Anda di halaman 1dari 51

1.

Benar Pergaulan (shidq al-muamalah)


Seorang Muslim akan selalu bermuamalah dengan benar; tidak menipu, tidak
khianat dan tidak memalsu, sekalipun kepada non muslim. Orang yang shidiq dalam
dalam muamalah jauh dari sifat sombong dan ria. Kalau melakukan sesuatu juga dia
tinggalkan karena Allah. Dia tidak mengharapkan balas budi orang lain. Dia akan
selalu bersikap benar dengan siapa pun, tanpa memandang kekayaan, kekuasaan atau
status lainnya. Barang siapa yang selalu bersikap shidiq dalam muamalahnya maka
dia akan menjadi kepercayaan masyarakat. Siapapun ingin bermuamalah dengannya.

2. Benar Kemauan (shidq al-azam)


Sebelum memutuskan untuk melakukan sesuatu, seorang Muslim harus
mempertimbangan dan menilai terlebih dahulu apakah yang dilakukannya itu benar
dan bermanfaat. Apabila yakin benar dan bermanfaat, dia akan melakukannya tanpa
ragu-ragu, tidak akan terpengaruh dengan suara kiri kanan yang mendukung atau
mencelanya. Kalau dia menghiraukan semua komentar orang, dia tidak akan jadi
melaksanakannya. Tetapi bukan berarti dia mengabaikan kritik, asal kritik itu
argumentatif dan konstruktif.

3. Benar Janji (shidq al-waad)


Apabila berjanji, seorang Muslim akan selalu menepatinya, sekalipun dengan
musuh atau anak kecil. Rasulullah saw bersabda :

:
Barang siapa yang berkata kepada anak kecil, mari kemari, saya beri korma ini.
Kemudian dia tidak memberinya, maka dia telah membohongi anak itu. (HR.
Ahmad)

Mungkin janji juga termasuk salah satu sifat munafik sebagaimana telah
disebutkan dalam hadist di atas.

83
Allah SWT menyukai orang-orang yang menepati janji. Dalam Al-Quran
disebutkan pujian Allah SWT kepada Nabi Ismail as yang menepati janji :





Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang
tersebut) di dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seeorang yang benar
janjinya, dan dia adalah seseorang Rasul dan Nabi. (QS. Maryam 19:45)

Azam (keputusan hati) untuk melakukan suatu kebaikan dinilai sebagai janji,
menepatinya disebut wafa (menepati janji) dan memungkirinya disebut kadzib
(bohong). Dalam surat At-Taubah 75-77 Allah SWT menggambarkan bagaimana
orang-orang munafik berjanji kalau mendapat rezeki dari Allah akan mensedekahkan
(sebagiannya), tetapi setelah mendapatkannya mereka kikir.

84

Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah : Sesungguhnya
jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan
bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. Maka setelah
Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir
dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu
membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka
sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri
terhadap Allah apa yang terlah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga)
karenamereka selalu berdusta. (QS. At-Taubah 9: 75-77)

4. Benar Kenyataan (sidq al-hal)


Seorang Muslim akan menampilkan diri seperti seadaan yang sebenarnya. Dia
tidak akan menipu kenyataan, tidak memakai baju kepalsuan, tidak mencari nama,
dan tidak pula mengada-ada. Rasulullah saw bersabda :

Orang yang merasa kenyang dengan apa yang tidak diterimanya sama seperti
orang memakai dua pakaian palsu. (HR. Muslim)

Artinya orang yang berhias dengan bukan miliknya supaya kelihatan kaya
sama seperti orang yang memakai dua kepribadian.1

Bentuk-bentuk Kebohongan

Sifat bohong adalah sifat yang sangat tercela. Rasulullah saw menyatakan,
(semestinya) seorang mukmimin tidak mungkin jadi pembohong. Rasulullah saw
ditanya oleh para sahabat :

85

Apakah ada orang mukmin yang penakut? Nabi bersabda : Ada. Beliau
ditanya lagi : Apakah ada orang mukmin yang kikir? Beliau bersabda :
Ada. Kemudian ditanya lagi : Apakah ada orang mukmin yang pembohong?
Beliau menjawab : TIdak ada. (HR. Malik)

Seorang Muslim harus menjauhi segala macam bentuk kebohongan, baik


dalam bentuk pengkhianatan, mungkir janji, kesaksian palsu, fitnah, gunjing
ataupun bentuk-bentuk lainnya. Berikut ini diuraikan beberapa bentuk
kebohongan yang biasa terjadi di tengah masyarakat :

1. Khianat
Sifat khianat adalah sejelek-jelek sifat bohong yang dimiliki seseorang.
Mudharatnya langsung menimpa orang lain. Kalau sifat ini sudah meluas ditengah
masyarakat pertanda masyarakat itu akan hancur.
Allah SWT melarang orang-orang yang beriman berkhianat, apalagi kepada Allah
dan Rasul-Nya. Dia tidak menyukai para pengkhianat :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al-Anfal 8:27)

86

Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati


dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat
lagi bergelimang dosa. (QS.An-Nisaq 4:107)

2. Mungkir Janji
Sifat mungkir janji menunjukan pelakunya memiliki keprbadian yang lemah. Sifat
itu mencabut kasih sayang dan mendatangkan kemudharatan. Mungkir janji
menyebabkan waktu terbuang sia-sia dan melahirkan angan-angan kosong. Oleh
sebab itu Rasulullah saw memasukkan mungkir janji sebagai salah satu sifat orang-
orang munafik. (HR. Muslim)

3. Kesaksian Palsu
Kebohongan jenis ini mendatangkan kemudharatan besar bagi masyarakat. Orang
yang tidak bersalah bisa dijatuhi hukuman berat, nyawa bisa melayang, harta benda
bisa hilang, semuanya karena kesaksian palsu. Oleh sebab itu kesaksian palsu
termasuk salah satu dari dosa-dosa besar.


Diriwayatkan oleh Aba Bakrah, NufaI ibn Harits RA, dia berkata : Rasulullah
saw bersabda : Tidakkah akan aku beritahukan kepada kalian dosa-dosa yang
paling besar? Beliau mengulangi lagi pertanyaan tersebut tiga kali. Kemudian
para sahabat mengiyakan. Lalu Rasulullah saw menyebutkan : Yaitu
mempersekutukan Allah dan durhaka kepada ibu bapak. Kemudian beliau
merobah posisi duduknya yang semua bersitelekan menjadi duduk biasa dan
berkata lagi : Begitu juga perkataan dan sumpah palsu. Beliau mengulanginya
lagi hal yang demikian, hingga kami mengharapkan mudah-mudahan beliau tidak
menambah lagi. (H. Muttafaqun alaih)

87
Dan salah satu sifat Ibadurrahman (hamba-hamba Allah yang akan
mendapat kasih sayang-Nya) ialah tidak memberikan kesaksian palsu :

Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu. (QS. Al-Furqan


25:72)

4. Fitnah
Biasanya seseorang menfitnah orang lain dengan maksud menjatuhkan nama baik
atau menggagalkan usahanya. Fitnah akan mendatangkan mudharat yang berat bagi
masyarakat. Oleh sebab itu Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman
untuk tabayyun (menyelidiki kebenaran suatu berita) sebelum mempercayai berita
yang disampaikan oleh orang fasik, supaya tidak mendatangkan malapetaka kepada
orang yang tidak bermasalah. Allah berfirman :

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaan yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujurat 49:6).

5. Gunjing

88
Sifat ini menunjukkan bahwa pelakunya memiliki jiwa yang sakit, tidak ada yang
menjadi keinginannya kecuali melihat orang bertengkar dan bermusuhan. Allah
memberikan perumpanaan orang yang menggunjingkan orang lain seperti orang yang
memakan bangkai saudaranya :

Dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebahagian yang lain.


Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (QS. Al-Hujurat 49:12)

Sebaik-baik senjata melawan gunjing adalah tidak mengengarkannya?

B. AMANAH
Amanah artinya dipercaya, seakar dengan kata iman. Sifat amanah memang lahir
dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan seseorang semakin pudar pula sifat
amanah pada dirinya. Antara keduanya terdapat kaitan yang sangat erat sekali.
Rasulullah saw bersabda :


Tidak (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna)
agama orang yang tidak menunaikan janji. (HR. Ahmad)

Amanah dalam pengertian yang sempit adalah memelihara titipan dan


mengembalikannya kepada pemiliknya dalam bentuk semula. Sedangankan dalam
pengertian yang luas amanah mencangkup banyak hal : Menyimpan rahasia
orang, menjaga kehormatan orang lain, menjaga dirinya sendiri, menunaikan
tugas-tugas yang diberikan kepadanya dan lain-lain sebagainya. Tugas-tugas yang

89
dipikulkan Allah kepada umat manusia, oleh Al-Quran disebut sebagai amanah
(amanah taklif). Amanah taklif inilah yang paling berat dan besar. Makhluk-
makhluk Allah besar, seperti langit, bumi matahati, bulan, bintang-bintang,
gunung-gunung, lautan dan pohon-pohon yang lainnya, tidak sanggup
memikulnya. Lalu manusia karena kelebihan yang diberikan Allah kepadanya
berupa akal fikiran, perasaan, kehendak dan sebagainya mau menanggungnya.3
Secara metaforis keadaan itu digambarkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya :

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan


gunung-gunung maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikulnya amanah itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (QS. Al-Ahzab 33:72)

Bentuk-bentuk Amanah

Dari pengertian amanah di atas dapatlah kita kemukakan beberapa bentuk


amanah sebagai berikut :

1. Memelihara Titipan dan Mengembalikannya Seperti Semula


Apabila seorang Muslim dititipi oleh orang lain, misalnya barang berharga,
karena yang bersangkutan akan pergi jauh ke luar negeri, maka titipan itu harus

90
dipelihara dengan baik pada saatnya dikembalikan kepada yang punya, utuh seperti
semula. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang


berhak menerimanya. (QS. An-Nisa 4:58)

Bila yang menerima titipan punya niat baik untuk mengembalikannya seperti
semula, maka Allah akan membantunya untuk memeliharanya. Rasulullah saw
bersabda :


Barang siapa yang mengambil harta orang lain dengan maksud akan
megnembalikannya, maka Allah pasti akan menyampaikan maksudnya itu. Dan
jika mengambilnya dengan maksud merusaknya, maka Allah akan merusaknya.
(HR. Bukhari)

Di antara sebab-sebab kenapa Nabi Muhammad saw sejak mudanya di


Makkah sudah terkenal dengan gelar al-Amin adalah karena beliau sangat
dipercaya oleh penduduk Makkah untuk menyimpan dan memelihara barang
titipan, kemudian mengembalikannya seperti semula. Penduduk-penduduk
Makkah yang akan ke luar negeri merasa aman dan tenang menitipkan barang-
barang berharganya kepada beliau. Bahkan sebelum Hijrah pun Rasulullah saw
menyuruh Ali ibn Thalib berangkat hijrah belakangan supaya dapat
mengembalikan beberapa barang titipan yang masih ada pada beliau.

91
Sekali pun tidak ada bukti atau transaksi tertulis dalam penitipan itu, tetapi
karena sifat amanah, seorang Muslim tetap akan mengembalikannya seperti apa
adanya.

2. Menjaga Rahasia
Apabila seseorang dipercaya untuk menjaga rahasia, apakah rahasia pribadi,
keluarga, organisasi, atau lebih-lebih lagi rahasia negara, dia wajib menjaganya
supaya tidak bocor kepada orang lain yang tidak berhak mengetahuinya.
Apabila seseorang menyampaikan sesuatu yang penting dan rahasia kepada kita,
itulah amanah yang harus dijaga. Rasulullah saw bersabda :


Apabila seseorang memebicarakan sesuatu kepada orang lain (sambil) menoleh
kiri kanan (karena yang dibicarakan itu rahasia) maka tulah amanah (yang harus
dijaga). (HR. Abu Daud)

Dalam sebuah keluarga, suami isteri harus menjaga rahasia keluarga, lebih-
lebih lagi rahasia ranjang. Masing-masing tidak boleh membeberkan rahasia
ranjang keluarga kepada orang lain, kecuali kepada dokter, penasehat perkawinan
atau hakim pengadilan untuk tujuan yang sesuai dengan bidang tugas mereka
masing-masing. Rasulullah saw bersabda :


Sesungguhnya amanah yang paling besar di sisi Allah pada hari kiamat ialah
menebarkan rahasia isteri, misalnya seorang laki-laki bersetubuh dengan
isterinya, kemudian ia membicarakan kepada orang lain tentang rahasia
isterinya. (HR. Muslim)

Begitu juga dokter, harus menjaga rahasia pasiennya. Jangan dibeberkan


kepada orang lain. Dokter yang membeberkan rahasia pasiennya kepada orang

92
lain, di samping melanggar amanah juga melanggar kode etik kedokteran itu
sendiri. Para pasien akan jera datang berobat kepadanya.

Begitu juga pembicaraan dalam sebuat pertemua atau hasil keputusan yang
dinyatakan rahasia, tidak boleh dibocorkan kepada orang lain yang tidak berhak.
Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda :


Mejelis pertemuan itu harus dengan amanah, kecuali pada tiga majelis : (1) Di
tempat pertumpahan darah yang dilarang, (2) di tempat perzinaan, dan (3) di
tempat perampokan. (HR. Abu Daud)

Menurut hadist di atas, orang yang menyaksikan peristiwa pembunuhan,


perampokan, dan perzinaan, dibolehkan untuk melaporkannya kepada yang
berwajib atau pengadilan untuk kepentingan penegakkan hukum. Khusus untuk
perzinaan, dia boleh melaporkannya kalau ada tiga orang saksi lain selain dia.
Kalau tidak, dia diperintahkan untuk diam.

Begitulah, seorang Muslim dituntut untuk selalu menjaga rahasia yang


diamanahkan kepadanya, baik rahasia pribadi, keluarga, organisasi, atau lebih-
lebih lagi rahasia negara.

3. Tidak menyalahgunakan Jabatan


Jabatan adalah amanah yang wajib dijaga. Segala bentuk penyalahgunaan jabatan
untuk kepentingan pribadi, keluarga, family, atau kelompoknya termasuk perbuatan
tercela yang melanggar amanah. Misalnya menerima hadiah, konsumsi atau apalah
namanya yang tidak halal. Dalam hal ini Rasulullah saw menegaskan :

93
Barangisapa yang kami angkat menjadi karyawan untuk mengerjakan sesuatu,
dan kami beri upah menurut semestinya, maka apa yang ia ambil lebih dari upah
yang semestinya, maka itu namanya korupsi. (HR. Abu Daud)

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw tidak memebenarkan tindakan Ibnu


Lutbiyah mengambil hadiah yang didapatnya waktu sedang menjalankan tugas
mengumpulkan zakat. Tentang sikap Ibnu Lutbiyah tersebut Rasulullah saw
bersabda :


Dengan wewenang yang diberikan Allah kepadaku, aku mengangkat
seseorang di antara kalian untuk melaksanakan suatu tugas, (tetapi) dia datang
melapor : Ini untuk engkau dan ini untukku sebagai hadiah. Jika ia duduk saja
di rumah bapak dan ibunya, apakah hadiah itu datang sendiri kepadanya, kalau
barang itu memang sebagai hadiah? Demi Allah seseorang tidak mengambil
sesuatu yang bukan haknya, melainkan ia menganggap Allah nanti pada hari
kiamat dengan membawa beban yang berat dari benda itu (HR. Muttafaqun
Alaih)

Rasulullah saw menilai haidah yang diteima oleh Ibnu Lutbiyah dalam
melaksanakan tugas itu tidak murni sebagai hadiah, tetapi ada maksud lain dari
yang memberinya. Bagi seorang petugas pengumpul zakat, (Amil), paling tidak
dampak negatifnya mengurangi, kalau tidak akan menghilangkan, sikap kritisnya
dalam menghitung berapa kewajiban zakat seseorang, karena lidahnya sudah
terhimpit oleh hadiah yang diberikan. Bahkan pada saatnya nanti akan terjadi
kolusi antara wajib zakat dan petugas.

Analog dengan kasus Ibnu Lutbiyah di atas, semua komisi yang diterima
seorang petugas dalam rangka menjalankan tugasnya bukanlah menjadi haknya.
Misalnya seorang kepala bagian perlengkapan membeli barang-barang untuk
keperluan kantor, maka potongan harga yang diberikan pedagang bukanlah

94
menjadi miliknya, tetapi menjadi milik kantor, karena dia bukan pedagang
perantara tetapi petugas yang digaji untuk mengadakan barang-barang keperluan
tersebut.

Bentuk lain dari menyalahgunakan jabatan adalah mengangkat orang-orang


yang tidak mampu untuk menduduki jabatan tertentu hanya karena dia anak
saudara atau kenalannya, padahal ada orang lain yang lebih mampu dan pantas
menduduki jabatan tersebut. Rasulullah saw bersabda :


Barangsiapa mengangkat seseorang buat suatu jabatan karena kekeluargaan,
padahal ada yang lebih disukai Allah daripadanya, maka sesungguhnya ia telah
mengkhianati Allah, Rasulnya dan kaum mukminin. (HR. Hakim)

Secara obyektif menyerahkan tugas kepada orang yang tidak mampu memang
mengundang kegagalan. Seseorang bertanya kepada Rasululla saw kapan terjadi
kiamat. Beliau menjawab : Apabila hilang amanah, tunggulah kiamat itu. Orang
tadi bertanya lagi : Bagaimana hilangnya amanah itu? Rasulullah saw
menjelaskan :


Apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, tunggulah kiamat
(HR. Bukhari)

4. Menunaikan kewajiban Dengan Baik


Allah SWT memikulkan ke atas pundak manusia tugas-tugas yang wajib dia
laksanakan. Baik dalam hubungannya dengan Allah SWT maupun dengan sesama
manusia dan makhluk lainnya. Tugas seperti itu disebut taklif, manusia yang ditugasi
disebut mukallaf, dan amanahnya disebut anamah taklif. Amanah inilah yang secara

95
metaforis digambarkan oleh Allah SWT tidak mampu dipikul oleh langit, bumi dan
gunung-gunung karena beratnya, tapi manusia bersedia memikulnya. Allah
berfirman:

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan


gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu karena
mereka khawatir akan mengkhianati, dan dipikullah amanah itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (QS. Al-Ahzab 33:72)

Semua tugas yang dipikulkan wajib dilaksanakan oleh manusia dengan


sebaik-baiknya karena nanti dia harus mempertanggujawabkannya di hadapan
Allah SWT. Semua, bertapapun kecilnya, akan dihisab oleh Allah SWT.


Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan
melihatnya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun
niscaya dia kan melihatnya. (QS. Zilzalah 99:7-8)

5. Memelihara Semua Nikmat yang Diberikan Allah


Semua nikmat yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia adalah amanah
yang harus dijaga dan dimanfaatkan dengan baik. Umur, kesehatan, harta benda, ilmu

96
dan lain-lain sebagainya, termasuk anak-anak, adalah amanah yang wajib dipelihara
dan dipertanggungjawabkan. Harta benda misalnya harus kita pergunakan untuk
mencari keridhaan Allah, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri, keluarga maupun
untuk kepentingan umat. Semua harus dimanfaatkan secara halal dan baik, tidak
boleh mubazir atau menggunakannya untuk kemaksiatan. Segala bentuk
penyalahgunaan dan penyia-nyiaan benda adalah pengkhianatan terhadap amanah
yang dipikulkan. Begitu jugalah halnya dengan ilmu, anak-anak dan nikmat-nikmat
Allah lainnya, semua adalah amanah yang harus dipelihara.

Khianat

Lawana dari amanah adalah khianat, sebuah sifat yang sangat tercela. Sifat
khianat adalah sifat kaum munafik yang sangat dibenci oleh Allah SWT, apabila
kalau yang dikhianatinya adalah Allah dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu Allah
melarang orang-orang yang beriman mengkhianati Allah, Rasul dan amanh
mereka sendiri. Firman-Nya :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
dan juga janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al-Anfal 8:27)

Bahkan pengkhianatan pun tidak boleh dibalas dengan penkhianatan.


Rasulullah saw bersabda :

97
Tunaikanlah amanah terhadap orang yang mengamanatimu dan janganlah
berkhianat terhadap orang yang mengkhianatimu. (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Dalam doa-doanya Rasulullah saw sering meminta agar dilindungi dari sifat
khianat. Misalnya doa seperti di bawah ini :


Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu daripada kelaparan, karena lapar
merupakan sejelek-jeleknya teman berbaring, dan aku mohon perlindungan-Mu
daripada khianat, karena ia adalah kawan dekat yang paling buruk. (HR. Abu
Daud)

C. ISTIQAMAH
Secara etimologis, istiqamah berasal dati kata istaqama-yastaqimu yang berarti
tegak lurus.4 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istiqamah diartikah sebagai
sikap teguh pendirian dan sellau konsekuen.5
Dalam terminologi Akhlaq, istiqamah adalah sikap teguh dalam mempertahankan
keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan
godaan. Seorang yang istiqamah adalah laksana batu karang di tengah-tengah lautan
yang tidak bergeser sedikitpun walaupun dipukul oleh gelombang yang bergulung-
gulung.
Perintah supaya beristiqamah dinyatakan dalam Al-Quran dan Sunnah. Allah
berfirman :

98

Katakanlah : Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu,


diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa,
maka istiqamahlah menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan
kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang bersekutukan-Nya. (QS.
Fushshilat 41:6)

Maka beristiqamahlah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana


diperintahkan kepadamu dan juga orang yang telah taubat beserta kamu dan
janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan. (QS. Hud 11:112)

Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan istiqamahlah
sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu mereka (QS. Asy-Syura 42:15)

Diriwayatkan bahwa seorang sahabat yang bernama Sufyan ibn Abdillah


meminta kepada Rasulullah saw supaya mengajarkan kepadanya intisari ajaran
Islam dalam sebuah kalimat yang singkat, padat dan menyeluruh, sehingga dia
tidak perlu lagi menanyakan hal tersebut kepada siapapun pada masa yang akan
datang. Memenuhi permintaan sahabat tersebut, Rasulullah saw bersabda :

99

Katakanlah : Saya beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah! (HR.
Muslim)

Iman yang sempurna adalah iman yang mencangkup tiga dimensi : hati, lisan
dan amal perbuatan. Seorang yang beriman haruslah istiqamah dalam ketiga
dimensi tersebut. Dia akan selalu menjaga kesucian hatinya, kebenaran
perkataannya dan kesesuaian perbuatannya dengan ajaran Islam. Ibarat berjalan,
seorang yang beristiqamah akan selalu mengikuti jalan yang lurus, jalan yang
laing cepet mengantarkannya ketujuan.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ad-Darami dati Ibn Masud ra,
diterangkan bahwa Rasulullah saw pada suatu hari membuat datu garis lurus di
hadapan beberapa sahabat. Kemudian beliau membuat pula garis membelintang di
kanan kiri garis lurus tersebut. Sambil menunjuk pada garis-garis lurus itu, beliau
berkata : Inilah jalan Allah. Kemudian beliau menunjuk pada garis-garis yang
banyak yang ada di kiri kanan garis lurus itu dan berkata : Inilah jalan-jalan
yang bersimpang, pada setiap jalan itu ada syaitan yang selalu menggoda.
Setelah itu beliau membacakan ayat Al-Quran yang berbunyi :

Sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-

100
beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang dimikian itu diperintahkan Allah kepadamu
agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Anam 6:153)

Jalan lurus yang dimaksud oleh ayat di atas adalah agama Allah Islam. Al-
Quran menyebut agama Allah dengan agama yang lurus :

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan


memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus,
dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayyinah 98:5)

Ujian Keimanan

Di dalam Al-Quran dijelaskan bahwa setiap orang yang mengaku beriman


pasti akan menghadapi ujian. Firman-Nya :

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan : Kami
telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. Al-Ankabut 29:2)

Ujian keimanan itu tidak selamanya dalam bentuk yang tidak menyenangkan,
tapi juga dalam bentuk yang menyenangkan. Keberhasilan bisnis juga ujian
seperti kebangkrutannya. Pujian juga ujian seperti celaan. Seorang mukmin yang

101
istiqamah tentu akan tetap teguh dengan keimanannya menghadapi dua macam
ujian tersebut. Dia tidak mundur oleh ancaman, siksaan dan segala macam
hambatan lainnya. Tidak terbujuk oleh harta, pangkat, kemegahan, pujian, kan
segala macam kesenangan semu lainnya. Itulah yang dipesankan oleh Rasulullah
saw kepada Sufyan di atas. Beriman dan beristiqamah.

Rasulullah saw adalah contoh teladan utama dalam istiqamah. Baik dengan
siksaan, ancaman dan celaan, maupun dengna bujukan, beliau tidak bergeser
sedikitpun dari jalan Allah. Ingatlah betapa tegasnya jawaban Nabi terhadap
bujukan pemuka Quraisy : Paman, demi Allah, kalaupun mereka meletakkan
matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya
aku meninggalkan tugas dakwah ini, sungguh tidak akan aku tinggalkan. Biar
nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu ada di tanganku, atau aku
binasa karenanya.

Keteguhan hati itu pulalah yang diperlihatkan oleh Bilal ibn Rabbah tatkala
disiksa oleh majikannya. Tidak sedikitpun imannya goyah : Ahad, ahad,
bisiknya dengan penuh keyakinan. Yasser dan Sumayyah, sepasang suami isteri
syuhada awal Islam rela mengorbankan nyawanya demi mempertahankan
keimanannya.

Buah dari Istiqamah

Dalam Surat Fushshilat ayat 30-32 disebutkan beberapa buah yang dapat
dipetik oleh orang yang beristiqamah, baik di dunia maupun di akhirat. Mari kita
baca terlebih dahulu firman Allah tersebut!

102






Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan : Tuhan kami ialah Allah,


kemudian mereka beristiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka
(dengan mengatakan): Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu
merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan memperoleh sorga yang telah
dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan
dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memeperoleh apa yang kamu inginkan
dan memperoleh pula di dalamnya apayang kamu minta. Sebagai hidangan
(bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.
Fushshilat 41: 30-32)

Dalam empat ayat di atas dijelaskan bahwa orang yang beristiqamah


dijauhkan oelh Allah dari rasa takut dan sedih yang negatif. Dia tidak takut
menghadapi masa depan dan tidak sedih dengan apa yang telah terjadi pada masa
yang lalu. Dia dapat menguasai rasa sedih karena musibah yang menimpanya
sehingga tidak hanyut dibawa arus kesedihan. Dan tidak pula dia gentar dan
waswas menghadapi kehidupan masa yang akan datang sekalipun dia pernah
mengalami kegagalan pada masa yang lalu.

Orang yang beristiqamah akan mendapatkan kesuksesan dalam kehidupannya


di dunia, karena dia dilindungi oleh Allah SWT. Begitu juga di akhirat dia akan
berbahagia menikmati karunia Allah di dalam sorga.

103
Dalam empat ayat di atas dijelaskan bahwa orang yang beristiqamah
dijauhkan oleh Allah dari rasa takut dan sedih. Tentu rasa takut dan sedih ayat di
atas adalah rasa takut dan sedih yang negatif. Misalnya takut menyatakan
kebenaran, takut menghadapi masa depan, takut mengalami kegagalan. Ketakutan
seperti itu akan menghambat kemajuan dan bahkan menyebabkan kemunduran.
Seorang tidak akan dapat berbuat apa-apa apabila selalu dipenuhi rasa takut.

Demikianlah juga rasa sedih. Yang dimaksud di sini bukanlah rasa sedih yang
manusiawi, misalnya kesedihan tatkala orang tua, anak atau orang-orang yang
dikasihi meninggal dunia. Atau tatkala mengalami kegagalan dalam usaha. Tetapi
rasa sedih yang mesti dihindari dalah rasa sedih yang berlarut-larut yang
menyebabkan rasa kehilangan semangat dan selalu diliputi penyesalan. Setiap
orang yang mengalami musibah atau kegagalan tentu akan sedih. Tapi ada yang
dapat segera menguasai kesedihannya dan ada yang kemudian larut dengan
kesedihan itu. Ibarat orang yang hanyut, yang pertama segera berenang ke pinggir
untuk mencari pegangan, sedangkan yang kedua hanyut diwab arus. Orang yang
istiqamah tidak akan hanyut dengan kesedihan.6

Dalam ayat di atas juga dijanjikan oleh Allah SWT perlindungan-Nya bagi
orang-orang yang beristiqamah. Lindungan Allah itu berarti jaminan untuk
mendapatkan kesuksesan dalam hidup dan perjuangan di dunia. Sahabat-sahabat
yang berjuang dalam Perang Badar, sekalipun jumlahnya hanya kurang dari
sepertiga musuh, tapi mereka tidak gentar dan tidak mundur. Mereka maju terus
ke medan perang dengan gagah berani sehingga akhirnya Allah memberikan
kemenangan (Baca QS. Al-Anfal 8:45). Dan akhirat nanti Allah SWT juga
berjanji akan melindungi orang-orang yang beristiqamah, dan itu berarti mereka
akan dibalasi dengan sorga tempat segala kenikmatan dan kebahagiaan.

Demikianlah, sikap istiqamah memang sangat diperlukan dalam kehidupan


ini. Karena tanpa sikap seperti itu seseorang akan cepat berputusan asa dan cepat
lupa diri, dan mudah terombang ambing oleh berbagai macam arus. Orang yang

104
tidak beristiqamah ibarat baling-baling di atas bukit yang berputar menuruti arah
angin yang berhembus.

D. IFFAH
Secara etimologis, iffah adalah bentuk masdar dari affa-yaiffu-iffah yang berarti
menjauh diri dari hal-hal yang tidak baik. Dan juga berarti kesucian tubuh.7
Secara terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala hal
yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya.
Nilai dan wibawa seseorang tidaklah ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya,
dan tidak pula ditentukan oleh bentuk rupanya, tetapi ditentukan oleh kehormatan
dirinya. Oleh sebab itu, untuk menjaga kehormatan diri tersebut, setiap orang
haruslah menjauhkan diri dari segala perbuatan dan perkataan yang dilarang oleh
Allah SWT. Dia harus mampu mengendalikan hawa nafsunya, tidak saja dari hal-hal
yang haram bahkan kadang-kadang harus juga menjaga dirinya dari hal-hal yang
halal karena bertentangan dengan kehormatan dirinya.8

Bentuk-bentuk Iffah
Al-Quran dan Hadis memberikan beberapa contoh dari iffah sebagai berikut :
1. Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah seksual,
seorang Muslim dan Muslimah diperintahkan untuk menjaga penglihatan,
pergaulan dan pakaiannya. Tidak mengunjungi tempat-tempat hiburan yang ada
kemaksiatannya, dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa
mengantarkannya kepada perzinaan. Mari kita perhatikan beberapa teks berikut
ini :

105



..

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan


pendangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menaha
pendangannya, dan memelihara kemaluannya (QS. An-Nur 24: 30-31)

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan


isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu
mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS. Al-Ahzab 33:59)

106
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.. (QS. Al-Isra; 17:32)

Apabila mereka lewat di tempat-tempat hiburan yang tidak berfaedah, mereka


melewatinya dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS. Al-Furqan 25:72)

Rasulullah saw berabda :


Jauhilah berdua-duaan dengan wanita (yang bukan isteri dan bukan mahram).
Demi Zat yang diriku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah berdua-duaan
seorang laki-laki dengan seorang perempuan lain kecuali syaitan masuk di
antara mereka berdua. (HR. Thabrani)

Dari beberapa nash di atas jelaslah bagaimana Allah dan Rasul-Nya


memberikan tuntunan tentang cara menjaga kehormatan diri dalam hubungannya
dengan masalah seksual. Seseorang tidak hanya harus menjauhi perzinaan, tapi
juga menghindari segala sesuatu yang akan mengantarkannya kepada perzinaan.
Kalau dia melakukan perbuatan yang mendekati perzinaan, misalnya pergaulan
bebas laki-laki perempuan, nama baik dan kehormatannya akan tercemar.
Sekalipun dia tidak melakukan perzinaan, tetapi masyarakat akan mudah
menuduh telah melakukan perzinaan.

Di samping tidak bergaul secara bebas, untuk menjaga kehormatan diri dalam
masalah seksual ini, Islam mengajarkan kepada kita bagaimana mengatur
pandangan terhadap lawan jenis dan bagaimana berpakaian yang sopan dan benar

107
menurut agama. Pakailah pakaian yang menutup aurat, tidak ketat, tidak
transparan dan tidak menunjukkan kesombongan. Pakaian menujukkan identitas
diri.

2. Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah harta, Islam
mengajarkan, terutama bagi orang miskin untuk tidak menadah tangan meminta-
minta. Al-Quran menganjurkan kepada orang-orang berpunya untuk membantu
orang-orang miskin yang tidak mau memohon bantuan karena sikap iffah mereka.
Allah berfirman :
.3
.4







(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah;
mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka
mereka orang kaya karena mereka memelihara diri dari minta-minta. Kamu
kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada ornag
secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkah di jalan Allah
maka sesungguhnya Alla Maha Mengetahui. (QS.Al-Baqarah 2:273)

Orang-orang fakir yang dimaksud dalam ayat diatas adalah orang-orang yang
karena menyediakan diri untuk berjihad sampai tidak dapat berusaha untuk
mencari nafkah. Orang-orang yang tidak mengerti keadaan mereka mengira
bahwa mereka adalah orang-orang berkecukupan disebabkan mereka selalu
menjaga kehormatan diri mereka dari meminta-minta. Tetapi orang yang melihat
mereka dengan teliti akan melihat wajah mereka pucat dan keadaannya sangat

108
menyedihkan. Jika ada yang terpaksa meminta maka ia meminta dengan jalan
yang halus tanpa mendesak.9

Meminta-minta adalah perbuatan yang merendahkan kehormatan diri.


Daripada memint-minta seseorang lebih baik mengerjakan apa saja untuk
mendapatkan penghasilan asal halal, sekalipun hanya mengumpulkan kayu api.
Tentang hal ini Rasulullah saw bersabda :


Seseorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu
bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk
mencukupi kebutuhan dan nafkah dirinya, maka itu lebih baik daripada dia
meminta-minta kepada orang-orang yang terkadang diberi dan kadang ditolak
(H. Muttafaqun Alaihi)

5. Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan kepercayaan orang


lain kepada dirinya, seseorang harus berutl-betul menjauhi segala bentuk
ketidakjujuran. Sekali-kali jangan dia berkata bohong, mungkir janji, khianat dan
lain sebagainya. Rasulullah saw bersabda :


Berikan jaminan kepadaku terhadap enam perkara, maka aku akan memberi
jaminan jalian masuk sorga. Yaitu, jujurlah bila kamu berkata-kata, tepatilah
bila kamu berjanji, tunaikanlah amanah kepada yang berhak jika kamu diberi
amanah, jagalah kemaluanmu, tekurkanlah pandanganmu, dan tahanlah
tanganmu (sehingga tidak menyakiti orang lain). (HR. Ahmad dan Ibn Hibban)

Apabila seseorang dipercaya mengelola keuangan, kelolalah dengan jujur dan


transparan. Lebih-lebih lagi apabila pemilik harta itu tidak dapat mengontrolnya.
Misalnya mengelola harta anak yatim. Al-Quran mengingatkan kepada para wali
anak yatim agar dapat menahan diri jangan sampai tergoda untuk memakan harta

109
mereka. Bagi wali yang kaya lebih baik dia membiayai kehidupan anak yatim itu
dengan kekayaannya sendiri, sebagai ujud dari kasih sayang dan belas kasihnya
kepada mereka. Kecuali bagi wali yang miskin, dia boleh menggunakan harta itu
untuk kepentingan si yatim, termasuk biaya pengelolaan harta mereka apabila
diperlukan. Tentang hal ini Allah SWT berfirman :

Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian
jika menuntut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta
anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa
(membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Berangsiapa (di antara
pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta
anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu
menurut yang patut, kemudian apabila kamu adakan saksi-saksi (tentang

110
penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas
persaksian itu). (QS. An-Nisa 4:6)

Demikian, sikap iffah yang sangat diperlukan untuk menjaga kehormatan dan
kesucian dari sehingga tidak ada peluang sedikitpun bagi orang lainyang tidak
senang dengannyauntuk melemparkan tuduhan dan fitnahan. Orang yang
mempunyai sikap iffah (disebut afif) akan dihormati dan mendapat kepercayaan
dari masyarakat. Dan yang lebih penting lagi dia akan mendapatkan ridha Allah
SWT.

E. MUJAHADAH
Istilah mujahadah berasal dari kata jahada-yujahidu-mujahadah-jihad yang
berarti mencurahkan segala kemampuan (badzlu al-wusi).10 Dalam konteks akhlaq,
mujahadah adalah mencurahkan segala kemampuan untuk melepaskan diri dari segala
hal yang menghambat pendekatan diri terhadap Allah SWT, baik hambatan yang
bersifat internal maupun yang eksternal.
Hambatan yang bersifat internal datang dari jiwa yang mendorong untuk berbuat
keburukan (nafsu ammarah bi as-sui), hawa nafsu yang tidak terkendali, dan
kecintaan kepada dunia. Sedangkan hambatan eksternal datang dari syaithan, orang-
orang kafir, munafik, dan para pelaku kemaksiatan dan kemungkaran.11
Untuk mengatasi dan melawan semua hambatan (internal dan eksternal) tersebut
diperlukan kemauan keras dan perjuangan yang sungguh-sungguh. Perjuangan
sungguh-sungguh itulah yang disebut mujahadah. Apabila seseorang bermujahadah
untuk mencari keridhaan Allah SWT, maka Allah berjanji akan menunjukan jalan
kepadanya untuk mencapai tujuannya tersebut. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :

111

Dan orang-orang yang bermujahadah untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-


benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya
Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Ankabut
29:69)

Objek Mujahadah

Secara terperinci, objek mujahadah ada enam hal :

1. Jiwa yang selalu mendorong seseorang untuk melakukan kedurhakaan atau dalam
istilah Al-Quran futur. Di dalam Al-Quran dijelaskan bahwa Allah SWT
mengilhamkan kepada jiwa jalan kefasikan dan ketaqwaan.
.2


Dan jiwa serta penyempurnaanya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
(QS. Asy-Syams 91: 7-10)

Jiwa yang mendorong manusia untuk melakukan kejahatan itulah yang dalam
tempai lain disebut oleh Al-Quran dengan nafsu ammarah bis-su-i (QS. Yusuf
12:53). Jiwa inilah yang mendorong kepada keinginan-keinginan yang rendah
yang menjurus kepada hal-hal negatif.

3. Hawa nafsu yang tidak terkendali, yang menyebabkan seseorang melakukan apa
saja untuk memenhi hawa nafsunya itu tanpa mempedulikan larangan-larangan
Allah SWT, dan tanpa mempedulikan mudharat bagi dirinya sendiri maupun bagi

112
orang lain. Manusia memang memerlukan hawa nafsu, bahkan manusia tidak
dapat bertahan hidup kalau tidak memiliki hawa nafsu. Tapi memperturutkan
hawa nafsu (nafsu makan, minum, seks, mengumpulkan harta, berkuasa dan lain
sebagainya) tanpa kendali akan merusak manusia itu sendiri. Al-Quran
memperingatkan janganlah sampai kita mempertuhankan hawa nafsu.
.4




Terangkanlah kepada-Ku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya


sebagai tuhannya. Maka apakah kau dapat menjadi pemelihara atasnya?
Ataukah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau
memahami. Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). (QS. Al-Furqan 25: 43-
44)

Untuk mengendalikan hawa nafsu diperlukan sebuah perjuangan yang tidak


mengenal lelah. Karena perang melawan hawa nafsu sendiri jauh lebih berat dari
perang menghadapi musuh dari luar. Seseorang tidak akan dapat menang
menghadapi musuh dari luar sebelum dia dapat mengalahkan musuh dari dalam
dirinya sendiri.

5. Syaithan yang selalu menggoda umat manusia untuk memperturutkan hawa nafsu
sehingga mereka lupa kepada Allah SWT dan untuk selanjutnya lupa kepada diri
mereka sendiri. Banyak cara dilakukan oleh syaitan untuk menggoda umat
manusia, baik dengan cara menjungkir balikkan nilai-nilai kebenaran, mencampur
adukkan hak dan batil, maupun degnan menakut-nakuti manuisa untuk
menyatakan kebenaran. Tentang hal ini Allah SWT mengingatkan :

113
.6


Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah itu


musuhmu, karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak
golongannya supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (QS. Fathir
35:6)

Hai orang-orang yang berimanm masuklah kamu ke dalam Islam secara


keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah 2:208)

7. Kecintaan terhadap dunia yang berlebihan sehingga mengalahkan kecintaanya


kepada Akhirat, padahal keberadaan manusia di dunia hanya bersifat sementara,
secara individual samapi maut datang menjemput, dan secara umum sampai
kiamat datang. Kehidupan yang abadi adalah kehidupan di Akhirat.
Kecintaan yang berlebihan kepada dunia menyebabkan orang takut mati, dan
selanjutnya tidak berani terjun ke medan jihad berperang melawan musuh,
terhadap orang-orang seperti ini Allah SWT berfirman :

114




Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada


kamu : berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah, kamu merasa berat
dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia
sebagai ganti kehidupan di Akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini
(dibandingkan dengan kehidupan) di Akhirat hanyalah sedikit. (QS. At-Taubah
9:38)

8. Orang-orang kafir dan munafik yang tidak pernah berpuas hati sebelum orang-
orang beriman kembali menjadi kufur. Allah SWT menyatakan :
.9






Sebagian besar Ahlul Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan


kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari
diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah
dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah 2:109)

115


Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu
mengikuti agama mereka (QS. Al-Baqarah 2:120)

Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik


itu, dan bersikap keraslah kepada mereka. Tempat mereka ialah neraka jahanam.
Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya. (QS. Taubah 9:73)

10. Para pelaku kemaksiatan dan kemunkaran, termasuk dari orang-orang yang
mengaku beriman sendiri, yang tidak hanya merugikan mereka sendiri, tapi juga
merugikan masyarakat. Perbuatan mereka dapat mengganggu dan menghambat
orang lain melakukan ibadah dan amal kebajikan. Untuk itulah orang-orang yang
beriman diperintahkan oleh Allah SWT untuk melakukan nahimunkar, disamping
amal maruf. Allah berfirman :
.11



Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran 3:104)

116
Cara Mujahadah

Setelah menyadari enam hal yang menjadi objek mujahadah di atas, maka kita
perlu berusaha mencurahkan segala kemampuan dan potensi yang kita miliki
untuk menghadapinya sehingga tidak ada lagi hambatanbaik dari dalam
maupun luar diriuntuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam seluruh
aspek kehidupan kita.

Secara garis besar ada tiga cara mujahadah. Yang pertama, sebagai landasan
teoritis, berusaha sungguh-sungguh : (1) Memahami hakikat jiwa dan bagaimana
pengaruh kebaikan dan keburukan yang dilakukan terhadap kesucian jiwa.
Kemudian mengenal dan mencintai Tuhan yang menciptakan jiwa itu. Terutama
dengan mensyukuri segala kenimatan yang dikaruniakan-Nya; (2) Menyadari
bahwa hawa nafsu kalau dikelola dengan baik akan berakibat positif untuk
kebaikan diri, tapi kalau dibiarkan tidak terkendali akan merusak; (3) Menyadari
dan mengingat selalu bahwa syatian tidak akan pernah berhenti menjerumuskan
umat manusia dengan segala macam cara; (4) Menyadari bahwa segala
kenikmatan yang akan didapat di sorga, oleh sebab itu jangan mengorbankan
yang lebih banyak untuk mencari yang lebih sedikit dan jangan meninggalkan
yang abadi demi mengejar fana; (5) Menyadari bahwa sebagian besar orang-
orang kafir dan munafik tidak akan pernah berdiam diri selama orang-orang
beriman tidak mengikuti pandangan dan sikap hidup mereka, oleh sebab itu
diperlukan persatuan dan tolong menolong sesama orang-orang Islam dalam
menghadapinya; dan (6) Menyadari bahwa kemaksiatan dan kemungkaran kalau
dibiarkan akan dapat merusak masyarakat dan menghancurkan segala kebaikan
yang sudah bersusah payah dibangun.

Cara mujahadah yang kedua adalah dengan melakukan amal ibadah praktis
yang dituntunkan oleh Rasulullah saw untuk memperkuat mental spiritual dan
meningkatkan semangat juang untuk menghadapi semua tantangan di atas.
Amalan-amalan praktis itu antara lain adalah : (1) Sering medirikan shalat malam

117
atau Qiyamal-Lail karena shalat malam sangat efektif untuk meningkatkan
semangat juang dan ketahanan mental spiritual (QS. Al-Muzzammil 73: 1-5; Al-
Isra 17:79); (2) Mengerjakan puasa sunnah Senin Kamis, atau puasa Nabi
Dawud, atau puasa sunnah lainnya (Hadits); (3) Membaca Al-Quran sebanyak-
banyaknya. Akan lebih baik lagi bila diikuti dengan pemahaman dan perenungan
isinya (QS. Yunus 10:57; Muhammad 47:24); (4) Berzikir dan berdoa, terutama
mohon perlindungan perlindungan Allah SWT dari godaan syaitan (QS. Al-Anfal
8:45; Al-Mukmin 40:60; Al-Araf 7:55; An-Nas 144: 1-6).

Cara mujahadah yang ketiga (untuk menghadapi hambatan dari luar) adalah
dengan jihad, mulai dati jihad dengan harga benda, ilmu pengetahuan, tenaga,
sampai kepada jihad dengan nyawa (perang fisabilillah) (QS. Ash-Shaf 61: 10-
13).

Demikianlah, barangsiapa yang bermujahadah pada jalan Allah SWT, maka


Allah akan memberikan hidayah kepadanya (QS. Al-Ankabut 29:69), dan pada
akhirnya semua hasil dari mujahadah itu akan kembali untuk kebaikan dirinya
sendiri. Sedangkan Allah SWT tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya.
Allah SWT berfirman :

Dan barangsiapa yang bermujahadah, maka sesungguhnya mujahadah itu


adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. AlAnkabut 29:6)

F. SYAJAAH
Syajaah artinya berani, tapi bukan berani dalam arti siap menantang siapa saja
tanpa mempedulikan apakah dia berada di pihak yang benar atau salah, dan bukan

118
pula berani memperturutkan hawa nafsu. Tapi berani yang berlandaskan kebenaran
dan dilakukan dengan penuh pertimbangan.
Keberanian tidaklah ditentukan oleh kekuatan fisik, tetapi ditentukan oleh
kekuatan hati dan kebersihan jiwa. Betapa banyak orang yang fisiknya besar dan
kuat, tapi hatinya lemah, pengecut,. Sebaliknya betapa banyak yang fisiknya lemah,
tapi hatinya seperti hati singa. Rasulullah saw menyatakan :


Bukanlah yang dinamakan pemberani itu orang yang kuat bergulat.
Sesungguhnya pemberani itu ialah orang yang sanggup menguasai dirinya di
waktu marah. (HR. Muttafaqun Alaihi)

Kemampuan pengendalian diri waktu marah, sekalipun dia mampu


melampiaskannya, adalah contoh keberanian yang lahir dari hati yang kuat dan
jiwa yang bersih.

Bentuk-bentuk Keberanian

Keberanian tidak hanya ditunjukan dalam peperangan, tapi juga dalam


berbagai aspek kehidupan. Berikut ini beberapa bentuk keberanian yang disebut
oleh Al-Quran da Sunnah :

1. Keberanian menghadapi musuh dalam peperangan (jihad fi sabilillah). Seorang


Muslim harus berani terjun ke medan perang menegakkan dan membela
kebenaran. Dia harus terus maju sampai menang atau mati syahid. Tidak boleh
mundur atau lari meninggalkan medan, kecuali mundur untuk bergabung dengan
pasukan (Islam) lain, atau sebagai bagian dari siasat peperangan. Allah SWT
berfirman :
.2



119


Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang


kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka
(mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu,
kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabung diri dengan
pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa
kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahanam. Dan amat buruklah
tempat kembalinya. (QS. Al-Anfal 8: 15-16)

Rasulullah saw dan para sahabatnya telah memberikan contoh betapa gagah
beraninya mereka dalam medan perang. Dalam Perang Badar misalnya, dengan
kekuatan personil kurang lebih 300 orang, mereka berani mengadapi musuh
dengan kekuatan tiga kali lipat lebih (kurang lebih 1000 orang) dan ternyata
Rasulullah saw dan para sahabat berhasil mencapai kemenangan (baca QS. Al-
Anfal).

3. Keberanian menyatakan kebenaran (kalimah al-haq) sekalipun di hadapan


penguasa yang zalim. Rasulullah saw bersabda :


Jihad yang paling afdhal adalah memperjuangkan keadilan di hadapan
penguasa yang zalim. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Dalam riwayat Nasai disebutkan kalimah al-haq inda sulthan jair


(memperjuangkan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim).

Kebenaran memang harus disampaikan sekalipun mengandung resiko.


Resikonya akan lebih besar lagi kalau yang dihadapi adalah penguasa yang
otoriter, yang menganggap semua kritik adalah pembangkangan. Menghadapi
penguasa seperti itu diperlukan keberanian.

120
4. Keberanian untuk mengendalikan diri tatkala marah sekalipun dia mampu
melampiaskannya-sebagaimana yang sudah desebutkan dalam hadits di atas.

Sumber Keberanian

Apa yang menyebabkan seseorang memiliki keberanian, sehingga tidak gentar


menghadapi apapun sekalipun nyawa ditangannya? Dari mana dia mendapatkan
keberanian itu?

Menurut Raid Abdul Hadi, dalam bukunya Mamarat al-Haq,12 paling kurang
ada tujuh factor yang menyebabkan seseorang memiliki keberanian :

1. Rasa Takut Kepada Allah SWT


Takut kepada Allah SWT membuat seseorang tidak takut kepada siapapun selama
dia yakin bahwa yang dilakukannya adalah dalam rangka menjalankan perintah-
Nya. Allah berfirman :

Orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-


Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorangpun selain kepada Allah. Dan
cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan. (QS. Al-Ahzab 33:39)

Mereka mempunyai keberanian karena yakin Allah pasti akan memberikan


pertolongan kan perlindungan. Kalau ada yang menakut-nakuti, m eraka akan
menjawab :

121
Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik
Pelindung. (QS. AliImran 3:173)

2. Lebih Mencintai Akhirat daripada Dunia


Bagi seorang Muslim dunia bukanlah tujuan akhir. Dunia adalah jembatan
menuju ke Akhirat. Oleh sebab itu dia tidak akan ragu meninggalkan dunia
asalkan mendapatkan kebahagiaan di Akhirat. Sebaliknya, bila seseoang lebih
mencintai dunia daripada Akhirat, maka dia akan takut menghadapi segala
sesuatu yang dapat menyebabkan dia kehilangan dunia. Dalam hal ini Allah SW
berfirman :

Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada


kamu : Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah, kamu merasa berat
dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia
sebagai kehidupan di Akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini
(dibangingkan dengan kehidupan) di Akhirat hanyalah sedikit. (HR. At-Taubah
9:38)

3. Tidak Takut Mati

122
Kematian adalah sebuah kepastian. Cepat atau lambat setiap orang pasti mati.
Kalau ajal sudah datang tidak ada yang dapat mencegahnya. Kemanapun dia lati
kematian pasti menjemputnya. Allah SWT berfirman :

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kau
di dalam benteng yan tinggi lagi kokoh. (QS. An-Nisa 4:78)

Seorang Muslim tidak takut mati, apalagi mati dalam jihad. Setiap prajurit
Islam pasti mendambakannya. Bagi mereka kematian adalah jalan menuju sorga.
Semangat itulah yang menyebabkan para prajurit Islam punya keberanian luar
biasa. Panglima Khalid ibn Walid mengatakan kepada pasukan Romawi :


Kami datang dengan pasukan yang mencintai kematian, sebagaimana kalian
mencintai kehidupan.

4. Tidak Ragu-Ragu
Di antara yang menyebabkan munculnya rasa takut adalah perasaan ragu-
ragu. Apabila seseorang ragu-ragu dengan kebenaran yang dia perjuangkan, tentu
dia akan takut menghadapi resiko. Tapi bila dia yakin dengan kebenaran yang dia
perjuangkan, muncullah keberaniannya. Oleh sebab itu secara umum Rasulullah
saw mengajarkan :


Tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu, menuju apa-apa yang tidak
meragukanmu. (HR. Tirmidzi dan Nasai)

5. Tidak Menomorsatukan Kekuatan Materi

123
Seorang Muslim memang meyakini bahwa kekuatan materi diperlukan dalam
perjuangan, tapi materi bukanlah segala-galanya. Di balik itu tetap Allah SWT
yang menentukan. Jumlah yang banyak misalnya tidak menjamin kemenangan,
sebagaimana jumlah yang sedikit tidak selalu berarti kekalahan. Pasukan Islam
dapat mengalahkan musuh dalam perang Badar, sekalipun jumlah musuh tiga kali
lipat banyaknya. Allah SWT menyatakan :

Betapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan


yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.
(QS. Al-Baqarah 2:249)

6. Tawakal dan Yakin Akan Pertolongan Allah


Orang-orang yang memperjuangkan kebenaran tidak pernah merasa takut,
karena setelah mengerahkan segala tenaga, tinggal dia bertawakkal dan
mengharapkan pertolongan dari Allah SWT.

Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupi
(keperluan) nya (QS. Ath-Thalaq 65:3)

7. Hasil Pendidikan
Sikap berani lahir dari pendidikan, baik di rumah tangga, sekolah, masjid
maupun dari lingkungan. Anak-anak yang diasuh dan dididik oleh orang tua
pemberani juga akan tumbuh dan berkembang menjadi pemberani. Demikian
seterusnya.

124
Jubun dan Penakut

Lawan dari sifat syajaah adalan jubun (al-jubn), yaitu penakut. Takut
menghadapi musuh, takut menyatakan kebenaran, takut gagal, takut menghadapi
resiko dan ketakutan-ketakutan lainnya. Penakut adalah sifat yang tercela, sifat
orang-orang yang tidak benar-benar tekut kepada Allah. Pribahasa Arab
mengatakan :


Siapa yang takut kepada Allah, Allah akan membuat segala sesuatu takut
kepadanya. Sebaliknya siapa yang tidak takut kepada Allah, maka Allah akan
membuat dia takut kepada segala sesuatu.

Allah SWT mencela orang-orang yang takut pergi ke medan perang karena
takut mengahdapi musuh. Allah berfirman :

125

Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka :


Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka
takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih dari
itu takutnya. Mereka berkata : Ya Tuhan Kami, mengapa Engkau wajibkan
berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban
berperang itu) kepada kami beberapa waktu lagi? Katakanlah : Kesenangan di
dunia ini hanya sebentar dan Akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang
bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun. (QS. An-Nisa 4:77)

Rasulullah saw sendiri berdoa kepada Allah SWT agar dijauhkan dari sifat
penakut atau pengecut :


Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa khawatir dan duka cita. Aku
berlindung kepada-Mu dari sifat lemah dan malas. Aku berlindung kepada-Mu
dari sifat penakut dan kikir. Dan aku berlindung kepada-Mu dari rongrongan
hutang dan paksaan orang-orang (zalim). (HR. Bukhari)

G. TAWADHU
Tawadhu artinya rendah hati, lawan dari dari sombong atau takabur. Orang yang
rendah hati tidak memandang dirinya lebih dari orang lain, sementara orang yang
sombong menghargai dirinya secara berlebihan. Rendah hati tidak sama dengan
rendah diri, karena rendah diri berarti kehilangan kepercayaan diri. Sekalipun dalam
praktiknya orang yang rendah hati cenderung merendahkan dirinya di hadapan orang
lain, tapi sikap tersebut bukan lahir dari rasa tidak percaya diri.

126
Sikap tawadhu terhadap sesama manusia adalah sifat mulia yang lahir dari
kesadaran Kemahakuasaan Allah SWT atas segala hamba-Nya. Manusia adalah
makhluk lemah yang tidak berarti apa-apa di hadapan Allah SWT. Manusia
membutuhkan karunia, ampunan dan rahmat dari Allah SWT, manusia tidak akan
bisa bertaham hidup, bahkan bahkan tidak akan pernah ada di atas permukaan bumi
ini.
Orang yang tawadhu menyadari bahwa apa saja yang dia miliki, baik bentuk
rupa yang cantik atau tampan, ilmu pengetahuan, harta kekayaan, maupun pangkat
dan kedudukan dan lain-lain sebagainya, semuanya itu adalah karunia dari Allah
SWT. Allah SWT berfirman :

Dan apa saja yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila
kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta
pertolongan. (QS. An-Nahl 16:53)

Dengan kesadaran seperti itu sama sekali tidak pantas bagi dia untuk
menyombongkan diri sesama manusia, apalagi menyombongkan diri terhadap
Allah SWT.

Keutamaan Tawadhu

Sikap tawadhu tidak akan membuat derajat seseorang menjadi rendah, malah
dia akan dihormati dan dihargai. Masyakarat akan senang dan tidak tagu bergaul
dengannya. Bahkan lebih dari itu derajatnya di hadapan Allah SWT semakin
tinggi. Rasulullah saw berdabda :

127
Tawadhu, tidak ada yang bertambah bagi seorang hamba kecuali ketinggian
(derajat). Oleh sebab itu tawadhulah kamu, niscaya Allah akan meninggikan
(derajat) mu (HR. Dailami)

Di samping mengangkat derajatnya, Allah memasukkan orang-orang yang


tawadhu kedalam kelompok hamba-hamba yang mendapatkan kasih sayang dari
Allah Yang Maha Penyayang. Firman-Nya :

Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati (QS. Al-Furqan 25:63)

Bentuk-bentuk Tawadhu

Sikap tawadhu dalam pergaulan bermasyarakat dapat terlihat antara lain


dalam bentuk-bentuk berikut ini :

1. Tidak menonjolkan diri dari orang-orang yang level atau statusnya sama, lecuali
apabila sikap tersebut menimbulkan kerugian bagi agama atau umat Islam.
2. Berdiri dari tempat duduknya dalam satu majlis untuk menyambut kedatangan
orang yang lebih mulia dan lebih berilmu kepada dirinya, dan mengantarkannya
ke pintu ke luar jika yang bersangkutan meninggalkan majlis.
3. Bergaul dengan orang awam dengan ramah, dan tidak memandang dirinya lebih
dari mereka.
4. Mau mengunjungi orang lain sekalipun lebih rendah status sosialnya.
5. Mau duduk-duduk bersama dengan fakir miskin, orang-orang cacat tubuh, dan
kaum dhuafa lainnya, serta bersedia mengabulkan undangan mereka.
6. Tidak makan minum dengan berlebihan dan tidak memakai pakaian yang
menunjukkan kemegahan dan kesombongan.13

Takabur atau Sombong

128
Lawan dari sikap tawadhu adalah takabur atau sombong, yaitu sikap
menganggap diri lebih dan meremehkan orang lain. Karena sikapnya itu orang
sombong akan menolak kebenaran, kalau kebenaran itu datang dari pihak yang
statusnya dia anggap lebih rendah dari dirinya. Rasulullah saw berdabda :


Takabur itu adalah menolak kebenaran dan melecehkan orang lain. (HR.
Muslim)

Karena orang yang sombong selalu menganggap dirinya benar, maka dia tidak
mau menerima kritikan dan nasehat dari orang lain. Dia akan menutup mata
terhadap kelemahan dirnya. Dia akan menutup telinganya kecuali untuk
mendengarkan pujian-pujian terhadap dirinya. Oleh sebab itu sudah merupakan
Sunnatullah kalau kemudian Allah memalingkan orang yang sombong dari tanda-
tanda kekuasaan Allah.14 Allah SWT berfirman :

129
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka
bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Jika melihat tiap-
tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan
yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika
mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu
adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai
padanya. (QS. Al-Araf 7:146)

Karena dia jauh dari kebenaran, maka di Akhirat nanti orang-orang yang
sombong tidak akan masuk sorga. Rasulullah saw bersabda :


Tidak akan masuk sorga orang yang di dalam hatinya ada sebiji zarah sifat
sombong. (HR. Muslim)

Kenapa Harus Takabur?

Sifat sombong adalah sifat warisan iblis yang menolak perintah Allah untuk
sujud kepada Adam AS. Iblis mengklaim dirinya lebih mulia dari Adam, karena
Adam diciptakan dari tanah sedangkan dia diciptakan dari api, padahalmenurut
Iblisapi lebih mulia dari tanah (baca QS. Al-Baqarah 2:34; Al-Hijr 15: 28-35).
Karena kesombongannya itu kemudian Iblis dikutuk oleh Allah, dan karena
kesombongannya itu pula dia tidak berniat untuk meminta ampun kepada Allah
SWT. Oleh sebab itu para Ulama mengatakn sifat sombong adalah induk dosa-
dosa.

Sebenarnya apa yan dibanggakan oleh orang-orang yang sombong itu? Harta,
ilmu, pangkat, keturunan? Bukankah semuanya itu hanya titipan dari Allah SWT?
Lagi pula sekalipun dia memiliki harta yang banyak, kedudukan yang tinggi, tapi
bukankah masih ada orang lain yang memiliki harta yang lebih banyak
daripadanya, dan menduduki jabatan lebih tinggi darinya. Dalam hal perlu

130
direnungkan oleh orang-orang yang sombong ucapan seorang filusuf kepada
seorang majikan yang sombong :

Bila tuan sombong kepadaku dengan kudamu yang gagah dan indah, maka yang
gagah dan indah itu adalah kudamu. Bila tuan sombong dengan pakaian dan
perhiasan yang bagus, maka yang bagus itu adalah makaian dan perhiasanmu.
Dan bila tuan sombong dengan jasa dan kemuliaan bapak-bapakmu, maka yang
mulia dan berjasa adalah mereka, bukan kamu.15

Bentuk-bentuk Takabur

Kesombongan dapat terlihat dari sikap dan kata-kata dengan alasan yang
berbeda-beda. Para wanita misalnya, menyombongkan kecantikannya, orang-
orang kaya menyombongkan harta kekayaannya, para pemimpin
menyombongkan pengikutnya yang banyak, bahkan pada penjahatnpun
menyombongkan kejahatan dan kemaksiatan dilakukan.

Berikutnya ini adalah beberapa contoh bentuk-bentuk kesombongan dalam


pergaulan bermasyarakat :

1. Kalau mendatangi suat majlis, dia ingin dan senang kalau para hadirin berdiri
menyambutnya, padahal Rasulullah saw menyatakan :


barangsiapa menyenangi orang-orang berdiri menghormatinya, maka bersiap-
siaplah dia menempati tempat duduknya di neraka. (HR. Bukhari)

2. Kalau berjalan, dia ingin ada orang yang berjalan di belakangnya, untuk
menunjukkan bahwa dia lebih hebat dan lebih mulia dari yang lainnya.
3. Tidak mau mengunjungi orang yang statusnya dianggap lebih tendah dari dirinya.
Dan dia tidak suka kalau orang yang dianggap rendah statusnya itu duduk
berdampingan dengannya atau berjalan di sisinya.

131
4. Merasa malu dan hina mengerjakan pekerjaan tumah tangga, dan kalau berbelanja
tidak mau membawa sendiri barang belanjaannya mereka karena akan
merendahkan derajatnya.

Demikianlah, seyogyanya seorang Muslim selalu berusaha menjadi orang


yang tawadhu dan menjauhi segala bentuk kesombongan atau takabur dalam
seluruh aspek kehidupannya.

H. MALU
Malu (al-haya) adalah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan
melakukan sesuatu yang rendah atau tidak baik. Orang yang memiliki rasa malu,
apabila melakukan sesuatu yang tidak patut, rendah atau tidak baik dia akan terlihat
gugup, atau mukanya merah. Sebaliknya orang yang tidak punya rasa malu, akan
melakukannya dengan tentang tanpa ada rasa gugup sedikitpun.
Diceritakan oleh seorang sahabat yang bernama Abu Said al-Khudry bahwa
Rasulullah saw jika melihat sesuatu yang tidak disukainya warna muka beliau
berubah.


Adalah Rasulullah saw lebih pemalu dari gadis pingitan. Bila melihat sesuatu
yang tidak disukainya, kami dapat mengetahuinya dari wajah beliau. (HR.
Muttafaqun Alaih)

Sifat malu adalah akhlaq terpuji yang menjadi keistimewaan ajaran Islam.
Rasulullah saw bersabda :


Sesungguhnya semua agama itu mempunyai akhlaq, dan akhlaq Islam itu adalah
sifat malu. (HR. Malik)

132
Rasa malu adalah sumber utama kebaikan dan untur kemuliaan dalam setiap
pekerjaan. Rasulullah saw bersabda :

133

Anda mungkin juga menyukai