Anda di halaman 1dari 8

A.

Asal - Usul Kehidupan


Sampai saat ini belum ada seorang ilmuwan yang dapat memecahkan bagaimana asal
usul kehidupan di bumi. Ada beberapa kelompok ilmuwan yang mengemukakan paham
yang berbeda tentang asal usul makhluk hidup, tetapi belum ada satupun teori yang diterima
secara memuaskan oleh semua pihak.
Berikut beberapa teori yang dikemukakan oleh para ilmuan mengenai asal usul
kehidupan :
1. Teori Abiogenesis Klasik / generatio spontanea
Teori abiogenesis dianut oleh ilmuan klasik seperti Aristoteles (384-322 SM) dan
Anthony van Leuwenhoek.Teorinya mengatakan bahwa makhluk hidup yang pertama
adalah berasal dari benda mati. Timbulnya makhluk hidup pertama terjadi secara
spontan karena adanya gaya hidup. Oleh karena itu paham abiogenesis disebut juga
paham generatio spontanea. Teori ini sederhana dan tidak memerlukan pengetahuan
yang sulit, karena dibuat dari fakta-fakta sederhana dari kehidupan, seperti :
a. Ikan dan katak berasal dari lumpur
b. Cacing berasal dari tanah
c. Belatung berasal dari daging yang membusuk.
Pada tahun 1677 Anthony van Leuwenhoek, ilmuan berkebangsaan Belanda
didukung oleh alat mikroskop temuannya.Ia melihat jasad renik di dalam air bekas
rendaman jerami.Penemuan ini memperkuat teori generatio spontanea.Teori terbukti
bahwa makhluk hidup berasal dari benda mati (jasad renik berasal dari air bekas
rendaman jerami).Teori abiogenesis tersebut dianut lebih dari 20 abad tanpa ada
sanggahan,sampai orang mulai kritis menanyakan kebenaran dari asal makhluk hidup
yang berasal dari benda mati (Supriatna, 2010).
2. Teori Biogenesis
Setelah bertahan cukup lama, paham abiogenesis mulai diragukan.Teori
abiogenesis disanggah sejak abad ke-9. Sanggahan utama dikemukakan oleh Louis
Pasteur,Lazzaro Spallanzani,dan Fransisco Redi.Pengamatan mereka yang lebih
terencana,teliti,dan sabar dalam eksperimen membuktikan bahwa teori abiogenesis
tidak tepat.Teori abiogenesis dibantah dan digantikan dengan teori biogenesis
(Supriatna, 2010)
a. Francesco Redi (Italia, 1626-1697)

Fransisco Redi melakukan percobaan untuk membuktikan bahwa belatung yang


tumbuh dari daging adalah karena induk lalat yang bertelur menghasilkan
belatung di daging tersebut.Redi mengadakan percobaan dengan bahan tiga kerat
daging dan tiga stoples.Percobaan Redi adalah sebagai berikut :
Stoples A steril dari kuman, diisi sekerat daging dan ditutup rapat.
Stoples B diisi sekerat daging dan ditutup kain kasa.
Stoples C diiisi sekerat daging dan dibiarkan terbuka.
Ketiga stoples ini dibiarkan beberapa hari. Setelah beberapa hari, keadaan daging
dalam ketiga stoples tersebut diamati.Hasil

pengamatan Redi adalah sebagai

berikut :

Stoples A : Daging tidak busuk dan tidak ditemukan belatung


Stoples B : Lalat hinggap di atas kain kasa, ada banyak belatung yang tumbuh

di atas kain kasa dan sedikit di daging


Stoples C : Lalat hinggap di atas stoples dan banyak belatung tumbuh di
daging

Kesimpulan : Belatung hanya tumbuh dari daging yang disinggahi lalat (untuk
bertelur). Belatung tidak berasal dari daging (Supriatna, 2010).
b. Lazzaro Spallanzani (Italia, 1729-1799)
Spallanzani menentang pendapat John Needham (penganut paham
abiogenesis), menurut Spallanzani kehidupan yang terjadi pada air kaldu
disebabkan oleh pemanasan yang tidak sempurna. Untuk membuktikan bahwa
kuman

tidak

tumbuh

dari

kaldu

yang

steril,

Spallanzani

melakukan

percobaan.Sebagai bahan percobaannya, Spallanzani menggunakan air kaldu atau


air rebusan daging dan dua buah labu. Adapun percobaan yang

dilakukan

Spallanzani adalah sebagai berikut :

Labu I

beberapa hari
Labu II : air kaldu yang dipanaskan,kemudian ditutup dengan menggunakan

kassa dan didinginkan serta dibiarkan beberapa hari


Labu II : diisi air kaldu yang dipanaskan,kemudian ditutup rapat-rapat dan

: diisi air kaldu yang dipanaskan,setelah dingin dibiarkan terbuka

didinginkan serta dibiarkan beberapa hari.


Setelah lebih kurang satu minggu, diadakan pengamatan terhadap keadaan air
kaldu pada ketiga labu tersebut.

Hasil pengamatan

Labu I yang dibiarkan terbuka, kaldunya berubah keruh dan berbau busuk

yang berarti mengandung kuman yang berkembang pesat.


Labu II yang dibiarkan terbuka, kaldunya berubah keruh dan berbau busuk

yang berarti mengandung kuman yang sedikit berkembang pesat.


Labu III yang steril dan dibiarkan tertutup rapat,tidak ditumbuhi kuman dan
kaldu tetap tampak jernih.Tidak terdapat mikroba.

Kesimpulan percobaan spallanzani adalah : Kaldu keruh karena kondisi tidak


steril, penyebabnya adalah kuman yang terbawa oleh udara.
Percobaan Redi dan Spallanzani masih belum dapat menumbangkan teori
generatio spontanea karena menurut pendapat para pendukung teori tersebut untuk
dapat timbul kehidupan secara spontan dari benda mati diperlukan gaya hidup,
sedangkan gaya hidup (udara) pada percobaan Spallanzani dan Redi tidak dapat
melakukan fungsinya karena stoples dan labu percobaan tersumbat rapat-rapat
(Waryanto, 2011).
c. Louis Pasteur (Perancis, 1822-1895)
Pada dasarnya,percobaan Pasteur menyempurnakan percobaan Spallanzani.
Pasteur melakukan percobaan menggunakan labu yang berhubungan dengan pipa
bentuk leher angsa, yaitu melengkung dua kali sehingga ketika ditegakkan akan
menyebabkan mikroorganisme dari udara tidak dapat mencapai kaldu meskipun
udara dapat tetap masuk,karena terperangkap di lengkungan pipa.Percobaan
Pasteur adalah sebagai berikut :
Labu diisi kaldu daging dan dipanaskan hingga steril kemudian dibiarkan

beberapa hari
Setelah beberapa hari labu diamati,ternyata kaldu tetap jernih steril
Labu yang diberi pipa bentuk leher angsa dimiringkan sampai air kaldu keluar
dari ujung pipa,lalu dibiarkan tegak kembali.Ternyata kaldu menjadi keruh

yang berarti ada mikroorganisme dari udara sewaktu labu miring.


Hasil percobaannya adalah sebagai berikut :Mikroorganisme yang tumbuh bukan
berasal dari benda mati (cairan) tetapi dari mikroorganisme yang terdapat di udara

Bukti bukti eksperimental ketiga ilmuan tersebut cukup kuat untuk menyanggah
teori abiogenesis. Bukti tersebut sekaligus membangun teori baru yang dinamakan
teori biogenesis.Teori biogenesis menyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari
makhluk hidup.Teori ini memiliki tiga semboyan, yaitu :
i.
omne vivum ex ovo yang berarti semua makhluk hidup berasal dari telur
ii.
omne ovum ex vivo yang berarti semua telur berasal dari makhluk hidup
iii.
omne vivum ex vivo yang berarti semua makhluk hidup berasal dari makhluk
hidup.
Disamping teori Abiogenesis dan Biogenesis, masih ada lagi beberapa teori tentang
asal usul kehidupan yang dikembangkan oleh beberapa ilmuwan, diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Teori kreasi khas, yang menyatakan bahwa kehidupan diciptakan oleh zat
supranatural ( gaib) pada saat yang istimewa
b. Teori kosmozoan, yang menyatakan bahwa kehidupan yang ada di planet ini
berasal dari mana saja
c. Teori evolusi biokimia, yang menyatakan bahwa kehidupan ini muncul
berdasarkan hukum fisika, kimia, dan biologi
d. Teori keadaan mantap, menyatakan bahwa kehidupan tidak berasal usul
e. Teori penciptaan khusus,menyatakan bahwa segala sesuatu diciptakan Tuhan
(Waryanto, 2011).
d. Teori Abiogenesis Modern /Evolusi Kimia
Ketidakpuasan para ilmuwan terhadap apa yang dikemukakan para tokoh teori
Abiogenesis maupun Biogenesis mendorong para ilmuwan lain untuk terus
mengadakan penelitian tentang asal usul kehidupan, diantaranya adalah Harold Urey,
Stanley Miller, dan A.I.Oparin. Mereka berpendapat bahwa organisme terbentuk
pertama kali di bumi ini berupa makhluk bersel satu. Selanjutnya makhluk tersebut
mengalami evolusi menjadi berbagai jenis makhluk hidup seperti Protozoa, Porifera,
Coelenterata, Mollusca, dan lain-lain (Sanjaya, 2010).
Planet bumi terbentuk sekitar 4,5-5 miliar tahun yang lalu.Teori pembentukan
bumi dijelaskan dengan teori Big Bang (Teori Tumbukan Besar). Pada awal
pembentukan suhu planet bumi diperkirakan

40008000 . Pada saat mulai

mendingin, senyawa karbon beserta beberapa unsur logam mengembun membentuk

inti bumi, sedangkan permukaannya tetap gersang, tandus, dan tidak datar. Karena
adanya kegiatan vulkanik, permukaan bumi yang masih lunak tersebut bergerak dan
berkerut terus menerus. Ketika mendingin, kulit bumi tampak melipat-lipat dan pecah
(Sanjaya, 2010).
Pada saat itu, kondisi atmosfer bumi berbeda dengan kondisi saat ini. Gas-gas
ringan seperti Hidrogen (H2), Nitrogen (N2), Oksigen (O2), Helium (He), dan Argon
(Ar) lepas meninggalkan bumi karena gaya gravitasi bumi tidak mampu menahannya.
Di atmosfer juga terbentuk senyawa-senyawa sederhana yang mengandung unsurunsur tersebut, seperti uap air (H2O), Amonia (NH3), Metan (CH4), dan
Karbondioksida (CO2). Senyawa sederhana tersebut tetap berbentuk uap dan tertahan
dilapisan atas atmosfer. Ketika suhu atmosfer turun sekitar

100

terjadilah hujan

air mendidih. Peristiwa ini berlangsung selama ribuan tahun. Dalam keadaan semacam
ini dipastikan belum terdapat kehidupan. Namun, kondisi semacam itu memungkinkan
berlangsungnya reaksi kimia, karena tersedianya zat (materi) dan energi yang
berlimpah (Sanjaya, 2010).
Pertanyaan tentang bagaimana proses terjadinya kehidupan dibumi ini mendorong
beberapa ilmuwan seperti Harold Urey dan Stanley Miller untuk mengemukakan
pendapat serta melakukan eksperimen.
a. Teori Evolusi Kimia Menurut Harold Urey (1893)
Harold Urey,ahli kimia berkebangsaan Amerika Serikat menyatakan bahwa
pada suatu saat atmosfer bumi kaya akan molekul zat seperti Metana (CH4), Uap
air (H2O), Amonia(NH2), dan karbondioksida (CO2) yang semuanya berbentuk
uap. Karena adanya pengaruh energi radiasi sinar kosmis serta aliran listrik
halilintar terjadilah reaksi diantara zat-zat tersebut sehingga menghasilkan zat-zat
hidup.Teori evolusi kimia dari Urey biasa dikenal dengan teori Urey (Suharyanto,
2003).
Menurut Urey, zat hidup yang pertama kali terbentuk mempunyai susunan
menyerupai virus saat ini. Zat hidup tersebut selama berjuta-juta tahun mengalami
perkembangan

menjadi berbagai jenis

makhluk

hidup. Menurut Urey,

terbentuknya makhluk hidup dari berbagai molekul zat di atmosfer tersebut


didukung kondisi sebagai berikut :

kondisi 1 : tersedianya molekul-molekul metana,amonia,uap air, dan hidrogen


yang sangat banyak di atmosfer bumi

kondisi 2 : adanya bantuan energi yang timbul dari aliran listrik halilintar dan
radiasi sinar kosmis yang menyebabkan zat-zat tersebut bereaksi membentuk
molekul zat yang lebih besar

kondisi 3 : terbentuknya zat hidup yang paling sederhana yang susunan


kimianya dapat disamakan dengan susunan kimia virus

kondisi 4 : dalam jangka waktu yang lama (berjuta-juta tahun), zat hidup yang
terbentuk tadi berkembang menjadi sejenis organisme (makhluk hidup yang
lebih kompleks) (Suharyanto, 2003).

b. Eksperimen Stanley Miller


Miller adalah murid Harold Urey yang juga tertarik terhadap masalah asal
usul kehidupan. Stanley Miller mencoba mensimulasikan kondisi atmosfer purba
di dalam skala laboratorium. Didasarkan informasi tentang keadaan planet bumi
saat awal terbentuknya, yakni tentang keadaan suhu, gas-gas yang terdapat pada
atmosfer, dia mendesain model alat laboratorium sederhana yang dapat digunakan
untuk membuktikan hipotesis Harold Urey (Suharyanto, 2003).
Kedalam alat yang diciptakannya, Miller memasukan gas Hidrogen, Metana,
Amonia, dan Air. Alat tersebut dipanasi , sehingga gas-gas tersebut dapat
bercampur didalamnya.Sebagai pengganti energi aliran listrik halilintar, Miller
mengaliri perangkat alat tersebut dengan loncatan listrik bertegangan tinggi.
Adanya aliran listrik bertegangan tinggi tersebut menyebabkan gas-gas dalam alat
Miller bereaksi membentuk suatu zat baru. Kedalam perangkat juga dilakukan
pendingin, sehingga gas-gas hasil reaksi dapat mengembun (Suharyanto, 2003).
Pada akhir minggu, hasil pemeriksaan terhadap air yang tertampung dalam
perangkap embun dianalisis secara kosmografi. Ternyata air tersebut mengandung
senyawa organik sederhana, seperti asam amino, adenin, dan gula sederhana
seperti ribosa. Eksperimen Miller ini dicoba beberapa pakar lain, yang ternyata

memberikan hasil yang sama. Bila dalam perangkat eksperimen tersebut


dimasukkan senyawa fosfat, ternyata zat-zat yang dihasilkan mengandung ATP,
yakni suatu senyawa yang berkaitan dengan transfer energi dalam kehidupan.
Lembaga penelitian lain, dalam penelitiannya menghasilkan senyawa-senyawa
nukleotida (Suharyanto, 2003).
Nukleotida adalah suatu senyawa penyusun utama ADN (Asam Deoksiribose
Nukleat) dan ARN (Asam Ribose Nukleat), yaitu senyawa khas dalam inti sel
yang mengendalikan aktivitas sel dan pewarisan sifat.
Eksperimen Miller dapat memberikan petunjuk bahwa satuan- satuan
kompleks di dalam sistem kehidupan seperti Lipida, Karbohidrat, Asam Amino,
Protein, Nukleotida dan lain-lainnya dapat terbentuk dalam kondisi abiotik. Teori
yang terus berulang kali diuji ini diterima para ilmuwan secara luas.Namun,
hingga kini masalah utama tentang asal-usul kehidupan tetap merupakan rahasia
alam yang belum terjawab (Suharyanto, 2003).
e. Teori Biologi/Teori Naturalistik
Alexander Oparin adalah ilmuwan Rusia. Didalam bukunya yang berjudul The
Origin of Life (Asal Usul Kehidupan). Oparin menyatakan bahwa pada suatu ketika
atmosfer bumi kaya akan senyawa uap air, CO2, CH4, NH3, dan Hidrogen. Adanya
energi radiasi mengakibatkan benda-benda angkasa yang amat kuat, seperti sinar
Ultraviolet, memungkinkan senyawa-senyawa sederhana tersebut membentuk senyawa
organik atau senyawa hidrokarbon yang lebih kompleks. Proses reaksi tersebut
berlangsung di lautan (Nia, 2006).
Senyawa kompleks yang mula-mula terbentuk diperkirakan senyawa seperti
Alkohol (H2H5OH), dan senyawa asam amino yang paling sederhana.Selama berjutajuta tahun, senyawa sederhana tersebut bereaksi membentuk senyawa yang lebih
kompleks, Gliserin, Asam organik, Purin dan Pirimidin.Senyawa kompleks tersebut
merupakan bahan pembentuk sel.
Menurut Oparin senyawa kompleks tersebut sangat berlimpah di lautan maupun di
daratan. Adanya energi yang berlimpah, misalnya sinar ultraviolet,dalam jangka waktu

yang amat panjang memungkinkan lautan menjadi timbunan senyawa organik yang
merupakan Sop Purba atau Sop Primordial. Sop purba tersebut selanjutnya
berkembang, sehingga memiliki kemampuan dan sifat sebagai berikut :

Memiliki sejenis membran yang mampu memisahkan ikatan-ikatan kompleks yang


terbentuk dengan molekul-molekul organik yang terdapat disekelilingnya.

Memiliki kemampuan untuk menyerap dan mengeluarkan molekul-molekul ke


sekelilingnya

Memiliki kemampuan untuk memanfaatkan molekul-molekul yang diserap sesuai


dengan pola-pola ikatan didalamnya.

Mempunyai kemampuan untuk memisahkan bagian-bagian dari ikatan-ikatannya.


Kemampuan semacam ini oleh para ahli dianggap sebagai kemampuan untuk
berkembang biak yang pertama kali.
Senyawa kompleks dengan sifat-sifat tersebut diduga sebagai kehidupan yang

pertamakali terbentuk. Jadi senyawa kompleks yang merupakan perkembangan dari


sop purba tersebut telah memiliki sifat-sifat hidup seperti nutrisi, ekskresi, mampu
mengadakan metabolisme, dan mempunyai kemampuan memperbanyak diri atau
reproduksi (Nia, 2006).

Anda mungkin juga menyukai