Anda di halaman 1dari 11

PERBAIKAN DAN PERKUATAN STRUKTUR BETON

http://myeducationsite.blogspot.com/2010/09/perbaikan-dan-perkuatanstruktur-beton.html
http://myeducationsite.blogspot.com/2010/09/perbaikan-dan-perkuatanstruktur-beton.html
Dengan makin banyaknya struktur bangunan yang mengalami kerusakan
pada saat masa layannya ataupun pada saat proses konstruksi, maka
diperlukan pengetahuan mengenai teknologi perbaikan dan perkuatan yang
tepat guna.
Pada paper ini akan disajikan beberapa metode serta material perbaikan dan
perkuatan yang dapat digunakan, dan kontrol kualitas selama dan sesudah
pelaksanaan proses perbaikan dan perkuatan. Selain itu juga dibahas
mengenai penggunaan Self Compacting Concrete (SCC) pada metode
perkuatan

Seperti kita ketahui semua, pada saat ini dengan makin banyaknya bangunan
yang mengalami kerusakan struktur maupun non-struktur; pada saat masa
layannya ataupun pada saat proses pembangunan; yang diakibatkan oleh
faktor dari bangunan itu sendiri maupun faktor dari luar. Dimana bentuk dan
tingkat kerusakan yang terjadi mulai dari yang ringan sampai berat.
Dengan adanya tuntutan bahwa bangunan yang mengalami kerusakan harus
sudah dapat secepatnya difungsikan kembali, maka perlu adanya
penanganan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi, baik dengan
melakukan perbaikan ataupun perkuatan. Seringkali dengan terbatasnya
waktu, maka perbaikan atau perkuatan yang dilakukan tidak memperhatikan
beberapa kaidah yang berkaitan dengan kapasitas struktur dan prosedur
pelaksanan serta kontrol kualitas.
Oleh sebab itu untuk mendapatkan hasil perbaikan dan perkuatan yang tepat
guna dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan, maka perlu dilakukan
investigasi untuk mendapatkan data-data kerusakan baik melalui
pengamatan visual ataupun dengan bantuan pengujian non-destructive

maupun semi destructive dan mereview dokumen dari struktur yang ada. Dari
hasil investigasi tersebut, kemudian dilakukan analisa dan evaluasi pada
struktur tersebut untuk menetapkan apakah kerusakan yang terjadi hanya
perlu perbaikan atau perlu perkuatan atau dalam kondisi yang terjelek
struktur yang mengalami kerusakan harus dilakukan pembongkaran dan
dibangun struktur baru.
Dalam paper ini akan dibahas mengenai beberapa metode perbaikan dan
perkuatan yang dapat digunakan dalam penanganan terhadap kerusakan
yang terjadi.

2. METODE DAN MATERIAL PERBAIKAN


Penentuan metode dan material perbaikan umumnya tergantung pada jenis
kerusakan yang ada, disamping besar dan luasnya kerusakan yang terjadi,
lingkungan dimana struktur berada, peralatan yang tersedia, kemampuan
tenaga pelaksana serta batasan-batasan dari pemilik seperti keterbatasan
ruang kerja, kemudahan pelaksanaan, waktu pelaksanaan dan biaya
perbaikan.
Jenis kerusakan yang sering terjadi adalah kerusakan berupa keretakan dan
spalling (terlepasnya bagian beton).

A. Keretakan
Keretakan dibedakan retak struktur dan non-struktur. Retak struktur
umumnya terjadi pada elemen struktur beton bertulang, sedang retak nonstruktur terjadi dinding bata atau dinding non-beton lainnya.
Untuk retak non-struktur, dapat digunakan metode injeksi dengan material
pasta semen yang dicampur dengan expanding agent serta latex atau hanya
melakukan sealing saja dengan material polymer mortar atau polyurethane
sealant.
Sedang pada retak struktur, digunakan metode injeksi dengan material epoxy
yang mempunyai viskositas yang rendah, sehingga dapat mengisi dan

sekaligus melekatkan kembali bagian beton yang terpisah.


