Anda di halaman 1dari 31

TRANSGRASI DAN REGRESI

BIDANG STUDI :
Prinsip Stratigrafi

Disusun Oleh :
Aldo Lutfi Fariza

270110150021

Sarifah Adinda Multika Sari

270110150065

Naba Al Rasyid

270110150142
Kelas E

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah mengenai Transgresi dan Regresi ini dengan baik.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai salah satu konsep dan hukum dalam
ilmu Geologi. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya.

Jatinangor, November 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
halaman
KATA
PENGANTAR ..........................................................................................................
...i
DAFTAR
ISI ...........................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................................................
....1
1.1 Latar
Belakang ..................................................................................................
......1
1.2 Rumusan
Masalah ...................................................................................................
1
BAB II ISI
PEMBAHASAN ...................................................................................................2
2.1 Definisi Transgresi dan
Regresi ............................................................................2
2.2
BAB III
PENUTUP ................................................................................................................
...

3.1 Kesimpulan
...............................................................................................................
3.2
Saran .......................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permukaan bumi ditutupi oleh air laut sekitar 70%. Air laut selalu
bergerak baik secara horizontal maupun secara vertical bahkan terjadi juga
gerakan gabungan antara gerak vertikan dan horizontal (turbulensi). Gerakan
air laut dapat diklasifikasikan kedalam gelombang (wave), arus (current) dan
pasang (naik/turun) atau tide. Gerakan air laut memengaruhi perubahan bentuk
permukaan pantai karena gerakan tersebut dapat mengakibatkan pengikisan,
pengangkutan, dan pengendapan material. Terjadinya gelombang dan arus
disebabkan oleh angin dan pasang surut serta gaya tarik bulan dan matahari.
Dalam stratigrafi, naik dan turunnya permukaan air laut ini mempengaruhi
pengendapan sedimen. Akan terlihat adanya perbedaan lapisan yang mungkin
cukup signifikan dari ukuran butir sedimen. Tidak hanya ukuran, bentuk butir
pun dapat dipengaruhi oleh gerak air laut. Adanya perubahan tinggi muka air
laut ini akan menghasilkan perubahan pada garis pantai. Ada dua jenis
perubahan pada garis pantai, yaitu transgresi dan regresi.
1.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan dibahas ini terkait dengan latar belakang
penelitian :
1. Apa yang menyebabkan terjadinya Transgresi dan Regresi?
2. Bagaimana Pengaruh Transgresi dan Regresi pada pengendapan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa penyebab terjadinya Transgresi dan Regresi.

2. Untuk mengetahui pengaruh Transgresi dan Regresi pada proses


pengendapan suatu material lepas.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah penulis selaku mahasiswa dapat
mengetahui apa penyebab terjadinya Transgresi dan Regresi dan apa
pengaruhnya dalam pengendapan material lepas. Semoga makalah ini juga
dapat bermanfaat bagi orang lain dalam memberikan pengetahuan tentang
Transgresi dan Regresi.

BAB II
ISI PEMBAHASAN

2.1 Definisi Transgresi dan Regresi


Transgresi (Genang Laut/Landward) merupakan suatu kondisi dimana
terjadi perubahan garis pantai yang menuju (maju) ke arah daratan. Hal ini

terjadi karena beberapa sebab seperti pasokan sedimen (sedimen supply) lebih
kecil dari pada tempat akomodasi (accommodation space), perubahan global
dan relatif sea level.

Selama Kapur, dasar laut penyebarannya menciptakan cekungan Atlantik


relatif dangkal dengan mengorbankan lebih Pacific basin. Hal ini mengurangi
kapasitas laut baskom dunia dan menyebabkan kenaikan permukaan laut di
seluruh dunia. Sebagai hasil dari ini kenaikan permukaan air laut, lautan
melanggar sepenuhnya di bagian tengah Amerika Utara dan menciptakan
Western Interior Seaway dari Teluk Meksiko ke Samudra Arktik.
Regresi (Susut Laut/Seaward) merupakan suatu kondisi dimana terjadi
perubahan garis pantai yang menuju (mundur) ke arah lautan. Hal ini terjadi
karena beberapa sebab seperti pasokan sedimen (sediment supply) lebih besar

dari tempat akomodasi (accommodation space), perubahan global dan relatif


sea level.Dalam sikuen stratigrafi terdapat istilah force regresi yang berarti
suatu kondisi regresi yang dipaksakan karena drop sea level.
Jadi istilah transgresi dan regresi hanya mengenai perubahan garis pantai
yang maju atau mundur dari posisi awal. Kedua istilah ini tidak ada
hubungannya sama sekali dengan pengendapan yang terjadi di dalamnya.
Transgresi dan regresi ini menghasilkan produk pengendapan.

