3.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
4.
berusaha. Di balik itu, apa dosa orang-orang lemah yang tidak mampu bekerja? Apa dosa
para janda yang ditinggal para suaminya dalam keadaan tidak berharta? Apa dosa anak-anak
yang masih kecil dan orang tuanya yang sudah lanjut usia? Apa dosa orang cacat selamanya,
sakit dan lumpuh? sehingga mereka semua kehilangan pekerjaannya? apakah mereka
dibiarkan begitu saja karena bencana tengah melanda dan menimpa mereka, sehingga mereka
terlantar dalam kehidupan yang tidak menentu? Melihat realitas di atas Islam tidak menutup
mata, namun Islam justru mengentaskan mereka dari lembah kemiskinan dan kemelaratan,
serta menghindari mereka dari perbuatan rendah dan hina, seperti mengemis dan memintaminta.
Pertama-tama konsep yang yang dikemukakan untuk menanggulangi hal itu adalah
adanya jaminan antara anggota suatu rumpun keluarga, Islam telah menjadikan antara
anggota keluarga saling menjamin dan mencukupi. Sebagian meringankan penderitaan
anggota yang lain. Yang kuat membantu yang lemah, yang kaya menvukupi yang miskin,
yang mampu memperkuat yang tidak mampu, karena itu hubungan yang mengikat mereka.
Zakat
Islam mewajibkan setiap orang sehat dan kuat, untuk bekerja dan berusaha mencapai
rizki Allah, guna menccukupi dirinya dan keluarganya, sehingga sanggup mendermakan
hartanya di jalan Allah. Bagi orang yang tidak mampu berusaha dan tidak sanggup bekerja,
serta tidak mempunyai harta warisan atau simpanan guna mencukupi kebutuhan hidupnya, ia
berhak mendapatkan jaminan dari keluarganya yang mampu. Keluarga yang mampu tadi
berkewajiban memberikan bantuan serta bertanggung jawab terhadap nasib keluarga yang
miskin. Namun demikian, tidak semua fakir miskin mempunyai keluarga yang mampu dan
sanggup memberi bantuan. Apakah kiranya yang akan dibuat oleh fakir miskin yang malang
itu? Apakah mereka dibiarkan begitu saja, hidup dibawah tekanan kemelaratan dan ancaman
kelaparan, sedangkan masyarakat disekitarnya yang didalamnya terdapat orang-orang kaya,
hanya menyaksikan penderitaan mereka?.
Islam tidak akan membiarkan begitu saja nasib fakir miskin yang terlantar.
Sesungguhnya allah SWT telah menetapkan bagi mereka suatu hak tertentu di dalam harta
orang-orang kaya, dan suatu bagian yang tetap dan pasti, yaitu zakat. Sasaran utama bagi
zakat itu adalah untuk mencukupi kebutuhan orang-orang miskin. Di samping zakat juga
masih ada hak-hak material lain, yang wajib di penuhi oleh orang Islam, karena berbagai
sebab dan hubungan. Kesemuanya itu merupakan sumberdana bantuan bagi orang-orang fakir
dan miskin merupakan kekuatan untuk mengusir kemiskinan dari tubuh masyarakat Islam.
Hak- hak tersebut di antaranya adalah:
Hak bertetangga
Korban Hari Raya Haji
Melanggar Sumpah
Kafarah sumpah
Kafarah Dihar
Kafarah
Fidyah bagi yang lanjut usia
Al- Hadyu (pelanggaran dalam ibadah haji)
Hak tanaman pada saat mengentan
Hak mencukupi fakir miskin.
Al-Khizanah al-Islamiyah (sumber Material dalam Islam atau Baitul Mal)
Apabila dalam distribisi kekayaan yang diambil dari zakat untuk para fakir miskin
tidak mencukupi, maka dapat diambil dari persediaan dari sumber material yang lain. Sumber
material yang dimaksud adalah Khizanah al- Islamiyah. Sumber-sumber material dalam Islam
disini meliputi hak milik Negara dan kekayaan-kekayaan umum, yang dikelola dan diurus
oleh Pemerintah, baik yang digarap langsung maupun yang dikerjakan bersama, seperti harta
wakaf, sumber kekayaan alam, dan barang tambang yang ditetapkan dalam Islam.