Proses injeksi dapat dilakukan secara manual maupun dengan mesin yang
bertekanan, tergantung pada lebar dan dalamnya keretakan.

B. Spalling
Metode perbaikan pada kerusakan spalling, tergantung pada besar dan
dalamnya spalling yang terjadi.
i. Patching
Untuk spalling yang tidak terlalu dalam (kurang dari selimut beton) dan area
yang tidak luas, dapat digunakan metode patching.
Metode perbaikan ini adalah metode perbaikan manual, dengan melakukan
penempelan mortar secara manual. Pada saat pelaksanaan yang harus
diperhatikan adalah penekanan pada saat mortar ditempelkan; sehingga
benar-benar didapatkan hasil yang padat.
Material yang digunakan harus memiliki sifat mudah dikerjakan, tidak susut
dan tidak jatuh setelah terpasang (lihat maksimum ketebalan yang dapat
dipasang tiap lapis), terutama untuk pekerjaan perbaikan overhead.
Umumnya yang dipakai adalah monomer mortar, polymer mortar dan epoxy
mortar.
ii. Grouting
Sedang pada spalling yang melebihi selimut beton, dapat digunakan metode
grouting, yaitu metode perbaikan dengan melakukan pengecoran memakai
bahan non-shrink mortar.
Metode ini dapat dilakukan secara manual (gravitasi) atau menggunakan
pompa.
Pada metode perbaikan ini yang perlu diperhatikan adalah bekisting yang
terpasang harus benar-benar kedap, agar tidak ada kebocoran spesi yang
mengakibatkan terjadinya keropos dan harus kuat agar mampu menahan
tekanan dari bahan grouting.
Material yang digunakan harus memiliki sifat mengalir dan tidak susut.

Umumnya digunakan bahan dasar semen atau epoxy.

iii. Shotcrete (Beton Tembak)


Apabila spalling yang terjadi pada area yang sangat luas, maka sebaiknya
digunakan metode Shot-crete. Pada metode ini tidak diperlukan bekisting lagi
seperti halnya pengecoran pada umumnya.
Metode shotcrete ada dua sistim yaitu dry-mix dan wet-mix.
Pada sistim dry-mix, campuran yang dimasukkan dalam mesin berupa
campuran kering, dan akan tercampur dengan air di ujung selang. Sehingga
mutu dari beton yang ditembakkan sangat tergantung pada keahlian tenaga
yang memegang selang, yang mengatur jumlah air. Tapi sistim ini sangat
mudah dalam perawatan mesin shotcretenya, karena tidak pernah terjadi
blocking.
Pada sistim wet-mix, campuran yang dimasukkan dalam mesin berupa
campuran basah, sehingga mutu beton yang ditembakkan lebih seragam.
Tapi sistim ini memerlukan perawatan mesin yang tinggi, apalagi bila sampai
terjadi blocking.
Pada metode shotcrete, umumnya digunakan additive untuk mempercepat
pengeringan (accelerator), dengan tujuan mempercepat pengerasan dan
mengurangi terjadinya banyaknya bahan yang terpantul dan jatuh (rebound).

iv. Grout Preplaced Aggregat (Beton Prepack)


Metode perbaikan lainnya untuk memperbaiki kerusakan berupa spalling
yang cukup dalam adalah dengan metode Grout Preplaced Aggregat. Pada
metode ini beton yang dihasilkan adalah dengan cara menempatkan
sejumlah agregat (umumnya 40% dari volume kerusakan) kedalam bekisting,
setelah itu dilakukan pemompaan bahan grout, kedalam bekisting.
Material grout yang umumnya digunakan adalah polymer grout, yang memiliki
flow cukup tinggi dan tidak susut.

3. METODE DAN MATERIAL PERKUATAN


Dalam pemilihan metode perkuatan, harus diperhatikan beberapa hal yaitu
kapasitas struktur, lingkungan dimana struktur berada, peralatan yang
tersedia, kemampuan tenaga pelaksana serta batasan-batasan dari pemilik
seperti keterbatasan ruang kerja, kemudahan pelaksanaan, waktu
pelaksanaan dan biaya perkuatan.
Metode perkuatan yang umumnya dilakukan adalah :
- Memperpendek bentang dari struktur dengan konstruksi beton ataupun
dengan konstruksi baja.
Tujuannya adalah memperkecil gaya-gaya dalam yang terjadi, tetapi harus
dianalisa ulang akibat dari perpendekan bentang ini yang menyebabkan
perubahan dari gaya-gaya dalam tersebut.
Umumnya dilakukan dengan menambah balok atau kolom baik dari beton
maupun dari baja.

- Memperbesar dimensi daripada konstruksi beton.


Umumnya digunakan beton sebagai material untuk memperbesar dimensi
struktur; dengan adanya admixture beton generasi baru, dimungkinkan untuk
menghasilkan beton yang dapat memadat sendiri (self compacting concrete),
dibahas di bagian 4 Self Compacting Concrete.
Akibat dari penambahan dimensi tersebut, maka harus diperhatikan bahwa
secara keseluruhan beban dari Bangunan tersebut bertambah, sehingga
harus dilakukan analisa secara menyeluruh dari struktur atas sampai
pondasi.

- Menambah plat baja.


Tujuan dari penambahan ini adalah untuk menambah kekuatan pada bagian
tarik dari struktur Bangunan.
Didalam penambahan plat baja tersebut, harus dijamin bahwa plat baja
menjadi satu kesatuan dengan struktur yang ada, umumnya untuk menjamin

lekatan antara plat baja dengan struktur beton digunakan epoxy adhesive.

- Melakukan external prestressing.


Dengan metode ini, kapasitas struktur ditingkatkan dengan melakukan
prestress di luar struktur, bukan didalam seperti pada struktur baru.
Yang perlu diperhatikan adalah penempatan anchor head, sehingga tidak
menyebabkan perlemahan pada struktur yang ada.
Material yang umumnya digunakan adalah baja prestress, tetapi pada saat ini
sudah mulai digunakan bahan dari FRP (Fibre Reinforced Polymer).
- Menggunakan FRP (Fibre Reinforced Polymer)
Prinsip daripada penambahan FRP sama seperti penambahan plat baja,
yaitu menambah kekuatan di bagian tarik dari struktur.
Tipe FRP yang sering dipakai pada perkuatan struktur adalah dari bahan
carbon, aramid dan glass. Bentuk FRP yang sering digunakan pada
perkuatan struktur adalah Plate / Composite dan Fabric / Wrap
Bentuk plate lebih efektif dan efisien untuk perkuatan lentur baik pada balok
maupun plat serta pada dinding; sedang bentuk wrap lebih efektif dan efisien
untuk perkuatan geser pada balok serta untuk meningkatkan kapasitas beban
axial dan geser pada kolom.

4. Self Compacting Concrete


Self Compacting Concrete atau yang umum disingkat dengan istilah SCC
adalah beton segar yang sangat plastis dan mudah mengalir karena berat
sendirinya mengisi keseluruh cetakan yang dikarenakan beton tersebut
memiliki sifat-sifat untuk memadatkan sendiri, tanpa adanya bantuan alat
penggetar. Beton SCC yang baik harus tetap homogen, kohesif, tidak
segregasi, tidak terjadi blocking, dan tidak bleeding.
Pemakaian beton SCC sebagai material repair dapat meningkatkan kualitas
beton repair oleh karena dapat menghindari sebagian dari potensi kesalahan
manusia akibat manual compaction. Pemadatan yang kurang sempurna pada
saat proses pengecoran dapat mengakibatkan berkurangnya durabilitas
beton. Sebaliknya dengan beton SCC struktur beton repair menjadi lebih
padat terutama pada daerah pembesian yang sangat rapat, dan waktu

pelaksanaan pengecoran juga lebih cepat.


