Anda di halaman 1dari 15

PENGAMBILAN ANALISA GAS DARAH

Pengambilan darah arteri melalui fungsi untuk memeriksa gas-gas dalam darah yang
berhubungan dengan fungsi respirasi dan metabolisma.
Tujuannya :
1.

Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel

2.

Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.

3.

Kemampuan HB dalam mengangkut O2 dan CO2.

4.

Tingkat tekanan O2 dalam darah arteri.

Tempat pengambilan darah arteri :


1.
Arteri Radialis, merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi
arteri kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau haematoem juga apabila Allen test negatif.
2.

Arteri Dorsalis Pedis, merupakan pilihan kedua.

3.
Arteri Brachialis, merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak resikonya bila terjadi
obstruksi pembuluh darah.
4.
Arteri Femoralis, merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak
dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke seluruh
tubuh / tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat menyebabkan
kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar, sehingga dapat terjadi
percampuran antara darah vena dan arteri.
Langkah-langkah melakukan fungsi darah arteri :
1.

Persiapan alat.

Baki (Troli) yang berisi antara lain:


-

1 Buah spuit 2,5 cc yang disposible.

1 buah spuit 1 cc yang disposible.

Gabus / karet sebagai penutup jarum.

2 lembar kain kassa steril.

Bengkok, plester, gunting.

Obat lokal anesthesi (bila) perlu.

Kapas alkohol dengan campuran bethadine.

Kantong plastik berisi es bila pengirimannya jauh.

Heparin injeksi 5000 unit

Spuit 2,5 cc diisi dengan heparin 0,1 cc atau asal membasahi dinding spuit untuk mencegah
terjadinya pembekuan darah. Heparin tidak boleh terlalu banyak dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan.
2.
Memberitahukan pasien tentang tujuan daripada pengambilan darah arteri yang akan di
pungsi.
3.

Memilih arteri yang akan di pungsi.

4.

Menyiapkan posisi pasien :

a.

Arteri Radialisi :

Pasien tidur semi fowler dan tangan diluruskan.

Meraba arteri kalau perlu tangan boleh diganjal atau ditinggikan.

Arteri harus benar-benar teraba untuk memastikan lokalisasinya.

b.

Arteri Dorsalis Pedis

Pasien boleh flat / fowler.

c.

Arteri Brachialis

Posisi pasien semi fowler, tangan di hyperextensikan / diganjal dengan siku.

d.

Arteri Femoralis

Posisi pasien flat

5.

Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perasat

6.
Raba kembali arteri untuk memastikan adanya pulsasi daerah yang akan ditusuk
sesudah dibersihkan dengan kapas bethadine secara sirkuler. Setelah 30 detik kita ulangi dengan
kapas alkohol dan tunggu hingga kering.

7.
Bila perlu obat anethesi lokal gunakan spuit 1 cc yang sudah diisi dengan obat
(adrenalin 1 %), kemudian suntikan 0,2-0,3 cc intracutan dan sebelum obat dimasukkan terlebih
dahulu aspirasi untuk mencegah masuknya obat ke dalam pembuluh darah.
8.
Lokalisasi arteri yang sudah dibersihkan difiksasi oleh tangan kiri dengan cara kulit
diregangkan dengan kedua jari telunjuk dan jari tengah sehingga arteri yang akan ditusuk berada
di antara 2 jari tersebut.
9.
Spuit yang sudah di heparinisasi pegang seperti memegang pensil dengan tangan kanan,
jarum ditusukkan ke dalam arteri yang sudah di fiksasi tadi.
-

Pada arteri radialis posisi jarum 45 derajat

Pada arteri brachialis posisi jarum 60 derajat

Pada arteri femoralis posisi jarum 90 derajat

Sehingga arteri ditusuk, tekanan arteri akan mendorong penghisap spuit sehingga darah dengan
mudah akan mengisi spuit, tetapi kadang-kadang darah tidak langsung keluar. Kalau terpaksa
dapat menghisapnya secara perlahan-lahan untuk mencegah hemolisis. Bila tusukan tidak
berhasil jarum jangan langsung dicabut, tarik perlahan-lahan sampai ada dibawah kulit kemudian
tusukan boleh diulangi lagi kearah denyutan.
10.
Sesudah darah diperoleh sebanyak 2 cc jarum kita cabut dan usahakan posisi pemompa
spuit tetap untuk mencegah terhisapnya udara kedalam spuit dan segera gelembung udara
dikeluarkan dari spuit
11.

Ujung jarum segera ditutup dengan gabus / karet.

