PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di Indonesia jumlah penyalah guna narkoba diperkirakan ada sebanyak 3,8
juta sampai 4,1 juta orang dalam setahun terakhir (current users) pada kelompok
usia 10-59 tahun di tahun 2014.1 Hasil proyeksi angka prevalensi penyalahguna
narkoba akan meningkat setiap tahun. Fakta tersebut di dukung oleh adanya
kecenderungan peningkatan angka sitaan dan pengungkapan kasus narkoba.
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya
(NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA
(Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat
kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan
melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat
secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan
konsisten. Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi
pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi
medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran di jalur ilegal,
akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas
khususnya generasi muda.
Fenomena penyalahgunaan zat mempunyai banyak implikasi untuk penelitian
otak, psikiatri klinis, dan masyarakat pada umumnya. Dinyatakan dengan
sederhana, beberapa zat dapat mempengaruhi keadaan mental yang dirasakan dari
dalam (sebagai contohnya, mood) maupun aktivitas yang dapat diobservasi dari
luar (yaitu, perilaku).
Relaps merupakan perilaku penggunaan kembali narkoba setelah menjalani
penanganan secara rehabilitasi yang ditandai dengan adanya pemikiran, perilaku
LBM I
Page 1
dan perasaan adiktif setelah periode putus zat. Secara garis besar ada dua faktor
yang mempengaruhi terbentuknya relaps yaitu faktor internal dan faktor eksternal
dari individu. Intervensi yang dapat diberikan pada kasus relaps narkoba harus
meliputi terapi perilaku (konseling, terapi kognitif, terapi sosial), terapi medis, dan
terapi keagamaan. Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan pada
tahun 2006 di lembaga Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi BNN menunjukkan
bahwa terdapat 38 kasus relaps berkali-kali dan masuk kembali ke lembaga
rehabilitasi yang sama. Tahun 2007 tingkat relaps sebesar 95% bahkan ada residen
yang masuk untuk ke empat kalinya ke lembaga rehabilitasi tersebut. Tahun 2008
menunjukkan data relaps di indonesia mencapai 90%.
LBM I
Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. SKENARIO
HIDUPKU KACAU
Hendra merupakan seorang laki-laki berusia 35 tahun dan sudah berkeluarga
dengan 2 orang anak. Hendra merupakan karyawan suatu pabrik yang berlokasi
tidak jauh dari tempat tinggalnya. Ia sering merasa pekerjaannya tidak layak,
dengan usianya yang sudah mencapai 35 tahun ia merasa tidak memiliki apapun
secara materi. Di panti rehabilitasi, Hendra sering mengamuk, berteriak,
cenderung menyakiti orang lain dan diri sendiri. Nafas cepat dan denyut jantung
meningkat dan meminta untuk segera diberikan bubuk favoritnya Hendra sudah
berada pada dunianya sendiri. Baginya tiada kesenangan lain selain bias
mendapatkan bubuk favoritnya.
Kondisi ini diperberat dengan adanya kritikan yang sering diterima dari istri, ia
pun merasa pekerjaannya saat ini tidak sesuai dengan harapannya. Menghadapi
bebannya yang dirasa berat ini, Hendra sering mengikuti ajakan teman kerjanya
untuk pergi ke tempat hiburan malam. Mereka sama-sama menikmati hiburan
malam disertai dengan rokok, minuman alkohol hingga puncaknya dengan
mengkonsumsi heroin. Hal ini berlangsung lebih dari satu tahun, dan pada
akhirnya Hendra menjalani perawatan di tempat rehabilitasi. Bersyukur masih ada
saudara yang masih peduli dengan keadaan Hendra dimana istri dan keluarga
lainnya tidak peduli dengan keadaannya.
B. TERMINOLOGI
Rehabilitasi adalah sebuah kegiatan ataupun proses untuk membantu para
penderita yang mempunyai penyakit serius atau cacat yang memerlukan
pengobatan medis untuk mencapai kemampuan fisik psikologis, dan sosial
yang maksimal.
LBM I
Page 3
Heroin adalah obat adiktif dengan sifat penghilang rasa sakit yang diproses
dari morfen, sebuah zat yang terjadi secara alami dari opium poppy. Heroin
murni adalah serbuk berwarna putih.
A. PERMASALAHAN
1.
2.
3.
4.
5.
Apa tanda dan gejala seseorang dikategorikan sebagai pecandu narkoba serta
dampaknya?
6.
B. PEMBAHASAN PERMASALAHAN
1.
2.
LBM I
Dalam dosis yang tinggi, akan memperlambat sistem saraf pusat hingga
menyebabkan koma dan kematian.
Dampak jangka panjang dari heroin
3.
yang jauh lebih kuat dibandingkan morfin atau kodein. Heroin berbentuk granul,
warna putih, rasa pahit tebal dan tidak berbau. Heroin tidk digunakan dalam
medis karena sangat cepat menimbulkan ketergantungan dan euphoria.
a. Absorpsi
Heroin diabsorpsi dengan baik disubkutaneus, intramuskular dan
permukaan mukosa hidung atau mulut.
b. Distribusi
Heroin dengan cepat masuk kedalam darah dan menuju ke dalam
jaringan. Konsentrasi heroin tinggi di paru-paru, hepar, ginjal dan limpa,
sedangkan di dalam otot skelet konsentrasinya rendah. Konsentrasi di dalam
otak relatif rendah dibandingkan organ lainnya akibat sawar darah otak. Heroin
menembus sawar darah otak lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan
morfin atau golongan opioid lainnya
c. Metabolisme
Heroin didalam otak cepat mengalami hidrolisa menjadi mono
LBM I
Page 5
berpasangan dengan
Page 6
dalam (fall a sleep), pernapasan yang dalam dan lambat, berkeringat, gatal, dan
jumlah air seni meningkat. Kelebihan dosis menyebabkan terjadinya penurunan
suhu tubuh dan denyut jantung yang tidak teratur bahkan kematian dikarenakan
depresi pernapasan yang berat. Efek seperti ini juga dpat terjadi pada
penggunaan dosisi normal yang dikombinasikan dengan benzodiazepine atau
alkohol.
4.
Jenis-jenis narkoba
Narkotika, menurut Pasal 1 butir 1 UU No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (UU 35/2009), adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undangundang.
Kasus keracunan baik fatal maupun non fatal hampir selalu dijumpai
setiap tahun. Walaupun bukan penyebab utama dari kasus forensik, namun kasus
keracunan perlu mendapat cukup perhatian. Secara definisi, racun merupakan
suatu zat yang apabila kontak atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu
(dosis toksik) merusak faal tubuh baik secara kimia ataupun fisiologis sehingga
menyebabkan sakit atau kematian.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang
narkotika pasal 6 ayat 1, penggolongan narkotika terdiri dari 3 golongan, yaitu:
Golongan I
a. Hanya
digunakan
untuk
kepentingan
pengembangan
ilmu
pengetahuan
b. Tidak digunakan dalam terapi
c. Potensi ketergantungan sangat tinggi
Contoh: tanaman Papaver somniferum L, Opium, tanaman koka (daun
koka, kokain merah) heroin, morfin dan ganja.
LBM I
Page 7
Golongan II
a. Untuk pengobatan pilihan terakhir
b. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
c. Potensi ketergantungan tinggi
Contoh: Alfasetilmetadol, Benzetidin, Betametadol
Golongan III
a. Digunakan dalam terapi
b. Potensi ketergantungan ringan
Contoh: Opium obat, codein, petidin, fenobarbital
5.
Apa tanda dan gejala seseorang dikategorikan sebagai pecandu narkoba serta
dampaknya
Zat
Opiate
Efek perilaku
dan
opoid
: Euphoria,
Efek fisik
mengantuk, Miosis, pruritus, mual,
penurunan bradikardi,
methadone, dorongan
pentazocine
konstipasi,
seksual, jejak
hipoaktivitas,
jarum
kepribadian
Amfetamindan
Terjaga,
simpatomimetik,
euphoria,
termasuk kokain
agresivitas,
banyak
kecendrungan
bicara, Midriasis,
tremor,
hipertensi,
attaksia,
hipotensi,
methaqualone,
delirium, miosis.
meprobamate,
benzodiazepin, doriden
LBM I
Page 8
kejang,
Ataksia,
oksida
depresi
analgesia,
pernapasan,
hipotensi
Alcohol
agresi,
gangguan kemerahan,
atensi, amnesia
Halusinogen:
LSD, Halusinasi,
psilocybin,mescaline,
DMT,DOM
atau
perasaan
muka
ataksia,
bicara cadel
ide
paranoid, Midriasis,
pencapaian
ataksia,
dan konjungtiva
hiperemis,
MDA
Phencyclidine
Halusinasi,
ide
paranoid, Nistagmus,
midriasis,
takikardi,
sensorium Ataksia,
bicara
bau
cadel, pernapasan,
taikardi
dengan
kemungkinan
tiner
fibrilasi
ventrikuler,
vermis,
cairan
kemungkinan kerusakan
pada otak, hati ginjal,
miokardium, kerusakan
otak permanen jika di
gunakan
selama
setiap
lebih
hari,
dari
bulan.
