Anda di halaman 1dari 5

BAB

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Dekomposisi adalah perubahan terakhir yang terjadi (late post-mortem Periode)
pada tubuh mayat setelah kematian, dimana terjadinya pemecahan protein kompleks
menjadi protein yang lebih sederhana disertai timbulnya gas-gas pembusukan yang bau
dan terjadinya perubahan warna proses ini dimulai kira- Kira 24 jam setelah kematian
proses dekomposisi tersebut dapat ditunda melalui proses pengawetan jenazah.
Sejarah pengawetan jenazah telah tercatat ribuan tahun sebelum masehi. Proses
pengawetan jenazah merupakan suatu tindakan medis dengan pemberian bahan kimia
terentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga penampilan luar
jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup.
A. Defmisi
Embalming adalah proses pengawetan jenazah untuk mempertahankan penampilan
jenazah tetap dalam kondisi yang baik untuk jangka waktu yang lama. Jenazah akan
mengalami pembusukan dalam waktu beberapa hari setelah kematian, untuk mencegah
atau memperlambat proses pembusukan dapat menggunakan bahan pengawet kimia yang
(termasuk dalam proses embalming).
Jenazah yang membusuk merupakan (tempat berkembang baktri yang dapat
menyebabkan penyebaran penyakit pada lingkungan sekitar pengawetan jenazah dapat
mencegah jenazah menjadi tempat berkembangnya bakteri penyakit hal ini sangat
diperlukan ketika jenazah tersebut akan dibawa kedaerah lain, agar jenazah tidak
menyebarkan penyakit selama dalam pengiriman maupun ketika sudah sampai pada
daerah tujuan.
B. Tujuan embalming
Embalming dilakukan untuk tujuan mencegah terjadinya pembusukan atau
dekomposisi. Dekomposisi adalah perubahan terakhir yang terjadi ( late post-mortem
periode) pada tubuh mayat setelah kematian, dimana terjadinya pemecahan protein
kompleks menjadi protein yang lebih sederhana disertai timbulnya gas-gas pembusukan

yang bau dan terjadinya perubahan warna.


Penyebab pembusukan adalah kerja bakteri komersials sepem clostridium welchii
streptococcus, staphylicocus, dipreroid, proreus dan lain-lain serta binatang-binatang
seperti larva lalat, semut dan lainnya turut yang mampu menghancurkan tubuh mayat.
Jenazah yang meninggal akibat penyakit menular akan lebih cepat membusuk dan
berpotensi menular petugas kamar jenazah, keluarga orang- orang di sekitarnya pada
kasus sepeti ini walaupun penguburan atau kremasinya akan segera dilakukan, tetap
dianjurkan dilakukan embalming untuk mencegah penularan kuman/ bibit penyakit
kesekitarnya.
C. Kontraindikasi embalming
Embalming di indonesia tidak dapat dilakukan pada kematian tidak wajar sebelum
dilakukan autopsi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan penyelidikan karena
adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan karenanya dapat
dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti berdasarkan pasal 233 kuhp oleh
karena itu setiap kematian tidak wajar menjadi kontra lndikasi embalming.
Pasal 233 barang siapa dengan sengaja menghancurkan merusak membuat tidak dapat
dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau
membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau
daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus-menerus atau untuk sementara
waktu disimpan atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk
kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Setiap kematian yang terjadi akibat kekerasan atau keracunan temasuk Kematian yang
tidak wajar. Cara kematian pada kematian tidak wajar adalah Pembunuhan, bunuh diri
dan kecelakaan. Pada kasus kematian tidak wajar, Kasusnya hendaknya segera dilaporkan
ke penyidik, sesuai dengan pasal 108 KUHAP adapun yang termasuk dalam kategori
kasus yang harus dilaporkan ke Penyidik adalah ;
a. Kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara
b. Kematian terjadi bukan karena penyakit dan bukan karena hukuman mati
c. Adanya penemuan mayat dimana penyebab dan informasi mengenai kematiannya
tidak ada keadaan kematiannya menunjukkan bahwa kemungkinan kematlan aklbat
peruatan melanggar hukum
d. Orang tetsebut melakukan bunuh diri atau situasi kematiannya mengindikasikan

