LAPORAN KASUS
Oleh :
Qisthinadia Hazhiyah Setiadi
H1A 013 053
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif
dan non supuratif (otitis media serosa = otitis media sekretoria = otitis media musinosa =
otitis media efusi). Masing - masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis
media supuratif akut (Otitis Media Akut= OMA) dan Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK).
1
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah radang kronik mukosa telinga tengah
dan kavum mastoid dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya cairan dari
liang telinga (otore) lebih dari dua bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.OMSK dapat
dibagi dalam kasus-kasus tanpa atau dengan kolesteatoma. Jika OMSK disertai dengan
kolesteatoma sering disebut sebagai tipe bahaya.1,2,3
Otitis media supuratif kronik dianggap sebagai salah satu penyebab tuli yang
terbanyak, terutama di negara-negara berkembang, dengan prevalensi antara 1-46%. Di
Indonesia antara 2,10-5,20%, Korea 3,33% dan Madras India 2,25%. Prevalensi tertinggi
didapat pada penduduk Aborigin di Australia dan bangsa Indian di Amerika Utara.
Berdasarkan penelitian RSUP H. Adam Malik Medan, penderita OMSK tipe bahaya dari
Januari tahun 2006 sampai dengan Desember 2010, pasien termuda berusia 5 tahun dan tertua
71 tahun, penderita terbanyak pada tahun 2010 (34; 28,57%), sementara yang terendah pada
tahun 2006 (9,24%). Penderita terbanyak adalah kelompok umur 11-20 tahun (38;31,93%).
Proporsi terendah pada kelompok umur ≤ 10 tahun dan ≥ 41 tahun (7,56%). Berdasarkan
jenis kelamin, penderita OMSK tipe bahaya meliputi laki-laki (64 ;53,78%) dan penderita
perempuan (55; 46,22%).1
Gangguan pendengaran sering terjadi pada pasien dengan OMSK. Menurut laporan
WHO lebih dari 50% kasus OMSK mengalami penurunan pendengaran (tuli konduktif) baik
ringan sampai sedang. Penurunan pendengaran tersebut terjadi akibat kerusakan membran
timpani dan tulang pendengaran. Selain itu infeksi yang menyebar sampai ke telinga dalam
dapat pula menyebabkan tuli sensorineural.2,3
Penulisan laporan kasus ini bertujuan meningkatkan pengetahuan penulis serta
pembaca mengenai definisi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosa, serta
penatalaksanaan OMSK tipe bahaya. Diharapkan dengan pengetahuan yang baik terkait
2
penyakit ini dapat meningkatkan pemahaman cara penanganan penyakit tersebut sehingga
mengurangi timbulnya komplikasi yang berbahaya.2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Telinga merupakan suatu organ yang berfungsi sebagai indera pendengaran dan
berperan dalam fungsi keseimbangan tubuh.Struktur telinga terbagi menjadi tiga, yaitu
bagiantelinga luar, telingatengah, dantelinga dalam. Telinga bagian luar terdiri atas daun
telinga (aurikula), liang telinga (meatus akustikus eksternus) hingga membrantimpani.
Telinga bagian tengah terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus os temporal, dan
terdiri dari osikel auditori (malleus, inkus, stapes), dan pada telinga bagian dalam terdapat
organ sensori yang berfungsi dalam pendengaran dan keseimbangan. 4,5
Aurikula (daun telinga) terdiri dari kartilago elastis yang ditutupi oleh kulit.
Daun telinga berfungsi untuk menangkap gelombang bunyi kemudia nmeneruskan ke
meatus akustikus eksternus.4
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian
dalam hanya didapatkan sedikit kelenjar serumen.