Sebagian besar ahli fiqih Islam sangat berhati-hati dalam menyelamatkan hak fakir
miskin dalam hubungannya dengan harta zakat. Karena itu, mereka tidak membolehkan harta
zakat itu seluruhnya atau sebagian dipergunakan untuk kepentingan umum. Misalnya, untuk
pembiayaan angkatan perang atau keperluan-keperluan lainnya yang serupa, meski pada saat
itu kas anggaran belanja induk mengalami minus. Sedangkan kas anggaran belanja zakat
dalam keadaan surplus. Kecuali dengan jalan pinjaman atas nama kas anggaran belanja
induk, yang nantinya setelah kas anggaran belanja iru surplus kembali, pinjaman itu harus
dikembalikan kepada kas anggaran belanja zakat. Kekayaan itu harus dipegang dan dikuasai
oleh Pemerintah agar seluruh rakyat bisa menikmati manfaatnya. Segala sesuatu yang
merupakan pemasukan Khizanah al-Islamiyah merupakan sumber bantuan bagi orang-orang
miskin, manakala pemasukan dan zakat tidak mencukupi para fakir miskin.
Khizanah al-Islamiyah ini sangat penting keberadaannya karena, ketika di antara
kaum muslimin orang-orang fakir dan miskin membutuhkan bantuan, sedangkan kas sedekah
(zakat) mengalami kekosongan. Dalam hal ini seorang imam (kepala negara) boleh
mengambil uang khas harta pajak untuk memenuhi kebutuhan mereka tersebut. Pinjaman itu
tidak perlu dinyatakan sebagai pinjaman yang harus dibayar oleh khas sedekah. Dari baitul
mal ini sesungguhnya merupakan persediaan paling terakhir setiap orang fakir dan orangorang yang berkekurangan. Karena itu baitul mal milik semua orang, bukan milik seorang
amir (pimpinan/kepala negara) atau kelompok orang-orang tertentu.
[1] "Yusuf Qardhawi, Pemikir Islam Modern, on line, http://pkesinteraktif.com/tokoh/sosok/2237-yusufqardhawi-pemikir-islam-modern.html, 06 January 2011, diakses tanggal 6 November 2011.
[2]"Pemikiran
Yusuf
Al-Qardawy
Mengenai
Ekonomi
Islam
dan
Kemiskinan, on
line, http://zonaekis.com/pemikiran-yusuf-al-qardawy-mengenai-ekonomi-islam-dan-kemiskinan/, 25 Agustus
2010, diakses tanggal 6 November 2011.
--------------ooooo----------------------
Pendahuluan
Krisis ekonomi gobal (global leconomic crisis) yang terjadi di akhir tahun
2008 ternyata masih menyisakan problem yang belum dapat dipecahkan sampai
saat ini. Amerika Serikat sebagai sumber kemunculan krisis ternyata masih
disibukkan dengan proses restrukturisasi dan reorganisasi kebijakan stabilitas
ekonomi, selain itu negara Eropa yang pada saat terjadi krisis tiga tahun lalu tidak
terlalu signifikan terkena pengaruhnya justru mengalami radang dan meriang di
sepanjang tahun 2011 dan 2012. Sebut saja Yunani dengan krisis ekonomi karena
hutang yang over, Spanyol dan Italia dengan pengangguran terbuka yang
semakin meningkat, Portugal dan Irlandia mengalami degradasi kepercayaan
terhadap mata uang euro yang digunakannya, dan sejumlah negara-negara Eropa
kehilangan inner beauty-nya dalam menarik Foreign Direct Investment (FDI) dari
para investor. Data dan fakta ini menegaskan kedigdayaan krisis ekonomi yang
masih belum dapat diselesaikan dari sejak tiga tahun yang lalu, sekaligus
menambah rekor panjang krisis sepanjang abad 20 ini.
