PENDAHULUAN
Secara anatomis sebagian besar organ urogenitalia terlindungi oleh otot-otot dan organ lain dalam
rongga esktraperitoneal. Bila terjadi cedera urogenital, perlu dipikirkan pula kemungkinan adanya
kerusakan organ lain yang mengelilinginya. Umumnya cedera urogenitalia merupakan keadaan yang
mengancam apabila pembuluh darah ginjal terputus atau terjadi kerusakan parenkim ginjal yang luas. 1
Ginjal merupakan organ urogenital tersering yang sering mengalami trauma yang mengancam jiwa
terutama jika menyebabkan ruptur ginjal.2 Pada beberapa keadaaan, ruptur ginjal dapat terjadi akibat
keadaan non-trauma, seperti sebagai komplikasi dari batu ureter atau karsinoma sel ginjal, namun hal
tersebut merupakan kasus yang jarang terjadi.3,4
II.
DEFINISI
Trauma ginjal merupakan penyebab tersering ruptur ginjal. Trauma ginjal adalah cedera pada
ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam.5
III.
ETIOLOGI
Penyebab tersering ruptur ginjal adalah trauma pada ginjal. Trauma pada ginjal dapat terjadi
dengan berbagai mekanisme trauma.6 Ruptur ginjal juga dapat disebabkan oleh adanya batu ureter,
namun hal ini sangat jarang terjadi. Batu pada uretropelvic junction dapat menyebabkan ruptur pada
pelvis ginjal disertai ekstravasasi urin akibat sumbatan dan hidronefrosis sistem pengumpul ginjal. 3
Penyebab ruptur ginjal lainnya yang sangat jarang terjadi adalah karsinoma sel ginjal multifokal. Pada
sebuah laporan kasus, seorang laki-laki berusia 53 tahun mengalami ruptur ginjal dimana ginjal
tersebut telah terkena karsinoma sel ginjal sebelumnya.4
IV.
EPIDEMIOLOGI
Mortalitas dan morbiditas ruptur ginjal bervariasi bergantung pada derajat keparahan trauma.5
Trauma ginjal terjadi sekitar 3% dari keseluruhan jenis trauma dan 10% dari keseluruhan trauma
abdominal.2 Ginjal merupakan organ urogenitalia tersering yang mengalami trauma.1
V.
PATOGENESIS
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ruptur ginjal dapat disebabkan oleh adanya trauma
Trauma Tumpul
Trauma tumpul dapat terjadi pada kecelakaan lalu lintas, trauma olahraga, dan kekerasan.
Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab tersering dari trauma tumpul ginjal.2 Trauma
tumpul ginjal dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Trauma langsung biasanya
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olahraga, atau perkelahian. Sedangkan trauma tidak
langsung yang sering terjadi adalah trauma deselerasi.5 Trauma deselerasi merupakan cedera
akibat pergerakkan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum. Goncangan ginjal di
dalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan
robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini memicu terbentuknya trombus yang dapat
Klasifikasi trauma ginjal menurut American Association for the Surgery of Trauma (AAST)7:
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Trauma Ginjal
Deraja
t
I
Deskripsi Cedera
Kontusio
Hematom
a
Hematom
a
Laserasi
Laserasi
Laserasi
ekstravasasi urin
Laserasi parenkim ginjal meluas melalui korteks ginjal, medulla, dan sistem
Vaskuler
pengumpul
Cedera arteri atau vena segmentalis dengan hematoma atau laserasi
Laserasi
Vaskuler
DIAGNOSIS
Pada pasien yang dicurigai mengalami trauma ginjal, perlu ditanyakan mekanisme cedera untuk
memperkirakan luas kerusakan yang terjadi. Adanya kecurigaan trauma pada ginjal adalah apabila
terdapat1:
Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas disertai nyeri
Evaluasi Laboratorium
Urinalisis, hematokrit, dan kadar kreatinin merupakan hal yang penting untuk evaluasi trauma ginjal.
Hematuria, baik hematuria makroskopis maupun mikroskopis sering terjadi pada trauma ginjal, namun
tidak sensitif dan tidak spesifik untuk menentukan apakah termasuk trauma minor atau mayor.
Penurunan hematokrit merupakan tanda tidak langsung untuk mengetahui jumlah kehilangan darah.
