Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Zakat merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam yang digunakan untuk membantu
masyarakat lain, menstabilkan ekonomi masyarakat dari kalangan bawah hingga kalangan atas,
sehingga dengan adanya zakat umat Islam tidak ada yang tertindas karena zakat dapat
menghilangkan jarak antara si kaya dan si miskin. Oleh karena itu, zakat sebagai salah satu
instrumen negara dan juga sebuah tawaran solusi untuk menbangkitkan bangsa dari
keterpurukan. Zakat juga sebuah ibadah mahdhah yang diwajibkan bagi orang-orang Islam,
namun diperuntukan bagi kepentingan seluruh masyarakat.
Zakat merupakan suatu ibadah yang dipergunakan untuk kemaslahatan umat sehingga
dengan adanya zakat (baik zakat fitrah maupun zakat maal) kita dapat mempererat tali
silaturahmi dengan sesama umat Islam maupun dengan umat lain.
Oleh karena itu kesadaran untuk menunaikan zakat bagi umat Islam harus ditingkatkan
baik dalam menunaikan zakat fitrah yang hanya setahun sekali pada bulan ramadhan, maupun
zakat maal yang seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan zakat dalam yang telah
ditetapkan baik harta, hewan ternak, emas, perak dan sebagainya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Zakat

2.1.1

Definisi Zakat
Zakat adalah salah satu rukun Islam. Zakat secara bahasa berarti tumbuh dan

bertambah. Dan menurut syariat berarti sedekah wajib dari sebagian harta. Sebab dengan

mengeluarkan zakat, maka pelakunya akan tumbuh mendapat kedudukan tinggi

di sisi Allah

SWT dan menjadi orang yang suci serta disucikan[1]. Juga bisa berarti berkah, bersih, suci,
subur, dan berkembang maju. Dapat kita ambil kesimpulan bahwa kita sebagai umat muslim
telah diwajibkan oleh Allah SWT untuk mengeluarkan zakat, seperti firman Allah SWT Dan
dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat.
(QS An-Nur 56).
Dalam buku lain juga disebutkan, salah satu tugas ekonomi penting kaum muslimin
adalah zakat. Al-Quran menyebutkan zakat setelah menyebutkan sholat ini menunjukkan betapa
pentingnya masalah zakat karena ia merupakan tanda keimanan seseorang dan modal
keselamatannya.[2]
Dalam ayat yang lain, Allah menjelaskan bahwa orang yang mentaati perintah Allah
khususnya dalam menunaikan zakat, niscaya Allah akan memberikan rahmat kepada kita dan
kita akan dikembalikan kepada kesucian atau fitrah seperti bayi yang baru dilahirkan ke muka
bumi ini atau seperti kertas putih yang belum ada coretan-coretan yang dapat mengotori kertas
tersebut, seperti firman-Nya Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
bersihkan dan sucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya dosa kamu itu
(menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
(QS At-Taubah 103).
Zakat itu wajib dharurah dalam agama. Dan yang mengingkarinya dianggap telah keluar
dari Islam. Imam Shadiq berkata, Sesungguhnya Allah telah menyediakan bagi para fuqara
harta yang dapat mencukupi hidup mereka di dalam harta orang-orang kaya. Jika Allah
mengetahui bahwa hal itu tidak mencukupi, tentu Allah akan menambahnya. Mereka menjadi
fuqara bukan karena tidak ada bagian dari Allah untuk mereka, tetapi karena orang-orang kaya
itu tidak mau memberikan hak para fuqara tersebut. Seandainya setiap orang kaya menunaikan
kewajiban mereka, maka para fuqara akan hidup dengan baik.[3] Adapun orang-orang yang
berkewajiban mengeluarkan zakat yaitu harus baligh, berakal, dan hartanya milik penuh.
2.1.2

Makna Zakat Secara Bathiniah

1. Pengucapan dua kalimat syahadat merupakan langkah yang mengikatkan diri seseorang
dengan tauhid disamping penyaksian tentang keesaan Al-Mabud yakni Allah SWT.
2.

Menyucikan diri dari sifat kebakhilan.


Sebab kebakhilan termasuk dalam muhlikat (sifat-sifat yang menjerumuskan ke dalam

kebinasaan). Firman Allah SWT, Ambillah zakat dari sebagian harta meraka. Dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu menjadi ketentraman mereka dan Allah Maha mendengar lagi mengetahui. (QS. At
Taubah: 103)
3.

Mensyukuri Nimat.

4.

Mengikis sifat kebakhilan dari dalam hati serta memperlemah kecintaan kepada harta.

Firman Allah SWT, Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah
berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.
Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka.(Q.S. Ali Imran : 180)
5.

Menganjurkan secara tidak langsung kepada orang lain untuk berzakat atau bersedekah

juga.
6.

