KARIFIKASI ISTILAH
1. Lagoftalmus
Lagoftalmus adalah ketidakmampuan menutup mata dengan seempurna
(Dorland,2011)
2. Hiperlakrimasi
Hiperlakrimasi adalah pegeluaran air mata secara berlebihan (Dorland, 2012).
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mengapa ujung bibir sintia tertarik ke kiri?
2. Mengapa ketika sintia mencoba mengerutkan dahi, hanya dahi sebelah
kanan yang terlihat lipatannya ?
3. Mengapa keluhan datang setelah mengemudi mobil dari semarang ke
purwokerto dengan jendela yang terbuka disisi kanan ?
4. Mengapa sintia juga mengeluhkan terdapat lagoftalmus dan hiperlakrimasi
pada mata kanannya?
5. Bagaimana penegakan diagnosis dari kasus tersebut ?
BAB III
ANALISIS MASALAH
3.1.
bagaimana anatomi fisiologi saraf tepi, khususnya dalam skenario ini adalah
nervus VII/fascialis.
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
1. Serabut somato-motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m.
levator palpebrae (n.II), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian
posterior dan stapedius di telinga tengah.
2. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus
salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa
faring,
palatum,
rongga
hidung,
sinus
paranasal,
dan
glandula
1. Ramus Temporalis
: Muncul dari pinggir atas glandula dan
mempersarafi m. auricularis anterior dan superior, venter frontalis m.
occipitofrontalis, m. orbicularis oculi, dan m. corrugators supercilli
2. Ramus Zygomaticus : muncul dari pinggir anterior glandula dan
mempersarafi m. orbicularis oculi
3. Ramus Bucali
: muncul dari pinggir anterior glandula di bawah
ductus parotideus dan mempersarafi M. buccinator dan otot-otot bibir atas
serta nares
4. Ramus Mandibularis : muncul dari pinggir anterior glandula dan
mempersarafi otot-otot bibir bawah
5. Ramus Cervicalis
: muncul di pinggir bawah glandula dan berjalan ke
depan di leher di bawah mandibula untuk mempersarafi m. platysma. Saraf
ini dapat menyilang pinggir bawah mandibula untuk mempersarafi m.
depressor anguli oris.
(Harsono,1996)
3.2.
Patofisiologi
dan
Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan
regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis.
2.
Teori herediter
Bells palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan
atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya
paresis fasialis.
4.
Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi
virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.
Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya
proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter
nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui
tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui
kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada
pintu keluar sebagai foramen mental.
Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi
atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang
dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear,
nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks
motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang
berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.
Pada iskemia primer terjadi Bells Palsy nervus fasialis yang disebabkan oleh
vasodilatasi pembuluh darah yang terletak antara dinding kanal nervus wajah dan
waja.
3.3.
Terjadi karena axon, schwann cell dan myelin sheat terputus dan
terjadi degenerasi
Keluhan dan gejala bergantung kepada lokasi lesi sebagai berikut : (Sidharta,
1999)
a. Lesi pada nervus fasialis disekitar foramen stylomastoideus baik yang
masih berada disebelah dalam dan sebelah luar foramen tersebut. Mulut
turun dan mencong ke sisi yang sehat sehingga sudut mulut yang lumpuh
tampaknya lebih tinggi kedudukannya daripada posisi yang sehat, maka
penderitanya tidak dapat bersiul, mengedip dan menutupkan matanya.
Lakrimalis yang berlebihan akan terjadi jika mata tidak terlindungi / tidak
bisa menutup mata sehingga pada mata akan lebih mudah mendapat iritasi
berupa angin, debu dan sebagainya, selain itu pula lakrimalis yang
berlebihan ini terjadi karena proses regenerasi dan mengalirnya axon dari
kelenjar liur ke kelenjar air mata pada waktu makan
b. Lesi pada canalis fasialis mengenai nervus chorda tympani.
Seluruh gejala di atas terdapat, ditambah dengan hilangnya sensasi
pengecapan dua pertiga depan lidah berkurangnya salivasi yang terkena.
c. Lesi yang lebih tinggi dalam canalis fasialis dan mengenal muskulus
stapedius
Gejala tanda klinik seperti pada (a) dan (b) ditambah adanya hiperakusis.
d. Lesi yang mengenai ganglion geniculatum.
Gejala tanda klinik seperti pada (a), (b), dan (c) ditambah onsetnya
seringkali akut dengan rasa nyeri di belakang dan didalam telinga. Herpes
Zoster pada tympanium dan concha dapat mendahului keadaan timbul
parese nervus fasilais. Sindrome Ramsay Hunt merupakan Bells yang
disertai herpes Zoster pada ganglion geniculatum, lesi lesi herpetik
terlihat pada membrana tympani, canalis auditorium eksterna, dan pada
pinna.
e. Lesi di dalam Meatus Auditorius Internus
Gangguan gerakan pada otot wajah yang sering dijumpai ialah gerakan involunter
yang dinamakan tic fasialis atau spasmus klonik fasialis. Sebab dan mekanisme
sebenarnya belum diketahui yang dianggap sebagai sebabnya adalah suatu
rangsangan iritatif di ganglion feniculatum. Namun demikian gerakan - gerakan
otot wajah involunter bisa bangkit juga sebagai suatu pencerminan kegelisahan
atau depresi. Pada gerakan involunter tersebut, sudut muka terangkat dan
kelompok mata memejam secara berlebihan. (lagoftalmus)
3.4.
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan
kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells
palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.
Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum
atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi
nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens
dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut
akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah
lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan
tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian
depan lidah).
(Harsono,1996).
Rasa nyeri.
2. Pemeriksaan fisik:
-
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan
derajat kerusakan saraf fasialis sbb:
a. Uji kepekaan saraf (nerve excitability test)
Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri
& kanan setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5
mA menunjukkan keadaan patologik dan jika lebih 20 mA
menunjukkan kerusakan saraf fasialis irreversibel.
Bells palsy yaitu Otitis media, meastenia gravis, trauma capitis, Guillen Barre
Syndrome, dan tumor intrakranial. Berikut akan diuraikan sedikit penjelasan
mengenai diagnosis banding yang ada, disertai dengan perbedaan yang
membedakan diagnosis banding tersebut dengan bells palsy.
Tabel Perbedaan Diagnosis Banding Bells Palsy
Penyakit
Otitis media
Penyebab
Bakteri patogen
Manifestasi Klinis
Onset bertahap, nyeri telinga, demam,
dan kehilangan pendengaran
Miastenia gravis
Proses autoimun
konduktif
Pada pagi hari ototnya normal, tapi
semakin sore semakin lemah.
Guillain-Barr
Respon autoimun
Syndrome
Tumor
Intrakranial
Trauma Capitis
Riwayat trauma
Stroke
Bells palsy berbeda dengan stroke yang sama-sama membuat salah satu
bagian wajah mencong / ketarik. Bell's Palsy hanya menyerang syaraf wajah,
sedangkan fungsi tubuh berjalan normal. Namun, ada beberapa kasus di mana
Bell's Palsy menyerang syaraf otak, sehingga ada penderita yang tidak mampu
berbicara jelas seperti penderita stroke. Walau demikian, pasien masih memiliki
pikiran yang sangat jernih dan dia masih dapat berkomunikasi dengan cara
menulis (Cardoso JR, et alI., 2008).