Perubahan facies sedimen dapat menunjukkan transgesi dan regresi


dan sering mudah diidentifikasi, karena kondisi yang unik diperlukan untuk
deposit setiap jenis sedimen. Misalnya, klastik kasar-grained seperti pasir
biasanya disimpan di dekat pantai, lingkungan energi tinggi; fine-grained
sedimen Namun, seperti lumpur dan karbonat lumpur, disimpan jauh lepas
pantai, di dalam, perairan rendah energi.
Dengan demikian, transgesi yang mengungkapkan dirinya dalam kolom
sedimen ketika ada perubahan dari facies perairan dekat pantai (seperti batu
pasir) kepada orang-orang luar negeri (seperti napal), dari tertua ke bebatuan
termuda. Sebuah regresi akan menampilkan pola yang berlawanan, dengan
facies lepas pantai berubah untuk yang dekat pantai. Strata mewakili regresi
kurang

jelas,

sebagai

lapisan

atas

mereka

sering

ditandai

oleh

ketidakselarasan erosi.

Ini adalah kedua skenario ideal; dalam praktek mengidentifikasi


pelanggaran atau regresi dapat lebih rumit. Misalnya, regresi dapat
diindikasikan dengan perubahan dari karbonat ke shale saja, atau pelanggaran
dari batu pasir ke shale, dan sebagainya. perubahan lateral facies juga
penting; urutan pelanggaran ditandai dengan baik di daerah di mana lautan
epeiric itu dalam mungkin hanya parsial lebih jauh, di mana airnya dangkal.
Satu harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti ketika menafsirkan
kolom sedimen tertentu.

Contoh formasi transgresi-regresi paling terkenal di Amerika


Utara adalah Tepeats Sand-stone (Kambrium) di Grand Canyon.
Tepeats Sandstone di tepi barat Grand Canyon semuanya berumur
Kambrium Awal, sedangkan Tepeats Sandstone di tepi timur ngarai
tersebut

semuanya

berumur

Kambrium

Tengah

(gambar

1).

Dengan demikian, Tepeats Sandstone, yang dapat ditelusuri secara

lateral di semua bagian ngarai tersebut, dikorelasikan sebagai satu


satuan litostratigrafi, namun bukan sebagai satuan kronostratigrafi.
Satu hal penting yang perlu ditekankan disini adalah bahwa batasbatas yang ditentukan berdasarkan kriteria tertentu belum tentu
sama dengan batas-batas yang ditentukan berdasarkan kriteria
lain. Fakta inilah yang mendorong munculnya metoda-metoda
korelasi yang beragam (litokorelasi, biokorelasi, kronokorelas) dan
dapat memberikan hasil yang berbeda-beda, meskipun diterapkan
pada lintap stratigrafi yang sama.
Deepening-up vs Shallowing-up

Deepening-up: Kondisi dimana lingkungan pengendapannya berubah dari


dangkal menjadi semakin dalam dengan menghasilkan pengendapan fasies
pada sikuen vertikal. Hal ini terjadi karena sea level rise.
Shallowing-up: Kondisi dimana lingkungan pengendapannya berubah dari
dalam menjadi semakin dangkal dengan menghasilkan pengendapan fasies
sikuen vertikal. Hal ini terjadi karena sea level drop.
Dalam istilah deepening-up dan shallowing-up membahas mengenai
perubahan lingkungan pengendapan yang terjadi akibat fluktuasi naik
turunnya muka air laut. Contohnya dari suatu lingkungan yang memiliki
kedalaman -50 meter dibawah permukaan air laut berubah lingkungan
pengendapannya menjadi permukaan daratan 1 meter diatas permukaan air
laut.
Retrogradasi vs Progradasi vs Agradasi

Retrogradation: Perkembangan pola pengendapan yang mundur mengisi


tempat akomodasi yang ada diatas pengendapan yang sudah ada sebelumnya
dan terjadi backstapping. Pola pengendapan mundur ini salah satunya
disebabkan oleh naiknya muka air atau garis pantai menuju ke arah darat
identik dengan transgresi. Hal ini terjadi dimana pasokan sedimen (supply

sediment)

lebih

rendah

dibandingkan

dengan

tempat

akomodasi

(accommodation space).
Progradation: Perkembangan pola pengendapan yang maju mengisi tempat
akomodasi yang berada di depannya. Pola pengendapan maju ini salah
satunya disebabkan oleh turunnya muka air atau garis pantai menuju ke arah
laut identik dengan regresi. Hal ini terjadi dimana pasokan sedimen (supply
sediment)

lebih

besar

dibandingkan

dengan

tempat

akomodasi

(accommodation space).
Agradation: Perkembangan pola yang tetap dimana volume pasokan sedimen
(supply sediment) seimbang dengan tempat akomodasi (accommodation
space) (keseimbangan antara sediment supply dan kenaikan muka air laut).
Dalam istilah ini mebahas mengenai perkembangan dari pola pengendapan
yang terjadi pada lingkungan laut akibat dari perubahan muka air laut.

Finning Up vs Coarsening Up

Finning-Up: Tekstur batuan dari beberapa lapisan yang mengalami


perubahan besar butir dimana diawali lapisan kasar klastika pada lapisan
paling bawah dan menghalus menuju atas. Perubahan ini menunjukkan
penurunan kekuatan arus transportasi pada saat pengendapan berlangsung
(Boggs, 1987).
Coarsening-Up: Tekstur batuan dari beberapa lapisan yang mengalami
perubahan besar butir dimana diawali lapisan halus klastika pada lapisan
paling bawah dan mengkasar menuju atas. Perubahan ini menunjukan
peningkatan kekuatan arus transportasi pada saat pengendapan berlangsung
(Boggs, 1987).

Dalam istilah ini mebahas mengenai hasil pengendapan yang mengalami


perubahan besar butir akibat dari perbedaan kekuatan arus air laut.

Thinning Up vs Thickening Up
Thinning-Up: Suksesi menipis keatas yang menunjukkan adanya penurunan
ketebalan lapisan batuan sedimen kearah atas. Penipisan lapisan batuan ini
menandakan adanya perubahan energi yang berkurang pada lingkungan
pengendapan

(Batiat,

1996).

Thickening-Up: Suksesi menebal keatas yang menunjukkan adanya


peningkatan ketebalan lapisan batuan sedimen kearah atas. Penebalan lapisan
batuan ini menandakan perubahan energi yang bertambah besar (dari fasies
energi rendah menuju fasies dengan energi tinggi) (Batiat, 1996).

Dalam istilah ini mebahas mengenai hasil pengendapan yang mengalami


perubahan ketebalan akibat dari perbedaan kekuatan energi air laut.
Fluktuasi naik turunnya muka air laut mempengaruhi perpindahan garis
pantai,

perubahan

lingkungan

pengendapan,

serta

perubahanproduk

geologinya seperti: pengembangan pengendapan progradasi, retrogradasi,


agradasi; besar butir; dan ketebalan dari batuan tersebut. Sehingga kita
mengetahui proses yang terjadi saat batuan tesebut diendapkan. Kesi
mpulannya fluktuasi

naik

dan

turunnya

muka

air

laut sangat

mempengaruhi geologi pembentukannya.


Subsidence Yang dimaksud dengan amblesan yaitu subsidence adalah
turunnya permukaan tanah sebagai akibat dari perubahan yang terjadi di
bawah permukaan tanah

