Anda di halaman 1dari 2

USUL ISYRIN

USUL KE ENAM
Setiap orang boleh diambil atau ditolak kata-katanya, kecuali Al-Ma'shum (Rasulullah) saw. Setiap yang
datang dari kalangan salaf ra. dan sesuai dengan kitab dan sunnah, kita terima. Jika tidak sesuai
dengannya, maka Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya lebih utama untuk diikuti. Namun demikian, kita
tidak boleh melontarkan kepada orang-orang --karena sebab sesuatu yang dipertentangkan dengannya-kata-kata caci maki dan celaan. Kita serahkan saja kepada niat mereka dan mereka telah berlalu dengan
amal-amalnya"

Dalam usul ini menyatakan bahwa seorang pun tidak bersih dari sebarang dosa melainkan
Rasulullah saja.
Tidak ada 'ismah (terpelihara dari sebarang dosa) selain dari Rasulullah.
Rasulullah saja yang terpelihara dari melakukan dosa dan kehilafan. Beliau yang menunjuk ke
jalan yang lurus yang dikuatkan dengan wahyu. Bertitik tolak dari inilah maka Allah mewajibkan
kepada kita supaya taat dan mengikut setiap apa yang disuruh dan dilarang oleh Rasulullah saja.
Firmannya: "Dan apa datang kepada kamu dari Rasulullah maka terimalah ia dan apa yang
ditegah olehnya maka tinggalkanlah ia.
Sikap kita terhadap apa yang datang dari para salafus saleh. Apa yang datang dari salafus soleh
yang terdiri dari para sahabat, tabi'in dan tabi' tabi'in yang berupa kata-kata, perbuatan serta
tingkah laku juga hukum-hakam dibentangkan di hadapan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya
karena kedua-duanya adalah sumber hukum yang ma'sum dan tidak boleh mengutamakan apa
yang selain dari keduanya.
Firman Allah : "Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah (QS Al Hujurat: 1)
Imam Abu Hanifah berkata: "Apabila aku memperkatakan sesuatu yang menyalahi kitab Allah
maka
tinggalkanlah kata-kataku itu." Lalu dikatakan kepadanya: bagaimana kalau ia menyalahi sabda
Rasulullah saw.?.Beliau menjawab: "Tinggalkanlah kata-kata itu dan terimalah hadis Rasulullah
saw."
Imam Syafie juga pernah berkata: "Apabila kamu dapati di dalam kitabku kata-kata yang
bercanggah dengan sunnah Rasulullah saw, maka terimalah sunnah Rasulullah saw. dan
tinggalkanlah kata-kataku itu".

USUL KE TUJUH
Setiap muslim yang belum mencapai kemampuan menelaah terhadap dalil-dalil hukum furu' (cabang),
hendaklah mengikuti pemimpin agama. Meskipun demikian, alangkah baiknya jika -- bersamaan dengan
sikap mengikutinya -- ia berusaha semampu yang ia lakukan untuk mempelajari dalil-dalilnya.
Hendaknya ia menerima setiap masukan yang disertai dengan dalil selama ia percaya dengan kapasitas
orang yang memberi masukan itu. Hendaknya ia juga menyempurnakan kekurangannya dalam hal ilmu
pengetahuan, jika ia termasuk orang yang pandai, hingga mencapai derajat penelaah"

Dalam pasal ketujuh ini merupakan kelanjutan dari pasal keenam. Hasan al-Banna didalam pasal
tujuh ini ingin mengatakan kepada kita tentang urgensi ijtihad dan batasan-batasan tentang taklid

