambarkan banyaknya leukosit dalam


urin.23,25
Uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam
urin. Dalam keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi dapat
ditemukan jika nitrat diubah menjadi nitrit oleh bakteri. Sebagian besar kuman
Gram negatif dan beberapa kuman Gram positif dapat mengubah nitrat menjadi
nitrit, sehingga jika uji nitrit positif berarti terdapat kuman dalam urin. 23,25 Urin
dengan berat jenis yang tinggi menurunkan sensitivitas uji nitrit.26
b) Pemeriksaan Darah
Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis dan membedakan ISK atas dan bawah, namun sebagian
besar pemeriksaan tersebut tidak spesifik. Leukositosis, peningkatan nilai absolut
neutrofil, peningkatan laju endap darah (LED), dan C-reactive protein (CRP)
yang positif, merupakan indikator non-spesifk ISK atas.4,12
c) Biakan Urin
Pengambilan sampel urin untuk biakan urin dapat dilakukan dengan cara
aspirasi suprapubik, kateter urin, pancartengah (midstream), dan menggunakan
urine collector. Cara terbaik untuk menghindari kemungkinan kontaminasi ialah
dengan aspirasi suprapubik, dan merupakan baku emas pengambilan sampel urin
untuk biakan urin. Kateterisasi urin merupakan metode yang dapat dipercaya
terutama pada anak perempuan, tetapi cara ini traumatis.4,23
Teknik pengambilan urin pancar tengah merupakan metode non-invasif
yang bernilai tinggi, dan urin bebas terhadap kontaminasi dari uretra. Pada bayi
19

dan anak kecil, urin dapat diambil dengan memakai kantong penampung urin
(urine bag atau urinecollector) .4,23
Pengambilan sampel urin dengan metode urine collector, merupakan
metode yang mudah dilakukan, namun risiko kontaminasi yang tinggi dengan
positif palsu hingga 80%.4,23

Interpretasi hasil biakan urin bergantung pada teknik pengambilan sampel


urin, waktu, dan keadaan klinik. Untuk teknik pengambilan sampel urin dengan
cara aspirasi supra pubik, semua literatur sepakat bahwa bakteriuria bermakna
adalah jika ditemukan kuman dengan jumlah berapapun.4,23
Perlu ditekankan bahwa tidak satupun dari uji laboratorium tersebut diatas
yang dapat dianggap sebagai baku emas (gold standard) untuk membedakan ISK
atas dan ISK bawah (Lambert et al., 2003) (Bensman et al., 2009). Pemeriksaan
skintigrafi ginjal DMSA (dimercaptosuccinic acid renal scan) merupakan baku
emas untuk menentukan pielonefritis akut, namun pemeriksaan ini tidak rutin
dilakukan. Skintigrafi DMSA mempunyai sensitivitas > 90% dan spesifitas 100%
dalam mendiagnosis pielonefritis akut.11

20

I. Penatalaksanaan
Secara garis besar, tata laksana ISK terdiri atas: 7
1. Eradikasi infeksi akut
Tujuan eradikasi infeksi akut adalah mengatasi keadaan akut, mencegah
terjadinya urosepsis dan kerusakan parenkhim ginjal. Jika seorang anak dicurigai
ISK, berikan antibiotik dengan kemungkinan yang paling sesuai sambil
menunggu hasil biakan urin, dan terapi selanjutnya disesuaikan dengan hasil
biakan urin.
Biasanya, untuk pengobatan ISK simpleks diberikan antibiotik per oral
selama 7 hari, tetapi ada penelitian yang melaporkan pemberian antibiotik peroral
dengan waktu yang lebih singkat (3-5 hari), dan efektifitasnya sama dengan
pemberian selama 7 hari.
NICE merekomendasikan penanganan ISK fase akut, sebagai berikut:
1. Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke
dokter spesialis anak, pengobatan harus dengan antibiotik parenteral.
2. Bayi 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas:

21

Pertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis anak .


Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan antibiotik

yang

resistensinya masih rendah berdasarkan pola resistensi kuman, seperti


sefalosporin atau ko-amoksiklav.
Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi dengan antibiotik
parenteral, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 2-4 hari
dilanjutkan dengan antibiotik per oral hingga total lama pemberian 10
hari.
3. Bayi 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah:
Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensikuman
setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat diberikan
trimetroprim, sefalosporin, atau amoksisilin.
Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai kembali,
dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat pertumbuhan bakteri
dan kepekaan terhadap obat.
Berbagai antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan ISK, baik
antibiotik yang diberikan secara oral maupun parenteral, seperti terlihat pada tabel
2.1 dan 2.2.
Tabel 2.1 Pilihan antimikroba oral pada infeksi saluran kemih

22

Tabel 2.2 Pilihan antimikroba parenteral pada infeksi saluran kemih.

Pemberian antibiotik parenteral selama 7 - 14 hari sangat efektif dalam


mengatasi infeksi pada pielonefritis akut, tetapi lamanya pemberian parenteral
menimbulkan berbagai permasalahan seperti masalah kesulitan teknik pemberian
obat, pasien memerlukan perawatan, biaya pengobatan yang relatif mahal, dan
ketidaknyamanan bagi pasien dan orangtua, sehingga dipikirkan untuk
mempersingkat pemberian parenteral dan diganti dengan pemberian oral.
Biasanya perbaikan klinis sudah terlihat dalam 24-48 jam pemberian antibiotik
parenteral. sehingga setelah perbaikan klinis, antibiotik dilanjutkandengan
pemberian antibiotik per oral sampai selama 7-14 hari pengobatan.

23

Secara teoritis pemberian antibiotik yang lebih singkat pada anak


mempunyai keuntungan antara lain efek samping obat lebih sedikit dan
kemungkinan terjadinya resistensi kuman terhadap obat lebih sedikit.6 Pada
kebanyakan kasus, antibiotik parenteral dapat dilanjutkan dengan oral setelah 5
hari pengobatan bila respons klinik terlihat dengan nyata atau setidak-tidaknya
demam telah turun dalam 48 jam pertama. Tidak ada bukti yang meyakinkan
bahwa pengobatan 14 hari lebih efektif atau dapat mengurangi risiko
kekambuhan.
Dianjurkan pemberian profilaksis antibiotik setelah pengobatan fase akut
sambil menunggu hasil pemeriksaan pencitraan. Bila ternyata kasus yang
dihadapi termasuk ke dalam ISK kompleks (adanya refluks atau obstruksi) maka
pengobatan profilaksis dapat dilanjutkan lebih lama.

Pengobatan suportif
Selain terapi kausal terhadap infeksi, pengobatan suportif dan simtomatik
juga perlu diperhatikan, misalnya pengobatan terhadap demam dan muntah.
Terapi cairan harus adekuat untuk menjamin diuresis yang lancar. Anak yang
sudah besar dapat disuruh untuk mengosongkan kandung kemih setiap miksi.
Higiene perineum perlu ditekankan terutama pada anak perempuan. Untuk
mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin HCl (Pyridium) dengan dosis 7
10 mg/ kgbb/hari. Perawatan di rumah sakit diperlukan bagi pasien sakit berat
seperti demam tinggi, muntah, sakit perut maupun sakit pinggang.23,24
24

2. Deteksi dan tata laksana kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan
saluran kemih, dan tatalaksananya
Deteksi kelainan anatomi atau fungsional ginjal saluran kemih dilakukan
untukmencari faktor predisposisi terjadinya ISK dengan pemeriksaan fisik dan
pencitraan. Dengan pemeriksaan fisik saja dapat ditemukan sinekia vagina
padaanak perempuan, fimosis, hipospadia, epispadia pada anak laki-laki. Pada
tulang belakang, adanya spina bifida atau dimple mengarah ke neurogenic
bladder.
Pemeriksaan pencitraan sangat penting untuk melihat adanya kelainan
anatomi maupun fungsional ginjal dan saluran kemih, yang merupakan faktor
risiko terjadinya ISK berulang dan parut ginjal. Berbagai jenis pemeriksaan
pencitraan antara lain ultrasonografi (USG), miksio-sistouretrografi (MSU), PIV
(pielografi inravena), skintigrafi DMSA (dimercapto succinic acid), CT-scan atau
magnetic resonance imaging (MRI).
Namun, hingga saat ini belum ada kesepakatan tentang seberapa jauh
pemeriksaanpencitraan perlu dilakukan. Para klinikus mengakui tidak ada satupun
metodepencitraan yang secara tunggal dapat diandalkan untuk mencari
faktorpredisposisi
keunggulandan

ISK.

