Anda di halaman 1dari 3

TAP MPR no.XX/1966, TAP MPR no.

III/2000

1) Perbandingan tata susunan aturan hukum :

Tata Susunan Aturan Hukum berdasarkan :


Tap MPR no. XX Tap MPR no III Pasal 7 UU no 10 tahun 2004

tahun 1966 tahun 2000

1 Lampiran II TAP Sedangkan pada TAP Sedangkan pada pasal 7 Undang – undang
MPRS No. XX MPR No. III tahun No. 10 tahun 2004 ;
tahun 1966 adalah 2000 ; Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
sebagai berikut, undangan adalah sebagai berikut:
Bentuk - Bentuk Tentang Sumber a. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Peraturan Hukum dan Tata Indonesia Tahun 1945;
Perundangan Urutan Peraturan b. Undang - Undang/ Peraturan
Republik Indonesia: Perundang- Pemerintah Pengganti Undang-
undangan; Undang;
 UUD RI 1945
c. Peraturan Pemerintah;
1.Undang-Undang d. Peraturan Presiden;
 Ketetapan MPR Dasar 1945 e. Peraturan Daerah.
Pasal 7 Ayat (2)
 Undang-Undang/ 2. Ketetapan Majelis Peraturan Daerah sebagaimana
Peraturan
dimaksud pada ayat (1) huruf e
Pemerintah Permusyawaratan meliputi:
Pengganti Rakyat RI a. Peraturan Daerah provinsi dibuat
Undang-
oleh dewan perwakilan rakyat
Undang 3. Undang-Undang daerah provinsi bersama dengan
gubernur;
 Peraturan 4.Peraturan b. Peraturan Daerah kabupaten/ kota
Pemerintah Pemerintah dibuat oleh dewan perwakilan
Pengganti rakyat daerah bersama bupati/
 Keputusan Undang-undang walikota; kabupaten/ kota
Presiden, dan; (Perpu) c. Peraturan Desa/ peraturan yang
setingkat, dibuat oleh badan
Peraturan 5.Peraturan perwakilan desa atau nama lainnya
Pelaksanaan Pemerintah bersama dengan kepala desa atau
lainnya:
nama lainnya.
6. Keputusan Presiden
 Peraturan Menteri
7. Peraturan Daerah
 Instruksi Menteri
2) Analisis, apakah TAP MPR dan Peraturan Menteri masih diperlukan?

Dengan ditetapkannya Ketetapan MPR No. I tahun 2003, maka seluruh Ketetapan MPRS dan
Ketetapan MPR yang berjumlah 139 dikelompokkan ke dalam 6 pasal (kategori) sesuai dengan
materi dan status hukumnya. Substansi Ketetapan MPR tersebut adalah:

1. Kategori I: TAP MPRS/TAP MPR yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (8
Ketetapan)
2. Kategori II: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan (3
Ketetapan)
3. Kategori III: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan
terbentuknya Pemerintahan Hasil Pemilu 2004 (8 Ketetapan)
4. Kategori IV: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan
terbentuknya Undang-Undang (11 Ketetapan)
5. Kategori V: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan masih berlaku sampai dengan
ditetapkannya Peraturan Tata Tertib Baru oleh MPR Hasil Pemilu 2004 (5 Ketetapan)
6. Kategori VI: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan
hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut, maupun telah
selesai dilaksanakan (104 Ketetapan)

Jadi dengan demikian, meskipun TAP MPR tidak ada dalam hirarki perundang-undangan
berdasarkan undang – undang no. 10 tahun 2004, tapi ada TAP MPR yang masih diperlukan
dan ada yang sudah tidak diperlukan (tidak dipakai).

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap


Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002
merupakan Ketetapan MPR pengunci dari seluruh Ketetapan MPRS dan MPR. Di masa
mendatang MPR tidak lagi berwenang mengeluarkan garis-garis besar haluan negara dalam
bentuk ketetapan MPR sebagaimana masa lalu dikarenakan perubahan sistem ketata negaraan
dimana MPR hanya menjadi lembaga negara yang sejajar dengan lembaga negara lainnya dan
bukan lembaga tertinggi negara lagi. Untuk menghindari kekosongan hukum akibat perubahan
sistem ketata negaraan ini maka Aturan Tambahan Pasal I memerintahkan MPR untuk
melakukan peninjauan yang digunakan sebagai payung hukum status seluruh Ketetapan MPRS
dan MPR.

Selain Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003, MPR juga


mengeluarkan ketetapan terakhir MPR yaitu Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
II/MPR/2003 tentang Perubahan Kelima atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang juga hanya berlaku sampai dengan
ditetapkannya Peraturan Tata Tertib oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
hasil Pemilihan Umum 2004. Ketetapan MPR yang terakhir kalinya ini juga ditetapkan di Jakarta
pada hari yang sama yaitu tanggal 7 Agustus 2003.

Ketetapan MPR isinya kadang-kadang sama dengan Keputusan Presiden yang hanya
bersifat penetapan biasa. Sebagai contoh, Ketetapan MPR tentang pengangkatan Presiden dan
Wakil Presiden, sifatnya sama dengan Keputusan Presiden yang ditetapkan untuk mengangkat
atau memberhentikan pejabat. Lebih-lebih lagi, menjelang berlangsungnya Sidang Umum MPR
pada bulan Nopember 1999 yang lalu, karena adanya kebutuhan untuk melakukan perubahan
terhadap pasal-pasal UUD 1945, timbul polemik mengenai bentuk hukum perubahan UUD itu
sendiri. Jika perubahan itu dituangkan dalam bentuk Ketetapan MPR yang jelas ditentukan
bahwa kedudukannya berada di bawah UUD, maka akan timbul kekacauan dalam sistematika
berpikir menurut tata urut peraturan yang diatur menurut TAP MPRS No.XX/MPRS/1966
tersebut. Bagaimana mungkin UUD yang lebih tinggi diubah dengan peraturan yang lebih
rendah. Karena itu, sebagai jalan keluar, telah disepakati bahwa bentuk hukum perubahan itu
dinamakan ‘Perubahan UUD’ sebagai nomenklatur baru yang tingkatnya sederajat dengan UUD.
Karena itu, otomatis, ketentuan TAP MPRS No.XX/1966 tersebut tidak dapat lagi dipertahankan
dan perlu segera diadakan penyempurnaan dalam rangka penataan kembali sumber tertib hukum
dan bentuk-bentuk serta tata urut peraturan perundang-undangan Republik Indonesia di masa
yang akan datang.

Peraturan Menteri

Peraturan Menteri tidak disebutkan dalam UU no 10 tahun 2004, tapi dalam praktek, di beberapa
kementerian, digunakan istilah Peraturan Menteri, tetapi di beberapa kementerian lainnya
digunakan istilah Keputusan Menteri, padahal isinya jelas-jelas memuat materi-materi yang
mengatur kepentingan publik seperti di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
mengatur mengenai penyelenggaraan pendidikan nasional, dan sebagainya. Di samping itu,
untuk mengatur secara bersama berkenaan dengan materi-materi yang bersifat lintas departemen
berkembang pula kebiasaan menerbitkan Keputusan Bersama antar Menteri. Padahal, bentuk
Keputusan Bersama itu jelas tidak ada dasar hukumnya.

Jadi peraturan menteri pada prakteknya masih diperlukan dan digunakan meskipunn tidak ada
dalam Undang-undang no. 10 tahun 2004.

Anda mungkin juga menyukai