Dalam proses menyelesaikan masalah tersebut, para pemimpin Negara di
dunia sibuk mengeluarkan paket penyelamatan krisis dengan total dana yang
tidak tanggung-tanggung yaitu sebesar 3.4 triliun dolar AS (AS: 700 miliar dolar;
Inggris: 691 miliar dolar; Jerman: 680 miliar dolar; Irlandia: 544 miliar dolar;
Prancis: 492 miliar dolar; Rusia: 200 miliar dolar dan negara-negara Asia: 80
miliar dolar! (Kompas 26/10). Namun Kenyataannya, sampai saat ini kondisi
ekonomi masih terus memburuk. Indeks harga saham di bursa dunia terus
terpuruk. Nilai mata uang di pasar uang terus bergejolak. Saluran dana untuk
kredit ke sektor industri, infrastruktur dan perdagangan mulai macet. Proses
produksi mandek. Dua puluh juta pekerja di seluruh dunia terancam di-PHK
Banyak pakar ekonomi berkonklusi bahwa penyebab utama dari kontinuitas
krisis yang terjadi dikarenakan fundamental sistem ekonomi yang rapuh
(fundamental economic fragility). Prof. Dr. Mohammad Malkawi dalam bukunya
The Fall of Capitalism and Rise of Islam menjelaskan bahwa terdapat cacat serius
dalam sistem ekonomi kapitalisme karena ketidakmampuannya dalam
mempertahankan stabilitas ekonomi dunia. Sistem kapitalisme sebagai pilihan
sistem yang dianut untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi tengah
memasuki akhir usianya, beberapa negara di belahan dunia sudah menunjukkan
reaksi kontradiksi atas kegagalan dari sistem ini.
Slogan-slogan anti kapitalisme bermunculan menghiasi proses unjuk rasa
masyarakat di belahan dunia. Di Amerika dan Eropa misalnya slogan -Occupy the
Wall Street, Capitalism is the real terrorist, atau Say No to Capitalism- semakin
menyeruak dan menggema di berbagai tempat. Hal ini didasari pada asumsi
bahwa sistem ekonomi kapitalisme yang segala kebijakannya diarahkan secara
materialistis dengan mekanisme spekulasi, riba, dan keserakahan mengakibatkan
kesenjangan aktivitas ekonomi yang membuat kesejahteraan enggan hadir di
tengah masyarakat.
Dalam kondisi keterpurukan ekonomi yang hadir saat ini seutuhnya
dibutuhkan pilihan alternatif sistem ekonomi yang solutif dengan pendekatan
berbeda, baik secara kerangka kebijakan maupun tujuan yang ingin dicapai. Islam
sebagai way of life yang bersifat universal dan komprehensif memiliki strategi
dalam usahanya memecahkan permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kehadiran ekonomi Islam (dibaca; ekonomi syariah) dengan instrument dan
strategi anti riba, anti spekulasi, dan anti manipulasi memiliki tujuan yang lebih
luas dengan ruang lingkup multidimensi, yaitu Fallah (duniawi dan ukhrawi).
Tulisan ini ingin mencoba mendeskripsikan secara singkat tentang eksistensi
ekonomi Islam dalam menjawab masalah ekonomi (dibaca: krisis ekonomi)
sehingga pada akhirnya dapat dijadikan instrument dan strategi alternatif solutif
untuk mewujudkan tujuan kesejahteraan masyarakat secara agregat.
yang terdiri atas sejumlah individu. Akhirnya sekelompok kecil orang menjadi
gemuk dan berkuasa di atas penderitaan orang lain, yang nota bene mayoritas dari
masyarakat (Qardhawi, 1995).
Oleh karena itu, sistem ekonomi Islam lahir sebagai sistem ekonomi yang
dapat merealisasikan keadilan antara hak-hak individu dengan hak-hak kolektif
suatu masyarakat. Pada saat ini, para ahli Ekonomi menggali kembali sistem
ekonomi Islam yang pernah berjaya sebelum abad pertengahan. Ruh sistem
ekonomi Islam adalah keseimbangan (pertengahan) yang adil. Ciri khas
keseimbangan ini tercermin antara individu dan masyarakat sebagaimana
ditegakkannya dalam berbagai pasangan lainnya, yaitu dunia dan akhirat, jasmani
dan ruhani, akal dan nurani, idealisme dan fakta, dan pasangan-pasangan lainnya
yang disebutkan di dalam kitab Al Quran. Sistem Ekonomi Islam tidak
menganiaya masyarakat, terutama masyarakat lemah, seperti yang dilakukan oleh
sistem kapitalis.