Kadar kreatinin yang meningkat dalam 1 jam, mengindikasikan adanya penyakit renal yang sudah ada
sebelum terjadinya trauma, dimana keadaan tersebut dapat memperburuk trauma ginjal yang terjadi.2
Pencitraan
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
2016
Setelah pasien dalam kondisi stabil, pencitraan untuk mengetahui karakteristik trauma ginjal perlu
dilakukan pada pasien dengan trauma penetrasi, trauma tumpul berat akibat deselerasi, dan trauma
tumpul dengan hematuria atau syok.5
Ultrasound
Merupakan modalitas yang cepat, tidak invasif, dan murah untuk mendeteksi haemoperitoneum.
Ultrasound dapat mendeteksi adanya laserasi, namun tidak dapat menentukan kedalaman dan
luasnya laserasi, tidak dapat memberikan informasi ada atau tidaknya ekstravasasi urin. Biasanya
digunakan sebagai pemeriksaan penyaringan untuk menentukan perlu atau tidaknya pasien
MRI
Walaupun MRI merupakan pemeriksaan yang sensitif untuk mengevaluasi traum tumpul, namun
modalitas ini jarang dipilih pada kasus trauma karena dibutuhkan waktu yang lama untuk
pemeriksaan ini. Namun, modalitas ini dapat digunakkan apabila di tempat pelayanan kesehatan
tersebut tidak terdapat fasilitas CT.2
VII.
PENATALAKSANAAN
Umumnya trauma ginjal derajat I-III dapat diterapi secara nonoperatif, sedangkan trauma ginjal
derajat IV dan V hampir selalu membutuhkan eksplorasi operatif. 7 Pasien dengan hemodinamika tidak
stabil yang tidak membaik dengan resusitasi, harus segera dilakukan eksplorasi operatif.5
Tatalaksana konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Tatalaksana konservatif yang diberikan adalah
berupa tirah baring dan pemasangan kateter. Pada keadaan ini dilakukan observasi tanda vital,
kemungkinan adanya penambahan massa di pinggang, adanya pembesaran lingka perut, penurunan
kadar hemoglobin darah, perubahan warna pada urine, dan CT ulang setelah 48 jam paska CT
pertama.1,6 Tatalaksana non operatif memerlukan observasi yang ketat, apabila tanda hematuria
makroskopik telah hilang, mobilisasi mulai dapat dilakukan, namun tirah baring perlu diperpanjang jika
hematuria berulang.7 Jika pada observasi didapatkan adanya tanda-tanda perdarahan atau kebocoran
urin yang menimbulkan infeksi, lakukan tindakan operasi.1
Indikasi absolut eksplorasi ginjal6:
Instabilitas hemodinamika yang tidak membaik dengan resusitasi,
Hematoma retroperitoneal yang meluas dan pulsatif
Kerusakan vaskular pada trauma ginjal derajat IV
Disrupsi komplit uretropelvic junction dan trauma ginjal derajat V
Indikasi relative eksplorasi ginjal2,6:
dengah tujuan untuk segera mengentikan perdarahan. selanjutnya mungkin perlu dilakukan
debridement, reparasi ginjal, atau nefroktomi parsial bahkan nefroktomi total jika kerusakan ginjal
sangat berat.1
Adapun algortima tatalaksana trauma tumpul ginjal adalah sebagai berikut2:
VIII.
PROGNOSIS
Jika tidak mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, trauma mayor dan trauma pedikel sering
menibulkan perdarahan hebat dan berakhir dengan kematian. Kebocoran sistem kaliks yang
menyebabkan ekstravasasi urin dapat memicu timbulnya urinoma, abses perirenal, urosepsis, atau
fistula renokutan.1
Pada 6 kasus trauma tumpul ginjal derajat V dengan hemodinamik stabil, 4 dari 6 ginjal
menunjukan fungsi memuaskan setelah tatalaksana konservatif. Sehingga tatalaksana konserfativ dapat
dipertimbangkan dilakukan pada pasien trauma tumpul ginjal derajat berat dengan hemodinamik yang
stabil.7
IX.
SISTEM PERUJUKAN
Proses rujukan kasus emergensi, tidak akan mengikuti alur rujukan sebaimana umumnya
berjenjang menurut urutan tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, karena pasien dengan kondisi
emergensi harus segera mencapai fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat memberikan pertolongan
segera dalam golden period.8
Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan
terlebih dahulu. Setelah itu, tentukan tempat perujukan yang terdekat yang memiliki fasilitas kesehatan
yang dibutuhkan. Kepastian tempat perujukan juga harus dilakukan melalui komunikasi, dimana
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama harus mengkomunikasikan dengan tempat rujukan yang
dituju sebelum mengirim pasien yang akan dirujuk. Keluarga perlu diberikan informasi akan
pentingnnya perujukan tersebut. Selain itu, sebelum dirujuk keadaan umum pasien harus diperbaiki
terlebih dahulu dan pasien boleh dirujuk hanya bila kondisi pasien sudah stabil. 8
Pada kasus trauma ginjal, hal-hal yang harus dilakukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama
antara lain primary dan secondary survey, amanesa, pemeriksaan fisik, perbaikan keadaan umum
(resusitasi), kemudian harus segera melakukan perujukan. Pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan
pada tempat rujukan baik pada fasilitas pelayanan tingkat kedua maupun tingkat ketiga. Pemeriksaan
penunjang yang perlu dilakukan adalah darah lengkap, ureum kreatinin, dan urin lengkap. Pada fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat kedua, pemeriksaan radiologis diagnostik yang dapat dilakukan adalah
IVP, sedangkan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat ketiga dapat dilakukan CT untuk diagnostik
dan penentuan derajat trauma ginjal. Untuk trauma ginjal derajat I-III dapat dilakukan tatalaksana
konservatif, sedangkan untuk derajat IV dan V umumnya memerlukan eksplorasi pembedahan. Untuk
kasus trauma ginjal dengan hemodinamika yang tidak stabil harus segera dilakukan laparotomi
emergensi disertai one shot One shot intra operative IVP.9
X.
PENUTUP
Ruptur ginjal merupakan cedera atau trauma pada ginjal yang dapat disebabkan oleh berbagai
macam trauma baik trauma tumpul maupun trauma penetrasi. Trauma tumpul dapat terjadi secara
langsung akibat benturan pada daerah pinggang atau trauma tidak langsung akibat deselerasi ginjal di
dalam rongga peritoneum. Pentalaksanaan dan prognosis dari trauma ginjal, bergantung derajat
keparahan dari trauma ginjal itu sendiri. Pada beberapa kasus yang jarang terjadi, ruptur pada ginjal
juga dapat disebabkan sebagai komplikasi dari batu ureter dan karsinoma sel ginjal.
Daftar Pustaka
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
2016
1.
2.
https://uroweb.org/wp-content/uploads/24-Urological-Trauma_LR.pdf.
3. Porfyris O, Apostolidi E, Mpampali A, Kalomoiris P. Spontaneous Rupture of Renal Pelvis As A
Rare Complication of Ureteral Lithiasis. Turkish Journal of Urology. 2016; 42(1). [cited 25 Okt
2016] Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4791080/pdf/tju-42-137.pdf.
4. Atti LD. Spontaneous Rupture of the Kidney Affected by Multifocal Papillart Renal Cell
Carcinoma. Rare Tumors. 2014 July; 6(5568): 154-155. [cited 25 Okt 2016] Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4274443/pdf/rt-2014-4-5568.pdf.
5. Parsons JK, Eifler JB, Han M. Handbook of Urology. Oxford: Wiley Blackwell, 2014.
6. Glenn JF, Graham SD, Keane TE. Glenns Urology Surgery. Philadelphia: Lippincott Wiliams &
Wilkins, 2010.
7. Indradiputra IMU, Hartono T. Tatalaksana Konservatif Pasien Dewasa dengan Trauma Tumpul
Ginjal Derajat IV Terisolasi. CDK. 2016; 43(2): 123-126. [cited 25 Okt 2016] Available from:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/12_237Tatalaksana%20Konservatif%20Pasien%20Dewasa
%20dengan%20Trauma%20Tumpul%20Ginjal%20Derajat%20IV%20Terisolasi.pdf.
8. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Pedoman Sistem Rujukan Nasional. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI; 2012. [cited 25 Okt 2016] Available from:
http://programrujukbalik.com/sites/default/files/pdf/211115_1237.pdf.
9. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman Pelayanan Berdasar Tingkat Pelayanan Kesehatan.
Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia 2015. [cited 25 Okt 2016] Available from:
http://iaui.or.id/ast/file/PEDOMAN_PELAYANAN_KESEHATAN_(PPK_IAUI).pdf.