Anda di halaman 1dari 4

Alasan Planet Pluto bukan Bagian Tata Surya

Posted by : Surya Putra 2013-03-03

Kalian semua pasti sudah tahu kan, kalau Pluto sekarang sudah tidak menjadi bagian dari planet di
tata surya kita ini. Tapi apakah kalian juga tahu, mulai kapan keputusan tersebut diambil dan apa
yang menjadi pertimbangannya? Nah jika kalian belum tahu, berikut ini penjelasannya.
Mulai 24 Agustus 2006 Pluto sudah diputuskan tidak lagi berhak menyandang predikat sebagai planet.
Sidang Umum Himpunan Astronomi Internasional (International Astronomical Union/IAU) Ke-26 di
Praha, Republik Ceko, menghasilkan keputusan bersejarah dalam dunia astronomi dengan
mengeluarkan Pluto dari daftar planet-planet di Tata Surya kita. Mulai sekarang, anggota Tata Surya
hanya terdiri dari delapan planet, yakni Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan
Neptunus.
Keputusan mengeluarkan Pluto yang sudah menjadi anggota Keluarga Planet Tata Surya selama 76
tahun merupakan konsekuensi ditetapkannya definisi baru tentang planet. Resolusi 5A Sidang Umum
IAU Ke-26 berisi definisi baru itu.
Dalam resolusi tersebut dinyatakan, sebuah benda langit bisa disebut planet apabila memenuhi tiga
syarat :
1. Mengorbit Matahari
2. Berukuran cukup besar sehingga mampu mempertahankan bentuk bulat
3. Memiliki jalur orbit yang jelas dan bersih (tidak ada benda langit lain di orbit tersebut)
Definisi tersebut adalah definisi universal pertama tentang planet sejak istilah planet dikenal di
kalangan astronom, bahkan sebelum era Nicolaus Copernicus yang tahun 1543 membuktikan Bumi
adalah salah satu planet yang berputar mengelilingi Matahari.
Dengan definisi baru tersebut, Pluto tidak berhak menyandang nama planet karena tidak memenuhi
syarat yang ketiga. Orbit Pluto memotong orbit planet Neptunus sehingga dalam perjalanannya
mengelilingi Matahari, Pluto kadang berada lebih dekat dengan Matahari dibandingkan Neptunus.

Planet Kerdil (Dwarf Planets)


Pluto kemudian masuk dalam keluarga baru yang disebut planet kerdil atau planet katai (dwarf
planets). Keluarga ini beranggotakan Pluto dan benda-benda langit lain di Tata Surya yang mirip
dengan Pluto, termasuk di dalamnya asteroid terbesar Ceres, satelit Pluto, Charon, dan beberapa
benda langit lain yang baru saja ditemukan.

Menurut Direktur Observatorium Bosscha di Lembang, Jawa Barat, Dr Taufiq Hidayat, keputusan
Sidang Umum IAU tersebut adalah puncak perdebatan ilmiah dalam astronomi yang sudah
berlangsung sejak awal 1990-an lalu. Perdebatan tersebut dipicu berbagai penemuan baru yang
menimbulkan keraguan apakah Pluto masih layak disebut planet atau tidak.
Karakteristik Pluto memang berbeda dengan planet-planet lainnya. Bahkan komposisi kimianya lebih
menyerupai komet daripada planet, ungkap astronom yang mendalami bidang ilmu-ilmu planet ini.
Selain itu, perkembangan teknologi teleskop juga membawa pada penemuan berbagai benda langit
yang masuk dalam kelompok Obyek Sabuk Kuiper (Kuiper Belt Object/KBO). Sabuk Kuiper sendiri
adalah sebutan untuk wilayah di luar orbit planet Neptunus hingga jarak 50 Satuan Astronomi (SA/1
Satuan Astronomi = jarak rata-rata Matahari-Bumi, yakni sekitar 149,6 juta kilometer) dari Matahari.
Beberapa KBO(kuiper Black Object) sangat menarik perhatian karena berukuran hampir sama atau
bahkan lebih besar daripada Pluto (diameter 2.300 km) dan ada yang memiliki satelit atau bulan.
Beberapa obyek tersebut, antara lain, Quaoar (diameter 1.000 km-1.300 km), Sedna (1.180 km1.800 km), dan yang paling terkenal adalah obyek bernama 2003 UB313 yang ditemukan Michael
Brown dari California Institute of Technology (Caltech) pada 2003 lalu.

Obyek yang dijuluki Xena tersebut memiliki diameter 2.400 km, yang berarti lebih besar daripada
Pluto. Xena sempat dihebohkan sebagai planet ke-10 Tata Surya.
Sejak saat itu, lanjut Taufiq, terjadi perbedaan pendapat di kalangan astronom. Pilihannya adalah
memasukkan Ceres, Charon, dan 2003 UB313 ke dalam keluarga planet sehingga jumlah planet
menjadi 12, atau mengeluarkan Pluto. Akhirnya pilihan kedua yang disepakati, tutur mantan Ketua
Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung ini.

Kesepakatan itu sendiri bukannya datang dengan mudah. Taufiq mengatakan, pengambilan keputusan
itu bahkan dicapai dengan cara pemungutan suara di antara para anggota IAU yang hadir setelah
didahului perdebatan yang sangat sengit.

Empat astronom senior dari Indonesia turut serta dalam Sidang Umum IAU tersebut, yakni Jorga
Ibrahim, Iratius Radiman, Suryadi Siregar, dan Ny Permana Permadi.
Beberapa pihak memprediksi debat mengenai status Pluto tidak akan berakhir di sini. Alan Stern,
ketua misi pesawat ruang angkasa NASA, New Horizon, yang diluncurkan ke Pluto, Januari lalu,
mengaku merasa malu terhadap keputusan itu. Meski demikian, misi senilai 700 juta dollar AS dan
baru akan tiba di Pluto pada 2015 itu tetap akan dilanjutkan. Ini benar-benar sebuah definisi yang
ceroboh.

Pencopotan Gelar
Wajar saja pencopotan gelar planet dari Pluto memicu reaksi yang emosional. Pluto selama ini
memiliki tempat tersendiri di hati para astronom, baik yang profesional maupun amatir. Pluto sering
dianggap Si Bungsu dari Tata Surya karena jaraknya yang terjauh dari Matahari dan ditemukan paling
akhir dibandingkan delapan planet lainnya.

Orbit Pluto yang sangat lonjong dan tidak sejajar dengan bidang lintasan planet lainnya juga membuat
planet ini unik. Pluto juga sempat dianggap sebagai jawaban dari misteri Planet X, sebuah planet
hipotetis yang diduga ada di luar orbit Neptunus dan menyebabkan gangguan pada orbit planet
Uranus dan Neptunus.
Meski ukuran Pluto kemudian terbukti terlalu kecil untuk menjadi Planet X, dugaan tersebut menjadi
bagian dari legenda Pluto.

- See more at: http://duniailmu12.blogspot.co.id/2013/03/alasan-planet-pluto-bukan-bagiantata.html#sthash.RlLNLr7m.dpuf

Anda mungkin juga menyukai