2.2 Event Correlation berdasarkan Transgressive-Regressive Event


Acangan lain untuk event correlation didasarkan pada posisi suatu batuan
dalam lintap atau daur transgresi-regresi (Ager, 1981). Menurut Ager (1981),
event correlation dalam kasus tersebut didasarkan pada korelasi puncakpuncak daur sedimen yang diasumsikan mengindikasikan umur yang sama.
Aspek yang digunakan dalam korelasi ini merupakan produk transgresi-regresi

yang kemungkinan merepresentasikan terjadinya perubahan muka air laut


eustatik di seluruh muka bumi atau perubahan muka air laut lokal sebagai
akibat pengangkatan, subsidensi, atau fluktuasi pasokan sedimen.
Prinsip-prinsip korelasi yang didasarkan pada transgressive-regressive events
dilukiskan pada . Endapan suatu daur transgresi-regresi mengandung satu
bidang

waktu

khusus

yang

merepresentasikan

waktu

penggenangan

maksimum oleh laut, yakni waktu pada saat mana kedalaman di setiap tempat
mencapai nilai maksimum. Batuan-batuan yang secara stratigrafi terletak di
bawah bidang waktu itu diendapkan selama berlangsungnya transgresi,
sedangkan batuan-batuan yang terletak diatasnya diendapkan selama
berlangsungnya regresi. Seperti terlukis pada, posisi bidang waktu itu dapat
diketahui dari data fosil yang digunakan untuk menentukan zonasi kedalaman
dan kedalam-an maksimum pada berbagai tempat. Posisi bidang waktu itu
dapat juga ditentukan dari bukti-bukti litologi dengan cara menentukan posisi
dimana batuan-batuan yang ada dalam sejumlah penampang memiliki
penyebaran simetris, relatif terhadap fasies yang diendapkan paling jauh dari
daratan. Bidang yang menghubungkan batuan-batuan yang diendapkan paling
jauh dari daratan merupakan bidang pendekatan untuk bidang waktu tersebut
di atas dan, oleh karenanya, merupa-kan garis korelasi kronostratigrafi
diantara penampang-penampang tersebut. melukiskan lebih jauh mengenai
metoda korelasi tersebut. Perhatikan cara titik-titik ekivalen-waktu pada daur
itu dihubungkan sedemikian lupa sehingga lempung glaukonitik pada ujung
timur disamakan dengan lapisan berlaminasi di ujung barat daur tersebut.
Korelasi dengan cara seperti ini dapat dianggap sebagai bagian dari sekuen
stratigrafi.
DEFINISI KORELASI
Meskipun konsep korelasi telah ada sejak awal perkembangan stratigrafi,
namun para ahli belum sepakat mengenai arti eksak dari istilah korelasi itu
sendiri. Dilihat dari kacamata sejarah, ada dua pendapat mengenai hal ini.

Pendapat pertama bersikukuh agar konsep korelasi hanya diartikan sebagai


usaha untuk memperlihatkan kesebandingan waktu (time equivalency);
maksudnya, korelasi merupakan usaha untuk menunjukkan bahwa dua tubuh
batuan diendapkan pada rentang waktu yang sama (Dunbar & Rodgers, 1957;
Rodgers, 1959). Dilihat dari kacamata ini, usaha untuk memperlihat-kan
ekivalensi dua satuan litostratigrafi berdasarkan kemiripan litologi tidak
termasuk ke dalam kategori korelasi. Pendapat kedua mengartikan korelasi
secara luas sehingga mencakup semua usaha untuk memperlihatkan
kesebandingan litologi, paleontologi, atau kronologi (Krumbein & Sloss,
1963). Dengan kata lain, dua tubuh batuan dapat dikorelasikan sebagai satuan
litostratigrafi atau satuan biostratigrafi yang sama, meskipun keduanya
memiliki umur yang berbeda. Karena keluasan arti dan kesederhanaan
pemakaiannya, tidak mengherankan apabila kebanyakan ahli geologi dewasa
ini lebih cenderung untuk menerima pengertian korelasi yang luas ini. Para ahli
geologi perminyakan, misalnya saja, secara rutin melakukan korelasi formasiformasi bawah permukaan dengan menggunakan well logs atau rekaman
seismik. Sandi Stratigrafi Amerika Utara 1983 mengakui adanya tiga tipe
utama korelasi sbb:
1. Litokorelasi (lithocorrelation) yang mengungkapkan kemiripan litologi dan
posisi stratigrafi.
2. Biokorelasi (biocorrelation) yang mengungkapkan kemiripan kandungan
fosil dan posisi biostratigrafi.
3. Kronokorelasi (chronocorrelation) yang mengungkapkan korespondensi
umur dan posisi kronostratigrafi.
Berikut

akan

dikemukakan

hubungan antara

litokorelasi

dengan

kronokorelasi. Kronokorelasi dapat dibuat berdasar-kan setiap metoda yang


memungkinkan penyetaraan umur strata. Korelasi yang didasarkan pada
litologi juga dapat menghasilkan korelasi kronostratigrafi pada skala lokal,
namun apabila ditelusuri secara regional, banyak satuan lito-stratigrafi

memotong bidang-bidang waktu. Satuan stratigrafi yang diendapkan selama


transgresi atau regresi besar memotong bidang-bidang waktu. Contoh formasi
transgresi-regresi paling terkenal di Amerika Utara adalah Tepeats Sand-stone
(Kambrium) di Grand Canyon. Tepeats Sandstone di tepi barat Grand Canyon
semuanya berumur Kambrium Awal, sedangkan Tepeats Sandstone di tepi
timur ngarai tersebut semuanya berumur Kambrium Tengah (gambar 1).
Dengan demikian, Tepeats Sandstone, yang dapat ditelusuri secara lateral di
semua bagian ngarai tersebut, dikorelasikan sebagai satu satuan litostratigrafi,
namun bukan sebagai satuan kronostratigrafi. Satu hal penting yang perlu
ditekankan disini adalah bahwa batas-batas yang ditentukan berdasarkan
kriteria tertentu belum tentu sama dengan batas-batas yang ditentukan
berdasarkan kriteria lain. Fakta inilah yang mendorong munculnya metodametoda korelasi yang beragam (litokorelasi, biokorelasi, kronokorelas) dan
dapat memberikan hasil yang berbeda-beda, meskipun diterapkan pada lintap
stratigrafi yang sama.

2.3 Perairan Laut


A. Pengertian Air Laut
Laut adalah kumpulan air asin yang sangat banyak dan luas di permukaan
bumi yang memisahkan atau menghubungkan suatu benua dengan benua
lainnya dan suatu pulau dengan pulau lainnya.
B. Air Laut

1. Rasa Air Laut


Mungkin ketika kita membahas tentang laut, masih banyak sobat-sobat yang
bertanya-tanya mengapa air laut ini rasanya asin. Nah langsung aja yuk bahas
jawabannya.
Laut
Sebetulnya rasa air laut berasal dari daratan, kronologinya begini. Pada saat
terjadi hujan di daratan, air akan meresap dalam tanah dan sedikit demi sedikit
akan keluar lagi melalui sungai-sungai dan akhirnya mencapai laut. Nah pada
saat perjalanan menuju ke laut tersebut, air dari daratan juga membawa
mineral, sehingga laut dipenuhi garam-garam mineral.

Kita mengetahui laut mempunyai permukaan yang sangat luas sehingga hal ini
menjadi salah satu faktor penguapan dalam jumlah besar, pada saat air laut
menguap, yang menguap hanyalah air(H2O) sedangkan garam-garam mineral
tetap tinggal bersama air laut, begitulah sehingga air laut rasanya asin. Kadar
keasinan air laut ini dipengaruhi oleh faktor suhu, biasanya semakin panas
daerah tersebut, air lautnya semakin asin.

Setelah membaca pertanyaan di atas, mungkin anda telah mengetahui alasan


mengapa air laut rasanya asin, namun kembali muncul pertanyaan : Kenapa
Air di laut rasanya tidak asin yang padahal airnya juga berasal dari daratan?

jawabannya karena permukaan air danau tidak cukup luas sehingga


penguapannya tidak begitu besar, maksudnya air yang menguap dengan air
yang masuk ke danau masih seimbang dan sumber mineralnya sangat terbatas,
beda dengan laut yang sumber mineralnya dari berbagai penjuru dunia
menjadi satu.

2.Kandungan Garam Dalam Air Laut


Air Laut memiliki kadar garam rata-rata 3,5 %. Artinya dalam 1 liter (1000
mL) air laut terdapat 35 garam (terutama, namun tidak seluruhnya, merupakan
garam dapur (NaCl).

Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki kadar garam sekitar 3,5 % air
laut juga berbeda-beda kandungan garamnya. Yang Paling tawar adalah di
timur Teluk Finlandia dan di utara Teluk Bothania, keduanya bagian dari laut
Baltik. Yang paling asin adalah di Laut Merah, dimana suhu tinggi dan
sirkulasi terbatas membuat penguapan tinggi dan sedikit masukan air dari
sungai-sungai. Kadar garam di beberapa danau dapat lebih tinggi lagi.

Air laut memiliki kadar garam karena bumi dipenuhi dengan garam mineral
yang terdapat di dalam batu-batuan dan tanah. Contohnya natrium, kalium,
dan Kalsium, dll. Apabila air sungai mengalir ke lautan, air tersebut membawa
garam. Ombak laut yang memukul pantai juga dapat menghasilkan garam
yang terdapa pada batu-batuan. Lama kelamaan air laut menjadi asin karena
banyak mengandung garam.

C.JENIS-JENIS LAUT

1. Menurut Proses Terjadinya


Ada beberapa jenis laut di bumi ini, dan menurut proses terjadinya kita
mengenal adanya Laut Transgresi, Laut Ingresi, dan Laut Regresi.

a. Laut Transgresi
Laut Transgresi adalah laut yang terjadi karena adanya perubahan permukaan
laut secara positif (secara meluas). Perubahan permukaan ini terjadi karena
naiknya permukaan air laut atau daratannya yang turun, sehingga bagianbagian daratan yang rendah tergenang air laut. Perubahan ini terjadi pada
zaman es. Contoh laut jenis ini adalah Laut Jawa, Laut Arafuru, dan Laut
Utara.

b. Laut Ingresi
Laut Ingresi adalah laut yang terjadi karena adanya penurnan tanah di dasar
laut. Oleh karena itu laut ini sering disebut laut tanah turun. Penurunan tanah
di dasar laut akan membentuk lubuk laut dan palung laut. Lubuk laut atau
basin adalah penurunan di dasar laut yang berbentuk bulat. Contohnya lubuk
Sulu, Lubuk Sulawesi, dan Lubuk Karibia. Sedangkan Palung Laut atau trog
adalah penurunan di dasar laut yang bentuknya memanjang. Contohnya
Palung Mindanau yang dalamnya 1.085 m, Palung Sunda yang dalamnya
7.450 m, dan Palung Mariana yang dalamnya 10.683 (terdalam di dunia).

c. Laut Regresi
Laut Regresi adalah laut yang menyempit. Penyempitan terjadi karena adanya
pengendapan oleh batuan (pasir, lumpur, dan lain-lain) yang dibawa oleh
sungai-sungai yang bermuara di laut tersebut. Penyempitan laut banyak terjadi
di pantai utara pulau Jawa.
2. Menurut Letaknya

Berdasarkan letaknya, Laut dibedakan menjadi tiga, yaitu Laut Tepi, Laut
Pertengahan, dan Laut Pedalaman.
a. Laut Tepi
Laut Tepi adalah laut yang terletak di tepi benua (kontinen) dan seolah-olah
terpisah dari samudera luas oleh daratan pulau-pulau atau jazirah. Contohnya
Laut Cina Selatan dipisahkan oleh kepulauan Indonesia dan Kepulauan
Filipina
b. Laut Pertengahan
Laut Pertengahan adalah laut yang terletak diantara benua-benua. Lautnya
dalam dan mempunyai gugusan pulau-pulau. Contohnya Laut tengah diantara
benua Afrika-Asia dan Eropa.
c. Laut Pedalaman
Laut pedalaman adalah laut-laut yang hampir seluruhnya dikelilingi oleh
daratan. Contohnya Laut Hitam.
3. Menurut Kedalamannya
Dalam kategori ini laut dibedakan berdasarkan 4 wilayah (zona), yaitu Zona
Lithoral, Zona Neritic, Zona Bathyal, dan Zona Abysal.

a. Zona Lithoral
Zona ini adalah wilayah pantai atau pesisir. Di wilayah ini pada saat air pasang
akan tergenang air, dan pada saat air surut berubah menjadi daratan. Oleh
karena itu wilayah ini sering juga disebut Wilayah Pasang-Surut.
b. Zona Neritic

Zona Neritic adalah baris batas wilayah pasang surut hingga kedalaman 150
m. Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari sehingga pada
wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jeni kehidupan baik hewan
maupun tumbuhan.
c. Zona Bathyal
Zona Bathyal adalah wilayah laut yang memiliki kedalaman antara 150
hingga 1800 m. Wilayah ini tidak dapat tertembus sinar matahari, oleh karena
itu kehidupan organismenya tidak sebanyak yang terdapat di Wilayah Neritic.
d. Zona Abysal
Zona Abysal adalah wilayah laut yang memiliki kedalaman lebih dari 1800 m.
Di wilayah ini suhunya sangat dingin dan tidak ada tumbuh-tumbuhan. Jenis
hewan yang dapat hidup di wilayah ini sangat terbatas.

