Anda di halaman 1dari 6

MSDS Asam Asetat Glasial

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai
pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini
seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat
glasial) adalah cairan ...higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7C.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam
asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan
CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat
digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun
berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman.
Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan
dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang,
sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Penamaan 2 Sejarah 3 Sifat-sifat kimia 4 Biokimia 4.1 Biosintesis asam asetat 5 Produksi 5.1 Karbonilasi
metanol 5.2 Oksidasi asetaldehida 6 Penggunaan 7 Keamanan 8 Lihat pula 9 Referensi 10 Pranala luar [sunting]
Penamaan
Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama yang paling
dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berarti cuka. Nama sistematis dari
senyawa ini adalah asam etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat
yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada
16.7 C, sedikit di bawah suhu ruang.
Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakat singkatan resmi bagi asam asetat adalah AcOH atau
HOAc dimana Ac berarti gugus asetil, CH3C(=O). Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering
disingkat HAc, meskipun banyak yang menganggap singkatan ini tidak benar. Ac juga tidak boleh disalahartikan
dengan lambang unsur Aktinium (Ac).
[sunting] Sejarah

Kristal asam asetat yang dibekukan


Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh berbagai bakteria penghasil asam asetat,
dan asam asetat merupakan hasil samping dari pembuatan bir atau anggur.
Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak lama. Pada abat ke-3 Sebelum
Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk
berbagai zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari
garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, sebuah
sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu
zat manis yang disebut juga gula timbal dan gula Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut kepada peracunan
dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi.
Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka melalui distilasi.
Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada abad ke-16 ahli
alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan prosedur tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang
dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial memiliki banyak perbedaan sifat dengan larutan asam
asetat dalam air, sehingga banyak ahli kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat
yang berbeda. Ahli kimia Prancis Pierre Adet akhirnya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.
Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk pertama kalinya.
Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan
pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam air menjadi asam trikloroasetat, dan akhirnya reduksi
melalui elektrolisis menjadi asam asetat.
Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu.
Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang kemudian diasamkan
dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat.
[sunting] Sifat-sifat kimia
Keasaman
Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat
dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah

monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO). Sebuah larutan 1.0 M asam
asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.
Dimer siklis

Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan hidrogen.
Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat berpasangan membentuk dimer
yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen.[3] Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120 C. Dimer juga
terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam
asetat murni.[4] Dimer dirusak dengan adanya pelarut berikatan hidrogen (misalnya air). Entalpi disosiasi dimer
tersebut diperkirakan 65.066.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154157 J mol1 K1.[5] Sifat dimerisasi ini juga
dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya.
Sebagai Pelarut
Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam asetat memiliki
konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperi garam
anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam
asetat bercambur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan
heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas
dalam industri kimia.
Reaksi-reaksi kimia
Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas
hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi
asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal adalah reaksi soda kue (Natrium bikarbonat)
bereaksi dengan cuka. Hapir semua garam asetat larut dengan baik dalam air. Salah satu pengecualian adalah
kromium (II) asetat. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:
Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)
NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)
Aluminium merupakan logam yang tahan terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan aluminium oksida
yang melindungi permukaannya. Karena itu, biasanya asam asetat diangkut dengan tangki-tangki aluminium.

Dua reaksi organik tipikal dari asam asetat


Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila bereaksi
dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, air
dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal
dari asam asetat adalah pembentukan etanol melalui reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti
asetil klorida atau anhidrida asetat melalui substitusi nukleofilik. Anhidrida asetat dibentuk melalui kondensasi
dua molekul asam asetat. Ester dari asam asetat dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi Fischer, dan juga
pembentukan amida. Pada suhu 440 C, asam asetat terurai menjadi metana dan karbon dioksida, atau ketena
dan air.
Deteksi
Asam asetat dapat dikenali dengan baunya yang khas. Selain itu, garam-garam dari asam asetat bereaksi
dengan larutan besi(III) klorida, yang menghasilkan warna merah pekat yang hilang bila larutan diasamkan.
Garam-garam asetat bila dipanaskan dengan arsenik trioksida (AsO3) membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-OAs(CH3)2), yang mudah dikenali dengan baunya yang tidak menyenangkan.
[sunting] Biokimia
Gugus asetil yang terdapat pada asam asetat merupakan gugus yang penting bagi biokimia pada hampir
seluruh makhluk hidup, seperti gugus asetil yang berikat pada koenzim A menjadi senyawa yang disebut AsetilKoA, merupakan enzim utama bagi metabolisme karbohidrat dan lemak. Namun demikian, asam asetat bebas
memiliki konsentrasi yang kecil dalam sel, karena asam asetat bebas dapat menyebabkan gangguan pada
mekanisme pengaturan pH sel. Berbeda dengan asam karboksilat berantai panjang, asam asetat tidak
ditemukan pada trigliserida dalam tubuh makhluk hidup. Sekalipun demikian, trigliserida buatan yang memiliki
gugus asetat, triasetin (trigliserin asetat), adalah zat aditif yang umum pada makanan, dan juga digunakan
dalam kosmetika dan obat-obatan.
Asam asetat diproduksi dan diekskresikan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya dari genus Acetobacter dan
spesies Clostridium acetobutylicum. Bakteri-bakteri ini terdapat pada makanan, air, dan juga tanah, sehingga

asam asetat secara alami diproduksi pada buah-buahan/makanan yang telah basi. Asam asetat juga terdapat
pelumas vagina manusia dan primata lainnya, berperan sebagai agen anti-bakteri.[6]
[sunting] Biosintesis asam asetat
Asam asetat merupakan produk katabolisme aerob dalam jalur glikolisis atau perombakan glukosa. Asam
piruvat sebagai produk oksidasi glukosa dioksidasi oleh NAD+ terion lalu segera diikat oleh Koenzim-A. Pada
prokariota proses ini terjadi di sitoplasma sementara pada eukariota berlangsung pada mitokondria.
[sunting] Produksi

Pabrik pemurnian asam asetat di tahun 1884


Asam asetat diproduksi secara sintetis maupun secara alami melalui fermentasi bakteri. Sekarang hanya 10%
dari produksi asam asetat dihasilkan melalui jalur alami, namun kebanyakan hukum yang mengatur bahwa
asam asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses biologis. Dari asam asetat yang diproduksi
oleh industri kimia, 75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui
metode-metode alternatif.[7]
Produksi total asam asetat dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya diproduksi di Amerika
Serikat. Eropa memproduksi sekitar 1 Mt/a dan terus menurun, sedangkan Jepang memproduksi sekitar
0.7 Mt/a. 1.51 Mt/a dihasilkan melalui daur ulang, sehingga total pasar asam asetat mencapai 6.51 Mt/a.[8][9]
Perusahan produser asam asetat terbesar adalah Celanese dan BP Chemicals. Produsen lainnya adalah
Millenium Chemicals, Sterling Chemicals, Samsung, Eastman, dan Svensk Etanolkemi.
[sunting] Karbonilasi metanol
Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan karbon monoksida
bereaksi menghasilkan asam asetat
CH3OH + CO CH3COOH
Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan
katalis logam kompleks pada tahap kedua.
(1) CH3OH + HI CH3I + H2O
(2) CH3I + CO CH3COI
(3) CH3COI + H2O CH3COOH + HI
Jika kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat menghasilkan anhidrida asetat
sebagai hasil tambahan. Karbonilasi metanol sejak lama merupakan metode paling menjanjikan dalam produksi
asam asetat karena baik metanol maupun karbon monoksida merupakan bahan mentah komoditi. Henry
Dreyfus mengembangkan cikal bakal pabrik karbonilasi metanol pada perusahaan Celanese di tahun 1925.[10]
Namun, kurangnya bahan-bahan praktis yang dapat diisi bahan-bahan korosif dari reaksi ini pada tekanan yang
dibutuhkan yaitu 200 atm menyebabkan metoda ini ditinggalkan untuk tujuan komersial. Baru pada 1963
pabrik komersial pertama yang menggunakan karbonilasi metanol didirikan oleh perusahaan kimia Jerman,
BASF dengan katalis kobalt (Co). Pada 1968, ditemukan katalis kompleks Rhodium, cis[Rh(CO)2I2] yang
dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang
menggunakan katalis tersebut adalah perusahan kimia AS Monsanto pada 1970, dan metode karbonilasi
metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi metode produksi asam asetat paling
dominan. Pada akhir 1990'an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis Cativa
([Ir(CO)2I2]) yang didukung oleh ruthenium. Proses berbasis iridium ini lebih efisien dan lebih "hijau" dari
metode sebelumnya[11], sehingga menggantikan proses Monsanto.
[sunting] Oksidasi asetaldehida
Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat diproduksi melalui oksidasi asetaldehida.
Sekarang oksidasi asetaldehida merupakan metoda produksi asam asetat kedua terpenting, sekalipun tidak
kompetitif bila dibandingkan dengan metode karbonilasi metanol. Asetaldehida yang digunakan dihasilkan
melalui oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Saat butena atau nafta ringan dipanaskan
bersama udara disertai dengan beberapa ion logam, termasuk ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk
peroksida yang selanjutnya terurai menjadi asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi dibawah ini.
2 C4H10 + 5 O2 4 CH3COOH + 2 H2O
Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga tercapai suhu setinggi
mungkin namut butana masih berwujud cair. Kondisi reaksi pada umumnya sekitar 150 C and 55 atm. Produk
sampingan seperti butanon, etil asetat, asam format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk
sampingan ini juga bernilai komersial dan jika diinginkan kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan lebih
banyak produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat menjadi kendala karena membutuhkan biaya
lebih banyak lagi.

Melalui kondisi dan katalis yang sama asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigen udara menghasilkan asam
asetat.
2 CH3CHO + O2 2 CH3COOH
Dengan menggunakan katalis modern, reaksi ini dapat memiliki rasio hasil (yield) lebih besar dari 95%. Produk
samping utamanya adalah etil asetat, asam format dan formaldehida, semuanya memiliki titik didih yang lebih
rendah daripada asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan mudah melalui distilasi.
[sunting] Penggunaan

Botol berisi 2,5 liter asam asetat di laboratorium


Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia. Sebagian besar
(40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (vinyl
acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester.
Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.
[sunting] Keamanan
Asam asetat pekat bersifat korosif dan karena itu harus digunakan dengan penuh hati-hati. Asam asetat dapat
menyebabkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi pada membran mukosa. Luka bakar atau
lepuhan bisa jadi tidak terlihat hingga beberapa jam setelah kontak. Sarung tangan latex tidak melindungi dari
asam asetat, sehingga dalam menangani senyawa ini perlu digunakan sarung tangan berbahan karet nitril.
Asam asetat pekat juga dapat terbakar di laboratorium, namun dengan sulit. Ia menjadi mudah terbakar jika
suhu ruang melebihi 39 C (102 F), dan dapat membentuk campuran yang mudah meledak di udara (ambang
ledakan: 5.4%-16%).

Asam asetat adalah senyawa korosif


Konsentrasi
berdasar berat
Molaritas
Klasifikasi
Frase-R
10%25%
1.674.16 mol/L
Iritan (Xi)
R36/38
25%90%
4.1614.99 mol/L
Korosif (C)
R34
>90%
>14.99 mol/L
Korosif (C)
R10, R35
Larutan asam asetat dengan konsentrasi lebih dari 25% harus ditangani di sungkup asap (fume hood) karena
uapnya yang korosif dan berbau. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tidak berbahaya. Namun konsumsi
asam asetat yang lebih pekat adalah berbahaya bagi manusia maupun hewan. Hal itu dapat menyebabkan
kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah.

Informasi produk
Grade
Ph Eur,BP,JP,USP,E 260
Rumus kimia
C2H4O2
Formulasi kimia

CH3COOH
Kode HS
2915 21 00
Nomor EC
200-580-7
Massa molar
60.05 g/mol
Penyimpanan
Simpan pada +15C hingga +25C.
Nomor indeks EC
607-002-00-6
Nomor CAS
64-19-7
Data kimia dan fisika
Temperatur penyalaan
485 C
Kelarutan di dalam air
(20 C) larut
Kosentrasi jenuh (udara)
38 g/m3 (20 C) Udara
Titik leleh
17 C
Massa molar
60.05 g/mol
Densitas
1.05 g/cm3 (20 C)
Angka pH
2.5 (50 g/l, H2O, 20 C)
Titik didih
116 - 118 C (1013 hPa)
Tekanan uap
15.4 hPa (20 C)
Batasan ledakan
4 - 19.9 %(V)
Titik nyala
44 C
Indeks Refraktif
1.37 (20 C)
Viskositas kinematis
1.17 mm2/s (20 C)
Angka evaporasi
24
Informasi keselamatan berdasarkan GHS
Hazard Statement(s)
H226: Cairan dan uap yang mudah terbakar
H314: Menyebabkan luka bakar pada kulit dan kerusakan mata yang serius.
Precautionary Statement(s)
P280: Gunakan pakaian/ sarungtangan pelindung / pelindung mata/ muka.
P301 + P330 + P331: JIKA TERTELAN: Berkumurlah. JANGAN memancing muntah.
P305 + P351 + P338: JIKA TERKENA MATA: Bilas secara hati-hati dengan air selama beberapa menit. Lepas
lensa kontak, jika digunakan dan mudah melakukannya. Lanjutkan membilas.
Signal Word
Bahaya
Hazard Pictogram(s)

RTECS
AF1225000
Kelas penyimpanan
3 Zat-zat cair yang dapat terbakar
WGK
WGK 1 agak berbahaya untuk air
Informasi keselamatan kerja
Frase R
R 10-35
Mudah-menyala.Mengakibatkan luka bakar yang parah.
Frase S
S 23-26-45
Jangan menghirup uap.Jika kena mata, segera bilas dengan banyak air dan dapatkan bantuan medis.Jika terjadi
kecelakaan atau jika merasa tidak enak badan, segera dapatkan bantuan medis (tunjukkan label jika mungkin).
Jenis-jenis bahaya
dapat terbakar, korosif
Hazard Symbol
Corrosive
Informasi Transportasi
Pernyataan (jalur kereta api dan jalan raya) ADR, RRID
UN 2789 Eisessig, 8 (3), II
Pernyataan (transportasi melalui laut) Kode-IMDG
UN 2789 ACETIC ACID, GLACIAL, 8 (3), II, Segregation Group: 1 (Acids)
Pernyataan (transportasi melalui udara) IATA-DGR
UN 2789 ACETIC ACID, GLACIAL, 8 (3), II
Data toksikologis
LD 50 tertelan
LD50 tikus 3310 mg/kg
LD 50 melalui kulit
LD50 kelinci 1060 mg/kg

Anda mungkin juga menyukai