Alkaloid
LBM I
Page 9
panas,
eritema.
kabur,
seeds,
tenggorokan
stramonium,
mulut
dan
kering,
homartropine,
midriasis,
kedutan,
scopolamine.
disfagia,
sensivitas
cahaya,
pireksia,
Definisi
Menurut WHO, ketergantungan adalah keadaan dimana telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah zat/obat yang
makin
bertambah
(toleransi),
dan
apabila
pemakaiannya
dikurangi
atau
LBM I
Page 10
LBM I
Page 11
masyarakat
dalam
perkembangan
pola
penyalahgunaan
dan
ketergantungan zat. Tetapi, dalam tekanan sosial tersebut, tidak semua anak
mendapatkan
diagnosis
penyalahgunaan
atau
ketergantungan
zat,
jadi
LBM I
Page 12
zat bertindak sebagai suatu pendorong postitif untuk perilaku mencari zat lagi.
Banyak zat juga disertai dengan efek merugikan, yang bertindak menurunkan
perilaku dalam mencari zat lagi. Ketiga, orang harus mampu membedakan zat
yang disalahgunakan dari zat lainnya. Keempat, hampir semua perilaku mencari
zat disertai dengan petunjuk lain yang menjadi berhubungan dengan pengalaman
menggunakan zat.
c. Faktor Genetik
Bukti-bukti kuat dari penelitian pada anak kembar, anak angkat, dan saudara
kandung telah menimbulkan indikasi yang jelas bahwa penyalahgunaan alkohol
mempunyai suatu komponen genetika dalam penyebabnya. Terdapat banyak
data yang kurang meyakinkan dimana jenis lain penyalahgunaan atau
ketergantungan zat memiliki pola genetika dalam perkembangannya. Tetapi,
beberapa
penelitian
telah
menemukan
suatu
dasar
genetika
untuk
menggunakan
teknologi
RFLP
(Restriction
Fragment
Length
endogen
yang
terlalu
banyak
mungkin
beresiko
mengalami
ketergantungan opioid. Bahkan pada orang dengan fungsi resptor endogen dan
konsentrasi neurotransmitter yang benar-benar normal, penyalahgunaan jangka
panjang suatu zat tertentu pada akhirnya mungkin akan memodulasi sistem
resptor di otak sehingga zat eksogen dibutuhkan untuk mempertahankan
LBM I
Page 13
LBM I
Page 14
LBM I
Page 15
jauh
lebih
besar
dibandingkkan
kelompok
dan
II
diatas.
4) Intensified Users
Kelompok yang sudah secara kronis menggunakan obat/ zat tertentu. Kelompok
ini merasa butuh memakai obat tadi untuk memperoleh kenikmatan atau mencari
pelarian dari tekanan hidup. Walau penggunaannya sudah lebih banyak, tapi
LBM I
Page 16
individu semacam ini masih sangggup ber-interaksi dengan masyarakta secara baik.
Hanya mereka bertendensi untuk mengkonsumsikan pemakaian obat tadi secara
berlebihan.
5) Compulsive Dependence Users
Pengguna dengan jumlah dan frekuensi yang lebih banyak dengan jumlah dan
frekuensi yang lebih banyak lagi melepaskan kebiasaannya tanpa merasakan
guncanngan psikis/ fisik. Apabila mereka tidak menggunakan zat tadi, mereka sudah
mengalami withdrawl symptoms/sindroma putus obat yang cukup berat. Mereka
memang sudah tergantung hidupnya dari pemakaian obat/zat tadi.
DSM-IV menyebutkan ketergantungan zat ditandai oleh adanya sekurangnya
satu gejala spesifik yang menyatakan bahawa penggunaan zat telah mempengaruhi
kehidupan seseorang. Seseorang tidak dapat memenuhi penyalahgunaan zat untuk
suatu zat tertentu jika ia tidak pernah memenuhi kriteria untuk ketergantungan pada
zat yang sama. Pasien yang mengalami intoksikasi atau putus zatyang disertai
dengan gejala psikiatrik tetapi yang tidak memenuhi kriteria untuk pola sindrom
spesifik untuk gejala (sebagai contohnya depresi) mendapatkan diagnosis
intoksikasi zat, kemungkinan bersama dengan ketergantungan atau penyalahgunaan.