12.

Bekas tusukan pungsi arteri tekan dengan kapas alkohol campur dengan bethadine.

Pada arteri radialis dan dorsalis pedis selama 5 menit

Pada arteri brachialis selama 7 10 menit

Pada arteri femoralis selama 10 menit

Jika pasien mendapat antikoagulan tekan selama 15 menit.

13.

Lokalisasi tusukan tutup dengan kassa + bethadine steril.

14.
Memberi etiket laboratorium dan mencantumkan nama pasien, ruangan tanggal dan jam
pengambilan, suhu dan jenis pemeriksaan.
15.
Bila pengiriman / pemeriksaannya jauh, darah dimasukkan kantong plastik yang diisi es
supaya pemeriksaan tidak berpengaruh oleh suhu udara luar.

16.

Kembali mencuci tangan setelah selesai melakukan perasat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum dan sesudah melakukan pengambilan darah.
1.
Daerah pengambilan darah sebaiknya pada tempat yang bergantian / selang-seling
untuk mencegah terjadinyakerusakan pada pembuluh darah
2.
Apabila menggunakan obat lokal anesthesi harus ditest terlebih dahulu untuk
menghindari terjadinya reaksi alergi oleh karena obat tersebut.
3.

Apabila pasien yang memerlukan perawatan lama sebaiknya dipasang arteri line.

4.
Warna merah darah dapat merupakan petunjuk baik / buruknya dari darah arteri. Pasien
PPOM dengan nilai PaO2 rendah darah berwarna lebih gelap biasanya mengandung lebih rendah
O2.
5.

Bila mungkin cegahlah penusukan pada arteri femoralis.

6.
Apabila diperlukan pengambilan darah melalui arteri radialis perlu diketahui dahulu
adanya kolateral arteri ulnaris dengan cara percobaan Allen ( test Allen ).
Caranya :
a. Anjurkan pasien untuk mengepalkan tangannya dengan kuat supaya darah sebanyak
mungkin keluar sehingga telapak tangan pucat.
b. Tekan arteri radialis dan ulnaris agar tertutup sambil pasien membuka kepalannya beberapa
kali dan menutupnya kembali. Kemudian tangan dibuka, lepaskan tekanan pada arteri ulnaris.

ANALISA GAS DARAH


(AGD)
1. Definisi
Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa),
oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau
kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai
pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang
dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas

darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.
Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan dapat
dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu:

Mekanisme dapar kimia

Terdapat 4 macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu:


1.

Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat

2.

Sistem dapar fosfat

3.

Sistem dapar protein

4.

Sistem dapar hemoglobin

Mekanisme pernafasan

Mekanisme ginjal

Mekanismenya terdiri dari:


1.

Reabsorpsi ion HCO3-

2.

Asidifikasi dari garam-garam dapar

3.

Sekresi ammonia
1. Gangguan asam basa sederhana

Gangguan asam basa primer dan kompensasinya dapat diperlihatkan dengan memakai persamaan
yang dikenal dengan persamaan Henderson-Hasselbach. Persamaan asam basa adalah sebagai
berikut:
Persamaan ini menekankan bahwa perbandingan asam dan basa harus 20:1 agar pH dapat
dipertahankan dalam batas normal. Persamaan ini juga menekankan kemampuan ginjal untuk
mengubah bikarbonat basa melalui proses metabolik, dan kemampuan paru untuk mengubah
PaCO2 (tekanan parsial CO2 dalam darah arteri) melalui respirasi. Nilai normal pH adalah 7, 357,45. berikut ini adalah gambaran rentang pH:
Perubahan satu atau dua komponen tersebut menyebabkan gangguan asam dan basa. Penilaian
keadaan asam dan basa berdasarkan hasil analisa gas darah membutuhkan pendekatan yang
sistematis. Penurunan keasaman (pH) darah < 7,35 disebut asidosis, sedangkan peningkatan
keasaman (pH) > 7,45 disebut alkalosis. Jika gangguan asam basa terutama disebabkan oleh

komponen respirasi (pCO2) maka disebut asidosis/alkalosis respiratorik, sedangkan bila


gangguannya disebabkan oleh komponen HCO3 maka disebut asidosis/alkalosis metabolik.
Disebut gangguan sederhana bila gangguan tersebut hanya melibatkan satu komponen saja
(respirasi atau metabolik), sedangkan bila melibatkan keduanya (respirasi dan metabolik) disebut
gangguan asam basa campuran.
Langkah-langkah untuk menilai gas darah:
1.
Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua sebab
asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami alkalemia dengan
dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan
pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang normal
meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan campuran)
2.
Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang berhubungan dengan
pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik, metabolik atau
campuran (PaCO2 normal, meningkat atau menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun;
pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama;
penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan adanya
gangguan asam basa campuran).
3.
Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal ini
dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang sama dengan
nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
4.
Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa
campuran)

