Anda di halaman 1dari 19

BAB I

SEJARAH DAN KONSEP DASAR EMBRIOLOGI

A. Sejarah Perkembangan Gagasan Embriologi


Penelusuran asal muasal seekor hewan yang terdiri atas milyaran sel dalam susunan
jaringan dan organ fungsional, telah menuntun para saintis menapaki perjalanan panjang
penelitian. Dalam kurun waktu berabad-abad, penelitian demi penelitian dilakukan dalam
upaya pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang senantiasa muncul dari
keingintahuan,. Kini telah diketahui pasti bahwa seekor hewan multiseluler berasal dari
sebuah sel tunggal yang disebut zigot, hasil fertilisasi sel telur oleh sel spermatozoa.
Pertanyaan bagaimana embrio yang sangat rumit ini berkembang dari zigot bersel
tunggal, dan bagaimana suatu zigot menjadi seekor hewan telah mengusik para saintis
sejak ribuan tahun yang lalu. Mengapresiasi sejarah munculnya gagasan-gagasan tentang
perkembangan hewan ini membantu para saintis dan pebelajar untuk memahami
bagaimana pendekatan terhadap masalah perkembangan hewan dilakukan saat ini.

1. Gagasan Epigenesis Dan Preformasi


Pendekatan ilmiah untuk menjelaskan perkembangan dimulai oleh Hippokrates di
Yunani pada abad ke-5 sebelum Masehi. Menggunakan ide yang berlaku pada masa itu,
beliau mencoba menjelaskan perkembangan dari segi prinsip panas, kebasahan, dan
pemadatan. Sekitar satu abad kemudian, studi embriologi berkembang ketika seorang filsuf
Yunani, Aristoteles (Gambar 1.1), merumuskan sebuah pertanyaan yang mendominasi
banyak pemikiran tentang perkembangan sampai akhir abad ke-19. Aristoteles
menyampaikan permasalahan bagaimana bagian-bagian yang berbeda pada embrio
terbentuk. Beliau mempertimbangkan dua kemungkinan: yang pertama, segala sesuatu di
dalam embrio telah terbentuk sebelumnya dari awal dan membesar selama perkembangan
(gagasan preformasi); yang kedua, struktur baru muncul secara progresif, sebuah proses
yang beliau sebut dengan istilah epigenesis (yang berarti ‘pada formasi’) (Wolpert et al.,
2002). Untuk menjawab pertanyaannya, Aristoteles membuat jendela pada cangkang telur
ayam dan mengamati embrio yag sedang berkembang setiap hari selama tiga minggu masa
inkubasi (Campbell et al, 2010). Dengan demikian Aristoteles lebih berkeyakinan pada
gagasan epigenesis.
Pengaruh Aristoteles pada pemikiran Eropa amatlah besar dan gagasannya tetap
dominan dengan baik sampai abad ke-17. Pandangan yang berlawanan dengan epigenesis,
yaitu bahwa embrio telah terbentuk sebelumnya dari awal, diperjuangkan kembali pada
akhir abad ke -17. Banyak orang yang tidak yakin bahwa kekuatan fisik atau kimia dapat
membentuk entitas hidup seperti embrio. Mereka yakin bahwa semua embrio telah ada dari
awal dunia, dan embrio pertama sebuah spesies pasti berisikan semua embrio masa depan.

Gambar 1.1 Aristoteles (384 – 322 SM)


(Sumber: https://www.goegle.co.id)

Bahkan ahli embriologi asal Italia pada abad ke-17, Marcello Malphigi (Gambar
1.2), tidak dapat membebaskan dirinya sendiri dari gagasan preformasi. Sementara beliau
memberikan gambaran yang sangat akurat dari perkembangan embrio ayam, namun tetap
yakin, bahwa embrio sudah ada sejak awal (Gambar 1.3). Menurutnya, telur ayam yang
belum dierami telah memiliki embrio yang sangat kecil sehingga tidak dapat diamati pada
tahap-tahap awal perkembangan, bahkan dengan mikroskop terbaik miliknya. Orang-orang
yang memegang paham preformasi lainnya yakin bahwa sperma mengandung embrio dan
beberapa di antara mereka bahkan mengklaim bahwa mereka dapat melihat manusia kecil
—sebuah homunculus—dalam kepala setiap sperma manusia (Gambar 1.4). Dengan
demikian, maka menurut penganut gagasan preformasi, perkembangan embrio hanya
merupakan pertumbuhan struktur yang telah ada, dan bukan merupakan pembentukan
struktur baru.

17
Gambar 1.2 Marcello Malpighi (1628 - 1694)
(Sumber: https://www.goegle.co.id)

Gambar 1.3 Deskripsi Malpighi tentang


embrio ayam.
Gambar ini menunjukkan ilustrasi
perkembangan embrio ayam yang dibuat
Malpighi pada tahun1673, menggambarkan
embrio awal (atas), dan 2 hari masa inkubasi
(bawah). Ilustrasinya akurat menggambarkan
bentuk dan pasokan darah embryo. Ini
merupakan cetakan ulang atas ijin Presiden
dan Dewan Royal Society
(Sumber Wolpert et al., 2002;
https://www.goegle.co.id)

Gambar 1.4
‘Homunculus’ di dalam kepala sperma,
digambar oleh N. Hartsoecker (1695)
(Sumber: https://www.goegle.co.id)

2. Teori sel mengubah konsepsi perkembangan embrionik dan hereditas

18
Teori sel yang berkembang antara pada tahun 1820 sampai 1880, di antaranya, oleh
ahli botani asal Jerman, Mathias Schleiden, dan ahli fisiologi, Theodore Schwann (Gambar
1.5), merupakan salah satu kemajuan yang paling mencerahkan dalam Biologi, dan
memiliki dampak yang besar. Teori tersebut akhirnya diakui bahwa semua organisme
hidup terdiri dari sel-sel, yang merupakan unit dasar kehidupan, dan yang muncul hanya
melalui pembelahan dari sel-sel yang lain. Organisme multiseluler seperti hewan dan
tumbuhan dapat dilihat sebagai kumpulan komunitas sel. Oleh karena itu, perkembangan
tidak dapat didasari pada preformasi, tetapi pada epigenetik, karena banyak sel baru
dilahirkan oleh pembelahan sel telur selama perkembangan, dan tipe-tipe sel terbaru
terbentuk. Sebuah langkah ke depan yang penting dalam memahami perkembangan adalah
pengakuan pada tahun 1840-an bahwa sel telur merupakan sebuah sel yang khusus.

Gambar 1.5 Mathias Schleiden dan Theodore Schwann


(Sumber: https://www.goegle.co.id)

Sebuah kemajuan yang penting adalah usulan yang diajukan oleh seorang ahli
biologi asal Jerman pada abad ke-19, August Weismann (Gambar 1.6), bahwa keturunan
tidak mewarisi karakteristik dari tubuh (soma) induk, tetapi hanya dari sel germinal—sel
telur dan sperma—dan bahwa sel-sel germinal tidak dipengaruhi oleh tubuh yang memikul
mereka. Oleh karena itu, Weismann menggambarkan sebuah perbedaan fundamental
antara sel-sel germinal dan sel-sel somatik atau sel-sel tubuh (Gambar 1.7). Karakteristik
yang dimiliki oleh tubuh selama seekor hewan hidup tidak dapat ditransmisikan ke sel
germinal. Sejauh hereditas (faktor keturunan) disangkutpautkan, tubuh hanyalah pembawa
sel germinal.
Penelitian pada sel telur landak laut (bulu babi) menunjukkan bahwa setelah
pembuahan sel telur mengandung dua inti, yang akhirnya menyatu; satu dari dua inti ini
milik sel telur, sementara yang lainnya berasal dari sperma. Oleh karena itu, hasil

19
pembuahan dalam sebuah sel telur yang membawa sebuah nukleus dengan kontribusi dari
kedua induk, dan dapat disimpulkan bahwa nukleus sel harus mengandung dasar fisik
hereditas. Puncak dari rangkaian penelitian ialah demonstrasi akhirnya, menjelang akhir
abad ke-19, bahwa kromosom dalam inti zigot (telur dibuahi) diturunkan dalam jumlah
yang sama dari dua inti induk, dan pengakuan bahwa ini menyuguhkan dasar fisik untuk
transmisi karakter genetik sesuai dengan hukum yang dikembangkan oleh ahli botani dan
biarawan Austria, Gregor Mendel. Konstansi jumlah kromosom dari generasi ke generasi
dalam sel somatik didapati dengan cara dipertahankan oleh pembelahan reduksi (meiosis)
dalam sel germinal. Prekursor diploid ke sel germinal berisi dua salinan dari setiap
kromosom, satu dari ibu dan satu dari ayah. Jumlah ini dibagi dua oleh meiosis selama
pembentukan gamet, sehingga setiap sel benih haploid hanya mengandung satu salinan dari
setiap kromosom. Jumlah diploid dikembalikan pada saat pembuahan.

Gambar 1.6 August Weismann (1834 – 1914)


(Sumber: https://www.goegle.co.id)

Gambar 1.7 Perbedaan antara sel germinal dan sel-sel somatik.


Dalam setiap generasi sel-sel germinal menimbulkan baik sel-sel somatik maupun
sel-sel germinal, tetapi pewarisan hanya melalui sel germinal saja. Perubahan yang
terjadi karena mutasi pada sel somatik dapat diteruskan ke sel anak mereka tetapi
tidak mempengaruhi garis keturunan sel germinal. (Sumber: Wolpert et al., 2002).
3. Perkembangan Mosaik dan Regulatif

20
Begitu diakuinya bahwa sel-sel embrio muncul dengan pembelahan sel dari zigot,
pertanyaan tentang bagaimana sel menjadi berbeda satu sama lain muncul. Dengan
meningkatnya penekanan pada peran nukleus, pada tahun 1880-an, Weismann
mengusulkan sebuah model perkembangan, yakni nukleus zigot berisi sejumlah faktor
spesial atau penentu (determinan) (Gambar 1.8). Beliau mengusulkan bahwa ketika sel
telur yang dibuahi mengalami pembelahan, faktor-faktor determinan ini akan tersebar
secara tidak merata pada sel-sel anak dan akan mengatur perkembangan sel selanjutnya.
Oleh karena itu, nasib setiap sel telah ditentukan sebelumnya di dalam sel telur oleh faktor-
faktor yang sel telur peroleh selama pembelahan. Tipe model ini disebut ‘mosaik’, karena
sel telur dapat dikatakan sebagai sebuah mosaik dari determinan-determinan telokalisasi
yang terpisah. Inti dari Teori Weismann adalah asumsi bahwa pembelahan awal pada sel
merupakan pembelahan asimetris, sehingga sel anak akan sedikit berbeda satu sama lain
sebagai hasil distribusi komponen inti yang tidak merata.

Gambar 1.8 Teori Weismann mengenai determinasi inti.


Weismann berasumsi bahwa terdapat faktor-faktor di dalam inti sel yang
didistribusikan secara asimetris ke sel-sel anak selama pembelahan dan mengarahkan
perkembangan masa depannya.
(Sumber: Wolpert et al., 2002).

Pada akhir tahun 1880-an, dukungan awal untuk ide Weismann datang dari
eksperimen yang dilakukan secara independen oleh ahli embriologi Jerman, Wilhelm Roux
(Gambar 1.9), yang bereksperimen dengan embrio katak. Setelah membiarkan pembelahan
pertama sel telur katak yang dibuahi, Roux memecahkan satu dari dua sel dengan sebuah
jarum panas dan menemukan bahwa sel yang tersisa berkembang menjadi setengah larva
yang terbentuk dengan baik (Gambar 1.10). Beliau menyimpulkan bahwa “perkembangan
katak berdasarkan pada sebuah mekanisme mosaik, sel-sel memiliki karakter mereka dan
nasib yang ditentukan pada setiap pembelahan”.

21
Gambar 1.9 Wilhelm Roux (1850 - 1924)
(Sumber: https://www.goegle.co.id)

Gambar 1.10 Percobaan Roux untuk menyelidiki teori Weismann tentang


perkembangan mosaik.
Setelah pembelahan pertama embrio katak, salah satu dari dua sel dimatikan
dengan menusuknya menggunakan jarum panas, sedang sisa lainnya tidak
dirusak. Pada tahap blastula sel yang tidak dirusak dapat dilihat telah membelah
menjadi banyak sel yang mengisi setengah dari embrio. Perkembangan blastosoel
juga terjadi terbatas pada wilayah ini. Pada setengah bagian embrio yang dirusak
tidak tampak adanya pembentukan sel. Pada tahap neurula, sel yang tidak dirusak
telah berkembang menjadi sesuatu yang menyerupai setengah embrio normal.
(Sumber: Wolpert et al., 2002).

Tetapi, ketika saudara setanah air Roux, Hans Driesch (Gambar 1.11), mengulang
eksperimen tersebut pada sel-sel telur bulu babi, beliau menghasilkan hasil yang sedikit
berbeda (Gambar 1.12). Driesch telah memisahkan sel-sel pada tahap dua-sel dan
menghasilkan larva yang normal walaupun berukuran kecil. Hal ini berlawanan dengan
hasil eksperimen Roux, dan merupakan demonstrasi jelas yang pertama tentang proses
perkembangan yang dikenal sebagai regulasi. Ini merupakan kemampuan embrio untuk
berkembang secara normal bahkan ketika beberapa
porsi dihilangkan atau disusun ulang.

22
Gambar 1.11 Hans Driesch (1867 - 1941)
(Sumber: https://www.goegle.co.id)

Gambar 1.12 Hasil percobaan Driesch pada embrio bulu babi,


yang pertama menunjukkan fenomena regulasi.
Setelah pemisahan sel pada tahap dua-sel, sel yang tersisa
berkembang menjadi larva kecil tetapi utuh yang normal. Hal ini
bertentangan dengan temuan Roux sebelumnya bahwa jika salah
satu sel dari embrio dua-sel katak dirusak, sel yang tersisa
berkembang menjadi setengah-embrio saja.
(Sumber: Wolpert et al., 2002)

4. Penemuan Induksi
Meskipun konsep regulasi mengartikan bahwa sel-sel pasti berinteraksi satu sama
lain, inti kepentingan interaksi antarsel dalam perkembangan embrionik tidak benar-benar
terbentuk sampai penemuan fenomena induksi, yang menggambarkan satu jaringan
mengarahkan perkembangan jaringan tetangga yang lain.
Pentingnya induksi dan interaksi antarsel lainnya dalam perkembangan terbukti
secara dramatis pada tahun 1924 ketika Spermann (Gambar 1.13) dan asistennya, Hilde
Mangold (Gambar 1.14), melakukan eksperimen mereka yang terkenal tentang
transplantasi ‘pengatur’ pada embrio amfibi. Mereka menunjukkan bahwa suatu bagian

23
embrio kedua dapat diinduksi dengan mencangkok satu wilayah kecil dari embrio kadal ke
tempat baru pada embrio lainnya (Gambar 1.15). Jaringan yang dicangkokkan diambil dari
bibir dorsal blastopore. Satu wilayah kecil ini disebut ‘pengatur’ (organizer), karena
wilayah ini tampak sangat bertanggung jawab untuk mengatur pengorganisasian tubuh
embrio yang lengkap. Berkat penemuan mereka, Spermann menerima penghargaan Nobel
untuk bidang fisiologi atau kedokteran pada tahun 1935, satu dari hanya dua perhargaan
yang pernah diberikan untuk penelitian embriologi. Sayangnya, Hilde Mangold sudah
wafat terlebih dahulu, dalam sebuah kecelakaan, sehingga tidak dapat diberi penghargaan.

Gambar 1.13 Hans Spemann (1869 –1941) Gambar 1.14 Hilde Mangold (1898–1924)


Sumber: https://www.goegle.co.id Sumber: https://www.goegle.co.id

Gambar 1.15 Demonstrasi dramatis Spemann dan


Mangold tentang induksi sumbu tubuh utama baru
dengan wilayah organizer pada gastrula awal amfibi.
Sepotong jaringan (kuning) bibir dorsal blastopori dari
gastrula seekor kadal (Triton cristatus) dicangkokkan ke
sisi berlawanan dari gastrula kadal spesies lain yang
berpigmen (Triton taeniatus, pink). Jaringan yang
dicangkokkan menginduksi sumbu tubuh baru yang
memiliki tabung saraf dan somit. Jaringan cangkok tidak
berpigmen membentuk notochord di situs baru, tapi
tabung saraf dan struktur lain dari sumbu baru telah
diinduksi dari jaringan tuan rumah yang berpigmen.
(Sumber: Wolpert et al., 2002).

24
5. Kemunculan genetika dan perkembangan secara bersamaan
Selama awal bagian abad ini, hubungan antara embriologi dan genetika hanya
sedikit. Ketika hukum Mendel ditemukan lagi pada tahun 1990, terdapat lonjakan
ketertatikan yang besar dalam mekanisme pewarisan, khususnya yang terkait dengan
evolusi, tapi lonjakan ketertarikan kurang begitu besar jika dikatikan dengan
perkembangan. Genetika dilihat sebagai studi tentang transmisi elemen turun-temurun dari
generasi ke generasi, sedangkan embriologi merupakan studi tentang bagaimana organisme
individu berkembang dan, khususnya, bagaimana sel-sel pada embrio awal menjadi
berbeda satu sama lain. Dalam hal ini, genetika tampak tidak relevan untuk perkembangan.
Sebuah konsep penting yang akhirnya membantu menghubungkan genetika dan
embriologi adalah perbedaan antara genotipe dan fenotipe. Hal ini pertama kali diajukan
oleh ahli botani asal Denmark, Wilhelm Johannsen, pada tahun 1909. Sumbangan genetic
sebuah organisme—informasi genetik yang ia dapatkan dari induknya—adalah genotipe.
Tampilan kasat mata, struktur bagian dalam, dan biokimia adalah fenotipe. Selagi genotipe
megatir perkembangan, faktor lingkungan yang berinteraksi dengan genotipe
mempengaruhi fenotipe. Meskipun memiliki genotipe identik, kembar identik dapat
mengembangkan perbedaan-perbedaan besar selama mereka tumbuh (Gambar 1.11) dan
hal-hal ini cenderung menjadi lebih jelas dengan bertambahnya usia. Masalah
perkembangan kini dapat diajukan dalam hal hubungan antara genotipe dan fenotipe;
bagaimana sumbangan genetic dapat ‘diterjemahkan’ dan ‘dinyatakan’ selama
perembangan untuk melahirkan organisme yang berfungsi.
Munculnya genetika dan embriologi secara bersamaan merupakan sebuah proses
yang lambat dan berliku-liku. Kemajuan kecil dibuat sampai sifat dan fungsi gen dipahami
jauh lebih baik. Penemuan pada tahun 1940-an bahwa gen-gen mengkodekan protein
merupakan titik balik utama. Karena sudah jelas bahwa sifat sel ditentukan oleh protein
yang dikandungnya, peran fundamental gen dalam pengembangan setidaknya bisa
dihargai. Dengan mengontrol protein apa saja yang dibentuk di dalam sebuah sel, gen-gen
dapat mengatur perubahan dalam sifat dan tingkah laku yang terjadi selama perkembangan.