LBM I
Page 17
b.Penurunan efek yang nyata dengan penggunaan kontinyu jumlah yang sama dari zat.
w 2.Withdrawal, bermanifestasi sebagai salah satu dari:
a.Sindroma withdrawal khas untuk zat penyebab ( criteria A dan B dari gejala withdrawal zat).
b.Zat yang sama atau sejenis digunakan untuk menghilangkan atau menghindari gejala-gejala
withdrawal.
3. 3.zat yng dimaksud sering digunakan dalam jumlah yang besar atau lewat dari batas waktu
pemakaiannya.
4. 4.adanya hasrat menetap atau ketidakberhasilan mengurangi atau mengendalikan pemakaian
zat.
5. 5.adanya aktifitas yang menyita waktu untuk kebutuhan mendapatkan zat (mis.mendatangi
berbagai dokter atau sampai melakukan perjalan jauh), untuk menggunakan zat (merokok
tiada sela) atau untuk pulih dari efeknya.
6. 6.kegiatan-kegiatan sosial yang penting,pekerjaan atau rekreasi dilalaikan atau dikurangi
karena penggunaan zat.
7. 7.penggunaan zat tetap berlanjut meskipun mengetahui bahwa problem fisik dan fisiologis
menetap atau berulang disebabkan oleh penggunaan zat (mis.sementara menggunakan kokain
meskipun mengetahui itu menginduksi depresi atau tetap meneguk-alkohol- meskipun
mengetahui hal itu memperburuk ulcus gaster).
Tentukan jika:
Dengan ketergantungan fisiologis: terbukti adanya toleransi atau withdrawal.
Tanpa ketergantungan fisiologis: tidak terbukti adanya toleransi atau withdrawal.
Tentukan perlangsunganya:
Remisi dini penuh
Pemisi dini parsial
Remisi penuh menetap
Remisi parsial menetap
Dalam terapi agonis
LBM I
Page 18
(contoh
yang
jelas
dapat
ditemukan
pada
individu
dengan
ketergantungan alkohol dan opiat yang secara rutin setiap hari menggunakan zat
tersebutsecukupnya untuk mengendalikan keinginannya).
e) Secara progresif mengabaikan alternatif menikmati kesenangan kerana
penggunaan zat psikoaktif yang lain, meningkatkan jumlah waktu yang
diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat atau pulih dari akibatnya
f) Terus menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan
kesehatannya,
seperti
gangguan
fungsi
hati
kerana
minum
alkohol
LBM I
Page 19
Penatalaksanaan
Obati infeksi
Pencegahan
Strategi pencegahan delirium sebagian besar terdiri dari meminimalkan
faktor resiko. Pencegahan dan pengobatan delirium dapat dilakukan dengan 2
cara nonfarmakologi dan farmakologi.
LBM I
Page 20
a. Pencegahan nonfarmakologi
Berfokus pada meminimalkan faktor-faktor risiko. Strategi intervensi yang
dilakukan meliputi:
1. Reorientasi ulang pasien
2. Tentukan kegiatan untuk merangsang kognitif pasien,
3. Tidur atau istirahat sebagai bagian dari prosedur nonfarmakologi,
4. Melakukan kegiatan mobilisasi dini, dengan mengajarkan pasien melakukan
latihan dengan berbagai gerakan,
5. Mencabut kateter tepat pada waktunya untuk mengatasi hambatan fisik
pasien,
6. Penggunaan kacamata dan lensa pembesar,
7. Penggunaan alat bantu pendengaran,
8. Koreksi ada tidaknya dehidrasi.
b. Pencegahan farmakologi
Menilai penggunaan obat-obatan yang dapat menyebabkan atau
memperburuk delirium. Penggunaan obat penenang yang tidak tepat atau
analgesik dapat memperburuk gejala delirium. Sebagai contoh penggunaan
benzodiazepine dan narkotika yang sering digunakan diruangan ICU untuk
mengobati delirium dapat memperburuk kondisi dan memperparah delirium.
Lebih jauh lagi Jacobi et al mengatakan bahwa American Psychiatric
Association dan Society of Critical Care Medicine merekomendasikan
haloperidol untuk pengobatan delirium, Haloperidol adalah antagonis reseptor
LBM I
Page 21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyalahgunaan zat merupakan
LBM I
Page 22
DAFTAR PUSTAKA
1. Husain AB, Gangguan Penggunaan Zat. in Buku Ajar Psikiatrik edited by Elvira
SD, Hadisukanto G. Badan Penerbit FKUI: Jakarta. 2010, p. 138-69
2. Maslim R, ed. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat. in
PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK-Unika Atmajawa: Jakarta. 2001, p.
36-43.
LBM I
Page 23
LBM I
Page 24