itu sendiri. Jika dalam pasal keenam, setiap orang dapat diambil ataupun ditolak perkataannya.
Namun dalam bahasan pasal ketujuh ini, kita dituntut untuk lebih memahami mengapa kita
mengikuti perkataan orang tersebut.
Setiap muslim yang belum mencapai kemapuan menelaah terhadap dalil-dalil hukum furu
(cabang), hendaklah ia mengikuti pemimpin agama." Secara gamblang Hasan al-Banna
mengatakan untuk bertaklid dalam masalah-masalah furu'iyah, jika belum mencapai kemampuan
untuk menelaah dalil-dalil furu'. Anjuran Hasan al-Banna ini tidak lain adalah kekhawatiran
beliau terhadap orang-orang yang beramal namun tidak tahu landasan berpikirnya. Kenapa ia
melakukan sholat, kenapa sholatnya seperti ini. Mengikuti pemimpin agama (imam 4 mazhab,
atau kyai-kyai yang sudah memiliki kemapuan untuk berijtihad) adalah wajib bagi orang-orang
yang belum mencapai kemampuan dalam menelaah dalil-dalil hukum furu'.
"Meskipun demikian, alangkah baiknya jika ia berusaha semampu yang ia lakukan untuk
mempelajari dalil-dalilnya" Lanjutan ini merupakan keseriusan Hasan al-Banna dalam
kemerdekaan akal. Agar akal dalam mencari dalil-dalil ini tidak selalu mengikuti pendapat orang
lain. Namun, jika orang itu kemudian percaya terhadap salah satu imam saja, maka dianjurkan
untuk mempelajari dalil-dalil yang mendukung pemikiran imam tersebut. Ketika imam tersebut
mengucapkan A terhadap masalah sesuatu, dan kemudian diikuti dengan pengikut mazhabnya
maka pengikutnya ini harus mencari kenapa kemudian imam mazhabnya itu mengucapkan A
terhadap masalah tersebut
"Hendaknya ia menerima masukan yang disertai dalil selama ia percaya kapasitas orang yang
memberi masukan itu" Artinya disini adalah apabila terdapat kesalahan atau ijtihad dari pendapat
imam yang diikuti masih lemah dalam periwayatan haditsnya, maka kita harus berlapang dada
jika kemudian kita ditegur dengan suatu dalil yang kedudukannya lebih shohih daripada dalil
yang dianut oleh imam kita. Asalkan, kita tahu kapasitas orang yang memberi masukan itu kepada
kita. Seberapa hebatnya ilmu orang yang memberi masukan kepada kita itu jauh lebih penting
untuk membuka wawasan ijtihadiyah kita.
Hendaknya ia juga menyempurnakan kekurangannya dalam hal ilmu pengetahuan, jika ia
termasuk orang yang pandai, hingga mencapai derajat penelaah" Inilah output yang ingin dicapai
atau keinginan dari hasan al-Banna adalah agar setiap orang itu menjadi mujtahid. Orang yang
mujtahid, maka ia tidak akan memperhitungkan masalah furu'iyah belaka. Ia yang sudah paham
bahwa imam yang dianutnya hanya sebatas manusia saja yang tentu luput dari kesalahan
berijtihad, maka tentu akan merasa kurang dengan dalil yang dipegang oleh imamnya tersebut.
Belajar menelusuri kebenaran suatu pegangan akan membawa kita mampu untuk menjadi seorang
mujtahid. Apabila setiap orang muslim disini mampu untuk melihat perbedaan-perbedaan mazhab
dan kemudian semuanya menjadi seorang mujtahid, maka kasus saling ejek antar mazhab tidak
akan muncul. Maka kasus orang-orang yang mempertanyakan kebenaran berapa raka'at dalam
sholat tarawih akan hilang. Sungguh, hanya orang-orang yang bodoh yang menganggap
mazhabnya paling benar. Ketika setiap orang mampu menelaah setiap permasalahan khilafiyah,
maka sungguh mereka akan berpikir jauh lebih maju dari yang diperkirakan orang barat. Mereka
(orang barat.red) menggunakan politik ini untuk memecah belah. Tapi sungguh, kekuatan islam
tidak akan tumbang dengan kekuatan yang lain. Islam hanya dapat dikalahkan dari kekalahan
pemeluknya. Islam kalah hanya ketika pemeluknya tak lagi percaya dengan islam. Islam tidak
akan pernah dikalahkan oleh sistem-sistem dunia yang lain.

Anda mungkin juga menyukai