Oleh :
Haikal Ghifari
Debi Lailatul Rahmi
Yuri Fitri Budiman
Marcelin Suryana
Pembimbing :
dr. Yuswardi, Sp.B
Identitas
Nama
: Ny C
Usia
: 55 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Status Perkawinan
Agama
: Islam
Alamat
: Cicurug
Tanggal masuk RS
: 09 mei 2016
Keluhan utama
Luka di payudara kiri yang tidak sembuh
Keluhan tambahan
Nyeri punggung, baal pada kaki kanan
Pasien memiliki riwayat benjolan pada payudara kiri 5 tahun SMRS, awalnya
benjolan disadari sebesar telur puyuh, nyeri (-). Kemudian benjolan tersebut semakin
membesar, 4 tahun SMRS sudah sebesar telur ayam negri. Pasien kemudian berobat ke RS
Syamsuddin 3 tahun yang lalu dan dilakukan biopsi. Hasil biopsi menunjukkan keganasan,
kemudian pasien pulang APS untuk melanjutkan pengobatan herbal.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda-tanda vital
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Laju Nadi
Laju Nafas
: 12 kali/menit
Suhu
: 36.4 C
Kepala
Mata
Mulut
Leher
Thorax
Mammae
a/r lateral upper quadrant mammae sinsistra terdapat ulkus dengan ukuran 5 cm x 3 cm, dasar
dermis, warna merah muda, nanah (-), darah (+). Tepi luka berbentuk seperti kembang kol,
perdarahan aktif (+), rapuh, mudah berdarah, nanah (-), nyeri (-).
Tidak teraba pembesaran KGB axilla, sub, supraclavicula
Paru:
I
Jantung
I
Abdomen
I
Punggung
Ekstremitas
Kulit
Genitalia
Anus
Pemeriksaan Penunjang
09/05/16
Hb : 11.7 g/dL
Ht : 37%
Leukosit 5.100/uL
Trombosit 671.000
Eritrosit 3.4 juta/uL
MCV 70 fL
MCH 20 pg
MCHC : 29 g/dL
GDS 93
Diagnosa kerja :
CA mammae sinistra
Tatalaksana
IVFD RL 20 tetes/menit
Ceftriaxone 2x1 g
Ketorolac 2x1 amp
Ranitidine 2x1 amp
Pro insisi biopsi ulang
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Payudara
Payudara wanita dewasa terbentang dari iga kedua sampai iga keenam atau ketujuh, lali
daro sternum sebagai batas medial dan midaksilaris sebagai batas lateral. Duapertiga terletak
di depan M.pectoralis major dan sepertiga M.serratus anterior. Sebagian kecil terletak di atas
M.obliquus externus.
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas sampai ke aksila yang
disebut tail of Spence dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus (dari Langer) dalam
fascia sebelah dalam dari dinding medial aksila. Hanya ini jaringan mammae yang ditemukan
secara normal di bawah fascia sebelah dalam.
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus dengan yang berada dalam fascia
superficial yang terhubung secara bebas dengan fascia sebelah dalam. Antara fascia
superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang subglandular yang kaya akan limfatik.
Lobus-lobus parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial, duktus berjalan
sentral menuju papilla seperti jari-jari roda berakhir secara terpisah di puncak dari papilla.
Segmen dari duktus dalam papilla merupakan bagian duktus yang tersempit. Oleh karena itu,
sekresi atau pergantian sel-sel cenderung untuk terkumpul dalam bagian duktus yang berada
dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas dari duktus ketika berdilatasi akibat terisi,
bagian yang terdilatasi ini dinamakan lactiferous sinuse . Pada area bebas lemak di bawah
areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus (lactiferous sinuses) merupakan satusatunya tempat untuk menyimpan susu. Intraductal papillomas sering terjadi di sini.
Ligamentum
suspensori
Cooper
merupakan
ikat
berbentuk
ireguler
yang
menghubungkan dermis dengan lapisan dalam dari fascia superfisial, melewati lobus-lobus
parenkim dan menempel ke elemen parenkim dan duktus. Kadang-kadang, fascia superfisial
terfiksasi ke kulit, sehingga tidak mungkin dilakukan total mastectomy subkutan yang ideal.
Bila terjadi invasi keganasan, sebagian dari ligamentum Cooper akan mengalami kontraksi,
menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari kulit yang khas (dumpling). Ini berbeda
dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler yang disebut peau d'orange, pada peau
d'orange perlekatan subdermal dari folikel-folikel rambut dan kulit yang bengkak
menghasilkan gambaran cekungan dari kulit.
Suplai darah
Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang dari A. axillaries, dan
A. intercostal.
Gambar Pada 18% individu, payudara diperdarahi oleh arteri internal thoracic, axillary, dan
intercostals. B. Pada 30%, kontribusi dari A.aksilaris tidak berarti. C. Pada 50%,
A.intercostal hanya sedikit kontribusinya. 1
Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena intercostals 3-5 mengalirkan darah dari
kelenjar mamma. Vena-vena ini mengikuti arterinya. Vena aksilaris terbentuk dari gabungan
vena brachialis dan vena basilica, terletak di medial atau superficial terhadap arteri aksilaris.
Setelah vena ini melewati tepi lateral dari iga pertama, vena ini menjadi vena subclavia.
Melaui jalur kedua jalur pertama, metastasis ca mammae dapat mencapai paru-paru. Melalui
jalur ketiga, metastasis dapat ke tulang dan system saraf pusat.1
Gambar Diagram
potongan
frontal
Aliran limfatik
Kelenjar getah bening dari regio mammae terdapat dalam kelompok inkonstan yang
bervariasi. Seringnya pembagian menurut Haagensen.
Gambar Kelenjar getah bening aksila dan payudara menurut klasifikasi dari
Haagensen (kiri). Aliran limfatik mammae (kanan). 1
Klasifikasi utama Haagensen adalah axillary dan internal thoracic (mammary).
1. Drainase Aksilaris
Group 1. External mammary nodes. juga dikenal sebagai anterior pectoral nodes.
Terletak sepanjang batas lateral dari M. pectoralis minor, di bawah M. pectoralis
major, sepanjang sisi medial dari aksila mengikuti aliran lateral thoracic artery pada
dinding dada, dari iga 2-6. Di bawah areola terdapat perluasan jaringan pembuluhpembuluh limfatik, dinamakan subareolar plexus of Sappey.
Group 3. Central nodes. Merupakan kelompok kelenjar getah bening yang terbesar;
merupakan KGB yang paling mudah dipalpasi di aksila karena ukurannya yang besar.
Ketika KGB ini membesar, dapat menekan intercostobrachial nerve, cabang kutaneus
lateral dari second atau third thoracic nerve, dapat timbul nyeri.
Group 4. Interpectoral nodes (Rotter's nodes). Terletak antara otot pektoralis mayor
dan minor, sering terdapat tunggal. Merupakan kelompok KGB terkecil dari KGB
aksila dan tidak dapat ditemukan walaupun M. pectoralis major diangkat.
Group 5. Axillary vein nodes. Merupakan kelompok KGB terbesar kedua di aksila.
Terletak di permukaan ventral dan kaudal dari bagian lateral vena aksilaris.
Group 6. Subclavicular nodes. Terletak pada permukaan ventral dan kaudal dari
bagian medial vena aksilaris. These lie on the caudal and ventral surfaces of the
medial part of the axillary vein.
a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor
b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor dan KGB
interpectoral (Rotter's)
c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor termasuk
subclavicular, infraclavicular, or apical
2. Internal mammary (ipsilateral): KGB di ruang intercosta sepanjang tepi sternum dalam
fascia endothoracica.
1. Kista Mammae
Kista adalah ruang berisi cairan yang dibatasi sel-sel glandular. Kista terbentuk dari
cairan yang berasal dari kelenjar payudara. Mikrokista terlalu kecil untuk dapat diraba, Kista
tidak dapat dibedakan dengan massa lain pada mammae dengan mammografi atau
pemeriksaan fisis dan ditemukan hanya bila jaringan tersebut dilihat di bawah mikroskop.
Jika cairan terus berkembang akan terbentuk makrokista. Makrokista ini dapat dengan mudah
diraba dan diameternya dapat mencapai 1 sampai 2 inchi.
Seperti fibroadenoma, kista mammae merupakan suatu kelainan dari fisiologi normal
lobular. Penyebab utama terjadinya kelainan ini masih belum diketahui pasti walaupun
terdapat bukti yang mengaitkan pembentukan kista ini dengan hiperestrogenism
akibat penggunaan terapi pengganti hormone. Penelitian awal menyatakan bahwa kista
mammae terjadi karena distensi duktus atau involusi lobus. Sewaktu proses ini terjadi, lobus
membentuk mikrokista yang akan bergabung menjadi kista yang lebih besar; perubahan ini
terjadi karena adanya obstruksi dari aliran lobus dan jaringan fibrous yang menggantikan
stroma.
Karekteristik kista mammae adalah licin dan teraba kenyal pada palpasi. Kista ini
dapat juga mobile namun tidak seperti fibroadenoma. Gambaran klasik dari kista ini bisa
menghilang jika kista terletak pada bagian dalam mammae. Jaringan normal dari nodular
mammae yang meliputi kista bisa menyembunyikan gambaran klasik dari lesi yakni licin
semasa dipalpasi. Benjolan bulat yang dapat digerakkan dan terutama nyeri bila disentuh,
mengarah pada kista. seperti fibroadenoma, kista mammae merupakan suatu kelainan dari
fisiologi normal lobular. Penyebab utama terjadinya kelainan ini masih belum diketahui pasti
walaupun terdapat bukti yang mengaitkan pembentukan kista ini dengan hiperestrogenism
akibat penggunaan terapi pengganti hormon
Diagnosis kista mammae ditegakkan melalui pemeriksaan klinis dan aspirasi sitologi.
Jumlah cairan yang diaspirasi biasanya antara 6 atau 8 ml. Cairan dari kista bisa berbeda
warnanya, mulai dari kuning pudar sampai hitam, kadang terlihat translusen dan bisa juga
kelihatan tebal dan bengkak. Mammografi dan ultrasonografi juga membantu dalam
penegakkan diagnosis tetapi pemeriksaan ini tidak begitu penting bagi pasien yang
simptomatik.
Eksisi merupakan tatalaksana bagi kista mammae. Namun terapi ini sudah tidak
dilakukan karena simple aspiration sudah memadai. Setelah diaspirasi, kista akan menjadi
lembek dan tidak teraba tetapi masih bisa dideteksi dengan mammografi. Walau
bagaimanapun, bukti klinis perlu bahwa tidak terdapat massa setelah dilakukan aspirasi.
Terdapat dua cardinal rules bagi menunjukkan aspirasi kista berhasil yakni (1) massa
menghilang secara keseluruhan setelah diaspirasi dan (2) cairan yang diaspirasi tidak
mengandungi darah. Sekiranya kondisi ini tidak terpenuhi, ultrasonografi, needle biopsy dan
eksisi direkomendasikan. Terdapat dua indikasi untuk dilakukan eksisi pada kista. Indikasi
pertama adalah sekiranya cairan aspirasi mengandungi darah ( selagi tidak disebabkan oleh
trauma dari jarum ), kemungkinan terjadinya intrakistik karsinoma yang sangat jarang
ditemukan. Indikasi kedua adalah rekurensi dari kista. Hal ini bisa terjadi karena aspirasi
yang tidak adekuat dan terapi lanjut perlu diberikan sebelum dilakukan eksisi.
2. Kelainan Fibrokistik
Penyakit fibrokistik atau dikenal juga sebagai mammary displasia adalah benjolan
payudara yang sering dialami oleh sebagian besar wanita. Benjolan ini harus dibedakan
dengan keganasan. Penyakit fibrokistik pada umumnya terjadi pada wanita berusia 25-50
tahun (>50%).
Kelainan fibrokistik pada payudara adalah kondisi yang ditandai penambahan
jaringan fibrous dan glandular. Kelainan ini terdapat benjolan fibrokistik biasanya multipel,
keras, adanya kista, fibrosis, benjolan konsistensi lunak, terdapat penebalan, dan rasa nyeri.
Kista dapat membesar dan terasa sangat nyeri selama periode menstruasi karena
hubungannya dengan perubahan hormonal tiap bulannya.
Wanita dengan kelainan fibrokistik mengalami nyeri payudara siklik berkaitan dengan
adanya perubahan hormon estrogen dan progesteron. Biasanya payudara teraba lebih keras
dan benjolan pada payudara membesar sesaat sebelum menstruasi. Gejala tersebut
menghilang seminggu setelah menstruasi selesai. Benjolan biasanya menghilang setelah
wanita memasuki fase menopause.
Kelainan fibrokistik dapat diketahui dari pemeriksaan fisik, mammogram, atau biopsi.
Biopsi dilakukan terutama untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis kanker. Perubahan
fibrokistik biasanya ditemukan pada kedua payudara baik di kuadran atas maupun bawah.
Evaluasi pada wanita dengan penyakit fibrokistik harus dilakukan dengan seksama untuk
membedakannya dengan keganasan. Apabila keluar cairan dari puting, baik bening, cair, atau
kehijauan, sebaiknya diperiksakan tes hemoccult untuk pemeriksaan sel keganasan. Apabila
cairan yang keluar dari puting bukanlah darah dan berasal dari beberapa kelenjar, maka
kemungkinan benjolan tersebut jinak. Apabila melalui pemeriksaan fisik didapatkan benjolan
difus (tidak memiliki batas jelas), terutama berada di bagian atas-luar payudara tanpa ada
benjolan yang dominan, maka diperlukan pemeriksaan mammogram dan pemeriksaan
ulangan setelah periode menstruasi berikutnya.
Medikamentosa simptomatis, operasi apabila medikamentosa tidak menghilangkan
keluhannya dan ditemukan pada usia pertengahan sampai usia lanjut.
3. Fibroadenoma Mammae
Merupakan lesi yang terjadi pada mammae. Setelah masa menopause, tumor tersebut
tidak akan ditemukan. Fibroadenoma sering membesar mencapai ukuran 1 atau 2 cm. Kadang
fibroadenoma tumbuh multiple (lebih 5 lesi pada satu mammae), tetapi sangat jarang. Pada
masa adolesens, fibroadenoma tumbuh dalam ukuran yang besar. Pertumbuhan bisa cepat
sekali selama kehamilan dan laktasi atau menjelang menopause, saat ransangan estrogen
meningkat. Nodul fibroadenoma sering soliter, mudah digerakkan dengan diameter 1 hingga
10 cm. Jarang terjadinya tumor yang multiple dan diameternya melebihi 10 cm
(giantfibroadenoma).
Etiologi dari fibroadenoma masih belum diketahui pasti tetapi dikatakan bahwa
hipersensitivitas terhadap estrogen pada lobul dianggap menjadi penyebabnya. Fibroadenoma
mammae dianggap mewakili sekelompok lobus hiperplastik dari mammae yang dikenal
sebagai kelainan dari pertumbuhan normal dan involusi, Fibroadenoma sendiri sering
terbentuk sewaktu menarche (15-25 tahun), waktu dimana struktur lobul ditambahkan ke
dalam sistem duktus pada mammae. Lobul hiperplastik sering terjadi pada waktu ini dan
dianggap merupakan bagian dari perkembangan mammae.
Gambaran klinis dari FAM biasanya teraba benjolan pada payudara. Rata-rata
benjolan berdiameter 2-3 cm, namun FAM dapat tumbuh dengan ukuran yang lebih besar
(giant fibroadenoma). Pada pemeriksaan, benjolan FAM kenyal dan halus. Benjolan tersebut
tidak menimbulkan reaksi radang (merah, nyeri, panas), mobile (dapat digerakkan) dan tidak
menyebabkan pengerutan kulit payudara ataupun retraksi puting (puting masuk). Benjolan
tersebut berlobus-lobus.
Diagnosa bisa ditegakkan melalui pemeriksaan fisik walaupun dianjurkan juga untuk
dilakukan aspirasi sitologi. Fine-needle aspiration (FNA) sitologi merupakan metode
diagnosa yang akurat. Gambaran dari FNAB biasanya menunjukkan stroma fibroblastik
longgar yang terdiri dari ruang seperti saluran (ductlike) dilapisi epithelium yang terdiri dari
berbagai ukuran dan bentuk. Ductlike atau ruang glandular ini dilapisi dengan lapisan sel
tunggal atau multiple yang regular dan berbatas tegas serta membran basalis yang intak.
Penatalaksanaan dari fibroadenoma yaitu dilakukan eksisi dengan anastesi local atau
general. Fibroadenoma residif jarang terjadi setelah pengangkatan.
4. Tumor Phylloides
Tumor filodes atau dikenal dengan kistosarkoma filodes adalah tumor fibroepitelial
yang ditandai dengan hiperselular stroma dikombinasikan dengan komponen epitel. Tumor
filodes umum terjadi pada dekade 5 atau 6. Benjolan ini jarang bilateral (terdapat pada kedua
payudara), dan biasanya muncul sebagai benjolan yang terisolasi dan sulit dibedakan dengan
FAM. Tumor filoides merupakan suatu neoplasma jinak yang bersifat menyusup secara lokal
dan mungkin ganas (10-15%). Pertumbuhannya cepat dan dapat ditemukan dalam ukuran
yang besar.
Tumor filoides jinak diterapi dengan cara melakukan pengangkatan tumor disertai 2
cm (atau sekitar 1 inchi) jaringan payudara sekitar yang normal. Sedangkan tumor filoides
yang ganas dengan batas infiltratif mungkin membutuhkan mastektomi (pengambilan
jaringan payudara). Tumor Phylllodes merupakan tipe tumor payudara yang sangat jarang
terjadi. Tumor ini dapat bersifat jinak (harmless), namun juga bisa ganas (cancerous). Tipe
tumor ini disebut sarcoma karena lebih sering muncul pada jaringan konektif (stroma)
dibandingkan jaringan epilithial (saluran dan kantong susu) payudara. Nama phyllodes
diambil dari bahasa Yunani phullon yang berarti daun karena pola pertumbuhannnya yang
berbentuk seperti daun.
Nama lain tumor phyllodes antara lain: phylloides tumor, PT, cystosarcoma phyllodes,
cystosarcoma phylloides kadang juga disebut giant fibroadenomas
Tumor phyllodes akan dirasakan sebagai satu benjolan yang kenyal, dengan sisi
permukaan halus di dalam jaringan payudara anda. Kulit payudara di atas tumor tersebut
dapat berwarna kemerahan dan hangat saat disentuh. Tipe tumor ini dapat tumbuh dengan
sangat cepat-benjolan dapat tumbuh besar bahkan hanya dalam waktu 2 minggu.
Seringkali tumor phyllodes rancu dengan fibroadenoma. Kedua kondisi ini sering
saling keliru. Hampir semua wanita yang didiagnosis penyakit ini merupakan wanita yang
telah masuk masa premenopausal (hampir menopause). Namun meski sangat jarang, bukan
tidak mungkin seorang gadis terkena tumor jenis ini.
Mammogram T.Phyllodes
Tumor payudara ini tidak ditemui di sekitar jaringan payudara yang mengalami
mikrokalsifikasi (penumpukan kalsium dalam payudara membentuk lapisan atau massa yang
keras). Sel yang diambil dari needle biopsy dapat diuji di laboratorium. Namun hasilnya
sering rancu dengan fibroadenoma. Untuk diagnosis dan hasil yang lebih pasti, dapat
dilakukan biopsy dengan mengambil sample jaringan melalui operasi kecil
Pada penelitian yang dilakukan dokter di Italia, membandingkan hasil mammogram,
USG dan MRI payudara, diketahui bahwa hasil MRI memberi gambar pencitraan paling
akurat dan sangat membantu dokter bedah untuk merencanakan operasi pengangkatan.
Operasi Phyllodes
Meskipun sangat jarang terjadi, harus tetap mewaspadainya karena faktor kecepatan
perkembangbiakan sel tumor yang sangat mengerikan.
5. Galaktokel
Galaktokel adalah kista berisi susu yang terjadi pada wanita yang sedang hamil atau
menyusui atau dengan kata lain merupakan dilatasi kistik suatu duktus yang tersumbat yang
terbentuk selama masa laktasi. Galaktokel merupakan lesi benigna yang luar biasa pada
payudara dan merupakan timbunan air susu yang dilapisi oleh epitel kuboid.
Biasanya galaktokel tampak rata, Kista menimbulkan benjolan yang nyeri dan
mungkin pecah sehingga memicu reaksi peradangan lokal serta dapat menyebabkan
terbentuknya fokus indurasi persisten. Benjolan dapat digerakkan, walaupun dapat juga keras
dan susah digerakkan
Untuk menegakkan diagnosa dilakukan skrining sonografi, dimana akan terlihat
penyebaran dan kepadatan tumor tersebut.
Penatalaksanaan
galaktokel
dilakukan
dengan
aspirasi
jarum
halus
untuk
mengeluarkan sekret susu. Pembedahan dilakukan jika kista terlalu kental dan sulit di
aspirasi.
6. Papilloma Intraduktus
Papilloma intraduktal adalah pertumbuhan menyerupai kutil dengan disertai tangkai
yang tumbuh dari dalam payudara yang berasal dari jaringan glandular dan jaringan
fibrovaskular. Papilloma seringkali melibatkan sejumlah besar kelenjar susu. Lesi jinak yang
berasal dari duktus laktiferus dan 75% tumbuh di bawah areola mamma ini memberikan
gejala berupa sekresi cairan berdarah dari puting susu. Hampir 90% dari Papilloma
Intraduktus adalah dari tipe soliter dengan diameternya kurang dari 1cm dan sering timbul
pada duktus laktiferus dan hampir 70% dari pasien datang dengan nipple discharge yang
serous dan bercampur darah. Ada juga pasien yang datang dengan keluhan massa pada area
subareola walaupun massa ini lebih sering ditemukan pada pemeriksaan fisis. Massa yang
teraba sebenarnya adalah duktus yang berdilatasi.
Pasien dengan Papilloma Intraduktus multiple biasanya tidak gejala nipple discharge
dan biasanya terjadi pada duktus yang kecil. Diperkirakan hampir 25% dari Papilloma
Intraduktus multiple adalah bilateral.
Papilloma Intraduktus ini bisa terjadi pada laki-laki. Kasus terbaru menunjukkan
bahwa pada laki-laki penyakit ini terkait dengan penggunaan phenothiazine. Papilloma
dapat juga ditemukan di duktus yang kecil di daerah yang jauh dari puting. Keadaan ini
seringkali tumbuh dalam jumlah banyak dan juga mungkin disertai hiperplasi epitelial.
Secara histologi, tumor ini terdiri dari papilla multiple yang setiap satunya terdiri dari
jaringan ikat dan dilapisi sel epitel kuboidal atau silinder yang biasanya terdiri dari dua
lapisan dengan lapisan terluar epitel menutupi lapisan mioepitel.
Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih belum jelas. Dari kepustakaan
dikatakan bahwa, Papilloma Intraduktus ini terkait dengan proliferasi dari epitel
fibrokistik yang hiperplasia. Ukurannya adalah 2-3 mm dan terlihat seperti broad-based
atau pedunculated polypoid epithelial lesion yang bisa mengobstruksi dan melebarkan
duktus terkait. Kista juga bisa terbentuk hasil dari duktus yang mengalami obstruksi.
Perubahan payudara jinak yang menyebabkan keluarnya sekresi cairan dari puting,
hampir setengahnya adalah papilloma, dan sisanya adalah campuran perubahan
fibrokistik ataupun ektasia duktus. Walaupun papilloma bisa dicurigai dari pemeriksaan
terhadap discharge, namun banyak dokter menganggap pemeriksaan tersebut tidak begitu
bermanfaat. Apabila papilloma cukup besar, biopsi jarum bisa dilakukan. Papilloma dapat
juga didiagnosa melalui pemeriksaan pencitraan pada duktus payudara yaitu dengan
duktogram atau galaktogram.
Terapi untuk papilloma adalah dengan mengangkat papilloma serta bagian duktus
dimana papilloma tersebut ditemukan, dimana biasanya dengan melakukan insisi pada
tepi sekeliling areola.
Papilloma Intraduktus subareolar soliter atau intrakistik adalah benigna. Namun,
telah terjadi pertentangan apakah penyakit ini merupakan prekursor bagi karsinoma
papillary atau merupakan predisposisi untuk meningkatkan resiko terjadinya karsinoma.
Menurut komuniti dari College of American Pathologist, wanita dengan lesi ini
mempunyai risiko 1,5 2 kali untuk terjadinya karsinoma mammae.
a) Mastitis
a. Definisi
Mastitis merupakan suatu inflamasi pada jaringan mammae. Mastitis sering terjadi
pada pasca partum, semasa awal laktasi ( 3 minggu setelah persalinan ). Mastitis seringkali
disebabkan oleh mikroorganisme yang dapat mencapai jaringan payudara melalui fisura pada
putting susu. Mikroorganisme yang sering mengakibatkan mastitis, yaitu Staphylococcus
aureus , terjadi infeksi melalui luka pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran
darah. Pada infeksi yang berat, dapat terbentuk abses mammae.
b) Klasifikasi
1) Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang
menopause, penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Penyebabnya diduga akibat
perubahan hormonal dan aktivitas menyusui di masa lalu. Pada saat menjelang
menopause, terjadi penurunan hormone estrogen yang menyebabkan adanya jaringan
yang mati. Tumpukan jaringan mati dan air susu menyebabkan penyumbatan pada
saluran di mammae. Penyumbatan menyebabkan terjadinya dilatasi saluran di
belakangnya, yang biasanya terletak di belakang puting payudara dan menghasilkan
reaksi peradangan yang disebut mastitis periductal.
menginfeksi mammae ,
masuk melalui putting susu melalui kontak langusng. Kuman yang paling sering
menyebabkan mastitis puerperalis adalah Staphylococcus aureus . Selain itu, kuman
dapat masuk melalui suntik silicon atau injeksi kolagen sehingga menyebabkan
peradangan.
3) Mastitis supurativa
Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebab tersering terjadinya
mastitis supurativa ini, yaitu Staphylococcus, jamur, kuman TBC, dan juga sifilis.
d) Diagnosis
1. Anamnesis
Nyeri pada payudara ( dapat terjadi pada 1 lobus, maupun 2 lobus payudara ).
Nyeri diperberat jika bayi menyusu. Pada mastitis tingkat lanjut, dapat terjadi
abses akibat radang pada duktus menyebabkan terjadinya edema, bendungan
air susu, dan menghasilkan pus. Gejala nyeri dapat diikuti gejala prodromal
lainnya.
Seringkali timbul 3-4 minggu pasca persalinan
2. Pemeriksaan Fisik
e) Tata Laksana
Penanganan pada mastitis berupa obat-obatan antipiretik dan analgesic, pengosongan
mammae berkala dengan terus memberikan ASI atau memompa, dan terapi antibiotik oral.
1) Antibiotik. Terapi antibiotik membutuhkan waktu sekitar 10-14 hari. Indikasi
dari terapi antibiotic, yaitu :
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada
b. Gejala berat sejak awal
c. Terlihat nipple yang pecah-pecah
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
2) Analgetik
3) Perawatan Sendiri
Kosongkan mammae sesering mungkin. Gunakan pompa asi atau perah
dengan tangan untuk mengosongkan mammae.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel cenderung
lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan lebih
lambat,terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid, papillary atau
cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal
perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk tak beraturan.
2. Karsinoma Invasif
a. Pagets disease
Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae, dapat
berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan
dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan dengan
kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan menunjukkan suatu populasi sel yang
identik (gambaran atau perubahan pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah
terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel.
V. Staging
Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer
Tumor Primer (T)
TX
T0
Tis
Carcinoma in situ
Tis(DCIS)
Tis(LCIS)
Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's disease
yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut ukuran tumor)
T1
Tumor 2 cm
T1mic
Microinvasion 0.1
T1a
T1b
T1c
T2
T3
Tum
T4r > 5 cm Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding dada atau
T4b
Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau ada nodul
satelit terbatas di kulit payudara yang sama
T4c
T4d
Inflammatory carcinoma
N0
N1
N2
N2a
N2b
N3
N3a
N3b
N3c
pNX
KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau tidak
dilakukan pemeriksaan patologi)
pN0b
pN0(i)
pN0(i+)
Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC cluster
tidak lebih dari 0.2 mm
Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary terdeteksi
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak
pN1mi
pN1a
pN1b
pN1c
pN2
Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla
pN2a
pN2b
tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak
terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
pN3
pN3a
pN3b
pN3can
mikroskop
is yang
terdeteksi
melalui
diseksi
KGB
sentinel,
tidak
tampak
secara
klinis
M0
M1
Stage 0
Tis
N0
M0
Stage I
T1a
N0
M0
Stage IIA
T0
N1
M0
T1a
N1
M0
T2
N0
M0
T2
N1
M0
T3
N0
M0
T0
N2
M0
T1a
N2
M0
T2
N2
M0
T3
N1
M0
T3
N2
M0
T4
N0
M0
T4
N1
M0
T4
N2
M0
Stage IIIC
Any T
N3
M0
Stage IV
Any T
Any N
M1
Stage IIB
Stage IIIA
Stage IIIB
T1 termasuk T1 mic.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC
Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, p 228.
IV.
Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan utama :
Benjolan di payudara
Kecepatan tumbuh dengan / tanpa rasa sakit
Nipple discharge, retraksi putting susu, dan krusta
Kelainan kulit, dimpling, peau dorange, ulserasi, venektasi
Benjolan ketiak dan edema lengan
Keluhan Tambahan :
Nyeri tulang ( vertebra, femur )
Sesak
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : Bentuk payudara kanan dan kiri , perubahan kulit ( kemerahan,
dimpling,edema, Peau dorange, ulserasi ), perubahan puting susu ( tertarik, erosi,
krusta, discharge)
Palpasi : Massa tumor (Lokasi, Ukuran, Konsistensi, Bentuk dan Batas Tumor,
Terfiksasi atau tidak ke kulit, m.pectoralis atau dinding dada)
Status Kelenjar Getah Bening ( aksila, infraklavikula, supraklavikula ) : Jumlah,
ukuran, konsistensi, terfiksir terhadap jaringan sekitar
Pemeriksaan pada daerah metastasis : Lokasi ( tulang, hati, paru, otak ), Bentuk,
Keluhan
3. Pemeriksaan Penunjang
Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang dapat diandalkan untuk mendeteksi
kanker payudara sebelum benjolan atau massa yang dapat dipalpasi. Karsinoma yang
tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi setidaknya 2 tahun sebelum
mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui palpasi.
Mammografi mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan oblik
mediolateral (MLO). MLO memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas,
termasuk kuadran lateral atas dan axillary tail of Spence. Pada gambaran kraniokaudal,
visualisasi lebih baik pada aspek medial.
Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain
massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan asimetris
jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi.
USG
a. Terapi Pembedahan
1. Mastektomi Parsial ( Lumpectomy )
Tindakan konservatif ini terdiri dari reseksi tumor primer hingga batas jaringan
payudara normal, radioterapi, dan pemeriksaan status KGB aksila. Tindakan ini
merupakan terapi standar untuk pasien dengan karsinoma mammae invasive stadium I
atau II. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada
nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae.Jaringan karsinoma
diangkat dengan diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari
tepi yang bebas dari jaringan tumor.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral untuk
penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional.Saat ini, sentinel node biopsy
merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang tidak ditemukan adanya
pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB
akilla tidak dilakukan.
b. Terapi Non-Bedah
1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk
wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk
mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb setelah
lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis yang
tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi
dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan
terapi radiasi adjuvan.
2. Kemoterapi adjuvant
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae
tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak
dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan
resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Contoh regimen kemoterapi
yang digunakan antara lain siklofosfamid, doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif dan
lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan. Rekomendasi
pengobatan saat ini, untuk stadium IIIa yang operabel adalah modified radical
mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi.
3. Kemoterapi neoadjuvan
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum
dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar untuk
dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah
kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau
lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan,
dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi
neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran tumor tersebut, sehingga
memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical mastectomy, diikuti dengan
kemoterapi dan radioterapi.
4. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa
reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini
ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih
berdiferensiasi baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen menghambat
pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis terhadap anti-estrogen
sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang
positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal yang negatif.
V.
Upaya promotif
2.
3.
Kedua tangan di letakkan di pinggang dan badan agak condong ke arah cermin,
tekan bahu dan sikut ke arah depan. Perhatikan perubahan ukuran dan kontur payudara.
4.
Angkat lengan kiri. Dengan menggunakan 3 atau 4 jari tangan kanan, telusuri
payudara kiri. Gerakkan jari-jari tangan secara memutar (membentuk lingkaran kecil) di
sekeliling payudara, mulai dari tepi luar payudara lalu bergerak ke arah dalam sampai ke
puting susu. Tekan secara perlahan, rasakan setiap benjolan atau massa di bawah kulit.
Lakukan hal yang sama terhadap payudara kanan dengan cara mengangkat lengan kanan
dan memeriksanya dengan tangan kiri. Perhatikan juga daerah antara kedua payudara
dan ketiak.
5.
Tekan puting susu secara perlahan dan perhatikan apakah keluar cairan dari puting
susu. Lakukan hal ini secara bergantian pada payudara kiri dan kanan.
6.
Berbaring terlentang dengan bantal yang diletakkan di bawah bahu kiri dan lengan
kiri ditarik ke atas. Telusuri payudara kiri dengan menggunakan jari-jari tangan kanan.
Dengan posisi seperti ini, payudara akan mendatar dan memudahkan pemeriksaan.
Lakukan hal yang sama terhadap payudara kanan dengan meletakkan bantal di bawah
bahu kanan dan mengangkat lengan kanan, dan penelusuran payudara dilakukan oleh
jari-jari tangan kiri. Pemeriksaan no. 4 dan 5 akan lebih mudah dilakukan ketika mandi
karena dalam keadaan basah tangan lebih mudah digerakkan dan kulit lebih licin.
Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) merupakan salah satu cara untuk mendeteksi
kelainan pada payudara. SADARI bisa dilakukan sendiri di rumah setiap bulan usai siklus
haid. Buatlah patokan tanggal untuk melakukan tes SADARI pada tanggal-tanggal yang
mudah diingat.
Apa yang harus dilihat disadari saat melakukan SADARI?
1. Teraba benjolan.
2. Penebalan kulit.
3. Perubahan ukuran dan bentuk payudara.
4. Pengerutan kulit.
5. Keluar cairan dari puting susu padahal tidak sedang menyusui.
6. Ada rasa nyeri pada payudara tanpa adanya penyebab yang jelas.
7. Pembengkakan lengan atas.
8. Teraba benjolan di ketiak atau leher.
Jika ditemukan kelainan-kelainan seperti tersebut di atas atau terasa ada perubahan maka
bandingkan dengan keadaan pada bulan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.Cohen S.M, Art R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et all, ed.
The Washington Manual of Surgery. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wikins. p
40.
2. Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartzs Principles of Surgery.
Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company
3. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005