Pembimbing :
dr. Agus Fitrianto, Sp.A
Disusun Oleh:
Muthia Kamal Putri
G4A015173
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh:
Muthia Kamal Putri
G4A015173
Purwokerto,
Juli 2016
Mengetahui,
Dokter Pembimbing,
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Tujuan ............................................................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A Definisi.........................................................................................................................
B Epidemiologi................................................................................................................
C Etiologi.........................................................................................................................
D Klasifikasi.....................................................................................................................
E Faktor Risko.................................................................................................................
F Patogenesis...................................................................................................................
G Penegakan Diagnosis....................................................................................................
H Diagnosis Banding........................................................................................................
I Penatalaksanaan............................................................................................................
III. KESIMPULAN .................................................................................................
IV. DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang relatif sering ditemukan pada
bayi dan anak-anak serta ditandai dengan jumlah bakteri yang bermakna dalam urin.
Prevalensi kejadian ISK pada anak tergolong tinggi dan menempati urutan kedua
penyakit infeksi yang paling sering terjadi setelah infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA).1.
Gejala klinis ISK bervariasi tergantung kepada usia, intensitas reaksi inflamasi
dan lokasi infeksi pada saluran kemih. Demam tanpa sebab yang jelas pada anak usia
2 bulan hingga 2 tahun sekitar 5 persennya disebabkan oleh ISK dan prevalensi ISK
anak perempuan pada usia dini terjadi dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak
laki-laki.2 Prevalensi pada anak perempuan berkisar 3-5% dan pada laki-laki sekitar
1%.3 Anak berusia 2 bulan hingga 2 tahun yang menderita ISK perlu mendapat
perhatian khusus karena gejala klinis yang tidak khas, cara mendapatkan sampel urin
yang invasif, dan mempunyai risiko terbesar untuk terjadinya kerusakan ginjal.2
Pada anak usia pra sekolah perbandingan prevalensi ISK pada anak laki-laki
dan perempuan masing-masing adalah 0,04% - 0,2% dan 0,7% - 1,9%. Rasio ini tidak
berubah sampai usia sekolah dimana anak perempuan 3-4 kali lebih banyak menderita
ISK daripada anak laki-laki.16
dan penanggulangan dini dari ISK tersebut sangat dibutuhkan karena adanya
komplikasi jangka panjang yang merugikan jika anak dengan ISK tidak segera
diobati.3
Penanganan Infeksi saluran kemih (ISK) pada anak yang dilakukan lebih awal
dan tepat dapat mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut. Sampai saat ini
masih belum ada keseragaman dalam penanganan ISK pada anak, dan beberapa hal
yang masih menjadi kontroversi. Beberapa protokol penanganan ISK telah dibuat
berdasarkan hasil penelitian multisenter berupa uji klinis dan meta-analisis, meskipun
terdapat beberapa perbedaan, tetapi protokol-protokol penanganan ini saling
melengkapi.7
B. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dari ISK pada anak.
2. Menjelaskan faktor risiko dan gambaran mengenai mekanisme terjadinya ISK
pada anak.