kematian akibat bunuh diri


e. Kematian yang disaksikan dokter tetapi ia tidak dapat memasukan penyebab
kematiannya
D. Proses Embalming
1. Cuci jenazah atau mandikan jenazah dengan larutan desinfektan
2. Menyiapkan larutan embalming
3. Hidung, mulut, lubang dubur lubang vagina dan lubang telinga disumbat untuk
mencegah kebocoran
4. Setelah itu jenazah dibaringkan dengan ekstensi penuh dan hilangkan kaku mayat dan
dilakukan insisi pada segitiga femoralis untuk mengidentifikasi arteri femoralis
5. Pada arteri femoralis dimasukkan trocar, sebuah pipa besi panjang untuk mengalirkan
larutan embalming larutan tersebut kemudian dialirkan melalui alat pompa
6. Selain pada arteri femoralis pengaliran cairan pengawet juga dapat dilakukan lewat
arteri carotid arteri aksilaris maupun vena saphenous.
7. Lakukan pengeluaran darah lewat vena jugularis untuk mengurangi tekanan secara
periodik.
8. Pada rongga-rongga tubuh perlu dilakukan aspirasi terhadap cairan pada rongga tubuh
sebelum menginjeksi larutan embalming
9. Dengan menggunakan trocar, larutan embalming dimasukkan kedalam rongga-rongga
dalam tubuh pada abdomen dan thorax, sena pada otot-oiot dan sendi
10. Cairan embalming juga dimasukkan lewat superior orbital fissure untuk mengawetkan
otak.
Beberapa keadaan yang dapat menyulitkan proses embalming ;
Sumbatan pada arteri
Perlu dilakukan penyuntikan calran embalming pada beberapa tempat untuk
memasukan distribusi cairan embalming yang baik.
Trauma
Dilakukan surface embalming terutama pada luka-luka terbuka
Prosedur autopsi
Pada kasus autopsi, dilakukan hal berikut ;

1. Melakukan injeksi calran embalming dibawah kulit pada daerah-daerah dimana


sistem arterial dirusak oleh proses autopsi.
2. Merendam organ visceral pada larutan embalming minimal selama 1 jam
A. Analisis pre-embalming
Berat badan taksiran berat badan jenazah
Tanda-tanda kematian dan tanda pembusukan
Tanda-tanda kematian tidak wajar luka-luka, kekerasan
B. Larutan embalming
1. Formalin
Formaldehyde merupakan aldehyde berbentuk gas dengan rumus kimia H2CO
formaldehyde dalam wujud gas yang tidak berwarna, memiliki bau yang sangat
menyengat, mudah terbakar dan sangat larut dalam air formaldehyde Biasanya
dicampur dengan air dengan kadar 37% dan methanol untuk Menstabilkannya dengan
nama dagang formalin.
Pemaparan jangka panjang pada tubuh, formaldehyde dapat menyebabkan
Berbagai macam penyakit seperti gangguan sensitasi pada paru, radang pada selaput
mata, dan iritasi pada saluran pernafasan pada beberapa kasus pernaparan yang
berlebih dapat menyebabkan kanker pada hidung
2. Glutaraldehyde
Glularaldehyde dapat drgunakan sebagai alternatif formaldehyde untuk
Pengawetan. Larutan glutaraldehyde biasanya dijual dengan kadar 25% larut dalam
air dan memiliki bau yang ringan ikatan protein dengan glutaraldehyde Menghasilkan
protein aldehyde yang stabil. Glutaraldehyde juga berdifusi menembus jaringan lebih
merata dibandingkan dengan formaldehyde konsentrasi optimum glutaraldehyde yang
biasa dugunakan untuk pengawetan adalah 1-1,5% cairan.
Glutaraldehyde memiliki kemampuan sanitasi yang lebih baik dan efektif
dibandingkan

dengan

formaldehyde.

Pemaparan

glutaraldehyde

juga

dapat

menyebabkan iritasi pada mata, kulit dan tenggorokan, namun efeknya tidak separah
formaldehyde.

C. Hazard and safety


1. Orang yang menangani jenazah harus menggunakan apron dan sarung tangan agar
tidak ada kontak langsung dengan pakaian yang digunakan
2. Ketika menangani jenazah, tidak boleh merokok, makan, minum dan hindari
menyentuh bibir, mata, dan hidung dir sendiri
3. Hindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jenazah
4. Tutup semua luka yang terbuka
5. Kebersihan tangan harus tetap diperhatikan setelah selesai menangani jenazah

Anda mungkin juga menyukai