B. Konsep Dasar Embriologi


Organisme yang sedang dalam masa perkembangan dari sel telur yang difertilisasi
(zigot) hingga kelahiran atau penetasan, disebut embrio (Wolpert et al., 2002; Gilbert,
2010). Pada mammalia, istilah embrio dirujuk kepada tahap perkembangan awal, sejak

25
fertilisasi hingga organogenesis. Waktu yang diperlukan selama perkembangan awal ini
disebut masa embriogenesis. Tahap perkembangan selanjutnya hingga saat menjelang
kelahiran disebut fetus (Gilbert, 2010). Kajian dalam biologi yang mempelajari proses
perkembangan hewan sejak sel telur dibuahi spermatozoa sampai saat kelahiran atau
penetasan disebut Embriologi (Wolpert et al, 2002). Bidang kajian ini penting dipelajari
karena di dalamnya diungkap fenomena-fenomena alam yang mengawali suatu kehidupan
pada hewan. Selain itu, embriologi kini juga menjadi dasar pengembangan teknologi
reproduksi dan terapi medis dalam kerangka pemecahan masalah yang bermuara pada
kemaslahatan kehidupan manusia.
Perkembangan pada dasarnya adalah munculnya struktur-struktur yang terorganisir
dari kelompok sel-sel yang awalnya sangat sederhana. Dalam hal ini Wolpert et al. (2002)
membedakan lima proses perkembangan utama, yaitu pembelahan (cleavage),
pembentukan pola tubuh, pengembangan bentuk (morfogenesis), diferensiasi sel dan
pertumbuhan. Kelima proses perkembangan tersebut tidak independen satu sama lain dan
tidak ketat berurutan. Dalam kenyataannya terdapat banyak liku-liku dalam urutan
kejadiannya dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Pembelahan sel dalam embriogenesis tidak melibatkan peningkatan massa sel
antara masing-masing pembelahan sel. Siklus sel selama pembelahan hanya terdiri atas
fase replikasi DNA, mitosis, dan pembelahan sel tanpa diselingi tahap pertumbuhan sel.
Tahap pembelahan dalam embriogenesis ini berlangsung cepat hingga membagi zigot
menjadi beberapa sel kecil, yang masing-masing memiliki inti berisi salinan genom
(Wolpert et al, 2002) .
Pembentukan pola tubuh adalah proses pengaturan pola spasial dan temporal
aktivitas sel di dalam embrio, sehingga berkembang struktur yang tertata baik.
Pembentukan pola tubuh meliputi penetapan sumbu antero-posterior dan sumbu dorso-
ventral sehingga bagian ujung kepala dan ekor, serta bagian belakang dan depan tubuh.
Pembentukan pola tubuh juga mencakup alokasi sel ke lapisan germinal yang berbeda,
yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm, serta munculnya pola spasial diferensiasi sel
yang terorganisir pada lapisan-lapisan germinal (Wolpert et al., 2002).

26
Gambar 1.16 Sumbu utama
dari embrio yang sedang
berkembang.
Sumbu antero-posterior dan
sumbu dorso-ventral berada di
sudut kanan satu sama lain
seperti dalam sistem koordinat.
(Sumber: Wolpert et al., 2002)

Proses pengembangan bentuk selama embriogenesis disebut morfogenesis. Bentuk


embrio pada awal perkembangannya dihasilkan oleh proses yang melibatkan penataan
lapisan sel dan pergerakan sel dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Dua sifat selular kunci
yang terlibat dalam perubahan bentuk embrio hewan adalah kerekatan dan motilitas sel.
Sel menempel pada sel lain dan pada matriks ekstraselular, melalui interaksi yang
melibatkan protein permukaan sel. Motilitas sel, meliputi kemampuan sel untuk
bermigrasi ke lokasi baru dan mengubah bentuk dirinya, yang ditentukan oleh penataan
ulang struktur sitoskeletalnya. Mekanisme morfogenetik lainnya meliputi pertumbuhan,
proliferasi, dan kematian sel (Wolpert et al., 2002).
Pada proses diferensiasi sel, sel-sel secara struktural dan fungsional menjadi
berbeda satu sama lain, dan berakhir sebagai jenis sel yang berbeda. Pada manusia, zigot
mengalami diferensiasi sel menghasilkan sedikitnya 250 jenis sel yang secara jelas
berbeda. Pertumbuhan dalam embriogenesis adalah peningkatan ukuran. Secara umum ada
sedikit pertumbuhan selama perkembangan embrio awal dan pola serta bentuk dasar
embrio tersebut diletakkan dalam skala kecil, selalu kurang dari beberapa milimeter.
Pertumbuhan selanjutnya dapat berlangsung dalam beragam cara: multiplikasi sel,
peningkatan ukuran sel, dan deposisi bahan ekstraseluler seperti tulang dan rangka.
Pertumbuhan juga bisa morfogenetik. Perbedaan dalam tingkat pertumbuhan antara organ,
atau antara bagian tubuh, dapat menghasilkan perubahan bentuk keseluruhan embrio
(Wolpert et al, 2002).
Masa embriogenesis merupakan masa yang sangat penting karena kesempurnaan
anatomi dan fisiologi individu hewan bergantung kepada keberlangsungan mekanisme
proses-proses di dalamnya. Pada seluruh jenis binatang, terdapat banyak sekali variasi jenis
embrio, namun sebagian besar pola embriogenesis merupakan variasi dari enam tahap

27
dasar, yaitu: fertilisasi, penyibakan (cleavage), gastrulasi, organogenesis, metamorfosis,
dan gametogenesis (Gilbert, 2010).
Embriogenesis sesungguhnya dimulai pada saat setelah sel telur dibuahi oleh
spermatozoa melalui proses fertilisasi. Fungsi utama fertilisasi adalah untuk menyatukan
kumpulan kromosom haploid dari sel gamet jantan dan sel gamet betina menjadi sebuah
sel tunggal dengan kromosom diploid, yaitu zigot. Fungsi kunci lainnya adalah
mentransmisikan gen-gen dari induk/orang tua kepada turunannya, serta menginisiasi
reaksi-reaksi di dalam sitoplasma sel telur yang memungkinkan berlangsungnya
perkembangan embrio (Gilbert, 2010).
Fertilisasi diikuti oleh periode pembelahan mitosis sel secara cepat yang membagi
zigot menjadi sel-sel lebih kecil, yang disebut blastomer. Pembelahan sel ini dikenal
sebagai cleavage. Antar berbagai kelompok hewan yang berbeda, terdapat keragaman pola
pembelahan awal embrio, yang dipengaruhi oleh jumlah dan sebaran kuning telur (yolk)
yang terkandung di dalam sel telur. Keberadaan kuning telur cenderung menghambat
bahkan menghentikan alur pembelahan (Gilbert, 2010).
Pada hewan yang telurnya mengandung kuning telur sedikit dan tersebar merata
(Isolecithal) atau memiliki kandungan kuning telur sedang dan terkonsentrasi di salah satu
kutub (Mesolecithal), pembelahan berlangsung dengan pola holoblastik, yang membelah
zigot secara sempurna. Pembelahan pola ini terjadi pada hewan-hewan Echinodermata,
beberapa spesies siput, serta seluruh mammalia, termasuk manusia. Tanpa hambatan oleh
keberadaan kuning telur, blastomer-blastomer yang terbentuk lebih mungkin berukuran
serupa, terutama selama beberapa pembelahan awal yang menghasilkan dua, empat dan
delapan blastomer (Gilbert, 2010).
Pada hewan dengan kandungan kuning telur yang memenuhi sebagian besar sel
telur (Telolecithal) atau kuning telurnya berposisi di tengah sel telur (Centrolecithal),
pembelahan berlangsung dengan pola meroblastik. Pada pembelahan pola meroblastik,
pembelahan zigot hanya terjadi pada bagian yang tidak mengandung kuning telur. Pola
pembelahan ini berlangsung secara diskoidal, yaitu pembelahan hanya pada cakram
sitoplasma; dan secara superfisial, yaitu pembelahan hanya pada bagian perifer sel telur.
Pola pembelahan meroblastik diskoidal berlangsung pada Pisces, Aves dan Reptil;
sedangkan pola pembelahan meroblastik superfisial merupakan pola pembelahan pada
serangga (Gilbert, 2010)..