Masing-masing

kekurangan

pemeriksaan

masing-masing,

sehingga

tersebut
sering

memiliki
diperlukan

kombinasibeberapa pemeriksaan. Pilihan pemeriksaan pencitraan hendaknya


ditentukan oleh tersedianya alat pencitraan pada setiap tempat atau institusi.
3. Deteksi dan mencegah infeksi berulang.

25

Beberapa faktor berperan dalam terjadinya ISK berulang, terutama pada


anak perempuan, antara lain infestasi parasit seperti cacing benang, pemakaian
bubble bath, pakaian dalam terlalu sempit, pemakaian deodorant yang bersifat
iritatif terhadap mukosa perineum dan vulva, pemakaian toilet paper yang salah,
konstipasi, ketidak mampuan pengosongan kandung kemih secara sempurna, baik
akibat gangguan neurologik (neurogenic bladder) maupun faktor lain (non
neurogenic bladder), RVU, preputium yang belum disirkumsisi.
ISK berulang dapat dicegah dengan meningkatkan keadaan umum pasien
termasuk memperbaiki status gizi, edukasi tentang pola hidup sehat, dan
menghilangkan atau mengatasi faktor risiko. Asupan cairan yang tinggi dan miksi
yang teratur bermanfaat mencegah ISK berulang.

Koreksi bedah terhadap kelainan struktural seperti obstruksi, refluks


derajat tinggi, urolitiasis, katup uretra posterior, ureterokel dan ureter dupleks
yang disertai obstruksi sangat bermanfaat untuk mengatasi infeksi berulang.
Indikasi tindakan bedah harus dilihat kasus per kasus.
Risiko terjadinya ISK pada bayi laki-laki yang tidak disirkumsisi meningkat
3-15 kali dibandingkan dengan bayi laki-laki yang sudah disirkumsisi. Tindakan
sirkumsisi pada anak laki telahterbukti efektif menurunkan insidens ISK.
Antimikroba profilaksis dosis rendah yang diberikan dalam jangka lama
telah digunakan secara tradisional terhadap pasien yang rentan terhadap
berulangnyapielonefritis akut atau ISK bawah. Terapi profilaksis tersebut sering
26

diberikan ada anak risiko tinggi seperti RVU, uropati obstruktif, dan berbagai
kondisi risiko tinggi lainnya. Namun demikian, efektivitas antibiotik profilaksis
ini sering dipertanyakan dan masih kontroversial.
Belum diketahui berapa lama sesungguhnya jangka waktu optimum
pemberian antibiotik profilaksis. Ada yang mengusulkan antibiotik profilaksis
diberikan selama RVU masih ada dan yang lain mengusulkan pemberian yang
lebih singkat. Pada ISK kompleks pemberian profilaksis dapat berlangsung 3 -4
bulan. Bila ternyata kasus yang dihadapi termasuk ke dalam ISK kompleks
(adanya refluks atau obstruksi) maka pemberian profilaksis dapat dilanjutkan
lebih lama.

Antibiotik yang digunakan untuk profilaksis antara lain:


Trimetoprim :1-2 mg/kgbb/hari
Kotrimoksazol
- Trimetoprim : 1-2 mg/kgbb/hari
- Sulfametoksazol : 5-10 mg/kgbb/hari
Sulfisoksazol : 5-10 mg/kgbb/hari
Sefaleksin : 10-15 mg/kgbb/hari
Nitrofurantoin : 1 mg/kgbb/hari
Asam nalidiksat : 15-20 mg/kgbb/hari
Sefaklor : 15-17 mg/kgbb/hari
27

Sefiksim : 1-2 mg/kgbb/hari


Sefadroksil : 3-5 mg/kgbb/hari
Siprofloksasin : 1 mg/kgbb/hari.
Selain
profilaksisyaitu

antibiotik,

dilaporkan

Lactobacillus

rhamnosus

penggunaan
dan

probiotik

Laktobasilus

sebagai

reuteri

(L.

fermentum); sertacranberry juice.