Rentang nilai normal

pH

: 7, 35-7, 45

TCO2

: 23-27 mmol/L

PCO2

: 35-45 mmHg

BE

: 0 2 mEq/L

PO2

: 80-100 mmHg

saturasi O2

HCO3

: 22-26 mEq/L

Tabel gangguan asam basa:

: 95 % atau lebih

Jenis gangguan

pH

PCO2

HCO3

Asidosis respiratorik akut


N
Asidosis respiratorik terkompensasi sebagian
Asidosis respiratorik terkompensasi penuh
N
Asidosis metabolik akut
N
Asidosis metabolik terkompensasi sebagian
Asidosis metabolik terkompensasi penuh
N
Asidosis respiratorik dan metabolic
Alkalosis respiratorik akut
N
Alkalosis respiratorik tekompensasi sebagian
Alkalosis respiratorik terkompensasi penuh
N
Alkalosis metabolik akut
N
Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian
Alkalosis metabolic terkompensasi penuh
N
Alkalosis metabolik dan respiratorik
Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:
1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat
dikeluarkan melalui ventilasi.
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH,
seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi
ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess
dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi.
Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik
pada anak sakit kritis.

3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi
dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada
intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila
ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada
bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di
bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan perbaikan
ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,307,40.
Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi
terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH
lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih
dari 7,50.
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah
diberikan oksigen yang adekuat
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga
normal.
10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan
tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat
menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan
oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan
distribusi oksigen.
1. Tujuan

Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa

Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler

Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh

1. Indikasi

Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik

Pasien deangan edema pulmo

Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)

Infark miokard

Pneumonia

Klien syok

Post pembedahan coronary arteri baypass

Resusitasi cardiac arrest

Klien dengan perubahan status respiratori

Anestesi yang terlalu lama


1. Lokasi pungsi arteri

Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allens test)

Arteri brakialis

Arteri femoralis

Arteri tibialis posterior

Arteri dorsalis pedis

Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena
tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau
trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya
risiko emboli otak.

Contoh allens test:


Cara allens test:

Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada arteri
radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri,
observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik,
warna merah menunjukkan test allens positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat,
menunjukkan test allens negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan
periksa tangan yang lain.

1. Komplikasi

Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri

Perdarahan

Cidera syaraf

Spasme arteri
1. Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD

Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah maka ia
cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158
mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian heparin yang
berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek
penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan
oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit
setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar
pendingin beberapa jam.
Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2.
Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.

Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang
abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara tekanan dan saturasi
oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi darah

1. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih

Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk mencegah
darah membeku

Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri, berikan anestesi
lokal

Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui kepatenan arteri

Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat darah yang
keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri

Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah tercampur rata dan
tidak membeku

Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih deras daripada
vena)

Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup ujung jarum
dengan karet atau gabus

Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil

Segera kirim ke laboratorium ( sito )

I. Persiapan pasien

Jelaskan prosedur dan tujuan dari tindakan yang dilakukan

Jelaskan bahwa dalam prosedur pengambilan akan menimbulkan rasa sakit

Jelaskan komplikasi yang mungkin timbul

Jelaskan tentang allens test

J.

Persiapan alat


Spuit 2 ml atau 3ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anak-anak) dan nomor 20
atau 21 untuk dewasa

Heparin

Yodium-povidin

Penutup jarum (gabus atau karet)

Kasa steril

Kapas alkohol

Plester dan gunting

Pengalas

Handuk kecil

Sarung tangan sekali pakai

Obat anestesi lokal jika dibutuhkan

Wadah berisi es

Kertas label untuk nama

Thermometer

Bengkok
1. Prosedur kerja

1.

Baca status dan data klien untuk memastikan pengambilan AGD

2.

Cek alat-alat yang akan digunakan

3.

Cuci tangan

4.

Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya

5.

Perkenalkan nama perawat

6.

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien

7.

Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan

8.

Beri kesempatan pada klien untuk bertanya

9.

Tanyakan keluhan klien saat ini

10. Jaga privasi klien


11. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
12. Posisikan klien dengan nyaman
13. Pakai sarung tangan sekali pakai
14. Palpasi arteri radialis
15. Lakukan allens test
16. Hiperekstensikan pergelangan tangan klien di atas gulungan handuk
17. Raba kembali arteri radialis dan palpasi pulsasi yang paling keras dengan menggunakan jari
telunjuk dan jari tengah
18. Desinfeksi area yang akan dipungsi menggunakan yodium-povidin, kemudian diusap dengan
kapas alkohol
19. Berikan anestesi lokal jika perlu
20. Bilas spuit ukuran 3 ml dengan sedikit heparin 1000 U/ml dan kemudian kosongkan spuit,
biarkan heparin berada dalam jarum dan spuit
21. Sambil mempalpasi arteri, masukkan jarum dengan sudut 45 sambil menstabilkan arteri
klien dengan tangan yang lain
22. Observasi adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila darah tidak bisa naik
sendiri, kemungkinan pungsi mengenai vena)
23. Ambil darah 1 sampai 2 ml
24. Tarik spuit dari arteri, tekan bekas pungsi dengan menggunakan kasa 5-10 menit
25. Buang udara yang berada dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus atau karet
26. Putar-putar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin
27. Tempatkan spuit di antara es yang sudah dipecah
28. Ukur suhu dan pernafasan klien

29. Beri label pada spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen yang digunakan klien
jika kilen menggunakan terapi oksigen
30. Kirim segera darah ke laboratorium
31. Beri plester dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak mengeluarkan darah (untuk klien
yang mendapat terapi antikoagulan, penekanan membutuhkan waktu yang lama)
32. Bereskan alat yang telah digunakan, lepas sarung tangan
33. Cuci tangan
34. Kaji respon klien setelah pengambilan AGD
35. Berikan reinforcement positif pada klien
36. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
37. Akhiri kegiatan dan ucapkan salam
38. Dokumentasikan di dalam catatan keperawatan waktu pemeriksaan AGD, dari sebelah mana
darah diambil dan respon klien
Analisa gas darah (AGD)

definisi
Analisa gas darah (AGD) biasanya dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan asambasa yang disebabkan oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik. Komponen dasar
AGD mencakup pH, PaCO2, PaO2, SO2, HCO3 dan BE (base excesses/kelebihan basa).
nilai rujukan
Dewasa :
pH: 7,35-7,45; PaCO2: 35-45 mm Hg; PaCO2: 75-100 mmHg; SaO2: >95%; SvO2: >70%;
HCO3: 24-28 mEq/l; kelebihan basa (base excess): +2 sampai -2 mEq/l
Anak:
pH: 7,36-7,44. pengukuran lainnya sama dengan dewasa.
Penarikan kesimpulan:

Jika pH < 7,35, PaCO2 > 45 mm Hg dan HCO3 serta BE normal, dapat disimpulkan
bahwa ketidakseimbangan asam basa mengarah pada keadaan asidosis respiratorik.

Jika pH > 7,45, PaCO2 < 35 mm Hg dan HCO3 serta BE normal, dapat disimpulkan
bahwa ketidakseimbangan asam basa mengarah pada keadaan alkalosis respiratorik.

Jika pH < 7,35, PaCO2 normal, sementara HCO3 dan BE masing-masing < 24 mEq/l dan
<-2, dapat disimpulkan bahwa ketidakseimbangan asam basa terjadi pada keadaan
asidosis metabolik.

Jika pH > 7,45, PaCO2 normal, sementara HCO3 dan BE masing-masing > 28 mEq/l dan
>+2, dapat disimpulkan bahwa ketidakseimbangan asam basa mengarah pada keadaaan
alkalosis metabolik
masalah klinis

Asidosis respiratorik:
Penyakit paru kronis (emfisema, bronkitis kronis, asma parah), sindrom gawat pernafasan akut
(ARDS), anestesi, pneumonia
Pengaruh obat: narkotik, sedatif

Alkalosis respiratorik:
Toksisitas salisilat (fase awal), kecemasan, histeris, tetani, olahraga aktif, demam, hipertiroid,
delirium tremens, emboli paru
Asidosis metabolik:
Ketoasidosis diabetik, diare berat, kelaparan/malnutrisi, syok, luka bakar, gagal ginjal,, infark
miokardial akut
Alkalosis metabolik:
Muntah berat, pengisapan lambung, ulkus peptik, pengeluaran kalium, pemberian bikarbonat
berlebih, gagal hepar, kistik fibrosis
Pengaruh obat: natrium oksalat, kalium oksalat

Anda mungkin juga menyukai