C. Pengukuran Kedalaman Laut


Ada dua cara yang dapat ditem[uh untuk mengukur kedalaman laut, yaitu
dengan menggunakan teknik bandul timah hitam (dradloading) dan teknik
Gema atau Echo Sounder atau Echoloading.
1

.Teknik Bandul Timah Hitam (Dradloading)

Dradloading
Teknik ini ditempuh dengan menggunakan tali panjang yang ujungnya diikat
dengan bandul timah sebagai pemberat. Dari sebuah kapal tali diturunkan
hingga bandul menyentuh dasar laut. Selanjutnya panjang tali diukur dan
itulah kedalaman laut. Cari ini sebenarnya tidak begitu tepat karena tali tidak
bisa tegak lurus akibat pengaruh arus laut. Di samping itu kadang-kadang
bandul tidak sampai ke dasar laut karena tersangkut karang. Cara ini juga
memerlukan waktu lama. Namun demikian cara ini memiliki kelebihan yaitu
mengetahui jenis batuan di dasar laut, suhu, dan juga mengetahui apakah di
dasar laut masih terdapat organisme yang bisa hidup.

2. Gema Duga (Echoloading)


Echoloading
Penggunaan teknik ini didasarkan pada hukum fisika tentang perambatan dan
pantulan bunyi dalam air. Isyarat bunyi yang dikeluarkan dari sebuah peralatan
yang dipasang di dasar kapal memiliki kecepatan merambat rata-rata1600 m/s

sampai membentur dasar laut. Setelah membentur dasar laut bunyi


dipantulkan dalam bentuk gema dan ditangkap melalui sebuah peralatan yang
juga dipasang di dasar kapal, jarak waktu yang diperlukan untuk perambatan
dan pemantulan dapat diterjemahkan sebagai kedalaman laut. Cara ini
dianggap lebih praktis, cepat, dan akurat. Namun kita tidak dapat memperoleh
tentang suhu, jenis batuan, dan tanda-tanda kehidupan di dasar laut.

2.4 Pengaplikasian Transgresi dan Regresi


Secara umum, pembentukan batubara di Indonesia dibagi menjadi daerah
Indonesia barat dan Indonesia timur. Pembentukan batubara di Indonesia
barat, pengendapan sedimen terjadi secara sempurna sebelum terjadinya
transgresi pada akhir Paleogen. Di Indonesia Timur, pengisian sedimen tidak
terjadi sempurna hingga transgresi terjadi. Akibatnya, sedimentasi yang terjadi
berupa platform karbonatan. Siklus regresi mulai terjadi pada miosen tengah,

dengan sedimentasi berubah dari laut dalam, laut dangkal, paludal, delta
hingga continental.
Pada masa Neogen terjadi secara luas dan di bagian back deep. Regresi
dihipotesiskan terjadi karena adanya proses orogenesa dan adanya sedimentasi
yang lebih cepat dibandingkan penurunan basin sehingga garis pantai
bergerak. Berdasarkan hipotesis kedua ini, terbentuk adanya delta. Proses
sedimentasi terhenti memasuki masa Kuarter pada Pleistosen, dengan
dicirikan adanya endapan tuff.
Hal inilah yang menjadi dasar pembagian batubara ekonomis yang ada di
Indonesia. Batubara di Indonesia disebutkan sebagai endapan batubara Eosen
dan endapan batubara Miosen. Endapan batubara Eosen merupakan bagian
dari endapan Paleogen dan terbentuk di sepanjang tepian Paparan Sunda, di
sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera.
Batubara Eosen dicirikan sebagai batubara yang ketebalan bervariasi dan
banyak lapisan; berkadar sulfur dan abu tinggi; penyebaran terbatas;
pengendapan bersamaan dengan aktivitas tektonik; berkaitan dengan busur
vulkanik dan hampir seluruhnya autochton. Cekungan Paleogen di Indonesia
terdiri dari intermontana basin dan continental margin. Endapan Paleogen
penting di Indonesia antara lain adalah di Ombilin (Sumatera Barat), Bayah
(Jawa Barat), Pasir (Kalimantan bagian Tenggara), Pulau Sebuku (Kalimantan
Tengah), Melawi (Kalimantan Barat).
Endapan Miosen merupakan endapan batubara yang terjadi setelah fase
regresi. Endapan ini memiliki ciri endapan batubara yang relatif tebal secara
lokal dengan kadar abu dan sulfur rendah. Batubara ini umumnya terdeposisi
pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai. Cekungan utama batubara
Eosen antara lain adalah Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur),
Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian
selatan.