Indikasi rawat
ISK yang memerlukan tindakan rawat inap antara lain, ISK pada neonatus,
pielonefritis akut, ISK dengan komplikasi seperti gagal ginjal, hipertensi, ISK
disertai sepsis atau syok, ISK dengan gejala klinik yang berat seperti rasa sakit
yang hebat, toksik, kesulitan asupan oral, muntah dan dehidrasi.7
ISK dengan kelainan urologi yang kompleks, ISK dengan organisme
resisten terhadap antibiotik oral, atau terdapat masalah psikologis seperti orangtua
yang tidak mampu merawat anak.7
Pemantauan dan tindak lanjut terutama ditujukan pada kasus dengan risiko
tinggi terjadinya kerusakan ginjal antara lain pada pielonefritis akut, ISK
kompleks dengan refluks yang hebat (derajat IV atau lebih), ISK yang disertai
obstruksi atau buli-buli neurogenik.7
Beberapa pedoman umum evaluasi dan tindak lanjut dapat dilakukan
sebagai berikut:7

Pemantauan dan tindak lanjut perlu dilakukan untuk ISK atipikal, ISK
berulang, pielonefritis akut, dan ISK pada neonatus.

28

Pemantauan meliputi pengukuran berkala tekanan darah, pengukuran

antropometrik, dan evaluasi fungsi ginjal.


Pada ISK kompleks, dianjurkan pemeriksaan USG setiap 6 bulan 1
tahun untuk mengevaluasi kondisi obstruksi, dan mendeteksi parut ginjal dengan
skintigrafi DMSA atau PIV setiap 1-2 tahun sekali untuk menilai timbulnya

jaringan parut dan progresivitasnya..


Perlu dilakukan biakan urin ulangan bila ada tanda-tanda klinis ISK. Jika
terdapat ISK berulang, diberikan antibiotik yang sesuai dan mengatasi faktor
predisposisi timbulnya ISK berulang.

Pencegahan
Secara umum pencegahan ISK dapat dilakukan dengan mengupayakan
anak minum 8 hingga 10 gelas air dan cairan lainnya sehari. Minum jus cranberry
sering dianjurkan sebab mungkin dapat mencegah melekatnya E.coli pada dinding
kandung kemih, pemberian vitamin C sesuai kebutuhan harian dianjurkan karena
menyebabkankeasaman urin dan membuat lingkungan yang tidak bersahabat
untuk bakteri, menghindari mandi busa dan sabun berparfum karena dapat
menyebabkan iritasi pada uretra, mengganti diaper secara teratur untuk mencegah
kontak yang lama feses dengan daerah genital yang akan memberikan kesempatan
kepada bakteri untuk bergerak naik ke uretra kemudian ke kandung kemih,
membersihkan genital yang benar pada anak perempuan dengan cara

29

membersihkan genital dari depan ke belakang setelah BAK/BAB akan


mengurangi pajanan uretra terhadap ISK yang disebabkan oleh bakteri dari feses,
menggunakan celana dalam dengan bahan katun karena dapat mengurangi
pertumbuhan bakteri pada daerah uretra dibandingkan nilon atau bahan lainnya,
buang air kecil teratur untuk membantu mengeluarkan bakteri dari saluran
kemih.4

Algoritma pemeriksaan pencitraan


Algoritma pencitraan dibagi menjadi 3 bagian yaitu algoritma pada bayi
berumur <6 bulan, umur 6 bulan hingga 3 tahun, dan anak umur > 3 tahun.7

30

31

32

III. KESIMPULAN
1. ISK merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak, sering merupakan
2. tanda kelainan ginjal dan saluran kemih, dan potensial menyebabkan parut
ginjal yang berlanjut menjadi gagal ginjal terminal.
3. Diagnosis dini dan terapi adekuat sangat penting dilakukan agar penyakit
tidak berlanjut.
4. Pengobatan ISK bertujuan untuk mencegah terjadinya parut ginjal.
Keberhasilan penanganan yang efektif ialah diagnosis dini dan
5. pengobatan antibiotik yang adekuat, serta tindak lanjut yang terprogram.