3. Menjelaskan tentang manajemen dan tatalaksana ISK terkini pada anak.
A. Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan suatu infeksi yang melibatkan ginjal,
ureter, vesika urinaria, ataupun uretra.8 ISK adalah istilah umum yang menunjukkan
adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih.17 Bakteri yang terdapat dalam
urin disebut dengan bakteriuria. Bakteriuria dikatakan bermakna (significant
bacteriuria) jika sampel urin yang diambil melalui metode mid stream, kateterisasi
urin, dan urine collector menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari
105 colony forming unit (cfu/ml) pada sediaan urin. Apabila sampel urin diambil
dengan metode aspirasi pubik, maka sampel tersebut dinilai bermakna jika ditemukan
bakteri dalam jumlah berapapun pada sediaan urin.7,8
B. Epidemiologi
Epidemiologi ISK pada anak bervariasi dan dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya adalah usia, jenis kelamin, sampel populasi, metode pengumpulan urin,
kriteria diagnosis dan kultur.9 Prevalensi ISK pada bayi baru lahir kurang bulan
sekitar 2,9% sedangkan pada bayi cukup bulan sekitar 0,7%. Anak dengan demam
berumur kurang dari 2 tahun, memiliki prevalensi ISK sebesar 3 - 5%. ISK lebih
sering terjadi pada anak usia prasekolah yaitu sekitar 1 - 3% dibandingkan dengan
usia sekolah sekitar 0,7 - 2,3%. Risiko ISK pada anak sebelum pubertas memiliki
persentase prevalensi sebesar 3 - 5%. pada anak perempuan dan 1-2% pada anak
laki.4,9
C. Etiologi
Urin normal bersifat steril. ISK pada umumnya disebabkan oleh bakteri gram
negatif jenis enterokokus, namun virus dan jamur dapat pula menyebabkan ISK. 3
Escherichia coli merupakan penyebab ISK tersering pada anak baik pada ISK
simtomatik maupun ISK asimtomatik yaitu sebesar 85% kasus. Selain itu,
mikroorganisme penyebab infeksi saluran kemih (uropatogen) yang sering ditemui
pada ISK anak antara lain adalah Klebsiella, Proteus, Enterobacter, Citrobacter,
Staphylococcus saprophyticus.10
D. Klasifikasi
ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi, dan
kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK asimtomatik
dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi ISK atas dan
ISK bawah, dan berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK
simpleks dan ISK kompleks.6
ISK asimtomatik merupakan bakteriuria bermakna tanpa gejala, sedangkan
ISK simtomatik merupakan bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinis.
Sekitar 10 - 30% ISK dikatakan non spesifik apabila sulit digolongkan ke dalam
pielonefritis atau sistitis baik berdasarkan gejala klinik maupun pemeriksaan
penunjang.11
sistitis, prostatitis,
Batas antara atas dan bawah adalah ISK adalah vesicoureteric junction. Risiko
terjadinya parut ginjal sangat bermakna pada pielonefritis dan tidak pada sistitis,
sehingga pemeriksaan fisik, pemberian antibiotik, dan lama terapi keduanya
berbeda.12
ISK berdasarkan komplikasinya dibagi menjadi ISK simpleks dan ISK
kompleks. ISK simpleks/ sederhana/ uncomplicated UTI adalah infeksi pada saluran
kemih tanpa lesi anatomis maupun fungsional saluran kemih seperti sumbatan muara
uretra, refluks vesikoureter, urolithiasis, parut ginjal, buli-buli neurogenik, 4
sedangkan ISK kompleks/ complicated UTI adalah infeksi pada saluran kemih
dengan kelainan struktur atau fungsi pada saluran kemih13.
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) membedakan
ISK menjadi ISK atipikal dan ISK berulang. Kriteria ISK atipikal adalah keadaan
pasien yang sakit berat, diuresis sedikit, terdapat massa abdomen atau kandung
kemih, peningkatan kreatinin darah, septikemia, tidak memberikan respon terhadap
antibiotik dalam 48 jam, serta disebabkan oleh bakteri non Escherichia coli. ISK
berulang adalah ISK dengan dua kali atau lebih episode pielonefritis akut atau ISK
atas, atau satu episode pielonefritis akut atau ISK atas disertai satu atau lebih episode
sistitis atau ISK bawah, atau tiga atau lebih episode sistitis atau ISK bawah.14
D. Faktor Risiko
Upaya yang harus dilakukan untuk mengidentifikasi faktor risiko pada
anak yang didiagnosis ISK antara lain adalah anomali anatomi, disfungsi
berkemih, dan konstipasi. Anak yang menerima antibiotik spektrum luas seperti
10
atau
steril.
Infeksi
saluran
kemih
terjadi
pada
11
3. Limfogen
4. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen
sebagai akibat dari pemakaian instrumen.
12
Gambar 2.1 Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih. (1)
kolonisasi kuman di sekitar uretra, (2) masuknya bakteri melaui
uretra ke vesika urinaria , (3) penempelan bakteri pada dinding bulibuli, (4)masuknya bakeri melaui ureter ke ginjal (Purnomo, 2003)
ISK
terjadi
karena
adanya
gangguan
keseimbangan
antara
antibacterial factor) yang terdiri dari unsur Zn uromukoid (protein tammHorsfall) berperan dalam menghambat penempelan bakteri pada urotelium.