Endapan

batubara

foreland/backdeep dan delta.

miosen

banyak

terjadi

pada

cekungan

Kondisi regresi dicirikan oleh mundurnya laut yang lambat dan


pendangkalan lingkungan pengendapan dari laut dalam ke laut dangkal, rawa
rawa, delta hingga daratan. Penutupan dari proses sedimentasi pada kala ini
terjadi pada Pleistosen oleh pengendapan tuff. Sebagai contoh adalah
Cekungan Sumatera Selatan dan Sumatera Tengah. Kedua cekungan ini terjadi
setelah fase regresif dengan pengendapan dari laut dalam hingga ke laut
dangkal dan lingkungan delta yang ditutupi oleh endapan rawa rawa.
Endapan batubara yang dihasilkan merupakan endapan batubara khas formasi
regresif.
Karakteristik batubara Eosen umumnya sangat masif, berwarna hitam,
kilap gelas, jenis batubara bituminous subbituminous, dan kadar kalori tinggi.
Batubara Eosen sering tersingkap baik berupa lapisan dan membentuk seam
batubara. Batubara Miosen sebagian besar berupa lignit, sangat lunak, kadar air
tinggi, kadar debu rendah, dan kadar kalori rendah. Batubara Miosen umumnya
menunjukkan bentuk lapisan yang kurang baik dalam singkapan. Hal ini terjadi
karena kadar air dalam batubara tinggi, tekanan kompaksi rendah serta lapisan
lempung sering kali ada dalam lapisan batubara tersebut.

BAB III
PENUTUP
Transgresi terjadi karena beberapa sebab seperti pasokan sedimen
(sedimen supply) lebih kecil dari pada tempat akomodasi (accommodation
space), perubahan global dan relatif sea level. Sedangkan regresi terjadi
karena beberapa sebab seperti pasokan sedimen (sediment supply) lebih besar
dari tempat akomodasi (accommodation space), perubahan global dan relatif
sea level.Dalam sikuen stratigrafi terdapat istilah force regresi yang berarti
suatu kondisi regresi yang dipaksakan karena drop sea level. Jadi Transgresi
dan Regresi hanya mengenai perubahan garis pantai yang maju atau mundur
dari posisi awal. Kedua istilah ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan
pengendapan yang terjadi di dalamnya. Transgresi dan regresi ini
menghasilkan produk pengendapan.

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang sudi memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah
ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang pada
umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Katili, J.A., Marks, P. . 1963. Geologi. Djakarta : Departemen Urusan Research


Nasional.
Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi. 1st Ed. Bogor : CV. Graha Ilmu.
Sam Boggs, Jr. 2006. Principles of Sedimentology and Stratigraphy 4th edition :
Pearson Education, Inc,. New Jersey.
Anonim. 2016. Fluktuasi Naik dan Turun Muka Air Laut.
http://ilmubatugeologi.blogspot.co.id/2016/03/fluktuasi-naik-dan-turunmuka-air-laut.html
Malasari, Viny. 2015. Makalah Gerakan Air Laut (Gelombang Laut, Arus Laut,
Pasang Surut Air Laut). http://vinymalasari.blogspot.co.id/2015/10/makalagerakan-air-laut-gelombang-laut.html
Rizal, Muhammad. 2014. Hukum Dasar Geologi.
http://geografiuntukunlam.blogspot.co.id/2014_03_01_archive.html
Thyo. 2012. Tentang Sequence Stratigrafi. http://rocksscience.blogspot.co.id/2012/11/tentang-sequence-stratigrafi.html

Genesa Batu Bara Indonesia


http://www.jendelaexplorasi.net/2014/01/genesa-batubara-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai