Anda di halaman 1dari 1

ILMU DAN ADAB

Penulis: Ustadz Muhammad Sanusin, Lc.

Ilmu dan adab tidaklah dapat dipisahkan, seorang penuntut ilmu harus beradab ketika menerima ilmu dari gurunya,
beradab terhadap gurunya, beradab dengan teman-temannya, bahkan beradab terhadap buku yang dia pelajari.
Ibunya Imam malik rahimahumallah, sangat memahami, ketika berkata kepada anaknya yang masih kecil, Imam Malik
kecil ketika akan mendatangi gurunya, ulama Madinah saat itu, Rabiah Ar-rayi rahimahullah.
Sang Ibu tidak berkata kepada anaknya, belajarlah ilmu banyak-banyak sehingga engkau menjadi ulama. Dengarkan apa
yang dikatakan sang ibunda kepada anaknya, Ambillah adabnya, sebelum engkau mengambil ilmu darinya.
Adab didahulukan dari ilmu, karena dengan beradab kita meraih ilmu. Hasilnya, tidak tanggung-tanggung. Imam
Malik, siapakah yang tidak tau tentangnya ? Ternyata apa yang dilakukan oleh Ibundanya Imam Malik adalah praktek dari
firman Allah taala ketika ingin mengajari Nabi Musa alaihissalam.
Di dalam surat Thaha ayat 11 sampai 14 sangat jelas tentang hal itu, sebelum Allah taala mewahyukan kepada Nabi Musa
alaihissalam bahwa Dia Allah yang Tiada Ilah (Tuhan yang berhak disembah) selain Dia.
Allah taala berfirman kepadanya,

Lepaskan kedua alas kakimu, sesungguhnya engkau sedang berada di lembah suci Tuwa (QS. Thaha 12).
Sebelum menerima wahyu, Allah taala mengingatkan Nabi Musa alaihissalam akan sebuah adab, melepas alas kaki di
lembah suci Thuwa. Inilah adab sebelum menerima ilmu
Setelah kita mengetahui cerita Nabi Musa alaihissalam, dan juga kisah Imam Malik dan ibunya, sedikit saya ceritakan
kisah saya sendiri. Suatu hari saya memasuki masjid Nabawi, tiba-tiba ada yang menegur saya, Tangan kanan!. Ada apa
dengan tangan kananku, atau ada yang salah dengan tangan kiriku ?
Akupun sadar kalau ditangan kananku ada sepasang sandal, ditangan kiri ada kitab dan mushaf Al-Quran
Oh aku sadar, kalau bapak itu sedang mengajari aku sebuah adab.
Dan itu terjadi berulang kali, mungkin karena lupa atau karena kebiasan yang perlu waktu untuk proses perubahan. Setiap
kali saya melewati pintu itu, dan saya melihat kepadanya, saya langsung melihat tangan kanan dan kiri saya. Apakah
sudah benar tangan saya beradab dengan Mushaf Al-Quran dan kitab ilmu?
Terima kasih guruku, engkau telah mengajari aku adab yang aku lupa darinya.
Menghormati guru adalah hal yang sangat vital bagi penuntut ilmu. Ilmu tidak akan menghampiri mereka yang tidak
berbakti dan hormat kepada gurunya. Banyak kisah yang mungkin akan membuat kita takjub dengan penghormatan para
ulama terhadap para guru mereka. Imam Asy-Syafii misalnya, ia berkata, Aku senantiasa membuka kertas kitab di
hadapan Malik dengan lembut agar ia tidak mendengarnya, karena hormat kepada beliau. Bahkan Ar-Rabi, sahabat asySyafii sekaligus muridnya, mengatakan, Aku tidak berani minum air sedangkan Asy-Syafii melihatku, karena
menghormatinya.
Lain lagi kisah Imam An-Nawawi, suatu hari ia dipanggil oleh gurunya, Al-Kamal Al-Irbili, untuk makan bersamanya.
Maka ia mengatakan, Wahai Tuanku, maafkan aku. Aku tidak dapat memenuhinya, karena aku mempunyai uzur syari.
Dan ia pun meninggalkannya. Kemudian seorang kawannya bertanya kepadanya, Uzur apa itu? Ia menjawab, Aku takut
bila guruku lebih dahulu memandang suatu suapan tetapi aku yang memakannya sedangkan aku tidak menyadarinya.
Para ulama kita memang sangat menghormati orang yang lebih berilmu dan dianggapnya sebagai guru. Pada suatu hari
seorang kerabat Sufyan ats-Tsauri wafat, dan orang orang berkumpul menemuinya untuk bertaziyah. Lalu datanglah Abu
Hanifah. Maka bangkitlah Sufyan kearahnya, memeluknya, mendudukkan di tempatnya, dan ia duduk dihadapannya.
Ketika orang orang telah bubar, para sahabat Sufyan mengatakan, Kami melihatmu melakukan sesuatu yang
mengherankan. Sufyan menjawab, Orang ini adalah orang yang memiliki kedudukan dalam ilmu. Seandainya aku tidak
bangun karena ilmunya, aku tetap akan bangun karena usianya. Sendainya aku tidak bangun karena usianya, aku tetap
akan bangun karena kefaqihannya. Dan seandainya aku tidak bangun karena kefaqihannya, aku akan tetap bangun karena
sifat waranya.

Anda mungkin juga menyukai