Ekonomi Islam pada hakikatnya tidak menganiaya hak-hak kebebasan
individu, seperti yang dilakukan oleh komunis, terutama Marxisme. Akan tetapi,
keseimbangan di antara keduanya, tidak menyia-nyiakan, dan tidak berlebihlebihan, tidak melampaui batas dan tidak pula merugikan. Dalam mencapai
keseimbangan tersebut, dibutuhkan adanya lingkungan yang baik dan sadar
secara moral yang dapat membantu reformasi unsur manusia di pasar
berlandaskan sebuah keimanan. Dengan demikian akan melengkapi sistem harga
di dalam memaksimalkan efisiensi maupun keadilan pada penggunaan sumber
daya manusia dan sumber daya materi lainnya.
Namun, sangat sulit, untuk mengasumsikan bahwa semua individu akan sadar
secara moral kepada masyarakat, dan keimanan saja tidak akan mampu
menghilangkan ketidakadilan sistem pasar, sehingga negara juga harus
memainkan peran komplementer (Chapra, 2000). Negara harus melakukannya
dengan cara-cara yang tidak mengekang kebebasan dan inisiatif sektor swasta
berlandaskan kerangka hukum yang dipikirkan dengan baik, bersama dengan
insentif dan hukuman yang tepat, check and balance untuk memperkuat basis
moral masyarakat dan menciptakan sebuah lingkungan yang kondusif.
Oleh karena itu, telah dirasakan bahwa sistem ekonomi kapitalis sekuler yang
membedakan antara kesejahteraan material dengan masalah ruhaniah banyak
membawa masalah dalam distribusi kesejahteraan yang adil dan seimbang di
antara masyarakat. Dengan demikian, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Fukuyama (1995), bahwa perlu disadari, kehidupan ekonomi tertanam secara
mendalam pada kehidupan sosial dan tidak bisa dipahami terpisah dari adat,
moral, dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat di mana proses ekonomi itu terjadi.
Sehingga, membahas pembangunan ekonomi di Indonesia dengan memasukkan
nilai-nilai Islam bukan suatu hal yang irrelevant.
Ditulis oleh:
Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec
No comments
BAB 1
PENDAHULUAN
Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhan dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan.
Sesungguhnya ia adalah musuhmu yang nyata. (QS. Al Baqarah (2) : 208)
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku
cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama
bagimu. (QS.Al-Maaidah(5):3)
Termasuk dalam kesempurnaan Islam adalah ajaran bermuamalah, yang
salah satu muatannya adalah berbicara masalah ekonomi dan bisnis, atau yang
dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al Iqtishaad, yang bermakna hemat,
penuh perhitungan, rasional, mengandung nilai. Sehingga secara sederhana
dapat kita fahami bahwa ekonomi pada prinsipnya adalah segala daya manusia
secara rasional untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan nilai-nilai tertentu,
yang dalam Islam bersumber dari prinsip-prinsip akidah, ahlak dan syariah
Contoh konkrit bagi umat Islam dalam berniaga adalah apa yang dilakukan
oleh Rosululah SAW. Sebelum dianggkat sebagai seorang Nabi dan Rosul, beliau
adalah seorang pedagang atau saudagar yang sukses. Keberhasilan beliau dalam
niaga tentunya tidak bisa lepas dari bimbingan Allah SWT dan kemuliaan akhlak
yang terpancar dari pribadi beliau. Apabila kita berkaca pada sejarah hidupnya,
setidaknya ada tiga akhlak utama yang beliau terapkan dalam berniaga, yakni
shidiq, amanah, dan nasehet.
A. Akademik :
1. Menambah wawasan keilmuan mahasiswa yang berkenaan dengan Ekonomi
Islam
2. Mengetahui Etika dan Norma ,khususnya Etika di dalam Ekonomi Islam
3. Mengetahui sejarah terbentuknya/ berdirinya Ekonomi Islam
B. Praktis :
1. Memberikan Pemahaman yang tepat kepada Masyarakat tentang Ekonomi
Islam
2. Memberikan Pengertian yang tepat kepada Masyarakat, khususnya
Mahasiswa tentang Etika yang berlaku di dalam Ekonomi Islam
3.