28
Setelah laju pembelahan mitosis melambat, blastomer menjalani gerakan dramatis
dan mengubah posisi relatif mereka satu sama lain. Rangkaian penyusunan ulang sel
ekstensif ini disebut gastrulasi, dan embrio dalam tahap perkembangan ini disebut gastrula.
Pada katak, gastrulasi dimulai pada titik di permukaan embrio sekitar 180 derajat
berlawanan dengan titik masuknya sperma dengan pembentukan lekukan, yang disebut
blastopore dorsal lips. Sel-sel pada bagian luar embrio bermigrasi melalui dorsal lips ke
bagian dalam dan menjadi sel-sel mesoderm. Sel-sel yang tersisa di luar meluas dan
membentuk lapisan ektoderm yang menyeliputi seluruh embrio. Sel-sel besar yang
megandung kuning telur tetap berada dalam hemisfer vegetal sampai mereka dikelilingi
oleh perluasan mesoderm, dan menjadi endoderm. Dengan demikian, pada akhir gastrulasi,
ektoderm berada di bagian luar embrio, endoderm berada di bagian dalam embrio, dan
mesoderm berada di antaranya (Gilbert, 2010).
Gastrulasi melibatkan campuran beberapa macam pergerakan dan migrasi sel-sel
yang sangat terkoordinasi. Meskipun pola gastrulasi pada keseluruhan jenis hewan sangat
beragam, namun umumnya terdiri atas beberapa jenis pergerakan dasar, yaitu: invaginasi,
involusi, ingresi, delaminasi dan epiboli. Invaginasi adalah masuk atau melekuknya suatu
wilayah kecil lapisan sel bagian luar ke arah dalam embrio. Involusi adalah pergerakan
lapisan sel membelok ke dalam dan kemudian membentang jauh ke bagian permukaan
internal. Ingresi adalah pergerakan sel-sel yang secara individual memisahkan diri dari
lapisan sel permukaan dan bermigrasi ke bagian dalam embrio. Delaminasi adalah
pergerakan pemisahan selembar lapisan sel menjadi dua lembar atau lebih lapisan sel yang
tersusun paralel. Epiboli adalah pergerakan lapisan sel yang menyebar sebagai suatu unit,
bukan individual, untuk menyelaputi lapisan embrio yang lebih dalam. Epiboli dapat
terjadi karena pembelahan sel-sel, perubahan bentuk sel-sel, atau beberapa lapisan sel
berinterkalasi menjadi beberapa lapisan yang lebih sedikit. Seringkali ketiga mekanisme
ini terlibat bersama-sama (Gilbert, 2010).
Setelah lapisan germinal ditetapkan, sel-sel berinteraksi satu sama lain dan
mengatur diri untuk menghasilkan jaringan dan organ. Proses ini disebut organogenesis.
Organ banyak mengandung sel-sel yang berasal dari lebih dari satu lapisan germinal, dan
tidak jarang untuk bagian luar organ akan berasal dari satu lapisan dan bagian dalam dari
yang lain. Misalnya, lapisan luar kulit (epidermis) berasal dari ektoderm, sedangkan
lapisan dalam (dermis) berasal dari mesoderm. Selama organogenesis, juga terjadi migrasi

