Anda di halaman 1dari 24

YAYASAN KARYA KESEHATAN KENDARI

STIKES KARYA KESEHATAN KENDARI


PRODI KEPERAWATAN
MAKALAH KEPERAWATAN ANAK
PROSEDUR TETAP RESUSITASI JANTUNG PARU
PADA BAYI BARU LAHIR

OLEH :
INGGIT WIDYA NINGRUM
(S.0014.P.018)

KENDARI
2016

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Keperawatan Anak Resusitasi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir
Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah Keperawatan Anak ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah Keperawatan Anak
tentang Resusitasi Jantung Paru pada Bayi Baru Lahir ini dapat memberi wawasan
sehingga dapat memberikan memahami dari penyakit tersebut dan cara menghindari
maupun mengobatinya.
Kendari, 9 Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang....................................................................
B Rumusan Masalah...............................................................
C Tujuan..................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. FISIOLOGI JANTUNG PARU PADA BAYI BARU LAHIR
1. Fisiologi Paru....................................................................
2. Fisiologi Jantung...............................................................
B. PENILAIAN PADA BAYI BARU LAHIR
1. Denyut Jantung................................................................
2. Pernapasan......................................................................
3. Tonus Otot.......................................................................
4. Refleks.............................................................................
5. Warna Kulit......................................................................
6. Asfiksia............................................................................

BAB III PEMBAHASAN


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Definisi RJP.......................................................................................
Tujuan RJP.........................................................................................
Manfaat RJP.......................................................................................
Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi........................
Tekhnik Resusitasi.............................................................................
Tindakan Resusitasi............................................................................
Penghentian RJP................................................................................
Komplikasi RJP..................................................................................
Kesalahan pada RJP...........................................................................

BAB IV PENUTUP

A Kesimpulan .........................................................................
B Saran .................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Resusitasi jantung paru pada bayi baru lahir dan orang dewasa memiliki
perbedaan fisiologis yang besar. Pada anak-anak, resusitasi jantung paru adalah hal
yang sangat penting untuk meberikan saat transisi saat masa intrauteri dan saat keluar
Rahim untuk menghirup udar langsung tanpa menggunakan plasenta sebagai
mediator bernafasnya.
Sekitar 5-10% bayi yang baru lahir memerlukan resusitasi aktif pada saat
dilahirkan (misalnya stimulasi untuk bernafas), dan sekitar 1-5% bayi yang dilahirkan
di rumah sakit memerlukan assisted ventilation. Lebih dari 5 juta neonatus meninggal
setiap tahunnya di seluruh dunia dan diperkirakan 19 % kematian pada neonatus
tersebut disebabkan oleh asfiksia pad saat bayi lahir.
Gagal nafas merupakan suatu kondisi yang akut yang dapat meregang nyawa.
Dan merupakan suatu keadaan yang sangat urgen. Pada saat bayi lahir terjadi
perubahan fisiologis pada system cardiovascular dan respirasi. Kegagalan beradaptasi
pada lingkungan di luar uteri menyebabkan kematian dan juga trauma pada bayi
tersebut. Sehingga sangat penting untuk dilakukan resusitasi jantung paru pada bayi
baru lahir di menit pertama.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana prosedur tetap pelaksanaan tindakan resusitasi jantung paru pada bayi
baru lahir?
C. Tujuan
Untuk memahami bagaimana prosedur tetap pelaksanaan tindakan resusitasi
jantung paru pada bayi baru lahir.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FISIOLOGI JANTUNG PARU PADA BAYI BARU LAHIR
1. Fisiologi Paru
Pada janin aterm, paru-paru janin berisi kira-kira 90 ml (30 ml/kg) ultrafiltrat
plasma. Sekitar 50 sampai 150 ml/kg/hari cairan ini dihasilkan oleh paru dan
dikeluarkan melalui mulut, dibuang kedalam cairan amnion. Kira-kira dua per tiga
cairan dikeluarkan dari paru ketika vagina dan otot dinding pelvis menekan dada
bayi selama proses persalinan. Sisanya dikeluarkan melalui pembuluh darah, limpa
dan saat bernapas. Bayi yang kecil, preterm, lahir dengan cepat dan lahir melalui
seksio cesarea tidak mendapatkan tekanan vagina. Akibatnya bayi tersebut berusaha
mengeluarkan cairan paru setelah lahir dan sulit bernapas dibandingkan dengan
bayi yang dadanya ditekan secara efektif selama proses persalinan. Retensi cairan
paru menyebabkan transien takipneu sehingga pengeluarannya harus dibantu.
Normalnya bayi baru lahir bernapas setelah 30 detik dengan frekuensi 40-60
kali/menit. Pernapasan yang cepat ini bertujuan untuk mengganti peningkatan CO 2
yang dihasilkan oleh tingginya metabolisme dan membantu memelihara kapasitas
residual fungsional yang normal5. Rangsangan untuk gerakan pernapasan pertama
ialah :
1)

Tekanan mekanis dari toraks sewaktu melalui jalan lahir.

2)

Penurunan PaO2 dan kenaikan PaCO2 merangsang


kemoreseptor yang terletak di sinus karotikus

3)

Rangsangan dingin di daerah muka dapat merngsang


gerakan pernapasan

4)
2. Fisiologi Jantung

Refleks deflasi Hering Breur.

Sirkulasi pada janin adalah paralel, yaitu ventrikel kanan memompa duapertiga
dari output ventrikel dan ventrikel kiri memompa satupertiganya. Perbedaan output
antara kedua ventrikel janin terjadi karena janin mempunyai aliran intracardiac dan
ekstracardiac, yaitu foramen ovale dan duktus arteriosus. Darah yang balik dari
plasenta mengandung banyak oksigen. Sebagai fungsi anatomi, vena kava inferior
dan foramen ovale mengalirkan darah plasenta yang teroksigenasi masuk ke dalam
atrium kiri. Darah yang miskin oksigen dari vena kava superior langsung masuk ke
ventrikel kanan dan ke arteri pulmonalis. Dari semua darah yang masuk ke arteri
pulmonalis, 95 % dialirkan melalui duktus arteriosus masuk ke aorta desenden5.
Resistensi vaskuler pulmoner (Pulmonary Vascular Resistance: PVR) yang
meningkat dalam uterus, menurun secara dramatis sebagai respon terhadap
perluasan paru, pernapasan, peningkatan pH, dan peningkatan tekanan oksigen di
alveoli yang terjadi saat lahir 5. Penurunan PVR akan mengurangi tekanan arteri
pulmonalis dan meningkatkan aliran darah ke paru. Peningkatan aliran darah paru
meningkatkan volume darah balik ke atriun kiri, yang meningkatkan tekanan atrium
kiri melebihi tekanan atrium kanan dan menutup foramen ovale. Penutupan foramen
ovale mencegah aliran darah dari kanan ke kiri melalui struktur ini5.

B. PENILAIAN PADA BAYI BARU LAHIR


Penilaian pada bayi baru lahir meliputi penilaian terhadap denyut jantung,
pernafasan, tonus otot, reflek, dan warna kulit5.
1. Denyut Jantung
Normalnya denyut jantung pada bayi baru lahir adalah 120 sampai 160
denyut/menit. Walaupun banyak neonatus bertoleransi dengan denyut jantung diatas
220 denyut/menit dengan sedikit pengaruh buruk, denyut jantung dibawah 100
denyut/menit sering sulit ditoleransi sebab terjadi penurunan cardiac output dan

perfusi

jaringan.

Elektrokardiogram

dan

ekokardiogram

dapat

membantu

mendiagnosa masalah tersebut sebelum lahir. Jika hal tersebut terjadi, pertama harus
dipersiapkan untuk menangani keadaan bradikardinya5.
2. Pernapasan
Bayi biasanya mulai bernapas 30 detik setelah lahir dan perlu bantuan bila tidak
bernafas setelah 90 detik. Beberapa menit setelah lahir, frekuensi napas neonatus
antara 30 sampai 60 kali/menit. Apneu dan bradipneu terjadi pada keadaan asidosis
berat, asfiksia, infeksi (meningitis, septikemia, pneumonia) dan kerusakan CNS.
Takipneu (>60 kali/menit) terjadi pada hipoksemia, hipovolemia, asidosis
(metabolik dan respiratorik), perdarahan CNS, kebocoran gas paru, kelainan paru (
hyalin membrane disease, sindrom aspirasi, infeksi), udem paru, dan penggunaan
obat-obatan oleh ibu (narkotik, alkohol, magnesium, barbiturat)5.
3. Tonus Otot
Sebagian besar neonatus, termasuk yang preterm akan aktif saat lahir dan
menggerakan semua ekstremitas sebagai respon terhadap rangsangan. Asfiksia,
penggunaan obat pada ibu, kerusakan CNS, amiotonia kongenital, dan miastenia
grafis akan menurunkan tonus otot. Fleksi kontraktur serta tidak adanya lipatan
sendi merupakan tanda kerusakan CNS yang terjadi di dalam rahim5.
4. Reflek
Neonatus normal bergerak ketika salah satu ekstremitas digerakkan dan meringis
atau menangis ketika selang dimasukkan ke dalam hidungnya. Tidak adanya respon
terjadi pada bayi hipoksia, asidosis, penggunaan obat sedatif pada ibu, trauma CNS
dan penyakit otot kongenital5.
5. Warna Kulit

Pada umumnya semua kulit neonatus berwarna biru keunguan sesaat setelah
lahir. Sekitar 60 detik, seluruh tubuhnya menjadi merah muda kecuali tangan dan
kaki yang tetap biru (sianosis sentral) 5. Sianosis sentral diketahui dengan memeriksa
wajah, punggung dan membran mukosa.7. Jika sianosis sentral menetap sampai
lebih dari 90 detik perlu dipikirkan aspiksia, cardiac output rendah, udem paru,
methemoglobinemia, polisitemia, penyakit jantung kongenital, aritmia dan kelainan
paru (distres pernapasan, obstruksi jalan napas, hipoplastik paru, hernia
diafragmatika), terutama bila bayi tetap sianosis dibawah respirasi kendali dan
oksigen ysng mencukupi5. Pucat menandakan penurunan cardiac output, anemia
berat, hipovolemia, hipotermia atau asidosis1.
6. Asfiksia
Asfiksia diartikan sebagai hipoksemia yang disertai dengan asidosis metabolik 8.
Dalam uterus, asfiksia disebabkan oleh hipoksia maternal, penurunan aliran darah
plasental-umbilikal, dan gagal jantung fetal. Hipoksia maternal disebabkan oleh
penyakit jantung sianotik kongenital maternal, gagal jantung kongestif, atau gagal
napas.
Selama stadium awal dari asfiksia, cardiac output tetap stabil tetapi terjadi
perubahan distribusi. Aliran darah ke hati, ginjal, usus, kulit dan otot menurun,
dimana aliran darah ke jantung, otak, kelenjar adrenal dan plasenta dipertahankan
tetap konstan atau dinaikkan. Distribusi aliran darah ini membantu memelihara
oksigenasi dan nutrisi otak dan jantung, mengingat kandungan oksigen dalam darah
arteri sangatlah rendah.
Fungsi dari jantung yang hipoksemik dijaga oleh metabolisme glikogen
miokardial dan metabolisme asam laktat. Ketika sumber energi habis, dengan cepat
terjadi kegagalan miokardial, dan tekanan darah arteri dan cardiac output menurun.
Apabila denyut jantung menurun sampai kurang dari 100 denyut/menit selama
asfiksia, maka cardiac output akan menurun secara bermakna. Tekanan vena sentral

meningkat selama asfiksia karena pembuluh darah sistemik mengalami kontriksi


dan volume darah sentral meningkat akibatnya terjadi kegagalan jantung untuk
memompa darah. Janin dan bayi baru lahir bisa mengatasi hipoksia karena
mempunyai sejumlah opiat endogen dalam darahnya. Substansi tersebut, yang
meningkat selama hipoksia dapat menurunkan konsumsi oksigen. Respon normal
terhadap katekolamin juga penting untuk menyelamatkan dari asfiksia. Respon
normal terhadap asfiksia meliputi peningkatan hormon adrenokortikotropik plasma,
glukokortikoid, katekolamin, faktor intrisik atrium, renin, arginin vasopresin dan
penurunan kadar insulin darah. Arginin vasopresin mengakibatkan hipertensi,
bradikardi dan redistribusi aliran darah sistemik. Glikogenolisis mempertahankan
kadar glukosa darah5.
Asfiksia dalam kehamilan dapat menyebabkan keadaan hipervolemik maupun
hipovolemik.

Asfiksia

selama

proses

persalinan

biasanya

menyebabkan

hipervolemia kecuali pada kondisi berikut ini5:


1)

Tekanan tali pusat lebih besar pada vena umbilikalis


dibandingkan pada arteri umbilikalis (misalnya pada belitan tali pusat, tekanan
tali pusat akibat after coming head)

2)

Terjadi perdarahan dari plasenta (misalnya pada abrupsio


plasenta, dan pemotongan plasenta selama seksio cesarea)

3)

Terjadi hipotensi pada ibu (misalnya pada syok, trauma,


pengaruh obat anestesi

BAB III
PEMBAHASAN

1. Definisi RJP
Resusitasi jantung paru (RJP), atau juga dikenal dengan cardio pulmonier
resusitation (CPR),merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan buatan.
Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas, tetapi
masih hidup.
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan
organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung
dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan
tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada
sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem
tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 6
menit).
2. Tujuan RJP
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera
sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Tindakan
resusitasi ini dimulai dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita
kemudian dilanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (basic life support)
yang bertujuan untuk oksigenasi darurat. (AHA, 2003).
Tujuan tahap II (advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi
yang spontan, sedangkan tujuan tahap III (prolonged life support) adalah
pengelolaan intensif pasca resusitasi. Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat
tergantung pada kecepatan dan ketepatan penolong pada tahap I dalam memberikan
bantuan hidup dasar.

Tujuan utama resusitasi kardiopulmoner yaitu melindungi otak secara manual


dari kekurangan oksigen, lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam
daripada tidak sama sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekwat
sangat diperlukan dengan segera karena sel-sel otak menjadi lumpuh apabila
oksigen ke otak terhenti selama 8 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti
selama 3 5 menit (Tjokronegoro, 1998). Kerusakan sel-sel otak akan
menimbulkan dampak negatif berupa kecacatan atau bahkan kematian.
3. Manfaat RJP
Tindakan resusitasi diberikan untuk mencegah kematian akibat asphiksia. Dan
bila pada bayi asphiksia berat yang tidak dilakukan tindakan resusitasi secara benar
akan meninggal atau mengalami gangguan system saraf pusat,misalnya cerebral
palsy, kelainan jantung misalnya tidak menutupnya ductus arteriosus.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi
Hipoksia yang disebabkan kegawatan pernafasan akan mengaktifkan
metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama,
metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat. Dengan memburuknya
keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan
otak dan organ lain (Yu dan Monintja, 1997). Selanjutnya dapat terjadi depresi
pernafasan yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Depresi nafas yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang hanya
dapat diatasi dengan pemberian oksigen dengan tekanan positif, massase jantung
eksternal dan koreksi keadaan asidosis. Hanya setelah oksigenasi dan perfusi
jaringan diperbaiki maka aktivitas respirasi dimulai (Yu dan Monintja, 1997).
Pendapat tersebut menekankan pentingnya tindakan resusitasi dengan segera.
Makin lambat dimulainya tindakan resusitasi yang efektif maka akan makin lambat
pula timbulnya usaha nafas dan makin tinggi pula resiko kematian dan kecacatan.
Hal ini diperkuat dengan pendapat Nelson (1999) yang menyatakan bahwa peluang

keberhasilan tata laksana penderita dengan henti nafas menitikberatkan pada


pentingnya kemampuan tata laksana karena peningkatan hasil akhir pasca henti
pernafasan dihubungkan dengan kecepatan dilakukannya resusitasi jantung paru.
Resusitasi akan berhasil apabila dilakukan segera setelah kejadian henti jantung
atau henti nafas pada saat kerusakan otak yang menetap (irreversible) belum terjadi.
Kerusakan otak yang menetap akan terjadi apabila kekurangan O 2 dalam darah tidak
segera dikoreksi atau apabila sirkulasi terhenti lebih dari 3 5 menit
Keberhasilan resusitasi tergantung kepada :
1) Keadaan miokardium
2) Penyebab terjadinya henti jantung
3) Kecepatan dan ketepatan tindakan
4) Mempertahankan penderita di perjalanan ke rumah sakit
5) Perawatan khusus di rumah sakit
6) Umur (tetapi tidak terlalu menentukan)
5. Tatalaksana Resusitasi Pada Bayi
Tiga hal penting dalam resusitasi
1) Pernafasan :
Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya pernafasan selama 1
menit. Nafas tersengal sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan
misalnya apneu.
Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya 30 50 x /
menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya.
2) Frekuensi Jantung :
Frekuensi denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang termudah dan
cepat adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat.
Meraba arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi
denyut jantung secara terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya
dikalikan 10 = Frekuensi denjut jantung selama 1 menit)
Hasil penilaian :
Apabila frekeunsi. > 100 x / menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan
dengan menilai warna kulit

Apabila frekuensi < 100 x / menit walaupun bayi bernafas spontan

menjadi indikasi untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)


3) Warna Kulit :
Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit menjadi
kemerahan. Jika masih ada sianosis central, oksigen tetap diberikan. Bila
terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena
peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin
yang dingin.
6. Tekhnik Resusitasi
Airway : membuka jalan nafas
1) Tentukan derajat kesadaran dan kesulitan nafas.
2) Buka jalan nafas dengan cara tengadahkan kepala dan topang dagu (head tilt
and chin lift) bila tidak terdapat cedera kepala atau leher dengan cara satu
tangan pada dahi, tekan ke belakang. Jari tangan lain pada rahang bawah,
dorong keluar dan ke atas. Gerakan ini akan mengangkat pangkal lidah ke
atas sehingga jalan nafas terbuka. Lidah yang jatuh ke belakang sering
menjadi penyebab obstruksi jalan nafas pada penderita yang tidak sadar.
3) Gerakan mendorong rahang ke bawah ke depan (jaw thrust) juga dapat
membuka jalan nafas bila diketahui terdapat cedera leher atau kepala.
4) Membersihkan benda asing dapat dilakukan dengan :
Finger sweep: yaitu dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
penolong untuk membebaskan sumbatan jalan nafas yang diakibatkan

oleh sisa makanan.


Heimlich maneuver
Abdominal/chest thrust
Suction (pengisapan): yaitu membersihkan jalan nafas dilakukan
pengisapan lendir/cairan dengan menggunakan suction. Pada bayi dimulai
dengan mengisap mulut terlebih dahulu kemudian bagian hidung supaya

tidak terjadi aspirasi dan dilakukan tidak lebih dari 5 detik.


Setelah jalan nafas terbuka harus dinilai/evakuasi pernafasan dengan
melihat, mendengar dan merasakan adanya hembusan nafas.

Breathing
1) Dekatkan pipi penolong pada hidung dan mulut penderita, lihat dada
penderit
2) Lihat, dengar dan rasakan pernafasan ( 5 10 detik)
3) Jika tidak ada nafas lakukan bantuan nafas buatan/Ventilasi Tekanan Positif
4) Pada Neonatus dan bayi
Pada anak > 1 tahun pasang sungkup yang menutupi mulut, sedangkan hidung
dapat dijepdengan jari telunjuk dan ibu jari penolong. Lakukan tiupan nafas
dengan mulut atau balon resusitasi. Berikan nafas buatan untuk neonatus 30-60
kali/menit, dan 20 kali untuk bayi dan anak yang kurang dari 8 tahun.
Evaluasi pemberian nafas buatan dengan cara mengamati gerakan turun naik
dada. Bila dada naik maka kemungkinan tekanan adekwat. Bila dada tidak naik
cek kembali posisi anak, perlekatan sungkup, tekanan yang diberikan, periksa
jalan nafas apakah ada mucus atau tidak bila ada dapat dilakukan penghisapan
dengan suction.Setelah dilakukan ventilasi selama satu menit, evaluasi apakah
bayi atau anak dapat bernafas secara spontan, Lakukan penilaian pulsasi tidak
boleh lebih dari 10 detik. Jika pulsasi ada dan penderita tidak bernafas, maka
hanya dilakukan bantuan nafas sampai penderita bernafas spontan.
Circulation
1) Jika pulsasi tidak ada atau terjadi bradikardi maka harus dilakukan kompresi
dada sehingga memberikan bantuan sirkulasi disertai bantuan nafas secara
ritmik dan terkoordinasi. Pada neonatus pemberian kompresi jantung
diberikan bila didapat pulsasi bayi
2) Posisi tempat kompresi :
Pada neonates
: 1 jari dibawah linea interpapilaris.
Pada bayi
: Sternum bagian bawah.
Pada anak
: 2 jari diatas prosesus xipoideus.
3) Tangan yang melakukan kompresi :
Neonatus
: menggunakan 2 jari tangan atau 2 ibu jari.
Bayi
: dengan menggunakan 2 jari.
7. Tindakan Resusitasi
Resusitasi Bayi

Untuk mendapatkan hasil yang sempurna dalam resusitasi, prinsip dasar yang
perlu diingat ialah :
1) Menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi dan mengusahakan tetap
bebasnya jalan nafas
2) Memberikan bantuan pernapasan secara aktif kepada bayi dengan usaha
pernapasan buatan
3) Memperbaiki asidosis yang terjadi
4) Menjaga agar peredaran darah tetap baik.
Tindakan-tindakan yang dilakukan pada bayi dapat dibagi dalam 2 golongan
yaitu :
a. Tindakan Umum
Tindakan ini dikerjakan pada setiap bayi tanpa memandang nilai apgar.
Segera setelah bayi lahir, disegerakan agar bayi mendapat pemanasan yang
baik. Harus dicegah atau dikurangi kehilangan panas dari tubuhnya.
Penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk mengeringkan
tubuh bayi mengurangi evaporasi.
Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah dan penghisapan saluran
pernapasan bagian atas segera dilakukan. Hal ini harus dikerjakan dengan
hati-hati untuk menghindarkan timbulnya kerusakan-kerusakan mukosa jalan
napas,

spasmus

laring,

atau

kolaps

paru-paru.

Bila

bayi

belum

memperlihatkan usaha bernafas, rangsangan terhadapnya harus segera


dikerjakan.hal ini dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara memukul
kedua telapak kaki, menekan tendon Achilles, atau pada bayi-bayi tertentu
diberi suntikan vitamin K.
b. Tindakan Khusus
Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa hasil.
Prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia Yang timbul
pada bayi, yang dinyatakan oleh tinggi atau rendahnya nilai Apgar.

1) Asfiksia Berat (nilai Apgar 0-3)


Resusitasi aktif dalam keadaan ini harus segera dilakukan. Langkah utama
ialah memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara
tekanan langsung dan berulang-ulang. Cara yang terbaik adalah
melakukan intubasi endotracheal dan setelah kateter dimasukan ke dalam
trachea, O2 diberikan dengan tekanan tidak lebih dari 30mL air. Tekanan
positif dikerjakan dengan meniupkan udara yang telah diperkaya dengan
O2 melalui katetr tadi. Untuk mencapai tekanan 30 mL air peniupan dapat
dilakukan dengan kekuatan kurang lebih 1/3 dari tiupan maksimal
yang dapat dikerjakan.
Secara ideal napas buatan harus dilakukan dengan terlebih dahulu
memasang manometer. Selanjutnya untuk memperoleh tekanan positif
yang lebih aman dan efektif, dapat digunakan pompa resusitasi. Pompa ini
dihubungkan

dengan

katetertrakea,

kemudian

udara

dengan

O2

dipompakan secara teratur dengan memperhatikan gerakan-gerakan


dinding thoraks. Bila bayi telah memperlihatkan pernapasan spontan,
kateter trachea segera dikeluarkan.
Kedaan asfiksia berat ini hamper selalu disertai asidosis yang
membutuhkan perbaikan segera; karena itu, bikarbonas natrikus 7,5%
harus segera diberikan dengan dosis 2-4 ml/kg berat badan. Disamping itu
glukosa 40% diberikan pula dengan dosis 1-2ml/kg berat badan. Obat-obat
ini

harus

diberikan secara

hati-hati

dan perlahan-lahan.

Untuk

menghindarkan efek samping obat, pemberian harus diencerkan dengan


air steril atau kedua obat diberikan bersama-sama dalam satu semprit
melalui pembuluh darah umbilicus.
Bila setelah beberapa waktu pernapasan spontan tidak timbul dan
frekuensi jantung menurun (kurang dari 100 permenit) maka pemberian
obat-obat lain serta message jantung sebaiknya segera dilakukan. Massage

jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang dada


secara teratur 80-100kali permenit. Tindakan ini dilakukan berselingan
dengan napas buatan, yaitu setiap 5 kali massage jantung diikuti dengan
satu kali pemberian napas buatan. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan
kemungkinan

timbulnya

kompliksi

pneumothoraks

atau

pneumomediastinum apabila tindakan dilakukan secara bersamaan.


Disamping massage jantung ini obat-obat yang dapat diberikan antara lain
ialah larutan 1/10.000 adrenalin dengan dosis 0,5-1 cc secara intravena
atau intrakardial (untuk meningkatkan frekuensi jantung) dan kalsium
glukonat 50-100 mg/kg berat badan secara perlahan-lahan melalui
intravena (sebagai obat inotropic) pada bayi dengan tanda-tanda rejatan
cairan intravena berupa plasma, darah atau cairan pengganti lainnya
(volume expander) harus segera diberikan.
Bila tindakan-tindakan tersebut di atas tidak memberikan hasil yang
diharapkan, keadaan bayi harus dinilai lagi karena hal ini mungkin
disebabkan oleh gangguan keseimbangan asam dan basa yang belum
diperbaiki secara semestinya, adanya gangguan organic sepertia hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis jalan napas dan lain-lain.
2) Asfiksia ringan-sedang (nilai Apgar4-6)
Disini dapat dicoba melakukan rangsangan untuk menimbulkan reflex
pernapasan. Hal ini dapat dikerjakan selama 30-60 detik setelah
pernikahan menurut Apgar 1 menit. Bila dalam waktu tersebut pernapasan
tidak timbul, pernapasan buatan harus segera dimulai. Pernapasan aktif
yang sederhana dapat dilakukan secara pernapasan kodok (frog breathing).
Cara ini dikerjakan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung, dan O2
diialirkan dengan kecepatan 1-2 liter dalam 1 menit. Agar saluran napas
bebas. Bayi diletakkan dengan kepala dalam dorsofleksi. Secara teratur
dilakukan gerakan membuka dan menutup lubang hidung dan mulut

dengan disertai menggerakan dagu ke atas dan ke bawah dalam frekuensi


20 kali semenit. Tindakan ini dilakukan dengan memperhatikan gerakkan
dinding thoraks dan abdomen. Bila bayi mulai memperlihatkan gerakkan
pernapasan, usahakanlah supaya gerakaan tersebut diikuti. Pernapasan ini
dihentikan bila setelah 1-2 menit tidak juga dicapai hasil yang diharapkan,
dan segera dilakukan pernapasan buatan dengan tekanan positif secara
tidak langsung. Pernapasan ini dapat dilakukan dahulu dengan pernapasan
dari mulut ke mulut. Sebelum tindakan dilakukan, ke dalam mulut bayi
dimasukkan pharyngeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah
ke depan, agar jalan napas berada dalam keadaan sebebas-bebasnya. Pada
pernapasan dari mulut ke mulut, mulut penolong diisi terlebih dahulu
dengan O2 sebelum peniupan. Peniupan dilakukan secara teratur dengan
frekuensi 20-30 kali semenit dan diperhatikan gerakkan pernapasan yang
mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil bila setelah dilakukan
beberapa saat, terjadi penurunan frekuensi jantung atau pemburukan tonus
otot. Dalam hal demikian bayi harus diperlakukan sebagai penderita
sfiksia berat.
c. Tindakan Lain-Lain dalam Resusitasi
Pengisapan cairan lambung hanya dilakukan pada bayi-bayi tertentu untuk
menghindarkan kemungkinan timbulnya regurgitasi dan aspirasi, terutama
pada bayi yang sebelumnya menderita gawat janin, yang dilahirkan dari ibu
yang mendpat obat-obat analgesia, anesthesia dalam persalinannya. Pada
bayi premature dan sebagainya.
Tentang penggunaan obat-obat analeptic seperti Lobelin, Koramin, Vandid,
dan lain-lain dewasa ini tidak diberikan lagi dan asfiksia berat bahkan
merupakan kontraindikasi untuk penggunaanya. Nalorphin merupakan obat
satu-satunya yang dapat diberikan pada bayi apabila asfiksia yang terjadi

disebabkan oleh penekanan pernapasan akibat morfin atau pethidin dan obatobat berasal dari golongan itu yang diberikan pada ibu selama persalinan.
8. Penghentian RJP
RJP pada korban dihentikan apabila:
ada penolong yang menggantikan
ada tanda kehidupan
ada tanda kematian
setelah 30 menit
9. Komplikasi RJP
Komplikasi dari teknik ini adalah pendarahan hebat. Jika korban mengalami
pendarahan hebat, maka pelaksanaan RJP akan memperbanyak darah yang keluar
sehingga kemungkinan korban meninggal dunia lebih besar. Namun, jika korban
tidak segera diberi RJP, korban juga akan meninggal dunia.
10. Kesalahan pada RJP
Kesalahan

Akibat

1. Penderita tidak berbaring pada bidang 1.


2.
keras
2. Penderita tidak horizontal
3. tekan dahi angkat dagu kurang baik
4. Kebocoran saat malakukan napas buatan
3.
5. lubang hidung kurang tertutup rapat dan
4.
mulut penderita kurang terbuka saat 5.
6.
pernapasan buatan
6. Letak tangan kurang tepat
7. Tekanan terlalu dalam atau terlalu cepat

RJP kurang efektif


Bila kepala penderita lebih tinggi
maka jumlah darah yang ke otak
berkurang.
Jalan napas terganggu
Pernapasan buatan tidak efektif
Pernapasan buatan tidak efektif
Patah tulang, lika dalam paru-

paru.
7. Jumlah

darah

yang

dialirkan

kurang
8. Rasio RJP dan pernapasan buatan tidak 8. Oksigenisasi darah kurang
baik

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Resusitasi jantung paru (RJP), atau juga dikenal dengan cardio pulmonier
resusitation (CPR),merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan buatan.
Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas, tetapi
masih hidup.
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera
sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Tindakan
resusitasi ini dimulai dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita
kemudian dilanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (basic life support)
yang bertujuan untuk oksigenasi darurat. (AHA, 2003).
Tujuan utama resusitasi kardiopulmoner yaitu melindungi otak secara manual
dari kekurangan oksigen, lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam

daripada tidak sama sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekwat
sangat diperlukan dengan segera karena sel-sel otak menjadi lumpuh apabila
oksigen ke otak terhenti selama 8 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti
selama 3 5 menit (Tjokronegoro, 1998). Kerusakan sel-sel otak akan
menimbulkan dampak negatif berupa kecacatan atau bahkan kematian.
Tindakan resusitasi diberikan untuk mencegah kematian akibat asphiksia. Dan
bila pada bayi asphiksia berat yang tidak dilakukan tindakan resusitasi secara benar
akan meninggal atau mengalami gangguan system saraf pusat,misalnya cerebral
palsy, kelainan jantung misalnya tidak menutupnya ductus arteriosus.

B. Saran
Perlu pemberian tindakan resusitasi secara cepat dan tepat dalam menghadapi
pasien bayi baru lahir. Untuk menghindari komplikasi-komplikasi terburuk yang
dapat terjadi. Sehingga diperlukan ketelatenan dalam melakukan tidakan resusitasi
jantung paru pada bayi baru lahir

DAFTAR PUSTAKA

Astuti,

Novi.

2013.

Resusitasi

Neonatus.

Alamat

Web

(https://noviastuti203.wordpress.com/2013/05/03/resusitasi-neonatus-apengertian-resusitasiresusitasi-respirasi-artifisialis/). Akses Pada 9 Oktober


2016. Pukul 22.10

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai