Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

PTERIGIUM ODS & KATARAK IMATUR OD

OLEH :
Qisthinadia Hazhiyah Setiadi
H1A 013 053

PEMBIMBING :
dr. H. R. GUNAWAN EFENDI, MM, Sp.M

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2018

BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu indera yang penting bagi manusia adalah mata. Melalui mata
manusia dapat menerima informasi visual yang digunakan untuk melakukan berbagai
kegiatan. Sayangnya, gangguan terhadap penglihatan masih banyak terjadi, dimulai
dari gangguan ringan sampai gangguan berat hingga berujung kebutaan. 1 Beberapa
gangguan penglihatan yang cukup banyak ditemukan diantaranya adalah pterigium
dan katarak.
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan dari epitel konjungtiva bulbi dan
jaringan ikat subkonjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif yang terdapat
dicelah kelopak mata bagian medial atau nasal berbentuk segitiga di mana puncaknya
mengarah kebagian tengah dari kornea. Pterigium lebih sering ditemui di daerah
beriklim tropis dan subtropis. Prevalensinya semakin tinggi di daerah ekuator, dan
secara geografis sebagian besar daerah Indonesia berada di garis ekuator.2
Prevalensi pterigium di Indonesia pada kedua mata ditemui sebesar 3,2%
sedangkan pterigium pada salah satu mata adalah 1,9%. Di daerah tropis, angka
prevalensi pterigium ditemukan lebih tinggi oleh karena dugaan sinar ultraviolet
sebagai faktor resiko penyakit tersebut. Sekitar 23,4% kejadian pterigium ditemukan
di daerah tropis. Prevalensi pterigium paling banyak ditemukan di Sumatera Barat
yaitu 9,4% dan terbanyak kedua ditemukan di Nusa Tenggara barat sebesar 9,0%.2,3
Diagnosis pterigium tidak jarang ditemukan bersamaan dengan katarak.
Katarak sendiri diketahui sebagai penyebab gangguan penglihatan kedua setelah
gangguan refraksi. Beberapa penelitian dilakukan untuk membandingkan tatalaksana
operatif mana yang lebih dahulu dilakukan antara pterigium dan katarak, atau
operasinya dapat dilakukan secara bersamaan.

BAB II
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. AM
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Lembar
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Pemeriksaan : 15 Oktober 2018
No. RM : 095723

2. Anamnesis
A. Keluhan Utama:
Mata kiri dan kanan terasa ada yg mengganjal dan mata kanan kabur
B. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Patut Patuh Patju dengan
keluhan mata kiri dan kanan terasa mengganjal dirasakan oleh pasien sejak
sekitar 2 tahun yang lalu. Terkadang mata berair lebih banyak dari biasanya.
Pasien juga mengeluhkan kedua matanya sering merah. Pasien tidak pernah
merasa ada benda asing yang masuk ke dalam mata. Keluarganya
mengatakan seperti ada selaput yang semakin lama melebar di mata pasien.
Pasien juga mengalami penglihatan kabur di mata kanan sejak 6 bulan yang
lalu. Penglihatan kabur digambarkan seperti melihat asap atau awan, semakin
lama semakin kabur. Pasien juga mengatakan dapat melihat lebih baik saat
malam hari dan silau saat terkena atau melihat cahaya. Keluhan gatal, nyeri,
dan mata merah pada mata disangkal. Kotoran mata pasien tidak lengket,
dirasa tetap dalam jumlah biasa.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa disangkal. DM (-), hipertensi (-), asma (-), riwayat
penggunaan kaca mata (-) riwayat trauma pada mata (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa pada anggota keluarga disangkal. Riwayat hipertensi
pada keluarga (-), riwayat DM (-), asma (-)
E. Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien sehari-hari tidak bekerja. Riwayat merokok (+) satu bungkus
setiap harinya dan konsumsi alkohol disangkal. Pasien sehari – harinya sering
terpapar debu dan sinar matahari.
F. Riwayat Alergi
Pasien menyangkal memiliki alergi terhadap debu, udara dingin,
maupun riwayat alergi obat ataupun makanan.
G. Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya sering menggunakan obat tetes mata untuk keluhan
di matanya, namun tidak membaik.

3. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
B. Pemeriksaan Tanda Vital
Nadi : 84 kali/menit
Frekuensi Napas : 20 kali/menit
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Suhu : 36,70C

C. Status Lokalis
No Pemeriksaan Mata Kanan Mata Kiri
1. Visus
 Naturalis 1/300 6/9
 Pinhole NC NC
2. Posisi Bola Mata
- Hirchsberg
Ortoforia Ortoforia
- Cover uncover test
Ortotropia Ortotropia
3. Pergerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
4 Lapang pandang

5. Palpebra Edema (-) (-)


Hiperemi (-) (-)
Superior
Pseudoptosis (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Spasme (-) (-)
6. Palpebra Edema (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Inferior
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
7. Konjungtiva Hiperemi (-) (-)
Cobble stone (-) (-)
Palpebra
Sikatrik (-) (-)
Superior Benda Asing (-) (-)
8. Konjungtiva Hiperemi (-) (-)
Cobble stone (-) (-)
Palbebra
Sikatrik (-) (-)
Inferior Benda Asing (-) (-)
9. Konjungtiva Injeksi (-) (-)
Bulbi Konjungtiva
dan Siliar
Pendarahan (-) (-)
Massa Terdapat tonjolan Terdapat tonjolan
selaput berwarna selaput berwarna putih
putih yang berbentuk yang berbentuk
segitiga yang tumbuh segitiga yang tumbuh
di daerah konjungtiva di daerah konjungtiva
bulbi bagian nasal bulbi bagian nasal
melewati limbus melewati limbus
hingga 1 mm tidak hingga > 2 mm tidak
melewati pupil melewati pupil
Edema (-) (-)
10. Kornea Bentuk Cembung Cembung
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Sikatrik (-) (-)
Benda Asing (-) (-)

11. Bilik Mata Kedalaman Kesan dangkal Kesan dangkal


Hifema (-) (-)
Depan
Hipopion (-) (-)
12. Iris Warna Coklat Coklat
Bentuk Bulat dan regular Bulat dan regular
13. Pupil Bentuk Bulat, ukuran 3 mm Bulat, ukuran 3 mm
RCL (+) (+)
RCTL (+) (+)
14. Lensa Kejernihan Keruh Jernih
Iris shadow (-) (-)
15. TIO Palpasi Kesan normal Kesan normal
16. Funduskopi Refleks TDE (+)
Fundus
4. Foto Mata Pasien

Gambar 1. Kedua Mata


Gambar 2. Mata kanan

Gambar 2. Mata kiri

BAB III
IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA KASUS
A. Identifikasi Masalah
Berdasarkan data medis pasien diatas, ditemukan beberapa permasalahan.
Adapun permasalahan medis yang terdapat pada pasien adalah :
SUBJECTIVE
a. Keluhan mengganjal di mata kanan dan kiri, terkadang berair
b. Terlihat seperti selaput di kedua mata
c. Penglihatan kabur dirasakan seperti melihat asap pada mata kanan
d. Mata Kabur semakin lama semakin memberat
e. Lebih terang saat melihat malam hari dibandingkan siang hari
f. Silau ketika melihat cahaya
OBJECTIVE
Pemeriksaan status lokalis pada mata kanan dan kiri didapatkan :
 Visus OD 1/300, visus OS 6/9
 Terdapat tonjolan selaput berwarna putih yang berbentuk segitiga yang
tumbuh di daerah konjungtiva bulbi bagian nasal melewati limbus hingga
> 2 mm tidak melewati pupil pada mata kiri.
 Terdapat tonjolan selaput berwarna putih yang berbentuk segitiga yang
tumbuh di daerah konjungtiva bulbi bagian nasal melewati limbus hingga
1 mm tidak melewati pupil pada mata kanan
 Lensa mata kanan keruh
OD OS

Mata kanan didapatkan lensa Mata kiri tedapat massa


keruh dan tedapat massa berbentuk segitiga yang tumbuh
berbentuk segitiga yang tumbuh di daerah konjungtiva bulbi.
di daerah konjungtiva bulbi.

B. Analisa Kasus
Keluhan rasa mengganjal di mata kiri dapat disebabkan oleh jaringan
fibrovaskuler di konjungtiva bulbi mata kanan dan kiri. Rasa mengganjal pada
mata kanan ini disebabkan karena adanya jaringan fibrovaskuler pada area
konjungtiva mata kanan. Adanya jaringan tersebut mengarah pada diagnosa
tumor jinak konjungtiva. Terdapat dua jenis tumor jinak yang bisa tumbuh di
konjungtiva, yaitu pinguekula dan pterigium. Kedua tumor jinak ini dibedakan
berdasarkan lokasi dan menifestasinya. Pinguekula merupakan bentuk
degenerasi serabut kolagen stroma konjungtiva mata. Bentuk pinguekula seperti
timbunan kuning keputihan pada konjungtiva dekat limbus. Perbedaan dengan
pterigium berupa tepi fibrosis berbentuk baji yang tumbuh mengarah pada
limbus. Pinguekula lebih sering terdapat disebelah kornea. Pinguekula tidak
mengganggu pengelihatan, sedangkan pterigium adalah pertumbuhan jaringan
konjungtiva ke dalam kornea dan biasanya menganggu penglihatan apabila
sudah menutupi pupil.
Pterigium berasal dari bahasa Yunani yaitu “Pteron” yang artinya sayap
(wing). Pterigium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler
pada konjungtiva dan tumbuh menginfiltrasi permukaan kornea, umumnya
bilateral di sisi nasal, biasanya berbentuk segitiga dengan kepala/apex
menghadap ke sentral kornea dan basis menghadap lipatan semilunar pada
cantus. Pterigium juga memiliki kemiripan dengan pseudopterigium.
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.
Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea,
sehingga konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium juga sering dilaporkan
sebagai dampak sekunder penyakit peradangan pada kornea.4

a. b.
Gambar 3. a. Pterigium b. Pseudopterigium4
Perbedaan antara pterigium dan pseudopterigium dari anamnesis,
pseudopterigium terjadi didahului oleh trauma pada mata. Pada pemeriksaan
fisik, pseudopterigium dapat ditemukan dibagian apapun pada kornea dan
biasanya berbentuk oblique. Sedangkan pterigium ditemukan secara horizontal
pada posisi jam 3 atau jam 9.4
Secara klinis pterigium dapat dibedakan dengan pinguekula dan pseudopterigium.
Pterigium Pinguekula Pseudopterigium
Definisi Jaringan Benjolan pada Perlengketan
fibrovaskular konjungtiva bulbi konjungtiba bulbi
konjungtiva bulbi dengan kornea
berbentuk segitiga yang cacat

Warna Putih kekuningan Putih-kuning Putih kekuningan


keabu-abuan
Letak Celah kelopak Celah kelopak Pada daerah
bagian nasal atau mata terutama konjungtiva yang
temporal yang bagian nasal terdekat dengan
meluas ke arah proses kornea
kornea sebelumnya

Progresif Sedang Tidak Tidak


Reaksi kerusakan Tidak ada Tidak ada Ada
permukaan
kornea
sebelumnya

Pembuluh darah Lebih menonjol Menonjol Normal


konjungtiva

Sonde Tidak dapat Tidak dapat Dapat diselipkan di


diselipkan diselipkan bawah lesi karena
tidak melekat pada
limbus
Puncak Ada pulau-pulau Tidak ada Tidak ada (tidak
Funchs (bercak ada head, cap,
kelabu) body)
Histopatologi Epitel ireguler dan Degenerasi hialin Perlengketan
degenerasi hialin jaringan
dalam stromanya submukosa
konjungtiva
Tabel 1. Diagnosis banding pterigium2,4

Berdasarkan stadium pterigium dibagi menjadi 4 derajat yaitu:4


o Derajat I : jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
o Derajat II : jika pterigium sudah melewati limbus dan belum mencapai
pupil, tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.
o Derajat III : jika pterigium sudah melebihi derajat II tetapi tidak
melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal
(diameter pupil sekitar 3-4 mm).
o Derajat IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil
sehingga mengganggu penglihatan.
Pada pasien ini diagnosa lebih mengarah pada pterigium karena pasien tidak
mengeluhkan adanya benjolan yang timbul di mata dan terdapat jaringan
fibrovaskuler dari nasal menuju kornea. Hal ini merupakan tampakan klinis pterigium
yang khas berbentuk segitiga dengan kepala/apex menghadap kesentral kornea dan
basis menghadap lipatan semilunar pada cantus. Tampakan klinis ini dapat dibedakan
dengan pinguekula, tampakan klinis pada pinguekula yang khas merupakan benjolan
berwarna putih kekuningan pada konjungtiva bulbi akibat degenerasi hialin jaringan
submukosa konjungtiva. Dan pasien tidak memiliki riwayat kelianan pada mata yang
melibatkan kornea.
Mata pasien yang sering terpajan matahari dan debu ini merupakan salah satu
faktor resiko yang sangat berpengaruh untuk timbulnya jaringan fibrovaskular pada
konjungtiva. Riwayat sering mengalami mata merah juga dapat menjadi indikator
bahwa mata pasien sering mengalami iritasi. Hal ini juga merupakan faktor resiko
terjadinya tumor jinak pada konjungtiva. Penyebab pasti terjadinya pterigium tidak
diketahui. Namun terdapat beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya
pterigium. Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni
radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor
herediter.
Pemeriksaan status lokalis pada pasien didapatkan jaringan fibrovaskuler
berbentuk segitiga dari nasal menuju kornea pada konjungtiva bulbi. Jaringan
fibrovaskuler konjungtiva yang terletak pada celah kelopak bagian nasal yang meluas
ke kornea berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea.
Hal ini sesuai dengan tampakan klinis yang ditemukan pada pterigium. Pterigium
paling sering pada daerah nasal, terdiri dari jaringan hialin dan jaringan elastik.
Pterigium dapat meluas secara bertahap dalam periode waktu yang lama. Inflamasi
berulang dan iritasi okuli mungkin dijumpai
Selain adanya jaringan fibrovaskular di mata kanan dan kiri, Pada mata kanan
pasien didapatkan lensa mata tampak keruh. Pasien mengatakan penglihatan kabur
seperti melihat asap dan mengeluhkan penglihatannya semakin lama semakin kabur
dan kemungkinan penyebab penglihatan kabur perlahan pada mata tenang dengan
lensa keruh adalah katarak. Pertambahan usia merupakan penyebab katarak yang
terbanyak, tetapi terdapat faktor lain yang mungkin berperan, seperti trauma, toksin,
penyakit sistemik, merokok, dan herediter/keturunan.5
Katarak senilis adalah katarak yang berkaitan dengan usia, penurunan
penglihatan, dengan karakteristik penebalan lensa yang terjadi secara terus menerus
dan progresif. Katarak senilis secara klinis terbagi kedalam 4 stadium yaitu 5:
1. Stadium Insipien
Kekeruhan lensa tahap awal dengan visus yang relatif masih baik.
2. Stadium Imatur
Kekeruhan lensa mulai tampak yang dapat terlihat oleh bantuan senter, iris
shadow postif, visus >1/60
3. Stadium Matur
Kekeruhan lensa terjadi menyeluruh, tidak tampak iris shadow, visus 1/300 atau
light perception positive.
4. Stadium Hipermatur
Massa lensa mengalami kebocoran melalui kapsul lensa, sehingga kapsul
menjadi berkerut dan menyusut.

Tabel 3.1 Perbedaan stadium katarak senilis.1

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Menyeluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Normal Sempit Normal Terbuka
Mata
Iris Shadow Negatif Positif Negatif Pseudopos
Test
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
glaukoma

Pada pasien didapatkan visus 1/300, iris shadow (-), dan hasil funduscopy yang
didapatkan yaitu pada refleks fundus (-) sehingga termasuk dalam katarak matur. Bila
telah terbentuk katarak, lensa akan demikian keruh dan tidak being sehingga
mengganggu penyinaran sinar masuk kedalam retina. Katarak akan menghalangi
sinar masuk kedalam sehingga terjadi penurunan tajam pengelihatan. Membaca
menjadi sukar terutama bila penerangan terlalu kuat, bila mengendarai kendaraan
terutama di malam hari, pengelihatan akan silau terhadap sinar yang datang. 6 kelainan
pada retinopati dan glaukoma kronis dapat disingkirkan.

C. Assessment
Diagnosis kerja : Pterigium ODS grade II –III dan katarak senile matur OD
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, Pasien mengarahkan diagnosis
pterigium karena pada pasien tampak selaput yang merupakan jaringan
fibrovaskular tanpa didahului riwayat trauma sebelumnya. Tonjolan ini muncul
tiba-tiba, awalnya berukuran kecil dan hanya di daerah selaput bola mata
kemudian tumbuh perlahan, lama-lama semakin melebar. Mata pasien sering
terpajan sinar matahari dan terkena debu. Berdasarkan temuan ini, pterigium
yang dialami pasien sesuai dengan derajat pterigium pada mata kanan yaitu
derajat III karena sudah melewati limbus kornea lebih dari 2 mm melewati
kornea tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal.
Sedangkan derajat pterigium pada mata kiri yaitu derajat II karena sudah
melewati limbus dan belum mencapai pupil, tidak lebih dari 2 mm melewati
kornea.
Diagnosis katarak senilis matur karena usia, keluhan penglihatan kabur,
penglihatan seperti melihat asap atau awan dan silau saat melihat cahaya,
pemglihatan semakin lama semakin kabur, dan merasa melihat lebih baik saat
malam hari. Selain itu pada pemeriksaan refraksi didapatkan visus OD 1/300,
lensa mata kanan keruh, reflek fundus negatif dan pemeriksaan shadow test (-).

D. Planning
Usulan Pemeriksaan Lanjutan
- Pemeriksaan slit lamp
Pemeriksaan slit lamp dilakukan untuk menilai lebih jelas segmen anterior
mata.

E. Tatalaksana
a. Pterigium
Pada pasien ini dilakukan operasi pada pterigium terlebih dahulu
daripada operasi katarak. Selain karena indikasi operasi pterigium, beberapa
penelitian mendapatkan hasil bila kedua operasi tersebut dijalankan secara
terpisah, maka hasil atau outcome akan lebih baik daripada dijalankan secara
bersamaan.7 pengobatan dengan medikamentosa tidak membantu dalam
menghilangkan pterigium.
Tatalaksana Pembedahan
Indikasi Operasi pterigium yaitu: (1) Pterigium yang menjalar ke
kornea sampai lebih 3 mm dari limbus atau telah mencapai pupil, (2)
mengganggu penglihatan, (3) tindakan diagnostik atau mendahului operasi
intraokuler dan (4) Kosmetika terutama untuk penderita wanita.4
Penelitian menunjukkan bahwa operasi yang disertai pemberian
mitomycin C (obat sitostatika) menunjukkan hasil rekurensi yang terendah
dibanding jika kedua metode ajuvan tersebut dilakukan secara sendiri-sendiri.
Namun, masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efek jangka
panjang, serta dosis dan durasi daripada pemberian mitomycin C.
B. KIE
 Pasien diberikan informasi mengenai kondisi penyakit yang dialaminya.
 Pasien disarankan untuk memakai topi dan kacamata ketika keluar dari rumah
untuk menghindari pajanan sinar matahari dan debu pada mata yang
merupakan salah satu faktor resiko timbulnya pterigium.
 Pasien diberikan informasi bahwa pterigium dan katarak hanya bisa diatasi
dengan tindakan pembedahan/operasi.
 Memberikan informasi mengenai risiko, keuntungan, dan kerugian operasi,
komplikasi, serta hasil yang diperoleh setelah menjalani operasi
 Diinformasikan mengenai aturan mengenai perawatan paska operasi dan
kontrol rutin pasca operasi.
C. Prognosis
- Prognosis penglihatan (ad functionam)
Prognosis pengelihatan pasien dubia ad bonam
BAB IV
RINGKASAN AKHIR
Pasien seorang laki-laki, berusia 46 tahun datang dengan keluhan terasa
mengganjal di mata kanan dan kiri disertai penglihatan kabur. Pasien seperti melihat
asap atau awan, terjadi perlahan-lahan semakin memburuk. Pengelihatan pasien lebih
baik jika malam hari, pasien juga mengeluhkan silau saat melihat cahaya. Pada
pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus OD 1/300 dan visus OD 6/9, tampak
jaringan fibrovaskuler di konjungtiva bulbi kanan dan kiri, dan lensa mata kanan
keruh. Pasien didiagnosis dengan pterigium grade III kanan dan grade II kiri dan
katarak senilis matur mata kanan. Penatalaksaan yang dipilih adalah tindakan operatif
pada pterigium terlebih dahulu pada mata kanan. Prognosis penglihatan pada pasien
ini adalah dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan RI. Situasi gangguan penglihatan dan kebutaan. 2014.


Available from: http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-penglihatan.pdf
2. Erry, E. Distribusi dan karakteristik pterigium di Indonesia. Bulletin of health
14(1). 2011. Available at:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/view/2311.
3. Shintia, D. The Profile of Tear Mucin Layer and Impression Cytology in
Pterygium Patients. 2010. Available at:
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/JOI%20Vol%207%20No%204%20Des
%202010%20(Djajakusli%20S).pdf
4. Lestari, DJT. Sari, DR. Mahdi, PD. Pterigium Derajat IV pada Pasien Geriatri.
2017.
5. Vaughan DG, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Widya Medika. 2015.
6. Budiono, S.B., Saleh, T.T., Moestidjab, at al. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Mata. Airlangga University Press (AUP): Surabaya
7. Gumus, K. Management of Pterygium with Management of Pterygium with
Coexisting Cataract. 2017. Available at:
https://www.researchgate.net/publication/314164679_Management_of_Pterygium
_with_Coexisting_Cataract

Anda mungkin juga menyukai