29
sel-sel tertentu dari tempat asal ke lokasi terakhirnya. Migrasi sel ini terjadi antara lain
pada prekursor sel darah, sel-sel getah bening dan sel-sel pigmen (Gilbert, 2010).
Pada embrio kordata, organogenesis diawali dengan pembentukan notokord dan
tabung neural. Notokord adalah batang rangka berbentuk tabung panjang yang
membentang sepanjang sumbu antero-posterior. Notokord terbentuk dari sel-sel
mesodermal di bagian paling dorsal embrio. Selanjutnya, notokord memberi sinyal kepada
sel-sel ektoderm di atasnya untuk tidak akan menjadi epidermis. Sel-sel di bagian
ektoderm ini disebut sel-sel ektoderm neural atau neural plate. Bagian ektoderm ini
meninggi dan kemudian, karena perubahan bentuk sel-selnya, melekuk ke bagian dalam
embrio, membentuk tabung yang disebut neural tube (tabung neural) yang juga
membentang sepanjang sumbu antero-posterior. Tabung neural kelak akan menjadi organ
saraf pusat yang terdiri dari otak dan saraf tulang belakang (medula spinalis). Pada tahap
ini, embrio disebut neurula (Gilbert, 2010).
Pada embrio vertebrata, pita sel-sel yang disebut pial/bumbungan neural (neural
crest), berkembang di sepanjang perbatasan tempat tabung neural memisah dari ektoderm.
Sel-sel pial neural kemudian bermigrasi ke berbagai bagian embrio untuk membentuk saraf
tepi, bagian-bagian gigi, tulang tengkorak, dan berbagai tipe sel lain (Gilbert, 2010).
Setelah tabung neural terbentuk, bersama notokord menyebabkan perubahan pada
sel-sel tetangganya. Jaringan mesodermal yang berdekatan dengan tabung saraf dan
notokord mengalami segmentasi menghasilkan blok-blok somit yang tersusun secara serial
di kedua sisi lateral sepanjang notokord. Somit merupakan prekursor otot punggung, tulang
belakang, dan dermis (bagian dalam kulit). Mesoderm yang terletak lateral terhadap somit,
memisah menjadi dua lapisan yang membentuk pelapis rongga tubuh atau selom. Seiring
berlanjutnya organogenesis, morfogenesis dan diferensiasi sel terus membentuk organ-
organ yang muncul dari ketiga lapisan germinal embrionik (Gilbert, 2010)
Pada banyak spesies, organisme yang menetas dari telur atau lahir ke dunia belum
berbentuk menyerupai organisme dewasa. Untuk menjadi bentuk dewasa, organisme perlu
mengalami metamorfosis. Pada kebanyakan hewan, organisme muda yang disebut larva,
mungkin terlihat signifikan berbeda dari yang dewasa. Pada beberapa spesies hewan, tahap
larva merupakan salah satu tahap yang berlangsung lama, dan digunakan untuk makan
atau penyebaran, sedangkan tahap dewasa merupakan tahap singkat yang tujuan
utamanya adalah untuk bereproduksi. Metamorfosis pada larva kecebong yang
sepenuhnya hidup di perairan menjadi katak dewasa yang bisa hidup di darat merupakan

30
salah satu transformasi biologi yang paling mencolok. Pada katak, hampir setiap organ
merupakan subjek modifikasi, dan perubahan bentuk yang dihasilkan sangat mencolok dan
jelas. Tungkai belakang dan tunkai depan dewasa yang akan digunakan untuk bergerak
terbentuk segera menggantikan dayung ekor kecebong yang menyusut. Tengkorak
kecebong yang terdiri dari tulang rawan digantikan oleh sebagian besar tulang tengkorak
katak muda. Gigi kecebong yang digunakan untuk merobek tanaman kolam menghilang
begitu mulut dan rahang mengambil bentuk baru, dan otot lidah penangkap serangga
segera berkembang. Sementara itu, usus panjang kecebong yang merupakan karakteristik
herbivora, memendek sesuai dengan makanan yang lebih karnivora pada katak dewasa.
Insang mengecil dan paru-paru membesar (Gilbert, 2010).
Pada banyak spesies, sekelompok sel disisihkan untuk menghasilkan generasi
berikutnya. Sel-sel ini adalah prekursor gamet. Gamet dan sel-sel prekursornya secara
kolektif disebut sel germinal, dan mereka disisihkan untuk fungsi reproduksi. Sedangkan
semua sel-sel tubuh lainnya disebut sel-sel somatik. Pemisahan sel somatik yang
menghasilkan tubuh individu dan sel germinal yang berkontribusi pada pembentukan
generasi baru, merupakan salah satu bentuk diferensiasi sel pertama yang terjadi selama
perkembangan hewan. Sel-sel germinal akhirnya bermigrasi ke gonad, untuk kemudian
berdiferensiasi menjadi gamet. Perkembangan gamet ini, yang disebut gametogenesis,
biasanya tidak selesai sampai organisme matang secara fisik. Tepat pada saatnya, gamet
dapat dilepaskan dan berpartisipasi dalam fertilisasi untuk memulai pembentukan suatu
embrio baru (Gilbert, 2010).

31
Gambar 1.17 Peta Konsep untuk Konsep-konsep Dasar Embriologi

32
Daftar Pustaka

Campbell, N. A., J. B. Reece, L. A. Urry, M. L. Cain, S. A. Wasserman, P. V. Monarsky,


R. B. Jackson. 2009. Biology. 8th ed. Pearson Benjamin Cummings. Sanfrancisco,
USA
Gilbert, S. F. 2010. Developmental Biology. Ninth Ed. Sinauer Associates, Inc.
Sunderland, Massachusetts, USA
Wolpert, L., R. Beddington, T. Jessell, P Lawrence, E. Meyerowitz, J. Smith. 2002.
Principles of Development. 2nd Ed. Oxford Univ Press.

33

Anda mungkin juga menyukai