Workability
Berdasarkan spesifikasi SCC dari EFNARC, workabilitas atau kelecakan
campuran beton segar dapat dikatakan sebagai beton SCC apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu:
Filling ability
Passing ability
Segregation resistance
Filling ability, adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir dan mengisi
keseluruh bagian cetakan melalui berat sendirinya.
Passing ability, adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir melalui celahcelah antar besi tulangan atau bagian celah yang sempit dari cetakan tanpa
terjadi adanya segregasi atau blocking.
Segregation resistance, adalah kemampuan beton SCC untuk menjaga tetap
dalam keadaan komposisi yang homogen selama waktu transportasi sampai
pada saat pengecoran.
Metoda Test
Metoda test pengukuran workability telah dikembangkan untuk menentukan
karakteristik beton SCC dan sampai saat ini belum ada satu jenis metoda test
yang bisa mewakili ketiga syarat karakteristik beton SCC seperti tersebut di
atas. Dari beberapa metoda test yang telah dikembangkan akan dibahas
hanya tiga macam metoda yang dianggap dapat mewakili ketiga kriteria
workability tersebut di atas.
Slump-Flow
Slump-flow test dapat dipakai untuk menentukan filling ability baik di
laboratorium maupun di lapangan; dan dengan memakai alat ini dapat
diperoleh kondisi workabilitas beton berdasarkan kemampuan penyebaran
beton segar yang dinyatakan dengan besaran diameter yaitu antara 60 cm
75 cm.
Kebutuhan nilai slump flow untuk pengecoran konstruksi bidang vertikal
berbeda dengan bidang horisontal. Kriteria yang umum dipakai untuk
penentuan awal workabilitas beton SCC berdasarkan tipe konstruksi adalah
sebagai berikut :
Untuk konstruksi vertikal, disarankan menggunakan slump-flow antara 65 cm
sampai 70 cm.

Untuk konstruksi horisontal disarankan menggunakan slump-flow antara 60


cm sampai 65 cm.
Slump-Flow test

L-Shape-Box
Dipakai untuk mengetahui kriteria passing ability dari beton SCC. Dengan
menggunakan L-Shape Box, dapat diketahui kemungkinan adanya blocking
beton segar saat mengalir, dan juga dapat dilihat viskositas beton segar yang
bersangkutan. Selanjutnya dengan L-Shape-Box test akan didapat nilai
blocking ratio yaitu nilai yang didapat dari perbandingan antara H2 / H1.
Semakin besar nilai blocking ratio, semakin baik beton segar mengalir
dengan viskositas tertentu. Untuk test ini kriteria yang umum dipakai baik
untuk tipe konstruksi vertikal maupun untuk konstruksi horisontal disarankan
mencapai nilai blocking ratio antara 0.8 sampai 1.0
L-Shape-Box test
V - funnel
Dipakai untuk mengukur viskositas beton SCC dan sekaligus mengetahui
segregation resistance . Kemampuan beton segar untuk segera mengalir
melalui mulut di ujung bawah alat ukur V-funnel diukur dengan besaran waktu
antara 6 detik sampai maksimal 12 detik.
V-funnel test

Pouring dan Formwork


Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pengecoran dengan beton
SCC adalah sebagai berikut:
Durasi waktu pengecoran disesuaikan dengan waktu ikat awal beton untuk
menghindari terjadinya cold joint.
Cara terbaik untuk pengecoran beton SCC adalah dari bawah
cetakan/formwork untuk menghindari udara terjebak (dengan eksternal hose
adalah sangat efektif).
Beton SCC dapat mengalir sampai jarak 10 meter tanpa hambatan.
Elemen tipis 5 7 cm dapat diisi oleh beton SCC tanpa hambatan.

Tidak memerlukan keahlian yang spesifik saat pelaksanaan pengecoran.