Melakukan riset terhadap Ekonomi Islam, khususnya terhadap Etika yang
berlaku di dalamnya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan Umum
Pesatnya perkembangan ekonomi dunia telah membawa perubahan yang
cukup signifikan bagi kemajuan peradaban masyarakat. Tidak heran, bila muncul
suatu ide tentang sistem ekonomi yang bisa mengikat transformasi
perekonomian masyarakat di seluruh dunia, yakni sistem ekonomi kapitalis
Dengan sistem ekonomi ini, masyarakat memiliki aturan, etika, dan tata kelola
yang dinamis dalam penerapan transaksi ekonomi di lapangan.
Maka, pada abad ke-18, lahir sebuah paham dari seorang Adam Smith (17231790) di Inggris dan dinamakan liberalisme. Ajaran laiser aller, laisserpasser
(merdeka berbuat dan merdeka bertindak) menjadi pedoman bagi paham ini.
Dari paham ini ternyata lahirlah kaum borjuis yang pada akhirnya memunculkan
sistem ekonomi kapitalis secara berkesinambungan.
Pada saat itulah, sistem ekonomi kapitalis menjadi semacam disiplin ilmu
yang berkembang pesat di jagat raya ini. Berawal dari sistem ekonomi inilah,
perkembangan ekonomi dunia semakin memberikan keleluasaan bagi sektor
industri untuk mengembangkan teknologi kapitalnya dalam konteks global.
Terbukti, dengan sistem ekonomi kapitalis, perusahan-perusahan industri yang
memiliki kekuatan pasar mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
cukup signifikan.
Namun demikian, pertumbuhan ekonomi bukan berarti memberikan angin
segar bagi kemakmuran masyarakat, malah justru mengantarkan kesengsaraan
yang tiada tara bagi masyarakat miskin di dunia. Ada banyak faktor, kenapa
sistem ekonomi kapitalis gagal memberikan secercah harapan bagi
kesejahteraan dan peningkatan taraf ekonomi masyarakat. Salah satunya adalah
karena sistem ekonomi kapitalis meniscayakan suatu perlengkapan modal
masyarakat (pungutan) dan alat-alat produksinya dikuasi oleh segelintiran orang
yang begitu dominan menggunakan hak miliknya demi kepentingan untuk
memperoleh keuntungan semata. Tidak berlebihan, kalau Robert Lekachman dan
Borin Van Loon, dalam Kapitalisme Teori dan Sejarah Perkembangannya,
menegaskan bahwa kapitalisme bisa menunjukkan pada sistem ekonomi global
yang telah menjadi dasar bangunan masyarakat dan merupakan tahapan sejarah
peradaban Barat yang hegemonik, sehingga memonopoli masyarakat dengan
taraf ekonomi yang lemah.[1]
Pada titik inilah, Karl Marx memang meramalkan sebuah akhir dari rezim
kapitalisme dalam karyanya yang monumental Das Kapital jilid pertama.
Menunggu kejatuhan kapitalisme adalah titik akhir dari dominasi
produksiproduksi yang memonopoli semua keuntungan dari proses transformasi
global yang menghimpit ekonomi dunia. Namun demikian, Marx masih menahan
diri untuk memastikan ramalan akan kematian kapitalisme, karena disadari
pertumbuhan dan ekspansi yang stabil merupakan faktor yang vital bagi
eksistensi gaya hidup (life style) kapitalisme.
Sistem ekonomi kapitalis memberikan dampak berupa kemiskinan. Selain itu,
sistem ekonomi kapitalis juga telah mencetak orang-orang yang bermental
negatif. Mental negatif yang dimaksud adalah sikap kapitalisme pada diri pelaku
Dengan demikian, antara etika sistem kapitalis dan sosialis dengan etika
ekonomi perspektif Islam memiliki pertautan yang cukup jauh jaraknya. Dalam
artian, sistem kapitalis boleh dikatakan begitu dominan dalam konteks global,
karena terbukti menjanjikan kesejahteraan masyarakat, namun implikasinya
sangat besar bagi kebebasan dan hak-hak eknomi masyarakat. Sementara,
sistem sosialis tampak kurang begitu popular, karena terbukti tidak mampu
memberikan jaminan kesejahteraan, bahkan semakin mengukuhkan sistem kelas
dalam kehidupan masyarakat. Berbeda dengan etika sistem ekonomi Islam yang
lebih menitikberatkan pada tatanan nilai yang berlaku secara universal, baik
yang berkaitan dengan pemikiran maupun perilaku sosial.[3] [3]Adiwarman Karim,
Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2002), hal. 1
Dalam system ekonomi Islam terdapat system yang saling terkait antara
satu dengan lainnya, yaitu mencakup pandangan dunia (al-kholqiyah) dan moral
(al-khuliqiyah) yang mempengaruhi, membimbing dan membantu manusia
merealisasikan sasaran-sasaran kemanusiaan (insaniyah) yang berketuhanan
(rabbaniyah) guna mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Maka untuk
merealisasikan tujuan ini terdapat empat landasan filosofis dalam ekonomi Islam
yaitu: tauhid, keadilan, khalifah, kebebasan dan tanggungjawab.
Di dalam etika ekonomi perspektif Islam, setidaknya ada 3 prinsip dasar yang
diterapkan yang merupakan landasan fundamental bagi pengembangan ekonomi
Islam ke depan. Ketiga prinsip derivatif tersebut semuanya dipayungi konsep
akhlak, sesuai dengan penyempurnaan dakwah Nabi.[6] Bahkan, M. Umer
Chapra meyakini filter moral dapat menciptakan efisiensi dan keadilan.
[6]5Muhammad, Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta:Ekonisa,
2004), hlm. 12.
pada garisgaris syariah.[7] [7]M. Faruq an-Nabahan, Sistem Ekonomi Islam, Pilihan
Setelah Kegagalan Sistem Kapitalidan Sosialis, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 42
Prinsip atau etika ekonomi Islam ini adalah sistem kepemilikan bersama
yang harus dikelola dengan tanggung jawab yang sama pula, sehingga tidak
terkesan individualistik dalam menjalankan setiap transaksi ekonomi dengan
orang lain. Dalam multiple ownership ini, terdapat semangat kebersamaan
dalam menjajagi kemungkinan kerja sama dengan pihak lain. Itulah sebabnya,
kebersamaan dalam memikul dan membagi beban harus sesuai dengan
kemampuan masing-masing orang yang terlibat dan berkiprah dalam usahanya.
Kedua, freedom to act. Kebebasan, berarti, bahwa manusia sebagai
individu dan kolektivitas, punya kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas
bisnis. Dalam ekonomi, manusia bebas mengimplementasikan kaedah-kaedah
Islam. Karena masalah ekonomi, termasuk kepada aspek muamalah, bukan
ibadah, maka berlaku padanya kaedah umum, Semua boleh kecuali yang
dilarang. Yang tidak boleh dalam Islam adalah ketidakadilan dan riba. Dalam
tataran ini kebebasan manusia sesungguhnya tidak mutlak, tetapi merupakan
kebebasan yang bertanggung jawab dan berkeadilan. Kebebasan dalam setiap
transaksi, tidak boleh mengabaikan hak-hak orang lain, namun harus
dilandaskan pada sikap peduli dan bertanggung jawab atas setiap kebebasan
yang dimiliki.
Ketiga, social justice. Menurut Sayyid Quthb, dalam bukunya al-AdalahalIjtimaiyyah fil Islam, keadilan sebagai substansi pokok bagi semua aspek
kehidupan manusia dalam kerangka ajaran Islam. Dalam artian bahwa, prinsip
keadilan merupakan sebuah keniscayaan yang perlu ditegakkan dan
dijunjungtinggi dalam penerapan etika ekonomi Islam. Jika, prinsip keadilan
sosial menjadi prioritas utama dalam penerapan etika ekonomi Islam, maka
usaha untuk membangun taraf ekonomi masyarakat secara merata akan mudah
dilakukan. Mengingat, prinsip keadilan seringkali menjadi problem krusial dalam
penerapan etika ekonomi Islam. Itulah sebabnya, keadilan selalu
berkesinambungan dengan prinsip keseimbangan yang merupakan satu
kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipisahkan. Bahkan, keduanya memiliki
pemahaman yang tidak jauh berbeda dalam konteks penerapan di lapangan.
Keseimbangan dan keadilan, berarti, bahwa perilaku bisnis harus
seimbang dan adil. Keseimbangan berarti tidak berlebihan (ekstrim) dalam
mengejar keuntungan ekonomi. Kepemilikan individu yang tak terbatas,
sebagaimana dalam sistem kapitalis, tidak dibenarkan. Dalam Islam, Harta
mempunyai fungsi sosial yang kental, sehingga perlu diberdayakan dan
dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Jika prinsip keadilan dan
keseimbangan berjalan seiring, maka bisa dipastikan pengembangan ekonomi
Islam akan semakin mengalami peningkatan dan kemajuan yang signifikan.
Dalam konteks ini, prinsip atau etika ekonomi perspektif Islam
menekankan keadilan, mengajarkan konsep yang unggul dalam menghadapi
gejolak moneter dibanding sistem konvensional. Fakta ini telah diakui oleh
banyak pakar ekonomi global, seperti Rodney Shakespeare (United
Kingdom),Volker Nienhaus (Jerman). Ke depan pemerintah perlu memberikan
perhatian besar kepada penerapan etika sistem ekonomi perspektif Islam yang
telah terbukti ampuh dan lebih resisten di masa krisis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah Penulis membahas secara terperinci dan jelas tentang Etika
Ekonom Islam sebagaimana yang tertera di atas, maka penulis mengambil
kesimpulan bahwa :
1.
2.
a.
b.
c.
3.
3.2 Saran
Seusai ditulisnya Makalah ini, maka Penulis berharap kepada
Masyarakat sekalian, khususnya Generasi muda para Mahasiswa agar :
1.
Selalu aktif dan peduli terhadap lingkungan sekitar, terutama dalam masalah
Ekonomi. Dengan melakukan riset dan penelitian guna mencari solusi yang tepat
2. Memperluas Pengetahuan dan Informasi dengan banyak membaca. Karena
membaca adalah salah satu kunci guna mengarungi Ilmu Pengetahuan dan
Informasi yang luas.
3. Jangan menjadi Penduduk yang beristilah Sampah Masyarakat. Agar tidak
menjadi beban bagi lingkungan sekitar. Justru sebaliknya, jadilah Pahlawan
bagi Agama, Nusa dan Bangsa.
3.3 Penutupan
Pada akhir penulisan Makalah terbimbing ini, penulis menghaturkan ribuan
terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian Makalah
terbimbing ini. Kepada Dosen AlUst M.Fajar Pramono selaku Dosen pengampu
Mata kuliah Bahasa Indonesia, rekan-rekan dari Fakultas Syariah terutama Prodi
Ekonomi Islam, dan kepada pihak yang bersangkutan yang telah memberikan
motivasi dan bimbingannya. Dan Penulis memohon maaf sebesar-besarnya
kepada para pembaca apabila ada beberapa kesalahan yang terdapat pada
Makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2002)
Nurrudin, Amiur SDM Berbasis Syariah, Tsaqafah: Jurnal Peradaban Islam, Vol
6 No 1(ISID, April 2010)
an-Nabahan, M. Faruq, Sistem Ekonomi Islam, Pilihan Setelah Kegagalan Sistem
Kapitalidan Sosialis, (Yogyakarta: UII Press, 2000)
Muhammad, Hakikat, Tujuan, dan Bidang Ekonomi Islam (Yogyakarta: STIS, 2000)
Muhammad, Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam
(Yogyakarta:Ekonisa, 2004)
Lekachman, Robert dan Van Loon, Borin, Kapitalisme Teori dan
SejaraPerkembangannya, Terj. Siti Hidayah, (Yogyakarta: Resist Book, 2008)
Qardhawi,Yusuf Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Gema Insani Press, Jakarta,
1997)
[1]Ibid
[2]Muhammad, Hakikat, Tujuan, dan Bidang Ekonomi Islam (Yogyakarta: STIS, 2000), hlm
5
[3]Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2002), hal. 1
[4]Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Gema Insani Press, Jakarta, 1997)
hal 69.
[5]Amiur Nurrudin, SDM Berbasis Syariah, Tsaqafah: Jurnal Peradaban Islam, Vol 6 No
1(ISID, April 2010) hal 29.
[6]5Muhammad, Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta:Ekonisa,
2004), hlm. 12.
[7]M. Faruq an-Nabahan, Sistem Ekonomi Islam, Pilihan Setelah Kegagalan Sistem
Kapitalidan Sosialis, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 42