DAFTAR PUSTAKA

33

1. Akra, M., Shahid, M., and Khan, A. Etiology and antibiotic resistance patterns of
community-acquired urinary tract infections in J N M C Hospital Aligarh, India. Ann
Clin Microbial Antimicrob.2007;6:4.
2. American Academy of Pediatrics. Urinary tract infection : clinical practice
guideline for the diagnosis and management of the initial UTI in febrile infants and
children 2-24 months. Pediatrics; 2011. 128 (3): 595-610
3. Rusdidjas, Ramayanti. Infeksi saluran kemih. Dalam: Buku Ajar Nefrologi. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2002.
4. Bensman A, Dunand O, Ulinski T. Urinary tract infection. Dalam: Avner ED,
HarmonWE, Niaudet P, Yoshikawa N, penyunting. Pediatric Nephrology, edisi ke-6,
Springer-Verlag, Berlin Heidelberg, 2009,h.1229-310.
5. Elder. Urinary tract infection. Dalam : Nelsons Textbook of Pediatrics. Saunders.
2007, 18th Edition.
6. Zorc, J.J., Kiddoo, D.A., Shawn, K.N. Diagnosis and management of pediatric
urinary tract infections. Clinical Microbiology Reviews. 2005, 18(2):417422.
7. Pardede, S.O., Alatas H, Tambunan T, Trihono P, Hidayati, E.
L. Konsensus Tatalaksana. Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak. Jakarta.
Indonesia:2005
8. Sukandar E, Sulaeman R. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI;1990. p. 282-305
9. Raszka WV, Khan O. Pyelonephritis. Pediatric Rev. 2005;26:364-9.
10. White B. Diagnosis and treatment of urinary tract infection. American family
physician 2011; 83; www.aafp.org/ afp.
11. Garin EH, Olavarria F, Araya C, Broussain M, Barrera C, Young L. Diagnosticin
children. http://guidance.nice.org.uk..CG054.
12. Pecile P, Miorin E, Romanello C, Vidal E, Contrado M, Valent F. dkk. Age-related
renal parenchymal lesions in children with first febrile urinary tract infections.
Pediatrics 2009;124:23-9.
13. Nicole, L. E. Complicated Urinary Tract Infection in Adults. Canadian Journal of
Infection Disease and Medical Microbiology 2005;16:6.

34

14 National Institute for Health and Clinical Excellence.Urinary tract infection


in children. 2007; http://guidance.nice.org.uk..CG054.
15. Ahmed SM, Swedlund SK. Evaluation and treatment of urinary tract infection in
children. Diunduh dari http://www.aafp.org/afp/. Diakses tanggal 26 Juli 2016
16. Singh-Grewal D, Maedessi J, and Craig J. Circumsision for the prevention of
urinary tract infection in boys: A systematic review of randomized trials and
observational studies.Archives of desease in Childhood 205;90(8)853-8
17. . Tessy A, Ardayo, Suwanto. Infeksi salauran kemih dalam Buku Ajar Ilmu.
Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001. h .369.
18. Purnomo, B. Dasar-dasar Urologi,. Jakarta: Sagung Seto; 2011.
19. Gardjito W. Puruhito, Iwan A et all. Saluran Kemih dan Alat Kelamin lelaki. In
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit EGC;2005
20. Mori, R., Lakhanpaul, M., Jones, K. V.. Diagnosis and Management of Urinary
Tract Infection in Chldren: summary of NICE guidance. BMJ 2007;335.
21. Smolkin V, Koren A, Raz R, Colodner R, Sakran W, Halevy R. Procalcitonin as a
marker
of acute pyelonephritis in infants and children. Pediatr Nephrol 2002;17:409-12.
22. Kanellopoulos TA, Salakos C, Spiliopoulou I, Ellina A, Nikolakopoulou NM,
Papanastasiou DM. First urinary tract infection in neonate, infants, and young
children: a comparative study. Pediatr Nephrol 2006;21;1131-7.
23. Lambert H, Coultard M. The child with urinary tract infection. Dalam: Webb
NJA, Postlethwaite RJ, penyunting, Clinical Paediatric Nephrology, edisi ke-3,
Oxford, Oxford University Press, 2003,h.197-225.
24. Farmaki E, Papachristou F, Winn RM, Karatzas N, Sotiriou J, Roilides E.
Transforming
growth factor-1 in the uribe of young children with urinary tract infection. Pediatr
Nephrol 2005;29:180-3.
25. Simerville JA, Maxted WC, Pahira JJ. Urinalysis: A comprehensive review. Am
Fam Physician 2005;71:1153-62.
26. Yilmaz A, Sevketoglu E, Gedikbasi A, Karyagar S, Kiyak A, Mulazimoglu M,
dkk. Earlyprediction of urinary tract infection with urinary neutrophil gelatinase
associated lipocalin. Pediatr Nephrol 2009;24:2387-92.

35

36

Anda mungkin juga menyukai