Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Peranapasan

Sistem pernafasan di bentuk oleh beberapa struktur. Seluruh struktur


tersebut terlibat dalam proses respirasi eksternal yaitu proses pertukaran
oksigen (O2) antara atmosfer dan darah serta pertukaran karbondioksida
(CO2) antara darah dan atmosfer(1), Yang disebut sebagai saluran napas atas
adalah 1) nares, hidung bagian luar (external nose), 2) hidung bagian dalam
(internal nose), 3) sinus paranasal, 4) faring, 5) laring. Saluran napas bawah
adalah 1) trakea, 2) bronki dan bronkioli. Yang dimaksud dengan parenkim
paru adalah organ berupa kumpulan alveoli yang mengelilingi cabang-cabang
pohon bronkus. Paru kanan terdiri dari tiga bagian yaitu lobus bawah kanan.
Setiap lobus mempunyai bronkus lobusnya masing-masing.1
Alveolus adalah kelompok-kelompok kantong mirip anggur yang
berdinding tipis dan dapat mengembang di ujung cabang saluran napas
penghantar. Dinding alveolus terdiri dari satu lapisan gepeng sel alveolus tipe
I. Selain berisi sel alveolus tipe I pembentuk dinding yang tipis 5% epitel
permukaan alveolus juga diliputi oleh sel alveolus tipe II. Selain itu terdapat
makrofag alveolus yang berjaga-jaga di dalam lumen kantong udara ini.2

Keberadaan pori kohn memungkinkan aliran udara antara alveolus


alveolus yang berdekatan, suatu proses yang dikenal sebagai ventilasi
kolaretal. Saluran-saluran ini dapat masuk ke alveolus yang saluran
penghambat terminalnya tersumbat akibat penyakit.2
B. Otot-otot Utama dan Otot Bantu Respirasi
Kontraksi otot inspirasi di mulai, otot otot pernapasan berada dalam
keadaan lemas ,tidak ada udara yang mengalir dan dalam tekanan intraalveolus setara dengan atmosfer. Otot inspirasi utama otot yang berkontraksi
untuk melakukan inspirasi utama otot yang berkontraksi untuk melakukan
inspirasi sewaktu bernafas tenang adalah diafragma dan otot interkostal
eksternal. Pada awitan inspirasi, otot otot ini di rangsang untuk berkontraksi
sehingga rongga thoraks membesar. Otot inspirasi utama adalah diafragma,
suatu lembaran otot rangka yang membentuk lantai rongga thoraks dan di
sarafi oleh saraf frenikus. Diafragma dalam keadaan melemas berbentuk
kubah yang menonjol ke atas kedalam rongga thoraks. Ketika berkontraksi
(pada stimulasioleh saraf frenikus), diafragma turun dan memperbesar
volume rongga thoraks dengan meningkatkan ukuran vertikal (atas kebawah).
Dinding abdomen ,jika melemas ,menonjol keluar sewaktu inspirasi karena
diafragma yang turun menekan isi abdomen ke bawah dan ke depan . tujuh
puluh lima persen pembesaran rongga thoraks sewaktu bernafas tenang di
lakukan oleh kontraksi diafragma.2
Dua set otot interkostal terletak antara iga iga (inter artinya di anatara;
kosta artinya iga. Otot interkostal eksternal terletak di atas otot interkostal
internal. Kontraksi otot interkostal eksternal ,yang serat seratnya berjalan
kebawah dan depan antara dua iga yang berdekatan ,memperbesar rongga
toraks dalam di mensi lateral (sisi ke sisi) dan antero posterior (depan ke
belakang) . ketika berkontraksi otot interkostal eksternal mengangkat iga dan
selanjutnya sternum ke atas dan ke depan. Saraf interkostal menaktifkan otot
otot interkostal.2

Otot inspirasi tambahan inspirasi dalam (lebih banyak udara di hirupi)


dapat di lakukan dengan mengontraksikan diafragma dan otot interkostal
eksternal secara lebih kuat dan dengan mengaktifkan otot inspirasi tambahan
(aksesorius) untuk semakin memperbesar rongga thoraks . kontraksi otot otot
tambahan ini yang letaknya di leher ,mengangkat sternum dan dua iga
pertama , memperbesar bagian atas rongga thoraks di bnadingkan dengan
keadaan istirahat maka paru juga semakin mengembang.2
Selama pernapasan tenang ekspirasi normalnya merupakan suatu proses
pasif ,karena di capai oleh recoil elastik paru ketika suatu otot otot inspirasi
melemas, sebaliknya ,inspirasi dengan menggunakan energi .ekspirasi dapat
menjadi aktif untuk mengosongkan paru secara lebih tuntas dan lebih cepat
dari pada yang dicapai selama pernapasan tenang, misalnya sewaktu
pernapasan ketika olahraga. Otot ekspirasi yang paling penting adalah (yang
mungkin tidak terduga sebelumnya) otot dinding abdomen. Sewaktu otot
abdomen berkontraksi terjadi peningkatan tekanan intra abdomen yang
menimbulkan gaya ke atas ke dalam rongga thoraks dari pada posisi lemasnya
sehingga ukuran vertikal rongga thoraks menjadi semakin kecil.2
C. Mekanisme Kerja Surfaktan Pada Proses Respirasi
Proses pembentukkan surfactant terjadi pada sel pneumocytes II melalui
mekanisme sebagai berikut :3
1. Bagian proteinnya disebut apoprotein, dibentuk oleh endoplasmin
reticulum yang terdiri dari :
a. Apoprotein SP A-A1 dan A2
SP B
SP C
b. Fungsinya mendorong pembentukkan gliserofosfolipid.
c. Prngikatan kembali SP A, khususnya SP A2 oleh reseptor mediated
endocytosis, dan dapat menghambat pembentukan surfaktan,
glyceophospolipid dan sekresinya ke dalam lumen brokioli dan
alveoli.
d. Makin meningkat kosentrasi SP protein, A, B dan C makin
meningkat pembentukan surfaktan paru.

e. SP A sangat penting khususnya untuk transformasi struktur badan


berlapis menuju lumen myelin tubulus yang terdapat di dalam
alveoli.
f. SP A berfungsi juga untuk ekskresi dan pembentukkan surfaktan.
g. Apoprotein surfaktan baru tampak pada umur kehamilan 29
minggu.
2. Glycerophosolipid
a. Dibentuk berdasarkan interaksi beberapa organelle dalam sel
pneumocytes tipe II
b. Pembentukannya dirangsang oleh SP A (terutama SP A 1) sebagai
mediator yang berulang-ulang di dalam sel pneumonocytes tipe II
paru.
c. Aktivitas pembentukan surfaktan dapat ditingkatan oleh :
CAMP- siklik adenomonofosfat
Endodermal growth hormone
Triiodotironin
d. Fungsi utama dari Glycerophosolipid adalah untuk menurunkan
tekanan permukaan paru sehingga memudakan perkembangan dan
pertumbuhan samapai bayi berusia 8 tahun.
e. Makin tua kehamilan akan terjadi ketimpangan pebentukkan
Glycerophosolipid, yaitu :
Dipalmitoilfasfatidikolin

(lesitin)

makin

meningkat
Fosfatidilinositol (spingomeilin) makin menurun.
Perubahan perbandingan ini dapat dijumpai pada
air ketuban sehingga dapat dilakukan pemeriksaan

dengan cara kocok menurut clement, 1972.3


D. Proses dan Pengaturan Respirasi
Paru dan dinding dada merupakan struktur yang elastis. Pada keadaan
normal, hanya diteukan selaput tipis cairan diantara paru dan dinding dada
(ruang interpleura). Paru dengan mudah bergeser sepanjang dinding dada
seperti halnya dua lempengan kaca basah yang dapat digeser namun tidak
dapat dipisahkan. Tekanan didalam ruang antara paru dan dinding dada
(tekanan intrapleura) bersifat subatmosferik. Pada saat lahir, jaringan paru

mengembang sehigga terenggang dan pada akhir ekspirasi tenang,


kecenderungan data recoil jaringan paru untuk menjauhi dinding dada
diimbangi oleh daya recoil didinding dada dibuka, paru akan kolaps; dan bila
kehilangan elastisitasnya dada akan mengembang menyerupai bentuk gentong
(barrel shaped).2
Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan
meningkatkan volume intertoraks. Tekanan interpleura dibagian basis paru
akan turun dari nilai normla sekitar -2,5 mmHg (relatif terhadap tekanan
atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg. Jaringan paru akan semakin
teregang. Tekanan didalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif, dan
udara mengalir kedalam paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai
menarik dinding dada kembali kekedudukan ekspirasi, sampai
keseimbangan

tercapai

kebali antar daya recoil jaringan paru dan dinding dada.

Tekanan saluran udara menjadi sedikit lebih positif, dan udara mengalir
meninggalkan paru. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan proses
pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume
intertoraks. Namun, pada awa ekspirasi, sedikit kontraksi otot inspirasi masih
terjadi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya recoil paru dan
memperlambat ekspirasi.2
Pada inspirasi kuat, tekanan interpleura turun mencapai -30 mmHg
sehingga pengembangan jaringan paru menjadi ebih besar. Bila ventilasi
meningkat, derajat pengempisan paru juga ditingkatkan kontraksi otot
ekspirasi yang menurunkan volume intertoraks.2
Pengaturan respirasi
Terdapat dua mekanisme saraf terpisah yang mengatur pernapasan. Satu
mekanisme berperan pada kendali nafas volunteer, sedangkan yang lainnya
engendalikan pernapasan otomatis. Siste volunteer terletak di korteks
serebrum dan impuls dikirimkan ke neuron motorik pernapasan mealui
trakturs oleh sekelompok sel pemacu (pacemaker) di medula. Impuls dari selsel ini mengaktifkan neuron motorik dimedula spinalis segmen servikal dan
torakal yang mensarafi otot-otot inspirasi. Impuls korda servikalis
5

mengaktifkan diafragma melalui nervus frenikus, dan impuls di medula


spinalis torakalis mengaktifkan otot interkostalis eksternus. Namun impuls
juga mencapai persarafan otot interkostalis internus dan otot ekspirasi
lainnya.4
Neuron motorik untuk otot ekspirasi akan dihambat bila neuron motorik
otot inspirasi diaktifkan, dan sebaliknya. Meskipun refleks spinal ikut
berperan pada persarafan timbal-balik (reciprocal respiration), aktivitas
dijaras descendenslah akan yang terutama berperan. Impuls melalui jaras
descendens akan merangsang otot agonis dan menghambat otot antagonis.
Satu pengecualian pada inhibisi timbal-balik ini adalah terdapatnya sejumlah
kecil aktivitas pada akson nervus frenikus untuk jangka waktu singkat setelah
inspirasi. Fungsi otot pasca-inspirasi ini tampaknya adalah mereda daya recoil
elastik jaringan paru dan menghasikan pergerakan pernapasan yang mulus.4

E. Inspirasi dan Ekspirasi


a. Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan
meningkatkan volume intratoraks. Tekanan intrapleura dibagian
basis paru akan turun dari nilai normal -2,5 mmHg (relatif terhadap
tekanan atmosfer pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHG.4
b. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang
tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume
intratoraks. Namun pada awal ekspirasi, sedikit kontraksi otot
inspirasi masih terjadi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam
daya recoil paru dan memperlambat ekspirasi. Pada tekanan
intrapleura turun mencapai -30 mmHg.4
Kegiatan insirasi dan ekspirasi

atau

menghirup

dan

menghembuskan udara dalam bernapas hanya menggunakan


sekitar 500 cc volume udara penapasan .5
Peningkatan nilai aliran puncak ekspirasi disebabkan adanya
latihan pernapasan yang di gunakan dalam progressive muscle
relaxation dan latihan pernapasan yang di gunakan adalah pursed
lip breathing yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan
6

tekanan pada rongga mulut kemudian tekanan ini akan di teruskan


melalui cabang-cabang bronkus sehingga akan meningkatkan
intrabronkial (dengan mempertahankan bronkus dalam keadaan
terbuka) agar seimbang atau sama dengan tekanan intraalveolar,
memperlama fase ekspirasi.6
F. Kapasitas Dan Volume Paru
Metode sederhana untuk mempelajari ventilasi paru adalah dengan
mencatat volume udara yang masuk dan keluar paru paru, suatu proses yang
di sebut spirometri. Terdapat empat volume paru dan arti dari masing masing
volume ini adalah sebagai berikut :
1. Volume tidal adalah volume udara yang inspirasi atau ekspirasi setiap kali
bernapas normal biasanya kira kira 500 ml pada laki laki dewasa.
2. Volume cadangan inspirasi ,volume alun nafas istirahat. IRV di capai
kontraksi diafragma , otot interkostal eksternal dan otot inspirasi tambahan
. nilai rerata= 300 ml.
3. Volume cadangan ekspirasi ,volume tambahan yang dapat secara aktif di
keluarkan dengan mengontraksikan secara maksimal otot ekspirasi
melebihi udara yang secara normal di hembuskan secara pasif pada akhir
volume atau napas istirahat , nilai rerata= 1000 ml
4. Volume residu ,volume udara minimal yang tertinggal di paru bahkan
setelah ekspirasi maksimal ,nilai rerata 1200 ml.2
G. Proses Sirkulasi Pulmonal dan Pertukaran Gas Dalam Paru- Paru
Proses sirkulasi pulmonal dan pertukaran gas dalam paru-paru
Paru dapat berekspansi dan berkontraksi dalam 2 cara, yaitu:7
a. Dengan pergerakan ke atas dan ke bawah dari diafragma untuk
memperpanjang atau memperpendek rongga dada
b. Dengan elevasi dan depresi tulang rusuk untuk meningkatkan dan
menurunkan diameter anteroposterior dari rongga dada
Pernapasan normal terjadi hampir seluruhnya karena mekanisme yang
pertama, yaitu dengan pergerakan diafragma. Selama inspirasi,
kontraksi diafragma menarik permukaan bawah paru ke arah bawah.

Kemudian, selama ekspirasi, diafragma berelaksasi dan elastic recoil


paru. Dinding dada, dan struktur abdomen menekan paru.7
Metode kedua untuk membuat paru berekspansi adalah untuk
menaikkan sangkar rusuk. Ekspansi paru ini karena, pada posisi istirahat
natural, rusuk condong ke bawah. Oleh karena itu membuat sternum jatuh
ke belakang menuju kolumna vertebral. Akan tetapi saat sangkar rusuk
naik, rusuk diproyeksikan ke depan sehingga sternum juga bergerak ke
depan, menjauhi tulang belakang, membuat ketebalan anteroposterior dada
lebih besar 20% selama inspirasi maksimum dibandingkan selama
ekspirasi. Oleh karena itu, semua otot yang mengelevasi sangkar dada
diklasifikasikan sebagai otot inspirasi dan otot yang menekan sangkar
dada diklasifikasikan sebagai otot ekspirasi. 7
Pergerakan udara masuk dan keluar paru dan tekanan yang
menyebabkan pergerakan
Paru adalah struktur elastis yang kolaps seperti balon dan
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea kapanpun tidak ada tekanan
untuk menjaganya tetap mengembang.7
Tekanan pleural adalah tekanan dari cairan di ruang sempit antara
pleura paru dan pleura dinding dada. Tekanan pleura normal pada awal
inspirasi adalah sekitar -5 cmH20. Kemudian selama inspirasi normal,
ekspansi rongga dada menarik keluar paru dengan kekuatan lebih besar
dan membuat tekanan negatif sekitar -7,5 cmH20. Terdapat peningkatan
negativitas tekanan pleura dari -5 sampai -7,5 selama inspirasi sementara
volume paru meningkat 0,5 liter. Kemudian selama ekspirasi, kejadian
yang berlangsung adalah kebalikannya.7
Tekanan alveolar (intraalveolus) adalah tekanan dari udara di
dalam alveoli paru. Saat glotis terbuka dan tidak ada udara mengalir
masuk atau keluar paru, tekanan di semua pohon respiratorik, semua jalan
menuju alveoli , adalah setara dengan tekanan atmosfer, yang dianggap
zero reference pressure saluran napas, yaitu 0 cmH2O. Untuk
menyebabkan aliran udara masuk ke alveoli selama inspirasi, tekanan di

dalam alveoli mencapai nilai di bawah tekanan atmosfer (di bawah 0).
Selama inspirasi normal, tekanan alveolar turun sekitar -1 cmH2O.
Tekanan negatif yang kecil ini cukup untuk menarik 0,5 liter udara ke
dalam paru dalam 2 detik yang dibutuhkan untuk inspirasi normal. Selama
ekspirasi, perubahan yang berkebalikan terjadi. Tekanan alveolar naik
sekitar +1 cmH2O dan hal ini mendorong 0,5 liter udara yang diinsiprasi
untuk keluar dari patu selama 2-3 detik ekspirasi.7
Terdapat perbedaan antara tekanan alveolar dan tekanan pulmonal.
Hal ini disebut sebagai transpulmonary pressure. Ini adalah perbedaan
tekanan antara yang ada di dalam alveoli dan di permukaan luar paru, dan
ini mengukur elastic force paru yang menyebabkan kolapsnya paru selama
respirasi, disebut tekanan recoil. Setiap transpulmonary pressure
meningkat 1 cmH2O, volume paru bertambah 200 milimeter.7
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen
dari alveol ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk
karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke
tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas
dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi.
Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke
jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah.7
H. Kelainan Sistem Pernapasan
1. Asma merupakan peradangan yang terjadi pada saluran pernapasan
yang disebahkan oleh hypersensitive bronkiolus. Orang yang menderita
penyakit ini akan mengalami kesulitan dalam bernapas. Sebab, pada
kondisi ini saluran pernapasan utama pada paru-paru menyempit.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh alergi terhadap kondisi lingkungan,
seperti debu, bahan kimia, serbuk sari, jamur, suhu yang dingin dan
lain sebagainya. 8
2. Sinusitis merupakan peradangan yang terjadi pada rongga hidung
bagian atas (sinus paranasalis). Penderita ditandai dengan hidung
mampet, ingus berbau berwarna kuning kehijauan, dan terasa sakit
pada daerah sinus yang terserang. 8

