Pendahuluan
Kajian tentang perbandingan mazhab ini bukan dimaksudkan untuk
memperuncing perbedaan pendapat antara mazhab dalam masalah-masalah
furu’iah. Tetapi sebaliknya agar kita dapat memahami dan memaklumi
perbedaan tersebut dengan memahami metodologi yang mendasari munculnya
ikhtilaf.
Penting untuk dibedakan antara ikhtilaf dengan khilaf. Karena ikhtilaf adalah
perbedaan sikap atau pendapat yang berangkat dari perbedaan sudut pandang
pemikiran, sedangkan khilaf adalah perbedaan sikap atau pendapat yang muncul
karena dorongan permusuhan dan penentangan.2
Jadi ikhtilaf (perbedaan pendapat) bisa menjadi sumber khilaf dan bisa juga
tidak, bahkan menjadi rahmat. Sementara khilaf (penentangan/permusuhan)
selalu memunculkan ikhtilaf. Karena tabiat permusuhan dan penentangan
umumnya tidak menemukan titik temu atau kata sepakat dan sependapat. Yang
ada adalah bagaimana agar selalu beda.
Materi lanjutan dari kajian ini adalah “adab berbeda pendapat” sebagai khutwah
amaliah (langkah operasional) dalam bentuk akhlak dan amal yang konkrit
terhadap kenyataan adanya ikhtilaf di kalangan kaum muslimin. Hal mana sering
terjadi ketegangan dalam membahas masalah furu’iah karena disampaikan
bukan dengan akhlak mulia tapi dengan emosi.
Mazhab fikih
Mazhab-mazhab fikih yang muncul setelah jaman Sahabat dan kibar tabi’in oleh
sebagian orang dihitung ada 13 mazhab yang semua pencetusnya diafiliasikan
bermazhab ahli sunnah waljama’ah. Namun yang tersisa dan yang terus ada
sampai sekarang dan menjadi mazhab kaum muslimin tinggal 9 mazhab. 9
mazhab yang tersisa ini berbeda-beda tingkat kelestariaannya. Ada yang
khazanah fikihnya terjaga seluruhnya secara tertulis dan ada sebagian saja. Dari
khazanah fikih mazhab itulah kita dapat memahami pokok-pokok mazhab
mereka para imam dan fuqoha serta metodologinya dalam mengistibat
(menyimpulkan ) suatu hukum. Mereka adalah :
1. Imam Abu Sa’id al-Hasan bin Yasar al-Bashry (Hasan Bashri), wafat tahun
110 H.
2. Imam Abu Hanifah yaitu Nu’man bin Tsabit bin Zuthi, wafat tahun 150 H.
3. Imam al-Auza’i, yaitu Abu Amer bin Abdurahman bin Amer bin Muhammad,
wafat tahun 157 H.
4. Imam Sufyan bin Sa’id bin Masruq al-Tsauri (Sufyan Tsauri), wafat tahun 160
H.
5. Imam Laits bin Sa’d, wafat tahun 175 H.
1
Jika ada masukan silahkan hubungi saya di Hp. 081311254550, atau email: imron71@gmail.com
2
‘Athiayah Muhammad Salim, fiqhul ikhtilaf
6. Imam Malik bin Anas al-Ashbahi, wafat tahun 179 H.
7. Imam Sufyan bin ‘Uyainah, wafat tahun 198 H.
8. Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i , wafat tahun 204 H.
9. Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, wafat tahun 241 H.
Selain mereka masih banyak yang lain, seperti Imam Daud bin Ali al-Ashbahani
(270 H), Imam Ishaq bin Rohaweh (238 H), Imam Abi Tsaur (240 H) dan lain-lain
masih banyak.
Namun yang mazhabnya mengakar dan eksis sampai hari ini hanya 4 mazhab.
Pengikut mereka di dunia Islam amat banyak dan fikih serta usul fakih mereka
menjadi rujukan dalam mempelajari ilmu fikih dan berfatwa di kalangan
mayoritas kaum muslimin. Mereka adalah :
1. Imam Abu Hanifah
2. Imam Malik
3. Imam Syafi’i
4. Imam Ahmad
واذا اتصصصل الحصديث عصن، فان لصم يكصن فقيصصاس عليهمصصا،.»الصل قرآن وسنة
والجماع اكبر،رسول ال صلى ال عليه وسلم وصح السناد به فهو المنتهى
والحديث على ظصصاهره واذا احتمصصل المعصصاني فمصصا اشصبه منهصصا،من الخبر المفرد
وليس المنطق، واذا تكافأت الحاديث فأصحها اسنادا أولها.ظاهره أولها به
ول يقصصال، ول يقصصاس أصصصل علصصى أصصصل،بشيء مصصا عصصدا منقطصصع ابصصن المسصصيب
للصل لم وكيف؟ وانما يقال للفرع لصصم؟ فصصاذا صصصح قياسصصه علصصى الصصصل صصصح
.وقامت به الحجة
1. Dalil itu adalah Al-Qur’an
2. dan sunnah,
3. Jika tidak ada, maka qiyas kepada keduanya
4. Jika satu hadits sanadnya bersambung kepada Nabi dan shahih, maka
itulah akhir pencarian.
5. Dan ijma lebih besar (nilainya) daripada khobar mufrod.
6. Makna suatu perkataan adalah zhahirnya. Namun jika ia memiliki
kemungkinan banyak makna, maka makna yang lebih mirip atau dekat
kepada makna zhahirnya adalah lebih utama.
7. Jika ada beberapa hadits yang sebanding, maka yang lebih diutamakan
adalah yang paling shahih sanadnya.
8. Hadits munqoti’ tidak memiliki harga kecuali munqotinya Sa’id bin
Musayyab.
9. Dalil asal tidak dapat diqiaskan kepada dalil asal lagi dan dalil asal tidak
boleh dipertanyakan ; kenapa ? dan bagaimana? Pertanyaan ini hanya
boleh diajukan kepada furu’ (cabang). Jika pengqiyasan cabang kepada
asalnya telah shahih, maka ia benar dan menjadi hujjah