Anda di halaman 1dari 11

Analisis Pasal Dalam Perubahan UU

tentang PTUN
Oleh :

1. Aulia Pravasta Indrianingrum (2010601001)


2. Fakhira Kamila Ainurrafik (2010601002)
3. Muhammad Khoirul Amri (2010601035)
4. Hilman Rigel Nugroho (2010601042)
5. Karina Diyah Lestari (2010601051)
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang ditugaskan untuk memeriksa, memutus
dan menyelesaikan sengketa dalam bidang tata usaha negara serta diciptakan untuk
menyelesaikan sengketa yang timbul sebagai akibat dari adanya tindakan pemerintah yang
dianggap melanggar hak warga negaranya.

Peradilan Tata Usaha Negara yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1986 dinilai sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.

Terbitlah UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 5 tahun 1986 tentang PTUN.

Selanjutnya terbit UU No. 51 Tahun 2009 (Perubahan kedua Atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang
PTUN.
Beberapa perbandingan
terhadap perubahan UU No. 5
tahun 1986
UU No.5 Tahun 1986 UU No.9 Tahun 2004 UU No.51 Tahun 2009
Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap,dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat hukum tetap,dikirimkan kepada para pihak dengan surat oleh hukum tetap,dikirimkan kepada para pihak dengan surat oleh
oleh Panitera Pengadilan setempat atas perintah Ketua Panitera Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan Panitera Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan
Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat- yang mengadilinya dalam waktu 14 (empat belas) hari; yang mengadilinya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja;
lambatnya dalam waktu empat belas hari;
Dalam hal empat bulan setelah putusan pengadilan yang telah Dalam hal 4 (empat) bulan setelah putusan pengadilan yang telah Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud memperoleh kekuatan hokum tetap sebagaimana di maksud pada
dalam ayat (1) dikirimkan tergugat tidak melaksanakan dalam ayat (1) dikirimkan, tergugat tidak melaksanakan ayat (1) diterima tergugat tidak melaksanakan kewajibannya
kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) sebagaimana dimaksud pada ayat dalam Pasal 97 ayat (9) huruf
huruf a, maka Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan huruf a, maka Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan a keputusan tata usaha Negara yang disengketakan itu tidak
itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi; itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi; mempunyai kekuatan hukum lagi.

Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajiban Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan c, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) ayat (9) huruf b sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) ayat (9) huruf b
dan kemudian setelah tiga bulan ternyata kewajibannya tersebut dan c, dan kemudian setelah 3 (tiga) bulan ternyata kewajibannya dan c, dan kemudian setelah 90 (Sembilan puluh) hari ternyata
tidak dilaksanakannya, maka penggugat mengajukan tersebut tidak dilaksanakannya penggugat mengajukan kewajibannya kerja ternyata kewajiban tersebut tidak
permohonan kepada Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud permohonan kepada Ketua Pengadilan sebagaimana pada ayat dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada
dalam ayat (1), agar Pengadilan memerintahkan tergugat (1) Pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan Ketua Pengadilan sebagaimana pada ayat (1) agar Pengadilan
melaksanakan putusan tersebut; pengadilan tersebut; memerintahkan tergugatmelaksanakan putusan pengadilan
tersebut;
Beberapa Pasal yang diubah
dari UU No.5 Tahun 1986 dengan UU No.9
Tahun 2004
- Pada pasal 18, perubahan kata penasihat hukum menjadi advokat karena pada saat
diberlakukannya UU No.5 Tahun 1986 di Indonesia belum dikenal UU tentang Advokat,
sehingga menggunakan istilah Penasehat Hukum. Namun, pada tahun 2003 muncul UU
mengenai advokat, sehingga pada saat rumusan UU No.9 Tahun 2004 dibahas, istilah
penasehat hukum diganti menjadi advokat.

- Pada Pasal 37 pengangkatan dan pemberhentian dalam UU N0.5 Tahun 1986 dilakukan oleh
Menteri Kehakiman, sementara pada UU No.9 Tahun 2004 dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Beberapa Pasal yang diubah
dari UU No.5 Tahun 1986 dengan UU No.51
Tahun 2009
- Pasal 39B berisi tentang persyaratan untuk menjadi seorang juru sita, tetapi tidak
mencantumkan tugas dan kewenangan juru sita. Selain itu, pembentuk undang-undang tidak
membuat pengertian juru sita dan juru sita pengganti. Segi positif pasal ini adalah menjelaskan
persyaratan cara menjadi seorang juru sita dan memperjelas persyaratan bahwa juru sita harus
memahami PTUN dengan persyaratannya.

- Pasal 39C mengatur pengangkatan dari juru sita dan juru sita pengganti. Segi positif dari pasal
ini adalah calon juru sita merupakan orang yang berpengalaman dan dapat dipercaya oleh Ketua
Pengadilan. Adapun segi negatif pasal ini adalah apabila ketentuan pengangkatannnya diusulkan
oleh Ketua Pengadilan, hal ini tidak menutup kemungkinan terjadinya KKN antara Ketua
Pengadilan dan calon juru sita.
Rumusan Masalah
1) Apa hal yang mendasari terjadinya perubahan pasal
pada Undang-Undang UU No. 5 tahun 1986?
2) Apa hal yang hendak dituju dengan adanya
perubahan pada berbagai pasal yang terdapat pada
Undang-Undang UU No. 5 tahun 1986?
hal yang mendasari terjadinya perubahan pasal pada
Undang-Undang UU No. 5 tahun 1986?

• aspek yuridis

Dasarnya bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan peradilan
yang bersih serta berwibawa melalui penataan sistem peradilan yang terpadu (integrated justice system).

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara telah meletakkan
dasar kebijakan bahwa segala urusan mengenai peradilan umum, baik menyangkut teknis yudisial maupun non
yudisial yaitu urusan organisasi, administrasi, dan finansial di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.
• aspek sosiologis
menurut R. Otje Salman, S.H., perubahan hukum pada hakikatnya dimulai dari adanya kesenjangan
antara keadaan-keadaan yang terjadi di dalam masyarakat dengan pengaturannya oleh hukum.
Kesenjangan yang begitu terasa antara berbagai produk hukum yang telah ada dengan keadaaan
masyarakat yang secara dinamis mengalami berbagai perubahan menyebabkan produk hukum tersebut
tidak dapat lagi memayungi berbagai keadaan yang ada pada masyarakat.

Berkaitan dengan UU Nomor 5 Tahun 1986 adanya perubahan sejumlah dua kali terhadap undang-
undang tersebut, merupakan langkah pembaruan hukum yang terjadi seiring dengan pergeseran nilai
hidup dalam masyarakat.
• aspek filosofis
Perubahan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Adanya perubahan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 juga sesuai dengan pertimbangan awal
pembentukan undang-undang tersebut, yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka menikmati ketertiban dan kepastian hukum yang berdasarkan keadilan, terdapat sebuah kemungkinan
akan timbulnya perselisihan atau sengketa antara badan atau pejabat Tata Usaha Negara (TUN) dengan
masyarakat yang dapat merugikan dan/atau menghambat jalannya pembangunan nasional.
Hal yang hendak dituju dengan adanya perubahan pada berbagai
pasal yang terdapat pada UU No. 5 tahun 1986?

Perubahan yang dilakukan terhadap UU adalah sebuah langkah yang mengarah


pada hal positif guna memastikan eksistensi hukum di Indonesia terus
berjalan seiring dengan perkembangan zaman, sehingga diharapkan
memiliki output yang selaras serta harmonis antara teori maupun praktik di
tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perubahan terhadap UU tersebut dilakukan atas dasar beberapa hal, diantaranya
adalah untuk menyesuaikan terhadap perkembangan peraturan hukum,
dalam hal ini adalah UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
dan UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 tahun 1985
tentang Mahkamah Agung.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai