NIM
: 14410102
:F
ANALISIS UU PTUN
Bahwa pada Pasal 2 huruf (f) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 segala
Keputusan Tata Usaha Negara, terdapat klausa untuk segala tata usaha
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tidak dapat menjadi kompetensi
Peradilan TUN berubah menjadi segala Keputusan Tata Usaha Negara
mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia tidak dapat menjadi
kompetensi Peradilan TUN pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Hal ini
disebabkan adanya perkembangan Nama dari Setelah bergulirnya reformasi
1998, maka sesuai keputusan pimpinan ABRI yang memutuskan mulai 1 April
1999 adanya pemisahan POLRI dari ABRI dan ABRI menjadi TNI.
Sedangkan pada Pasal 2 huruf (g) bahwa PTUN tidak memiliki kompetensi
terhadap segala keputusan Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun di
daerah, mengenai hasil pemilihan umum. Panitia Pemilihan Umum ini
berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1985 tentang
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1969 TENTANG
PEMILIHAN
UMUM
ANGGOTA-ANGGOTA
BADAN
PERMUSYAWAARATAN/PERWAKILAN RAKYAT SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH
DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1975 DAN UNDANGUNDANGNOMOR 2 TAHUN 1980 menyebutkan bahwa, Panitia Pengawas
Pelaksanaan Pemilihan Umum Pusat, Panitia Pengawas Pelaksanaan
Pemilihan Umum Daerah Tingkat I, Panitia Peng-awas Pelaksanaan Pemilihan
Umum Daerah Tingkat II, dan Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan
Umum Kecamatan masing-masing berturut-turut sesuai dengan tingkatannya
terdiri dari seorang Ketua merangkap Anggota yang dijabat oleh pejabat
Pemerintah dan 5 (lima) orang Wakil Ketua merangkap anggota serta
beberapa orang Anggota yang diambilkan dari unsur Pemerintah, Golongan
Karya, Partai Demokrasi Indonesia, Partai Persatuan Pembangunan, dan
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Maka dapat disimpulkan
berdasarkan undang-undang diatas pada tahun 1995, yakni setahun setelah
UUPTUN dicatat dalam lembaran Negara yang dikenal adalah panitia-panitia
pemilihan umum.
Panitia Pemilu yang sekarang dikenal sebagai Komisi Pemilihan Umum
(KPU) yang ada sekarang merupakan KPU ketiga yang dibentuk setelah
Pemilu demokratis sejak reformasi 1998. KPU pertama (1999-2001) dibentuk
dengan Keppres No 16 Tahun 1999 yang berisikan 53 orang anggota yang
berasal dari unsur pemerintah dan Partai Politik dan dilantik oleh Presiden BJ
Habibie. KPU kedua (2001-2007) dibentuk dengan Keppres No 10 Tahun 2001
yang berisikan 11 orang anggota yang berasal dari unsur akademis dan LSM
dan dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tanggal 11
April 2001.