Membran Timpani
5
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propia).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran
napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan
sirkuler pada bagian dalam.4
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
dengan umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 pada membran timpani sebelah kiri dan pukul 5 pada membran
timpani sebelah kanan. Reflek cahaya merupakan cahaya dari luar yang dipantulkan
oleh membran timpani. Terdapat dua macam serabut di membran timpani, yaitu
sirkuler dan radier dan kedua serabut tersebut yang menyebabkan timbulnya refleks
cahaya yang berupa bentuk kerucut tersebut. Jika ditemukan refleks cahaya yang
mendatar, didapatkan gangguan pada tuba eustachius.4
Membran timpani terbagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di depan umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta bawah-
belakang. Bila melakukan miringotomi atau parasintesis, dibuat insisi di bagian
bawah belakang, sesuaidenganarahserabutmembran timpani karena pada bagian ini
tidak terdapat tulang pendengaran.4
6
Tulang-tulang pendengaran
Pada telinga tengah terdapat tiga osikel auditori, yaitu malleus, inkus, stapes,
yang menjalarkan getaran dari membran timpani menuju fenestra ovale. Malleus
menempel pada membran timpani dan membentuk synovial joint dengan inkus pada
salah satu ujung malleus. Ujung lain dari inkus juga membentuk synovial joint dengan
stapes dan bagian foot plate dari stapes akan di ikat dengan fenestra vestibuli oleh
ligament annular. Sehingga getaran pada membran timpani akan menggetarkan
malleusdan begitu seterusnya hingga getaran masuk ke dalam telinga tengah
(ossicular chain).Adanya gangguan pada ossikular chain dapat menyebabkan
gangguan pendengaran.4
7
Tuba eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk
seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani
dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke
bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah
17,5 mm. Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian tulang terdapat pada bagian
belakang dan pendek (1/3 bagian) dan tulang rawan terdapat pada bagian depan dan
panjang (2/3 bagian). Secara fisiologi tuba Eustachius melakukan tiga peranan
penting yaitu ventilasi dan mengatur tekanan telinga tengah,perlindungan reflux
sekresidarinasofaring, danpembersihansekresitelingatengah. 4
8
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli.4
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti. 4
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam,
sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.4
Koklea
Koklea merupakan suatu tuba yang melingkar-lingkar, pada potongan
melintang tampak tiga tuba melingkar yang saling bersisian: skala vestibuli, skala
media dan skala timpani. Skala vestibuli dan media di pisahkan satu sama lain oleh
membran reissner atau membran vestibular. Sedangkan skala timpani dan media di
pisahkan satu sama lain oleh membran basilaris. Pada permukaan membran basilaris
terletak organ Corti yang mengandung serangkaian sel yang sensitif secara
elektromagnetik dan membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran
suara, yaitu sel-sel rambut atau stereosilia. Sel-sel rambut ini akan mengeluarkan
potensial reseptor sewaktu tertekuk akibat gerakan cairan di koklea. Sel rambut ini
tidak memiliki akson, namun pada bagian basis dari tiap sel rambut terdapat terminal
sinaps dari neuron sensori yang nantinya akan berkumpul menjadi ganglion spiral dan
nantinya akan menjadi nervus vestibulocochlearis (VIII).
Di atas organ corti terdapat membran stasioner, membran tektorial tempat
stereosilia terbenam. Membran tektorial ini akan menekuk stereosilia apabila terjadi
getaran pada membran basilaris. Getaran yang datang dari telinga tengah akan masuk
ke dalam skala vestibuli melalui membran tipis, fenestra ovale (jendela oval) dan
getaran tersebut akan keluar dari koklea melalui fenestra rotundum (jendela bulat). 6
Vestibulum
9
Gelombang suara merupakan berbagai macam tekanan tinggi dan rendah yang berjalan
dengan arah yang sama melalui sebuah medium (contohnya udara). Suara yang dapat
terdengar optimal oleh telinga manusia sebesar 50-5000 Hz; namun suara yang dapat
terdengar adalah sebesar 20 hingga 20.000 Hz. Intensitas suara (amplitude) menunjukkan
kerasnya suara yang dihitung dalam satuan decibel (dB). Beberapa tahap yang terjadi saat
suara masuk melalui indra pendengaran4:
2.3 OMSK
2.3.1 Definisi
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah menetap
atau berulang dan biasanya diikuti oleh penurunan pendengaran dalam beberapa tingkatan.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah1,2,5.
Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe tubotimpanal (tipe rinogen, tipe
sekunder, OMSK tipe jinak) dan tipe atikoantral (tipe primer, tipe mastoid, OMSK tipe
ganas). OMSK tipe ganas ini dapat menimbulkan komplikasi kedalam tulang temporal dan
ke intrakranial yang dapat berakibat fatal.2
2.3.2 Epidemiologi
OMSK adalah salah satu penyebab gangguan telinga pada berbagai negara, terutama
berkembang. Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang
12
kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat
OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan
beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan
kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar
untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.1,2
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi
penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat
OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200
juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% atau diperkirakan sekitar 6,6 juta penduduk Indonesia dan pasien
OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di
Indonesia.1
2.3.3 Etiologi
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis
media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Faktor-faktor risiko dan
etiologi OMSK antara lain 5,6,7 :
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi,
dimana kelompok sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi.
Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan kesehatan
secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai
faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis
media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
4. Infeksi
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh
campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap
standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK
ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan
Staphylococcus aureus 25%.
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan
kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK
pada umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar
terhadap otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kebenarannya.
2.3.4 Patogenesis
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah
terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder
pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal
perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif
dari otitis media kronis. OMA dengan perforasi membran timpani menjadi OMSK
15
apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Sumbatan Tuba Eustachius merupakan
faktor penyebab utama terjadinya OMA.3,6
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan
akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi
saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga
lebih sering menimbulkan OMA daripada dewasa. Pada anak dengan infeksi saluran
nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah
yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah.6
Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada
telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan
leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi
tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran
sekret di telinga tengah.5,7
Sembuh/ normal
Infeksi
Sumbatan : Sekret
Otitis Media Akut
(OMA)
chronic supurative otitis media with cholesteatoma. Perforasi membran timpani yang
terjadi pada tipe ini biasanya perforasi yang marginal yang dihasilkan dari suatu
kantong retraksi dan muncul di pars plasida, merupakan perforasi yang menyebabkan
tidak ada sisa pinggir membran timpani (annulus timpanikus). Oleh sebab itu dinding
bagian tulang dari liang telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel mastoid dapat terlibat
dalam proses inflamasi sehingga tipe ini disebut ‘penyakit atikoantral’.
Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang
berisi tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu
massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel
bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal
ini akan memicu respon imun lokal sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator
inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah
interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor-α, dan transforming growth factor.
Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat
hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat
menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap
tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh
pembusukan bakteri. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:7,8
1. Kongenital
2. Didapat.
Kolesteatom didapat dapat terbagi atas:
Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran
timpani pada daerah atik atau pars flasida.
Secondary acquired cholesteatoma.
Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari
liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga
tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum
timpani karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia)
Gejala Klinis yang sering ditemukan pada pasien dengan OMSK adalah sebagai
berikut5,6,9 :
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe
maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan
vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa
terjadi akibat komplikasi serebelum.
19
1. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada
tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak
berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit,
berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka
sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan
keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna
untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk
memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk
menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif
menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.
2.3.8 Penatalaksanaan
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang.
Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain
disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu (1) Adanya perforasi membran timpani
yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar, (2) infeksi di
faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal (3) sudah terbentuk jaringan patologik yang
ireversibel dalam rongga matoid, dan (4) gizi dan higiena yang kurang.5,10,11
20
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selam 2
bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan
untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang
perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat,
serta memperbaiki pendengaran.5
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga
perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.5
2.3.9 Komplikasi
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensi untuk
menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat
menyebabkan kematian. Bentuk patologik ini tergantung kelainan yang menyebabkan
21
otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, tetapi OMSK tipe
aman pun dapat menyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang purulen.11
3. Komplikasi ekstradural :
Abses ekstradural
Thrombosis sinus lateralis
Petrositis
BAB III
LAPORAN KASUS
22
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AR
Umur : 21 tahun
Agama : Islam
Alamat : Ampenan
Suku : Sasak
Pekerjaan :-
ANAMNESIS
Keluhan utama :
Nyeri dan keluar darah dari telinga kiri
Tidak ada keluhan rasa gatal ataupun seperti berdengung dirasakan oleh pasien. Pasien
juga mengaku tidak memiliki alergi dan pasien menyangkal adanya riwayat demam atau
sakit kepala hebat. Pasien mengaku sering membersihkan telinga dengan menggunakan
cotoon bud sehari-harinya.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa, namun pasien pernah mengeluhkan liang
telinganya seperti terdapat bisul hingga menutupi seluruh liang telinga kirinya beberapa
bulan sebelum timbul keluhan keluar cairan dari telinga.
Riwayat alergi :
Tidak ada alergi terhadap obat-obatan ataupun makanan.
Riwayat Pengobatan :
Sebelumnya 1 minggu yang lalu pasien berobat ke Poli THT RSUP dan sekarang pasien
dan diberikan obat tetes telinga dan sekarang pasien datang untuk kontrol
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
o Keadaan umum : Baik
o Kesadaran : Compos mentis
o GCS : E4V5M6
o Tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR: 18 x/menit
Suhu: 37 0C
Status Lokalis
Pemeriksaan telinga
Pemeriksaan
No. Telinga kanan Telinga kiri
Telinga
24
Pemeriksaan hidung
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi dbn, ulkus (-) dbn, ulkus (-)
Bentuk (dbn), mukosa Bentuk (dbn), mukosa
Cavum nasi
hiperemia (-) hiperemia (-)
Mukosa hiperemia (-) , sekret Mukosa hiperemia (-) , sekret
Meatus nasi media
(-), massa (-) (-), massa (-)
Edema (-), mukosa hiperemi Edema (-), mukosa hiperemi
Konka nasi inferior
(-), sekret (-), livide (-) (-), sekret (-), livide (-)
Deviasi (-), benda asing (-), Deviasi (-), benda asing(-),
Septum nasi
perdarahan (-), ulkus (-) perdarahan (-), ulkus (-)
Palpasi sinus
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
maksila dan frontal
Pemeriksaan Tenggorokan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Audiometri
26
AC AD: 16,25
AC AS: 66,25
BC AS: 13,75
Tuli Konduktif Telinga Kiri
c. CT Scan
d. Laboratorium
Darah lengkap (23/7/2017)
a. Hb : 14,9 g/dl
b. Hct : 38%
c. WBC : 8320 /ul
d. PLT : 270.000 /ul
Pembekuan darah
a. BT : 3 detik
b. CT : 7 menit
c. PT 11,8 detik
d. APTT : 30,9 detik
Kimia Klinik
a. GDS : 104 mg/dl
b. SGOT : 20
c. SGPT : 19
d. Ureum : 23
e. Kreatinin : 1,3
f. Na: 145
g. K: 3,9
h. Cl: 103
DIAGNOSIS
- Otitis media supuratif kronis tipe bahaya fase aktif aurikula sinistra + Mastoiditis Sinistra
TERAPI
Pembedahan
o Levofloxacin 1x500mg
o Ceftriaxone 1gr/12jam
o IVFD RL 14 tpm
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang dideritanya ini bernama OMSK tipe
bahaya dan menjelaskan kepada pasien bahwa kedua gendang teinga (membrane
timpaninya) sudah perforasi.
5. Menjaga agar air tidak masuk ke telinga sewaktu mandi dan dilarang berenang
7. Kontrol jika obat habis dan bila sebelum obat habis timbul keluhan lain segera kontrol
kembali
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis otitis media supuratis kronis (OMSK) ditegakkan dari hasil anamnesis serta
pemeriksaan fisik dimana pasien mengeluhkan keluar cairan kental berbau sejak 3 bulan yang
31
lalu, namun sejak 2 minggu terakhir cairan yang keluar seperti bercampur darah dan telinga
kiri pasien terasa sangat sakit sekali. Pasien mengatakan pendengaran berkurang pada telinga
kiri apabila sudah keluar cairan tersebut. Pasien mengaku sering membersihkan telinga
dengan menggunakan cotoon bud sehari-harinya.
Pemeriksaan fisik, pada telinga kiri dan kanan didapatkan sekret berwarna merah, kental
dan berbau yang keluar terus menerus, setelah darah dibersihkan tampak perforasi pada
membran timpani telinga kiri dan kolesteatum. Keterbatasan data menyebabkan tidak dapat
diketahui perjalanan penyakit pasien hingga saat ini, apakah perforasi sudah mengalami
resolusi atau menjadi persisten dan menyebabkan penyakit menjadi kronis. Kemungkinan
terjadi perforasi persiten dari membran timpani sehingga pendengaran pasien berkurang.
Terdapat beberapa faktor pada pasien yang dapat menyebabkan OMA menjadi OMSK yaitu
terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan
tubuh pasien rendah (gizi kurang), atau hygiene buruk. Pada pemeriksaan hidung
tenggorokan yang dilakukan tidak didapatkan adanya suatu kelainan.
Hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya penurunan fungsi pendengaran pada
telinga kiri, serta pemeriksaan radiologis menunjukkan adanya mastoidits kiri.
Pada pasien telah dilakukan canal wall down mastoidektomi pada telinga kiri. Hal ini
bertujuan untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke
intracranial, tanpa mengembalikan fungsi pendengaran. Pengobatan medikamentosa yang
diberikan sebelum dilakukan operasi meliputi Tarivid tetes 2x3 AS, Levofloxacin 1x500mg,
dan Demacolin 3 x1. Terapi medikamentosa post operasi yang diberikan berupa Ceftriaxone
1gr/12jam, Metronidazole 500mg infuse/8 jam, Ranitidin 1 amp/8 jam, Ketorolac 3% 1
amp/8 jam, dan IVFD RL 14 tpm.
Selain pengobatan dengan medikamentosa perlu juga untuk memberikan edukasi kepada
pasien berupa anjuran untuk makan, minum dan istirahat yang cukup, menjaga hygiene
daerah telinga, tidak mengorek telinga terlalu dalam, menjaga agar air tidak masuk ke telinga
sewaktu mandi dan dilarang berenang, segera berobat bila menderita ISPA, kontrol jika obat
habis dan bila sebelum obat habis timbul keluhan lain segera kontrol kembali.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Asroel AH, Siregar DR, & Aboet A. Profil Penderita Otitis Media Supuratif Kronis.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional,2013:7(12);567-571.
2. WHO. Chronic Supurative Otitis Media Burden Illness and Management Option. Geneva:
2004.
33
3. Chalise SR, & Bhandary S. Chronic Suppurative Otitis Media “Unsafe Type”: an
Experience at a Tertiary Care Hospital. Nepalese Journal of ENT Head & Neck Surgery,
2013:4(1);23-25
4. Vanputte, Regan, Russo. Seeley’s Anatmoy & Physiology. New York: McGrawHill.
2011.
5. Zainul, A, Djaafar, Z.A, Helmi dan Restuti, R.D. Kelainan Telinga Tengah. Dalam
Soepardi, Efiaty Arsyad, et al., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher. Sixth ed. Jakarta. FKUI, 2007: p. 57-72.
6. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam
Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Sixth Ed. Jakarta.
EGC Jakarta: p. 88-113
7. Benson J & Mwanri L. Chronic Suppurative Otitis Media and Cholesteatoma in
Australia’s Refugee Population. Australian Family Physician, 2012: 41(12); 978-980.
8. Maniu a, et al. Molecular Biology of Cholesteatoma. Rom J Morphol Embryol 2014,
55(1):7–13.
9. Asroel AH, Siregar DR, & Aboet A. Profil Penderita Otitis Media Supuratif Kronis.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional,2013:7(12);567-571.
10. Ramakrishnan, K. Diagnosis and Treatment of Otitis Media. American Family Physician,
2007:76(11); 1650-1658.
11. Edward Y, & Mulyani S. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya. E-
Journal FK USU, 2013:1(1);1-6