3. Renitis merupakan peradangan yang terjadi pada rongga hidung,yang


dapat mengakibatkan rongga hidung membengkak. Bahkan apabila
sudah parah, rongga hidung mengeluarkan lendir. Penyakit ini
disebabkan oteh alergi terhadap benda tertentu. 8
4. Asfiksi merupakan gangguan pernapasan yang disebabkan adanya
gangguan pada proses pendistribusian oksigen ke seluruh sel-sel tubuh.
Penyebab dari penyakit ini bisa disebabkan oleh cairan Iimfa yang
masuk ke afreolus karena infeksi diplococcus pneumococcu Kondisl
inl mengakibatkan seseorang menderlta penyakit pneumonia.8
5. bronkitis merupakan peradangan yang terjadi pada tenggorokan yang
disebahkan infeksi bakteri yang menimpa pada selaput epitel bronkus.
Gejala darl penyakit pneumonia biasanya ditandai oleh batuk yang
dalam, dahak abu abu kekuning kuningan yang keluar paru-paru. 8
6. Pneurnonia merupakan peradangan pada paru-paru yang menginfeksi
dinding alveolus

yang disebabkan oleh jamur, virus ataupun

bakteri.ciri ciri orang yang menderita penyakit ini ialah terhambatnya


oksigen untuk masuk ke dalam darah karena alveolus terisi nanah,
lendir, atau cairan yang lain. 8
7. Tberculosis (TBC) merupakan peradangan yang menyerang dinding
alveolus yang disebabkan adanya bintil-bintil pada dinding dalam
alveolus.

Penyakit

ini

disebabkan

karena

infeksi

bakteri

mycobacterium tuberculosis pada jaringan paru-paru.cara penularan


penyakit ini dapat melalui udara. 8
8. Pleuritis merupakan peradangan yang terjadi pada selaput pembungkus
paru-paru(pleura). Penyakit ini disebabkan oleh adanya infeksi pada
paru-paru ataupun infeksi pada organ yang dekat dengan paru-paru.
Peradangan ini dapat menyebabkan pleura menghasilkan cairan yang
berlebih pada pleura yang dapat berakibat dada terasa sesak jika
bernapas.8
9. Emfisema merupakan gangguan saluran pernapasan karena susunan
dan fungsi alveolusi yang tidak normal. Penyakit ini ditandai dengan
paru-paru yang tidak lentur lagi karena paru-paru, terendam,
berkurangnya luas permukaan membran pernapasan karena terkikisnya

10

sekat antara lveoli. Penderita penyakit ini akan mengalami kesulitan


bernapas karena udara yang dihirup sangat sedikit. 8
I. Penatalaksanaan Penyakit Sistem Pernapasan
Napas buatan
Pada asfiksia akut akut akibat tenggelam, keracunan CO atuu
gas lain, rencatan listrik, kecelakaan anastesi dan penyebab serupa
lainnya, pemberian napas buatan setelah terjadi henti napas dapat
menyelamaytkan nyawa. Usaha ini harus selalu dilakukan karena
umumnya henti napas terjadinya lebih dahulu dibandingkan henti
jantung. Terdapat beberapa metode pernapasann buatan darurat, namun
metode yang saat ini dianjurkan untuk menghasilkan ventilasi adekuat
pada semua kasus adaah pernapasan mulut-ke-mulut. keuntungan
resusitasi dari mulut-ke-mulut terletak tidak saja pada keudahan cara
melakukannya tetapi juga pada kenyataan bahwa cara kerjanya adalah
dengan mengembangkan paru. 4

Pernapasan dari mulut-ke-mulut


Pada bentuk resusitasi ini, operator mula-mula menepatkan
korban pada posisi terlentang dan membebaskan jalan napas dengan
cara meletakkan satu tangan dibawah leher dan mengangkatnya
sedangkan tangan yang lainnya ditekankan pada dahi dan mengangkat
lidah menjauhi bagian belakang tenggorokan. Oprator menempatkan
mulutnya pada mulut korban sedangkan jari-jari tangan yang menekan
dahi menutup lubang hidung. Operator meniupkan udara sebanyak dua
kai voume tida ke dalam mulut korban, dengan frekwensi 12 kali per
menit, dan kemudian memberikan kesepatan daya recoil elastik paru
korban untuk melakukan ekspirasi pasif. Leher korban tetap
dipertahankan pada posisi ekstensi. Gas yang tertiup ke dalam lambung
dapat dikeluarkan dengan melakukan penekanan diatas abdomen dari
waktu ke waktu. Pada individu yang apnea tanpa adanya denyut

11

jantung, pernapasan dari mulut-ke-mulut diselingi dengan pemijatan

jantung.4
Ventilasi mekanik
Untuk menangani kelemahan kronik otot pernapasan, tersedia
aat kedap-udara yang akan membungkus dada. Dengan menggunakan
suaru penggerak, dada diberikan tekanan negatif secara berkala, dan

hal ini akan menarik udara ke dalam paru. 4


Pada gaga napas akut dan penyakit lain dengan gangguan pertukaran
alveous-kapiler, pasien diintubasi dan diberikan udara atau campuran
gas pernapasan oleh mesin. Berbagai setelan tekanan digunakan, dan
biasanya kita mempertahankan tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP =
positive end-expiratory pressure) untuk membantu masuknya o 2 ke
dalam darag mencegh atelektasis. Namun tekanan yang berlebihan
yang dapat menyebabkan pecahnya alveolus. Atas hal ini alasan lain
ventilasi mekanik seyogyanya dihentikan segera mungkin. Oleh sebabsebab yang belum sepenuhnya dipahami, pasien sulit dipisahkan dari
respirator (weaning) dan pada 25% kasus, pasien mengalami gawat
napas yang cukup parah sehingga perlu kembali mendapat ventilasi

mekanik sebelum alat bantu ini benar-benar dihentikan.4


Pemberian antibiotik golongan tetrasiklin dan golongan fluorokuinolon
pada penderita Mycoplasma pneumoniae (MP) tidak disarankan
penggunaannya pada anak usia di bawah 8 tahun karena efek
sampingnya, seperti menyebabkan perubahan warna gigi menjadi
kuning atau keabuan yang permanen, kelainan tulang rawan dan
terdapat perpanjangan interval QT pada gambaran electro cardio

graphy (ECG).9
Infectious Diseases Society of America (IDSA) dan American Thoracic
Society (ATS) membuat pedoman tatalaksana pneumonia komunitas
bahwa pasien dengan pneumonia komunitas diberikan terapi antibiotik
minimal 5 hari dan lebih baik lagi jika diberikan sampai kondisi pasien
stabil yaitu 3-7 hari. Sama halnya dengan pedoman BTS tentang terapi
pneumonia akibat MP, IDSA/ATS juga merekomendasikan golongan

12

makrolid dan tetrasiklin sebagai obat pilihan utama pada pneumonia


akibat MP dan golongan fluorokuinolon sebagai pilihan obat

alternatif. 9
Pemberian terapi golongan penisilin dan sefalosporin pada balita
pneumonia berdasarkan lama rawat (LOS), dan komplikasi dari gambaran

radiologi.10
Berdasarkan kedua pedoman tersebut Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia (PDPI) pada 2014 juga merekomendasikan penggunaan
antibiotik golongan makrolid seperti azitromisin, klaritromisin dan
roksitromisin

dan

golongan

fluorokuinolon

respirasi

seperti

levofloksasin dan moksifloksasin. Sulih terapi dari pemberian


antibiotik intravena ke oral dapat dilakukan jika hemodinamik stabil,
secara klinis membaik dan dapat minum obat oral dengan fungsi
pencernaan yang normal.9

13

BAB III
PEMBAHASAN
Tes fungsi paru-paru adalah tes yang mengevaluasi seberapa baik kerja
paru-paru. Praktikum ini untuk mengevaluasi berapa banyak udara yang dapat
disimpan dalam paru-paru, seberapa cepat dapat memasukkan udara ke dalam dan
mengeluarkan udara dari paru-paru, dan seberapa baik paru-paru memasukkan O2
ke darah dan mengeluarkan CO2 dari darah. Tes dapat membantu mendiagnosa
penyakit paru-paru dan mengukur tingkat keparahan penyakit paru-paru yang
dapat mencegah dari bernapas normal. Spirometri adalah tes fungs paru-paru, dan
yang ditemukan oleh spirometer dapat dicetak pada sebuah grafik yang disebut
spirogram.
Pada praktikum ini menggunakan alat dan bahan berupa spirometer
hutchinson, spiromter triflow incentive, klip hidung, larutan alkohol 70%, kertas
catatan, tissue, dan mouthpiece. Pada kertas catatan berisi: nama, usia, berat
badan, tinggi badan dan gender. Selanjutnya mulai melakukan dua macam
praktikum tetapi sama-sama melakukan pengukuran napas. Pada praktikum yang
menggunakan spirometer triflow incetive, semua individu dalam kelompok
menjadi subjek praktikum karena mengukur respirasi dirinya masing-masing.
Sebelum melakukan praktikum dengan alat ini, terlebih dahulu ujung selang
tempat mulut menempel untuk respirasi harus dibersihkan dengan alkohol
menggunakan tissue.
Setelah itu, mulai melakukan inspirasi dan ekspirasi sekuat mungkin
mulalui selang. Pada saat melakukan inspirasi keadaan spirometer dalam posisi
14

normal dan sedikit dimiringkan kebelakang. Sedangkan pada saat melakukan


ekspirasi keadaan spirometer dalam keadaan terbalik dan sedikit dimirngkan
kebelakang juga. Perhatikan warna bola yang terangkat dalam tabung spirometer
ini dan kemudian catat volume dimana bola tersebut terangkat. Warna bola pada
tabung ada tiga dan terpisah tabung atau ruangannya satu sama lain, adapun warna
dan volume tabung berdasarkan letak bolanya adalah : bola merah = 600 cc/s, bola
kuning = 900 cc/s, dan bola hijau =1.200 cc/s. Dari percobaan yang saya lakukan
saya berhasil mengangkat tiga bola cadangan inspirasi yaitu bola merah, bola
kuning dan bola hijau dan dua bola cadangan ekspirasi yaitu bola merah dan bola
kuning.

Gambar 1
Gambar 1, Subjek sedang melakukan pengukuran volume cadangan inspirasi dan
berhasil mengangkat tiga bola (bola merah, bola kuning, bola hijau).

15

Gambar 2
Gambar 2, Subjek sedang melakukan pengukuran volume cadangan ekspirasi dan
berhasil mengangkat dua bola (bola merah dan bola kuning).
Dalam percobaan ini kita menggunakan alat yang tidak terkalibrasi jadi untuk
hasil yang diperoleh Inspirasi : 2700 cc dan Ekspirasi : 1500 cc
Pada uji respirasi selanjutnya menggunakan spirometer hutchinson, dan
dua subjek yang dijadikan probandus yaitu Wisnu (pria) dan Regina (wanita).
Berikut adalah perhitungan hasil dari kedua subjek :

Probandus 1
Nama : Ngakan wisnu
Usia

: 20 tahun

TB

: 185 cm

VT

: 1,14

FEV1 : 2,30
MVV : 22,1
VC

: 3,28

1. VC prediksi
Pria
= {27,63 - (0,112 x 20)} x 185
= {27,63 - 2,24} x 185
= 25,39 x 185
= 4697,15
16

2. Nilai VC
VC

= (VC pratikum/ VC prediksi) X 100%


= (3280/4697) x 100%
= 69,83%, Abnormal karena < 80% lanjutkan dengan
(FEV1/ VC pratikum) X 100%
= (2300/3280) X 100 %
= 97%, restriktif karena >70%

3. Volume minute

= VT x RR
= 1140 x 16
= 18.240

4. MVV prediksi

= FEV1 x 40
= 2300 x 40
= 92.000

Jadi, dari hasil diatas pasien mengalami gangguan respirasi yang


restriktif karena di dapatkan hasil 97% , dimana hasilnya >70%.

Gambar 3
Gambar 3. Probandus pria sedang melakukan pengukuran respirasi melalui
spirometer hutchinson.
Probandus 2
Nama : Regina Ni Nyoman

17

Usia

: 20 tahun

TB

: 162 cm

VT

: 0,74

FEV1 : 1,52
MVV : 6,60
VC

: 1,62

1. VC prediksi
Wanita
= {21,78 - (0,101 x 20)} x 162
= {21,78 2,02} x 162
= 19,76 x 162
= 3201,12
2. Nilai VC
VC
= (VC pratikum/ VC prediksi) X 100%
= (1620/3201) x 100%
= 50,60%, Abnormal karena < 80% lanjutkan dengan
(FEV1/ VC pratikum) X 100%
= (1520/1620) X 100 %
= 93%, restriktif karena >70%
3. Volume minute

= VT x RR
= 740 x 14
= 10.360

4. MVV prediksi

= FEV1 x 40
= 1520 x 40
= 60.800

Jadi, dari hasil diatas pasien mengalami gangguan respirasi yang restriktif
karena di dapatkan hasil 93% , dimana hasilnya >70%.