Pertahanan lokal sistem saluran kemih yang paling baik adalah mekanisme wash
out urin, yaitu aliran urin yang mampu membersihkan kuman-kuman yang ada di
dalam urin. 18
Gangguan dari sistem ini akan mengakibatkan bakteri mudah sekali untuk
bereplikasi dan menempel pada urotelium. Aliran urin adekuat dan mampu
menjamin mekanisme wash out adalah jika jumlah urin cukup dan tidak ada
hambatan didalam saluran kemih. Oleh karena itu kebiasaan jarang minum dan
14
F. Penegakan Diagnosis
Gejala klinik ISK pada anak sangat bervariasi, hal ini ditentukan oleh
intensitas reaksi peradangan, letak infeksi (ISK atas dan ISK bawah), dan umur
pasien. Sebagian ISK pada anak merupakan ISK asimtomatik. ISK simptomatik
15
umumnya ditemukan pada anak umur sekolah, terutama anak perempuan dan
biasanya ditemukan pada uji tapis (screening programs). ISK asimtomatik
umumnya tidak berlanjut menjadi pielonefritis dan memiliki prognosis jangka
panjang yang baik . 7
Pada saat ananmesis terdapat riwayat sering ngompol, muntah, diare,
gagal tumbuh, demam dengan penyebab yang tidak jelas dapat terjadi pada anak
dengan ISK. Informasi mengenai bladder control, pola BAK dan pancaran urin
juga penting dalam mendiagnosis ISK. 2
AAP merekomendasikan untuk mempertimbangkan ISK pada anak usia 2
bulan hingga 2 tahun yang mengalami demam tanpa sebab yang jelas. 2
Berdasarkan Mori et al tahun 2007, NICE merekomendasikan dasar-dasar
assesment (dugaan) dan diagnosis berdasarkan review sistematik dan teknik
konsensus yang patognomonis terhadap ISK pada anak.
Berikut ini adalah dasar-dasar assesment dan diagnosis ISK pada anak:20
1) Mempertimbangkan diagnosis ISK pada balita dan anak jika terdapat gejalagejala sebagai berikut:
a. Demam tanpa penyebab yang jelas dengan suhu 38C atau lebih setelah 24 jam
terakhir.
b. Gejala dan tanda ISK, antara lain:
Demam
Gejala yang tidak spesifik, seperti:
Lethargi
Iritabel/cengeng
Malaise
Pertumbuhan terhambat
Muntah
Tidak napsu makan
16
Nyeri perut
Ikterus (bayi)
penurunan berat badan, gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, kolik,
muntah, diare, ikterus, dan distensi abdomen. Pada palpasi ginjal anak merasa
kesakitan. Demam yang tinggi dapat disertai kejang.7
Pada umur lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun, dapat terjadi demam yang
tinggi hingga menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan dapat timbul
dehidrasi. Pada anak besar gejala klinik umum biasanya berkurang dan lebih
ringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran kemih berupa polakisuria,
disuria, urgensi, frekuensi, ngompol, sedangkan keluhan sakit perut, sakit
pinggang, atau pireksia lebih jarang ditemukan. 7
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala
saluran cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya masih
17
normal, dapat ditemukan nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel
dan kejang. 21,22
Pada sistitis, demam jarang melebihi 388 C, biasanya ditandai dengan nyeri
pada perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frekuensi, nyeri waktu
berkemih, rasa tidak nyaman suprapubik, urgensi, kesulitan berkemih, retensio
urin, dan enuresis. 21,22
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Menurut Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak, pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis ISK terdiri dari tiga macam
pemeriksaan, yaitu urinalisis, pemeriksaan darah, dan biakan urin. 21,22
a) Pemeriksaan Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase,
protein, dan darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya
bakteriuria, tetapi tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK.
Leukosituria biasanya ditemukan pada anak dengan ISK (80-90%) pada
setiap episode ISK simtomatik tetapi tidak adanya leukosituria tidak
menyingkirkan ISK. Bakteriuria dapat juga terjadi tanpa leukosituria. 23
Leukosituria dengan biakan urin steril perlu dipertimbangkan pada infeksi oleh
kuman Proteus sp., Klamidia sp., dan Ureaplasma urealitikum. 23,24 Pemeriksaan
dengan stik urin dapat mendeteksi adanya leukosit esterase, enzim yang terdapat
18
dan anak kecil, urin dapat diambil dengan memakai kantong penampung urin
(urine bag atau urinecollector) .4,23
Pengambilan sampel urin dengan metode urine collector, merupakan
metode yang mudah dilakukan, namun risiko kontaminasi yang tinggi dengan
positif palsu hingga 80%.4,23
20
I. Penatalaksanaan
Secara garis besar, tata laksana ISK terdiri atas: 7
1. Eradikasi infeksi akut
Tujuan eradikasi infeksi akut adalah mengatasi keadaan akut, mencegah
terjadinya urosepsis dan kerusakan parenkhim ginjal. Jika seorang anak dicurigai
ISK, berikan antibiotik dengan kemungkinan yang paling sesuai sambil
menunggu hasil biakan urin, dan terapi selanjutnya disesuaikan dengan hasil
biakan urin.
Biasanya, untuk pengobatan ISK simpleks diberikan antibiotik per oral
selama 7 hari, tetapi ada penelitian yang melaporkan pemberian antibiotik peroral
dengan waktu yang lebih singkat (3-5 hari), dan efektifitasnya sama dengan
pemberian selama 7 hari.
NICE merekomendasikan penanganan ISK fase akut, sebagai berikut:
1. Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke
dokter spesialis anak, pengobatan harus dengan antibiotik parenteral.
2. Bayi 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas:
21
yang
22
23
Pengobatan suportif
Selain terapi kausal terhadap infeksi, pengobatan suportif dan simtomatik
juga perlu diperhatikan, misalnya pengobatan terhadap demam dan muntah.
Terapi cairan harus adekuat untuk menjamin diuresis yang lancar. Anak yang
sudah besar dapat disuruh untuk mengosongkan kandung kemih setiap miksi.
Higiene perineum perlu ditekankan terutama pada anak perempuan. Untuk
mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin HCl (Pyridium) dengan dosis 7
10 mg/ kgbb/hari. Perawatan di rumah sakit diperlukan bagi pasien sakit berat
seperti demam tinggi, muntah, sakit perut maupun sakit pinggang.23,24
24
2. Deteksi dan tata laksana kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan
saluran kemih, dan tatalaksananya
Deteksi kelainan anatomi atau fungsional ginjal saluran kemih dilakukan
untukmencari faktor predisposisi terjadinya ISK dengan pemeriksaan fisik dan
pencitraan. Dengan pemeriksaan fisik saja dapat ditemukan sinekia vagina
padaanak perempuan, fimosis, hipospadia, epispadia pada anak laki-laki. Pada
tulang belakang, adanya spina bifida atau dimple mengarah ke neurogenic
bladder.
Pemeriksaan pencitraan sangat penting untuk melihat adanya kelainan
anatomi maupun fungsional ginjal dan saluran kemih, yang merupakan faktor
risiko terjadinya ISK berulang dan parut ginjal. Berbagai jenis pemeriksaan
pencitraan antara lain ultrasonografi (USG), miksio-sistouretrografi (MSU), PIV
(pielografi inravena), skintigrafi DMSA (dimercapto succinic acid), CT-scan atau
magnetic resonance imaging (MRI).
Namun, hingga saat ini belum ada kesepakatan tentang seberapa jauh
pemeriksaanpencitraan perlu dilakukan. Para klinikus mengakui tidak ada satupun
metodepencitraan yang secara tunggal dapat diandalkan untuk mencari
faktorpredisposisi
keunggulandan
ISK.
Masing-masing
kekurangan
pemeriksaan
masing-masing,
sehingga
tersebut
sering
memiliki
diperlukan
25
diberikan ada anak risiko tinggi seperti RVU, uropati obstruktif, dan berbagai
kondisi risiko tinggi lainnya. Namun demikian, efektivitas antibiotik profilaksis
ini sering dipertanyakan dan masih kontroversial.
Belum diketahui berapa lama sesungguhnya jangka waktu optimum
pemberian antibiotik profilaksis. Ada yang mengusulkan antibiotik profilaksis
diberikan selama RVU masih ada dan yang lain mengusulkan pemberian yang
lebih singkat. Pada ISK kompleks pemberian profilaksis dapat berlangsung 3 -4
bulan. Bila ternyata kasus yang dihadapi termasuk ke dalam ISK kompleks
(adanya refluks atau obstruksi) maka pemberian profilaksis dapat dilanjutkan
lebih lama.
antibiotik,
dilaporkan
Lactobacillus
rhamnosus
penggunaan
dan
probiotik
Laktobasilus
sebagai
reuteri
(L.
Pemantauan dan tindak lanjut perlu dilakukan untuk ISK atipikal, ISK
berulang, pielonefritis akut, dan ISK pada neonatus.
28
Pencegahan
Secara umum pencegahan ISK dapat dilakukan dengan mengupayakan
anak minum 8 hingga 10 gelas air dan cairan lainnya sehari. Minum jus cranberry
sering dianjurkan sebab mungkin dapat mencegah melekatnya E.coli pada dinding
kandung kemih, pemberian vitamin C sesuai kebutuhan harian dianjurkan karena
menyebabkankeasaman urin dan membuat lingkungan yang tidak bersahabat
untuk bakteri, menghindari mandi busa dan sabun berparfum karena dapat
menyebabkan iritasi pada uretra, mengganti diaper secara teratur untuk mencegah
kontak yang lama feses dengan daerah genital yang akan memberikan kesempatan
kepada bakteri untuk bergerak naik ke uretra kemudian ke kandung kemih,
membersihkan genital yang benar pada anak perempuan dengan cara
29
30
31
32
III. KESIMPULAN
1. ISK merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak, sering merupakan
2. tanda kelainan ginjal dan saluran kemih, dan potensial menyebabkan parut
ginjal yang berlanjut menjadi gagal ginjal terminal.
3. Diagnosis dini dan terapi adekuat sangat penting dilakukan agar penyakit
tidak berlanjut.
4. Pengobatan ISK bertujuan untuk mencegah terjadinya parut ginjal.
Keberhasilan penanganan yang efektif ialah diagnosis dini dan
5. pengobatan antibiotik yang adekuat, serta tindak lanjut yang terprogram.
DAFTAR PUSTAKA
33
1. Akra, M., Shahid, M., and Khan, A. Etiology and antibiotic resistance patterns of
community-acquired urinary tract infections in J N M C Hospital Aligarh, India. Ann
Clin Microbial Antimicrob.2007;6:4.
2. American Academy of Pediatrics. Urinary tract infection : clinical practice
guideline for the diagnosis and management of the initial UTI in febrile infants and
children 2-24 months. Pediatrics; 2011. 128 (3): 595-610
3. Rusdidjas, Ramayanti. Infeksi saluran kemih. Dalam: Buku Ajar Nefrologi. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2002.
4. Bensman A, Dunand O, Ulinski T. Urinary tract infection. Dalam: Avner ED,
HarmonWE, Niaudet P, Yoshikawa N, penyunting. Pediatric Nephrology, edisi ke-6,
Springer-Verlag, Berlin Heidelberg, 2009,h.1229-310.
5. Elder. Urinary tract infection. Dalam : Nelsons Textbook of Pediatrics. Saunders.
2007, 18th Edition.
6. Zorc, J.J., Kiddoo, D.A., Shawn, K.N. Diagnosis and management of pediatric
urinary tract infections. Clinical Microbiology Reviews. 2005, 18(2):417422.
7. Pardede, S.O., Alatas H, Tambunan T, Trihono P, Hidayati, E.
L. Konsensus Tatalaksana. Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak. Jakarta.
Indonesia:2005
8. Sukandar E, Sulaeman R. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI;1990. p. 282-305
9. Raszka WV, Khan O. Pyelonephritis. Pediatric Rev. 2005;26:364-9.
10. White B. Diagnosis and treatment of urinary tract infection. American family
physician 2011; 83; www.aafp.org/ afp.
11. Garin EH, Olavarria F, Araya C, Broussain M, Barrera C, Young L. Diagnosticin
children. http://guidance.nice.org.uk..CG054.
12. Pecile P, Miorin E, Romanello C, Vidal E, Contrado M, Valent F. dkk. Age-related
renal parenchymal lesions in children with first febrile urinary tract infections.
Pediatrics 2009;124:23-9.
13. Nicole, L. E. Complicated Urinary Tract Infection in Adults. Canadian Journal of
Infection Disease and Medical Microbiology 2005;16:6.
34
35
36