Mempererat hubungan antara si kaya dan si miskin.[4]

2.2

Macam-macam zakat
Macam-macam zakat secara garis besar ada dua macam yaitu zakat harta benda atau maal

dan zakat fitrah. Ulama madzhab sepakat bahwa tidak sah mengeluarkan zakat kecuali dengan
niat.
2.2.1

Zakat Maal

Maal sendiri menurut bahasa berarti harta. Jadi, zakat maal yaitu zakat yang harus
dikeluarkan setiap umat muslim terhadap harta yang dimiliki, yang telah memenuhi syarat, haul,
dan nishabnya. Dan syarat-syaratnya diantaranya:
Pertama, menurut Imamiyah syaratnya adalah baligh dan berakal. Jadi, orang gila dan anakanak tidak wajib mengeluarkan zakat. Kalau dalam madzhab Syafii, berakal dan baligh tidak
menjadi syarat. Bahkan orang gila dan anak-anak, wali mereka harus yang mengeluarkan zakat
atas nama mereka.
Kedua, menurut madzhab Syafii, syarat wajib zakat yang kedua adalah muslim.
Sedangkan menurut Imamiyah, disandarkan pada manusia baik muslim maupun non-muslim.
Ketiga, syarat berikutnya yaitu milik penuh. Disini berarti orang yang
mempunyai harta itu menguasai sepenuhnya terhadap harta bendanya, dan dapat mengeluarkan
sekehendaknya. Maka harta yang hilang tidak wajib dizakati, juga harta yang dirampas
dibajak dari pemiliknya, sekalipun tetap menjadi miliknya.
Keempat, cukup satu tahun berdasarkan hitungan tahun qomariyah untuk selain bijibijian, buah-buahan, dan barang-barang tambang.
Kelima, sampai kepada nishab (ketentuan wajib zakat) ketika harus
mengeluarkan. Setiap harta yang wajib dizakati jumlah yang harus dikeluarkan berbeda-beda dan
keterangan lebih rinci akan dijelaskan nanti.
Keenam, orang yang punya utang, dan dia mempunyai harta yang sudah mencapai
nishab. Menurut Imamiyah dan Syafii, jika berhutang maka harus tetap wajib mengeluarkan
zakat. Menurut Hambali harus melunasi hutangnya terlebih dahulu. Menurut Maliki, jika
berhutang tetapi memiliki emas dan perak maka harus melunasi hutang terlebih dahulu. Dan jika
yang dimiliki selain emas dan perak maka tetap wajib zakat. Dan menurut Hanafi, jika berhutang
dimana utangnya itu menjadi hak Allah untuk dilakukan oleh seorang manusia dan manusia lain
tidak menuntutnya seperti haji dan kifarat-kifaratnya, maka tetap harus berzakat. Tetapi jika

berhutangnya itu untuk manusia dan Allah, serta manusia memiliki tuntutan atau tanggung jawab
untuk melunasinya, maka tidak wajib mengeluarkan zakat kecuali zakat tanaman dan buahbuahan.[5]
Ulama madzhab sepakat bahwa zakat itu tidak diwajibkan untuk barang-barang hiasan
dan juga untuk tempat tinggal seperti rumah, pakaian, alat-alat rumah, kendaraan, senjata dan
lain sebagainya yang menjadi kebutuhan seperti alat-alat, buku-buku, dan perabot-perabot. Lalu
kemudian Imamiyah juga mengatakan harta benda yang sudah dicairkan ke dalam emas dan
perak tidak wajib dizakati.
2.2.2

Zakat Fitrah
Zakat fitrah disini berarti juga zakat badan atau tubuh kita. Setiap menjelang Idul Fitri

orang Islam diwajibkan membayar zakat fitrah sebanyak 3 liter dari jenis makanan yang
dikonsumsi sehari-hari. Hal ini ditegaskan dalam hadist dari Ibnu Umar, katanya Rasulullah
SAW mewajibkan zakat fitrah, berbuka bulan Ramadhan, sebanyak satu sha (3,1 liter) tamar
atau gandum atas setiap muslim merdeka atau hamba, lelaki atau perempuan.(H.R. Bukhari).

Syarat-syarat wajib zakat fitrah, yaitu:


1.

Islam

2. Memiliki kelebihan harta untuk makan sehari-hari. Ketika Rasulullah SAW mengutus Muaz
ke Yaman, ia memerintahkan, Beritahukanlah kepada penduduk Yaman, sesungguhnya Allah
telah mewajibkan kepada mereka zakatyang diambil dari orang-orang kaya dan diberikan
kepada orang-orang fakir dikalangan mereka. (HR. Jamaah ahli hadits). Rasulullah SAW juga
bersabda. Barang siapa meminta-mintasedang ia mencukupi sesungguhnya ia memperbanyak
api neraka (siksaan). Para sahabat ketika itu bertanya Apa yang dimaksud dengan mencukupi
itu? Jawab

Rasulullah SAW, Artinya mencukupi baginya adalah sekedar cukup buat dia

makan tengah hari dan malam hari. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah). Kelebihan harta yang
dimaksud tentu saja bukan barang yang dipakai sehari-hari seperti rumah, perabotan, dan lainlain. Jadi tidak perlu menjual sesuatu untuk membayar zakat fitrah.

Orang yang dibebani untuk mengeluarkan zakat fitrah adalah:


Pertama, orang yang dibebani untuk mengeluarkan zakat fitrah itu muslim yang tua
maupun muda. Juga termasuk orang gila dan wali untuk anak kecil juga. Kedua, orang yang
mampu. Menurut Syafii, orang yang mampu adalah orang yang mempunyai lebih makanan
pokok untuk diri dan keluarga pada siang dan malam harinya. Sedangkan menurut Imamiyah,
orang yang mampu adalah orang yang mempunyai belanja untuk satu tahun, untuk diri dan
keluarganya, baik memperolehnya dengan bekerja maupun dengan kekuatan, dengan syarat ia
dapat mengembangkannya.[6]

Jumlah yang harus dikeluarkan


Ulama madzhab bahwa tiap orang wajib mengeluarkan satu sha satu
gantang baik untuk gandum, kurma, anggur kering, beras, maupun jagung, dan seterusnya yang
menjadi kebiasaan makanan pokok. Dan setiap gantang diperkirakan 3 kg.
Setiap jenis makanan itu 3 kg, bisa berupa harga dari jenis makanan yang berlaku umum
di suatu masyarakat. Dan barang yang hendak dikeluarkan untuk zakat fitrah haruslah yang
bagus dan tidak boleh dicampur dengan yang rusak. Yang paling utama adalah memberikan
sesuatu yang lebih baik dan berguna bagi masyarakat setempat.[7]

Waktu wajibnya mengeluarkan zakat fitrah


Menurut Syafii adalah ketika akhir bulan ramadhan dan awal bulan syawal,
artinya pada tenggelamnya matahari dan sebelumnya sedikit

dalam jangka waktu dekat pada

hari akhir bulan ramadhan. Disunnahkan mengeluarkannya pada awal hari raya, dan diharamkan
mengeluarkannya setelah tenggelamnya matahari pada hari pertama di bulan syawal, kecuali
kalau ada udzur.
Sedangkan menurut Imamiyah adalah wajib dikeluarkan pada waktu masuknya malam
hari raya, dan kewajiban melaksanakannya mulai dari awal tenggelamnya matahari sampai

tergelincirnya matahari. Dan yang lebih utama dalam melaksanakannya adalah sebelum
pelaksanaan sholat hari raya.[8]

.3

Harta Benda Yang Wajib Dizakati


Al-Quran mengungkapkan tentang orang-orang fakir, bahwa mereka betul-betul suatu

kelompok yang mempunyai hak bagi harta-harta benda orang kaya, seperti yang di ungkapkan
surat Al-Dzariat ayat 19:
Dan pada harta-harta mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin
yang tidak mendapat bagian[9]
Ayat ini tidak membedakan antara harta pertanian, pertukangan (pabrik atau buruh), dan
perdagangan. Dan tidak kalah pentingnya zakat adalah salah satu cara untuk membuktikan jihad,
yaitu pengorbanan dengan jiwa raga demi merindukan perjumpaan dengan Allah SWT.[10]
Maka dari itu, ulama madzhab mewajibkan binatang ternak, biji-bijian, buah-buahan, uang dan
barang tambang untuk dizakati. Sementara menurut Imamiyah zakat di wajibkan pada binatang,
tanaman dan mata uang tertentu. Jumlah keseluruhannya ada Sembilan, yaitu: unta, sapi, dan
kambing (dari binatang); hinthah, syair, kurma dan kismis (dari tanaman); emas dan perak (dari
mata uang). Selain dari hal-hal tersebut hanya disunahkan pada zakat, tidak wajib.[11]
1.

Emas dan Perak


Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang elok, juga

sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke
waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh
karena itu, syara mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana,
suvenir, ukiran, atau yang lain.
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu
di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan,

deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk ke dalam kategori emas dan perak,
sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.
Perhitungannya bisa di sederhanakan seperti, nishab emas = 20 misqol atau 20 dinar,
menurut mayoritas Ulama beratnya 91

23/25

misqol. Nisab perak = 200 Dirham, menurut

mayoritas Ulama = 642 gram. Kadar zakat emas dan perak adalah 2,5%. Semua Ulama fiqih
berpendapat sama dalam hal itu, namun dalam ranah bentuk, Imamiyah, mewajibkan zakat pada
emas dan perak jika ada dalam bentuk uang, tidak wajib dizakati dalam bentuk batangan atau
perhiasan.
2.

Hasil Tambang dan Tanaman Jahiliyah


Tambang adalah emas dan perak yang digali dari bumi yang ada sejak semula. Zakatnya

adalah 2,5% atau 1/40, dengan syarat cukup satu nishab, dan tidak di syaratkan sampai haul.
Tanaman jahiliyah adalah emas dan perak yang ditanam atau disimpan manusia sebelum
diangkat Rasulullah SAW. Zakatnya adalah 20%, dengan syarat cukup nishab, dan tidak di
syaratkan haul.
3.

Penemuan benda-benda terpendam (Rikaz)


Yang dimaksud benda-benda terpendam disini ialah berbagai macam harta benda yang

disimpan oleh orang-orang dulu di dalam tanah, seperti emas, perak, tembaga, pundi-pundi
berharga dan lain-lain. Para ahli fiqih telah menetapkan bahwa orang yang menemukan bendabenda ini diwajibkan mengeluarkan zakatnya seperlima bagian (20%), berdasarkan hadist yang
diriwayatkan oleh jamaah ahli hadis, yang menyatakan bahwa rikaz itu harus dikeluarkan
zakatnya seperlima bagian. Dan para ulama sepakat bahwa tidak ada ketentuan tentang batas
waktu satu tahun untuk mengeluarkan zakatnya. Akan tetapi kewajiban itu harus dilakukan pada
waktu itu juga.[12]
4.

Barang Perdagangan
Semua harta benda yang diperdagangkan apabila memenuhi syarat, wajib dizakati. Dan

syarat harta dagangan supaya wajib dizakati menurut madzhab Syafii ada 6 macam :

1. Harta dagangan itu dimiliki dengan cara jual beli, bukan dengan warisan.
2. Harta benda itu diniatkan untuk diperdagangkan.
3. Harta benda itu tidak ada maksud untuk dipakai sendiri.
4. Berjalan haul satu tahun semenjak memiliki barang dagangan itu.
5. Harta dagangan itu tidak ditukar menjadi mata uang, emas, dan perak.
6. Sampai harga barang dagangan itu di akhir tahun, satu nishab.
Zakat harta dagang itu wajib menurut empat madzhab, tetapi menurut Imamiyah adalah
sunnah[13]. Zakat harta perdagangan 2,5% atau 1/40. Menurut mayoritas ulama zakat barang
dagangan haruslah uang, tidak boleh benda dari dagangan tersebut.
5.

Makanan Pokok dan Buah-buahan


Semua ulama madzhab sepakat bahwa jumlah (kadar) yang wajib dikeluarkan dalam

zakat tanaman dan buah-buahan adalah sepuluh persen (10%), kalau tanaman dan buah-buahan
tersebut disiram air hujan atau dari aliran sungai. Tapi jika air yang digunakannya dengan air
irigasi (dengan membayar) dan sejenisnya, maka cukup mengeluarkan lima persen (5%).[14]
Namun menurut Imamiyah, ukuran zakatnya harus sesuai dengan[15]:
1. Hasil panen yang pengairannya dari air hujan dan air sungai secara alami, diluar usaha petani,
maka ukuran zakatnya adalah 1/10.
2. Hasil panen yang pengairannya dengan alat seperti timbal atau diesel, maka ukuran zakatnya
adalah 1/20.
3. Hasil panen yang pengairannya dengan kedua-duanya, maka ukuran zakatnya adalah 1/10
untuk setengahnya dan 1/20untuk setengah lainnya.
Adapun syarat zakat makanan pokok dan buah-buahan menurut Imam Syafii ada 3 macam :
1.

Biji-bijian yang menjadi makanan pokok dan tahan disimpan

2.

Cukup satu tahun yaitu Ausuq = 653 kg (beras).[16]

3.

Makanan pokok dan buah-buahan itu milik orang tertentu


Mayoritas ulama fiqih berpendapat tidak wajib zakat biji-bijian dan buah-buahan kecuali

makanan pokok dan tahan disimpan. Madzhab Syafii berpendapat buah-buahan yang dizakati
hanya dua macam, yaitu tamar dan anggur, sedangkan biji-bijian yang wajib dizakati adalah
gandum, beras, kacang adas, kacang kedelai, dan jagung. Dan juga menurut madzhab Syafii
tidak wajib dizakati buah-buahan seperti mentimun, semangka, delima dan lain-lain. Karena
Rasulullah memaafkannya, sesuai dengan hadistnya yang berbunyi :


Dalam sayur-sayuran tidak ada sedekah/zakat
Hadist tersebut statusnya mursal, namun menurut Imam Syaukani [17] hadist mursal boleh
dijadikan Hujjah, jika di kuatkan oleh ulama-ulama mujtahid. Hal ini sesuai dengan kaidah yang
berbunyi:



Hadist mursal patut dijadikan argumentasi, bila dikukuhkan oleh pendapat kebanyakan ahli
ilmu, dan hal ini memang terjadi pada masalah zakat.
Para ahli fiqih sependapat bahwa zakat makanan pokok dan buah-buahan adalah satu
persepuluh (1/10), bila pengairannya tidak membutuhkan biaya banyak seperti air hujan dan
irigasi, dan jika diairi dengan membutuhkan biaya yang banyak maka zakatnya 1/20, seperti
diairi dengan memakai binatang atau mesin. Sesuai dengan hadist Nabi :


( )

Menurut jumhur ulama zakat biji-bijian dan buah-buahan wajib dikeluarkan dari benda
biji-bijian dan buah-buahan tersebut, tidak boleh dari benda lain. Menurut Madzhab Syafii bila
panen pertama tidak cukup senishab, maka hasil panen pertama digabungkan dengan hasil panen
kedua, jika antara masa panen pertama dengan panen kedua tidak lebih dari 12 bulan
(qomariah), yang menjadi patokan dalam hal ini adalah masa panennya bukan masa menanam
dan menabur benihnya.

Sedangkan menurut Imamiyah, biji-bijian yang wajib dizakati hanya gandum. Dan buahbuahan yang wajib dizakati hanya kurma dan anggur. Selain yang disebutkan diatas, tidak wajib
dizakati, tetapi sunnah untuk dizakatinya.[18]
6.

Binatang Ternak
Syarat wajib zakat binatang ternak, telah disepakati oleh ulama madzhab ada beberapa

macam :
1.

Binatang yang dizakati itu adalah unta, lembu, kerbau, kambing yang jinak. Dan mereka
sepakat bahwa binatang seperti kuda, keledai, dan baghal (hasil kawin silang antara kuda dan
keledai) tidak wajib dizakati, kecuali termasuk harta dagang.[19]

2. Cukup satu nishab.


3. Milik yang sempurna.
4. Sampai haul.
5. Binatang ternak itu dipelihara.

Nishab dan Ukurannya

a. Nishab Dan Zakat Unta


5 9 ekor

: 1 ekor kambing berumur 2 tahun / lebih, atau 1 ekor domba berumur 1 tahun /

lebih
10 11 ekor : 2 ekor kambing berumur 2 tahun / lebih, atau 2 ekor domba berumur 1 tahun /
lebih
15 19 ekor : 3 ekor kambing berumur 2 tahun / lebih, atau 2,3 domba berumur 1 tahun / lebih
20 24 ekor : 4 ekor kambing berumur 2 tahun / lebih, atau 4 ekor domba berumur 1 tahun /
lebih
25.dst : Kelipatannya 1 ekor sapi, menurut empat mazhab, berbeda dengan Imamiyah
jika 25 ekor, maka wajib mengeluarkan 5 ekor kambing. Kalau jumlahnya 26 ekor, wajib
mengeluarkan 1 ekor unta yang berumur 1 tahun lebih.

b. Nisab Dan Zakat Sapi/ Kerbau


30 39 ekor

: 1 ekor sapi / kerbau umur 1 tahun / lebih

40 59 ekor

: 1 ekor sapi / kerbau umur 2 tahun / lebih

60 69 ekor

: 2 ekor sapi / 1 kerbau umur 1 tahun / lebih

70dst : Kelipatannya 1 ekor sapi


c.

Nisab Dan Zakat Kambing


40 120 ekor

: 1 ekor kambing betina berumur 2 tahun / lebih atau 1 ekor domba betina

berumur 1 tahun / lebih


121- 200 ekor

: 2 ekor kambing betina berumur 2 tahun / lebih atau 2 ekor domba betina

berumur 1 tahun / lebih


201- 399 ekor

: 3 ekor kambing betina berumur 1 tahun / lebih atau 3 ekor domba betina

berumur 2 tahun / lebih. Kecuali Imamiyah, jika 301 ekor maka harus mengeluarkan 4 kambing
400dst

: Kelipatannya 4 ekor kambing betina berumur 2 tahun / lebih atau 4 ekor

domba berumur 1 tahun / lebih


7.

Perusahaan dan Penghasilan


Tidak diperoleh keterangan dari jumhur ulama fiqih tentang zakat dari berbagai macam

perusahaan, seperti pabrik, angkutan darat, laut dan udara, akan tetapi kongres ulama Islam yang
kedua dan muktamar pembahasan hukum Islam yang kedua tahun 1385 H / 1965 M menetapkan:
Segala harta yang dapat berkembang dan tidak ada nashnya, tidak ada pendapat ahli fiqih tentang
hal itu pada masa lalu yang mewajibkan berzakat, maka hukumnya sebagai berikut :
1.

Tidak wajib dizakati ditinjau dari bendanya, yang dizakati adalah penghasilan bersihnya,

ketika cukup nishab dan haulnya.

2.

Kadar zakat dari berbagai macam perusahaan tersebut adalah 2,5%, seperti zakat

perdagangan.
3.

Ketetapan ini sesuai dengan pendapat sebagian Ulama Maliki, Ibnu Aqil serta

Hadawiyah dari golongan syiah[20]


Penghasilan atau gaji seorang pegawai negeri maupun swasta seperti : dokter, guru,
tukang jahit, direktur dan sebagainya wajib dizakati. Madzhab yang empat menetapkan tidak
wajib zakat penghasilan seseorang bila tidak sampai senishab dan sempurna haulnya. Tapi
alangkah baiknya pendapat yang mewajibkan zakat pada penghasilan atau gaji yang sudah
diterima walaupun, belum sampai haulnya, boleh diberikan zakatnya di setiap menerima gaji
atau penghasilan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat sebagian sahabat seperti Ibnu Abbas,
Ibnu Masud serta dari kalangan tabiin seperti Azzuhri dan Hasan Al Bashri. Kadarnya
sebanyak 2,5% atau 1/40.

2.4

Orang Yang Berhak Menerima Zakat (Mustahiq Zakat)


Berkenaan dengan mustahiq zakat, Allah berfirman dalam Surat At-Taubah ayat 60,

sebagai berikut :





Sesungguhnya sedekah (zakat) itu untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para
amil (pengurus zakat), para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orangorang yang mempunyai utang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan.
Berdasarkan ayat diatas, Orang yang berhak menerima zakat itu ada delapan, yaitu :
1.

Fuqara (orang-orang fakir)

Orang fakir menurut syara adalah orang yang tidak mempunyai bekal untuk berbelanja
selama satu tahun dan juga tidak mempunyai bekal untuk menghidupi dirinya dan keluarganya.
Orang yang mempunyai rumah dan peralatannya atau binatang ternak, tapi tidak mencukupi
kebutuhan keluarganya selama satu tahun.[21] Zakat haram hukumnya bagi orang yang
mempunyai biaya hidup satu tahun, dan orang yang memiliki biaya selama setahun wajib
mengeluarkan zakat fitrah.[22]
Orang yang mengaku fakir boleh dipercaya sekalipun tidak ada bukti atau sumpah bahwa ia
betul-betul tidak mempunyai harta, serta tidak diketahui bahwa ia berbohong. Karena pada masa
Rasulullah pernah datang dua orang kepada beliau, yang ketika itu beliau sedang membagi zakat,
lalu kedua orang itu meminta sedekah kepadanya, maka beliau melihat dengan penglihatan tajam
dan membenarkan keduanya, serta bersabda :
Kalau kamu berdua mau, maka aku akan memberikannya. Orang yang kaya tidak mempunyai
bagian untuk menerima zakat, begitu juga orang yang mampu untuk bekerja.
Lalu Rasulullah mempercayai keduanya tanpa bukti maupun sumpah.[23]
2.

Masakin (orang-orang miskin)


Jika kata fakir dan miskin terpisah maka keduanya menunjukkan makna yang sama, yaitu

sama-sama orang yang tidak mampu. Tetapi jika keduanya disebut bersama-sama, maka masingmasing menunjukkan makna tersendiri.[24] Orang miskin adalah orang yang keadaan
ekonominya lebih buruk dari orang fakir. Namun menurut madzhab Syafii, orang fakir adalah
orang yang keadaan ekonominya lebih buruk daripada orang miskin, karena yang dinamakan
fakir adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu, atau orang yang tidak mempunyai separuh
dari kebutuhannya. Sedangkan orang miskin ialah orang yang memiliki separuh dari
kebutuhannya.[25]
3.

Para amil (orang-orang yang mengatur zakat)


Orang-orang yang menjadi amil zakat ialah pengelola zakat yang ditunjuk oleh Imam

atau wakilnya untuk mengumpulkannya dari para pembayar zakat dan menjaganya, kemudian

menyerahkannya kepada orang yang akan membagikannya kepada para mustahiq. Apa yang
diterima oleh para amil dari bagian zakat itu dianggap sebagai upah atas kerja mereka, bukannya
sedekah. Oleh karena itu, mereka tetap diberi walaupun mereka kaya.[26]
4.

Muallafah qulubuhum (mualaf yang dibujuk hatinya)


Orang-orang mualaf yang dibujuk hatinya adalah orang-orang yang cenderung

menganggap sedekah atau zakat itu untuk kemaslahatan Islam.[27] Orang-orang yang dijanjikan
hati mereka dan disatukan dalam Islam, untuk mencegah kejahatan mereka, atau agar mereka
mau membantu kaum Muslim dalam membela diri atau membela Islam. Mereka ini diberi bagian
zakat walaupun mereka kaya.
Terdapat perselisihan tentang apakah mualaf ini khusus bagi mereka yang tidak
menunjukkan keislaman mereka, ataukah termasuk juga orang yang menunjukkan keislaman
tetapi diragukan. Yang pasti, Rasulullah telah menyantuni orang-orang musyrik (yang tidak
menunjukkan keislaman) diantaranya adalah Shafwan bin Umayyah, dan juga orang-orang
munafik (yang menunjukkan keislaman) seperti Abu Sufyan.[28]
5.

Riqab (memerdekakan budak)


Yang dimaksud dengan riqab ialah budak. Sedangkan kata fi menunjukkan bahwa zakat

untuk bagian ini bukannya diberikan kepada mereka, tetapi digunakan untuk membebaskan
mereka dan memerdekakan mereka. Inilah salah satu pintu yang dibuka oleh Islam untuk
memberantas perbudakan sedikit demi sedikit. Sehingga pada masa sekarang sudah tidak ada
lagi perbudakan.[29]
6.

Gharimin (orang-orang yang mempunyai utang)


Mereka ini adalah orang-orang yang menanggung beban utang dan mereka tidak mampu

membayarnya. Maka utang mereka itu dilunasi dengan bagian dari zakat, dengan syarat mereka
itu tidak menggunakannya untuk dosa dan maksiat.
7.

Sabilillah (Jalan Allah)

Sabilillah adalah segala sesuatu yang diridhai oleh Allah dan yang mendekatkan kepada
Allah. Seperti membuat jalan, membangun sekolah, rumah sakit, irigasi, mendirikan masjid, dan
sebagainya. Dimana manfaatnya adalah untuk kaum Muslim atau selain kaum Muslim.[30]
8.

Ibnu Sabil (orang yang sedang dalam perjalanan)


Ibnu Sabil adalah orang asing yang menempuh perjalanan ke negeri lain dan sudah tidak

punya harta lagi. Maka zakat boleh diberikan kepadanya sesuai dengan ongkos perjalanan untuk
kembali ke negaranya.[31]

2.5 Khumus
Khumus itu dibahas secara khusus oleh Madzhab Imamiyah. Khumus adalah membayar
satu per lima dari harta benda yang tersisa selama satu tahun dan juga harta-harta penemuan.
Harta-harta yang dikumpulkan tersebut menjadi hak seluruh umat Islam untuk kemaslahatan
hidup mereka dan Imam yang ada pada masanya, berarti sekarang menjadi milik Imam Mahdi as
afs. Itulah mengapa empat madzhab lainnya tidak membahas secara khusus hukum tentang
khumus.
Surat dalam Al-Quran yang menjadi dalil adanya hukum khumus adalah An-Anfal ayat 41:
Ketahuilah bahwa sesungguhnya apa saja yang kalian peroleh maka seperlimanya (khumus)
adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskiin dan ibn sabil.
Imam Musa Al-Kazim menafsirkan ayat ini: Apa yang untuk Allah adalah untuk RasulNya, dan apa yang untuk Rasul-Nya adalah untuk kami. Demi Allah, Allah telah memudahkan
kami. Allah telah memudahkan rizki orang-orang mumin dengan lima dirham lalu mereka
menjadikan satu dirham untuk Allah, Tuhan mereka, dan memakan empat dirham dengan halal.
[32]
Imam Shadiq mengatakan:

Ketika Allah mengharamkan sedekah bagi kami, Allah menurunkan khumus bagi kami.
Sedekah haram bagi kami, tetapi khumus adalah hak kami.
Dalam buku Fiqih Lima Mazhab, dijelaskan bahwa apa saja yang kalian peroleh adalah
harta rampasan perang. Imamiyah, menjabarkan harta rampasan perang dalam ayat ini dengan
lebih luas menjadi tujuh macam.
1) Harta rampasan perang yang diambil dari negeri perang.
Kalau yang ini semua mazhab sepakat.
2) Barang tambang, yaitu sesuatu yang keluar dari bumi, dan lain-lain yang bukan sejenis tanah
tapi mempunyai harta atau nilai, seperti emas, perak, peluru, kuningan,minyak, dll.
Imamiyah berpendapat bahwa yang wajib dikeluarkan zakat seperlimanya atau 20% ketika sudah
seharga dengan emas dua puluh dinar atau perak dua ratus dirham. Bila belum mencapai harga
itu maka tidak ada kewajiban khumus.
3) Rikaz atau harta karun yang ditemukan di dalam tanah dan pemiliknya sudah tidak ada dan juga
tidak ada tanda-tanda bekas yang menunjukkan pernah dilakukan pencarian harta karun oleh
pemilik sebelumnya.
Imamiyah, dalam hal ini hukumnya wajib mengeluarkan khumus bila sudah mencapai jumlah
tertentu (nishab). Sedangkan empat madzhab lainnya tidak mewajibkan zakat khumus.
4) Ghaus, yaitu apa-apa yang diperoleh dari laut seperti mutiara dan permata.
Imamiyah mengatakan bahwa wajib mengeluarkan zakat seperlimanya bila sudah mendapatkan
harta tersebut seharga satu dinar, dengan catatan telah dipotong biaya operasional seperti pajak,
biaya peralatan, dll.
5)

Kelebihan harta yang dimiliki setelah dikurangi untuk kepentingan belanja dan biaya hidup
selama satu tahun, baik untuk diri sendiri maupun keluarganya, pekerjaan atau lainnya.

Imamiyah dengan tegas mewajibkan mengeluarkan khumus.


6) Harta halal yang bercampur dengan harta haram dan tidak diketahui berpa banyak yang sudah
tercampur, juga tidak diketahui dari siapa datangnya.
Imamiyah mengatakan bahwa hartanya menjadi halal semua bila sudah membayar khumus
walaupun ternyata harta yang haram lebih banyak. Apabila diketahui jumlah harta yang haram
maka dia wajib mengeluarkan sejumlah harta tersebut. Dan bila permasalahannya adalah
jumlahnya yang haram tidak diketahui sedangkan dari siapa datangnya diketahui maka wajib
memberikan khumus tersebut kepada orang tersebut dengan cara baik-baik.
7) Dan yang terakhir adalah orang kafir dzimmi (berada di bawah lindungan pemerintahan Islam
dan terikat dalam perjanjian) membeli tanah kepada orang Islam.
Tidak seperti empat mazhab, Imamiyah membahas ini juga dan mewajibkan kafir tersebut wajib
mengeluarkan khumus.[33]

Penggunaan Harta Khumus


Sayafii berpendapat bahwa harta rampasan perang itu seperlimanya diambil lalu dibagi
lagi menjadi lima. Satu untuk Rasul, untuk kemaslahatan dan kebaikan umat. Bagian kedua
untuk kerabat dan keluarga, yaitu keturunan Bani Hasyim, baik yang kaya maupun yang fakir.
Sisanya adalah hak anak-anak yatim piatu, orang miskin dan ibnu sabil, dari keturunan siapapun,
walaupun bukan dari Bani Hasyim.
Lalu Imamiyah, berpendapat bahwa bagian Allah, Rasul, dan kerabat-kerabat beliau
diserahkan kepada Imam atau wakilnya, lalu dipergunakan untuk kemaslahatan kaum muslimin.
Lalu sisanya dibagikan kepada pada keturunan Bani Hasyim yang yatim, miskin dan Ibnu Sabil.
[34]
Mengenai khumus Fiqih Lima Mazhab mengutip pernyataan Al-Syarani dalam buku
Mizan, Imam boleh meminta kepada orang-orang yang mempunyai barang tambang, bila hal itu
lebih baik untuk kepentingan baitul maal (kas negara), khawatir orang-orang yang mempunyai

barang tambang itu sangat berlebihan hartanya sehingga nantinya menuntut kekuasaan dan
mereka mengeluarkannya untuk mengelabui para tentara, yang nantinya dipergunakan untuk
merusak.[35] Hal ini menunjukkan bahwa khumus memang jelas ada baiknya.
BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Zakat adalah salah satu rukun Islam. Zakat secara bahasa berarti tumbuh dan bertambah.

Dan menurut syariat berarti sedekah wajib dari sebagian harta, sebab dengan mengeluarkan
zakat, maka pelakunya akan tumbuh mendapat kedudukan tinggi di sisi Allah SWT dan menjadi
orang yang suci serta disucikan. Juga bisa berarti berkah, bersih, suci, subur, dan berkembang
maju.
Macam-macam zakat secara garis besar ada dua macam yaitu zakat harta benda atau
maal dan zakat fitrah. Mengenai zakat maal, maal sendiri menurut bahasa berarti harta. Jadi,
zakat maal yaitu zakat yang harus dikeluarkan setiap umat muslim terhadap harta yang dimiliki,
yang telah memenuhi syarat, haul, dan nishabnya. Sedangkan zakat fitrah disini berarti juga
zakat badan atau tubuh kita. Setiap menjelang Idul Fitri orang Islam diwajibkan membayar zakat
fitrah sebanyak 3 liter dari jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
Harta-harta yang wajib dizakati diantaranya emas dan perak, hasil tambang dan tanaman
jahiliyah,penemuan benda-benda terpendam (rikaz), barang dagangan, makanan pokok dan buahbuahan, binatang ternak, perusahaan dan penghasilan. Sedangkan para mustahiq zakat yaitu
fuqara, masakin, amilin, muallaf, riqab, ghorimin, sabilillah, dan ibn sabil.
Khumus itu dibahas secara khusus oleh Madzhab Imamiyah. Khumus adalah membayar
satu per lima dari harta benda yang tersisa selama satu tahun dan juga harta-harta penemuan.
Harta-harta yang dikumpulkan tersebut menjadi hak seluruh umat Islam untuk kemaslahatan

hidup mereka dan Imam yang ada pada masanya, berarti sekarang menjadi milik Imam Mahdi as
afs.

Anda mungkin juga menyukai