18

Gambar 4
Gambar 4. Probandus wanita sedang melakukan pengukuran respirasi melalui
spirometer hutchinson.
Dari hasil praktikum diperoleh dua probandus dalam keadaan tidak normal
dimana pria menunjukkan hasil gangguan berupa restriktif dan wanita berupa
restriktif. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal terutama keakuratan atau
ketidakakuratan dari alat yang digunakan yang disebabkan kalibrasi alat yang
kurang baik.
Volume paru bisa diukur menggunakan spirometer sederhana. Resistensi
jalan nafas dan compliance paru dapat diukur secara tidak langsung dengan
mengukur aliran dan volume ekspirasi paksa. Ukuran ini bisa digunakan untuk
membedakan antara penyakit paru obstruktif (peningkatan resistensi jalan
nafas)dan penyakit paru restriktif (penurunan compliance paru). Pada asma,
misalnya FEV1/ FVC umumnya < 0,7. Pada penyakit restriktif (misalnya fibrosis
paru), FEV1/ FEV hasilnya normal atau bahkan meningkat karena recoil elastic
yang lebih besar.

BAB IV
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
19

Dari percobaan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa :


1. Prodandus dalam kelompok kami memiliki

hasil

yang

menunjukkan (+) restriktif paru dengan hasil wanita : 93% dan


Pria : 97%
2. Untuk percobaan masing-masing untuk inspirasi dan ekspirasi
mendapatkan hasil untuk
Inspirasi : 2700 cc
Ekspirasi : 1500 cc
Dimana kadar normalnya untuk IRV :3500 dan ERV :1500,
Menurut, health human service, bahwa insentif

spirometry

digunakan dengan dalam teknik pernapasan, diarahkan batuk,


awal mobilisasi, dan optimal nalgesia untuk mencegahnya
komplikasi pasca operasi paru.
6.2 Saran
Dalam praktium ini sebaiknya alat yang digunakan ditambahkan lagi dan
disesuaikan dengan normalnya.

Daftar Pustaka
1. Ray E. Molenar et al, Forced Expiratory Volume In One Second (fev-1)
Pada Penduduk Yang Tinggal Di Dataran Tinggi, 2014, Vol 2. No 3, from:
<http:www.ejournal.unsrat.ac.id>. Diakses : 16 Agustus 2016.
2. Sherwood L, Fisiologi Manusia Dari Sel ke sistem Edisi 8, tahun buku
2015.
3. Manuaba, I.B.G, Pengantar Kuliah Obsetri, EGC. Jakarta : 2011
4. Ganong W. F, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 24, tahun buku 2015.
5. Achmad Rifai et al, Aplikasi Sensor Tekanan Gas MPX5100 Dalam Alat
Ukur

Kapasitas

Vital

Paru-Paru,

2013,

Vol

2.

No,

from:

<hhtp://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upj>. Diakses: 16 Agustus 2016.

20

6. Chiristina Novarin dan Nur Widayanti. Pengaruh Progressive Relaxation


terhadap Aliran Puncak Ekspirasi Klien dengan Asma Bronkial di Poli
Spesialis Paru B Rumah Sakit Paru Kabupaten Jember (The Effect of
Progressive Muscle Relaxation on Peak Expiratory Flow of Clients with
Bronchial Asthma at Lung Specialialist Unit B of Lung Hospital Jember
Regency), 2016. Vol 3. No 2, from: <http:www.jurnal.unej.ac.id>. Diakses
16 Agustus 2016.
7. Guyton, Arthur C, John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. Ke11. EGC, Jakarta: 2012
8. Siti Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6 jilid 2 Interna
Publishing, Jakarta:2014
9. Wijaya, Dewi,dkk. Pneumonia Atipik Akibat Mycoplasma Pneumoniae
vol 35. No 2, from:<http://Journalrespirologi.org> . diakses: 16
Agustus 2016 Tahun jurnal 2015
10. Azhari, Fihul, dkk. Pemilihan Terapi Empirik pada Balita Pneumonia

Berdasarkan Lama Rawat (LOS) dan Komplikasi dari Gambaran


Radiologi , 2014 From :< http://www.unisba.co.id >. diakses: 16
Agustus 2016

21

Anda mungkin juga menyukai