5. PELAKSANAAN PERBAIKAN DAN PERKUATAN
Sebelum dilakukan pelaksanaan perbaikan atau perkuatan, perlu dilakukan
pengecekan terakhir apakah metode dan material yang sudah ditentukan
sesuai dengan kondisi lapangan dan dapat dilaksanakan.
Pada saat pelaksanaan yang perlu mendapat perhatian adalah :
- Persiapan permukaan.
Permukaan beton yang akan diperbaiki atau diperkuat perlu dipersiapkan,
dengan tujuan agar terjadi ikatan yang baik; sehingga material perbaikan
atau perkuatan dengan beton lama menjadi satu kesatuan.
Permukaan beton yang akan diperbaiki atau diperkuat, harus merupakan
permukaan yang kuat dan padat, tidak ada keropos ataupun bagian lemah
lainnya (kecuali bila menggunakan metode injeksi untuk mengisi celah
keropos); serta harus bersih dari debu dan kotoran lainnya.
Apabila ada tulangan yang sudah berkarat, maka perlu dilakukan
pemotongan beton hingga + 20 mm dibawah tulangan yang berkarat. Dan
karat tersebut harus dibersihkan, serta diberi lapisan anti karat.
Permukaan yang sudah dipersiapkan, apakah harus dalam keadaan kering
atau harus dijenuhkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pelapisan
berikutnya. Hal ini sangat tergantung pada material yang digunakan. Untuk
material berbahan dasar semen atau polymer, permukaan beton harus
dijenuhkan terlebih dahulu; tetapi bila material yang digunakan berbahan
dasar epoxy, maka permukaan beton harus dalam keadaan kering.

- Perbandingan campuran.
Untuk menghasilkan mutu dari material perbaikan atau material bonding yang
digunakan dalam perkuatan sesuai dengan yang direkomendasikan dari
pabrik, maka perbandingan campuran dari material harus diikuti dengan
tepat, apalagi bila menggunakan material berbahan dasar epoxy.
Bila menggunakan beton yang dapat memadat sendiri, perlu diperhatikan
jumlah air, flow dari beton serta dipastikan tidak adanya bleeding dan
segregasi.

- Pot life.
Adalah waktu yang dibutuhkan dari pengadukan hingga material tersebut
terpasang. Apabila waktu telah melebihi pot life-nya, maka material yang
sudah tercampur jangan digunakan.

- Kekuatan tekan.
Seperti pada pelaksanaan kontruksi baru, dimana dilakukan kontrol kualitas
pada mutu beton yang ada; maka saat pelaksanaan dari perbaikan dan
perkuatan, juga harus dilakukan hal yang sama, dengan melakukan
pengambilan sample sesuai standard yang ada. (ASTM C39 beton, ASTM
C109 mortar semen dan ASTM D495 epoxy)
Setelah pelaksanaan juga perlu dilakukan kontrol kualitas, untuk melihat
apakah pelaksanaan perbaikan dan perkuatan sudah sesuai dengan
standard yang ada.
- Injeksi.
Tujuan dari kontrol kualitas setelah pekerjaan injeksi dilakukan adalah untuk
melihat apakah bahan injeksi sudah mengisi celah keretakan yang ada, dan
juga melihat kualitas lekatan dari bahan injeksi dalam mengikatkan celah
keretakan.
Dilakukan dengan melakukan coring f 50 mm (ASTM C42) untuk melihat
penetrasi bahan injeksi, kemudian hasil core tersebut ditest tekan (ASTM
C39) atau splitting (ASTM C496) untuk mengetahui kualitas lekatan yang
terjadi. Atau dapat juga dilakukan kontrol kualitas dengan non-destruktif test
yaitu UPV (Ultra Pulse Velocity) ASTM C597 atau Impact Echo.
- Patching, Grouting, Shot-crete, Beton Prepack dan Beton SCC.
Tujuan dari kontrol kualitas pada pekerjaan ini adalah untuk melihat lekatan
yang terjadi antara beton lama dengan material perbaikan.
Dilakukan dengan Direct tensile bond test -ACI 503R Appendix A atau PullOff Test - ICRI Technical Guideline 03739.
- Perkuatan dengan FRP.
Tujuan dari kontrol kualitas pada pekerjaan ini adalah untuk melihat lekatan
antara epoxy adhesive yang digunakan untuk melekatkan FRP.

Dilakukan dengan Direct tensile bond test -ACI 503R Appendix A atau PullOff Test - ICRI Technical Guideline 03739.

Anda mungkin juga menyukai